• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Sekolah Ragunan adalah satu dari lima sekolah khusus atlet di Indonesia yang didirikan pada tanggal 15 Januari 1977. Sekolah Ragunan ini sebenarnya terdiri atas SMP Negeri dan SMA Negeri Ragunan. SMP/SMA Negeri Ragunan atau yang lebih dikenal dengan Sekolah Atlet, berada di dalam area Gelanggang Olahraga Ragunan, Jalan H.M. Harsono, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. SMA Negeri Ragunan dikepalai oleh Drs. Didih Hartaya dengan staf dan guru berjumlah 20 orang. Jumlah siswa di SMA Negeri Ragunan sebanyak 323 orang. Tabel 2 menunjukkan bahwa lebih dari separuh jumlah siswa berjenis kelamin laki-laki (55.1%) dan siswa perempuan sekitar 44.9 persen.

Tabel 2 Sebaran siswa SMA Negeri Ragunan Jakarta berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin n %

Laki-laki 178 55.1

Perempuan 145 44.9

Total 323 100.0

Sumber: Profil SMA Negeri Ragunan. 2009/2010.

Luas kompleks SMP/SMA Ragunan dan fasilitas olahraga mencapai 17 hektar yang merupakan aset Pemda DKI. Kompleks SMP/SMA Ragunan terdiri dari gedung sekolah, gedung asrama putra dan putri, ruang makan dan dapur, ruang fitnes, dan perumahan guru serta pelatih. Secara keseluruhan, SMA Negeri Ragunan terdiri dari delapan kelas, yaitu dua kelas untuk kelas X dan untuk kelas XI, XII masing-masing tiga kelas (IPA, IPS1 dan IPS2). Fasilitas olahraga mencakup lapangan bulutangkis, tenis meja, bola voli, gulat dan judo, kolam renang, gedung senam, lapangan basket, sepak bola, lapangan tenis, angkat besi, panahan, dan track atau lapangan untuk cabang atletik. Fasilitas lain yang berada di komplek Gelanggang Olahraga Ragunan berupa gedung serbaguna, gedung auditorium, poliklinik, masjid, aula, kantin, wisma tamu, serta perkantoran dan Graha Wisma Pemuda.

SMA Negeri Ragunan yang merupakan sekolah umum formal untuk para atlet menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar layaknya SMA pada umumnya. Beban belajar yang diberikan oleh pihak sekolah terdiri dari pelajaran inti, muatan lokal dan pengembangan diri dengan alokasi waktu satu jam

pelajaran adalah 40 menit. Pengembangan diri adalah pelajaran utama bagi siswa SMA Negeri Ragunan Jakarta, sedangkan pelajaran inti dan muatan lokal merupakan pelajaran tambahan. Hal ini menyebabkan SMA Negeri Ragunan berbeda dengan SMA pada umumnya. Pelajaran inti di SMA Ragunan tidak jauh berbeda dengan SMA pada umumnya. Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang materinya tidak dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Mata pelajaran muatan lokal kelas X, XI dan XII adalah English for Special Purpose. Pengembangan diri adalah beban belajar terjadwal utama yang bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minatnya. Dengan kata lain, pengembangan diri adalah jadwal latihan terpadu sesuai dengan cabang olahraga yang digeluti siswa. Rincian alokasi waktu pembelajaran dan beban pelajaran yang diberikan oleh SMAN Ragunan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Beban belajar per minggu siswa SMA Negeri Ragunan Jakarta Kelas Beban Belajar (jam)

Inti Muatan Lokal Pengembangan diri Jumlah

X 36 2 34 72

XI 37 2 34 73

XII 41 2 34 77

Sumber: Profil SMA Negeri Ragunan. 2009/2010.

Karakteristik Contoh Usia dan Jenis Kelamin

Contoh dalam penelitian ini berjumlah 85 orang. Persentase terbesar contoh berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 50,6 persen dan sisanya adalah laki-laki sebesar 49,4 persen (Tabel 5).

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan usia dan jenis kelamin, rata-rata, dan standar deviasi usia contoh

Usia

Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % 15 tahun 0 0.0 3 3.5 3 3.5 16 tahun 3 3.5 14 16.5 17 20.0 17 tahun 14 16.5 17 20.0 31 36.5 18 tahun 23 27.1 8 9.4 31 36.5 19 tahun 2 2.3 1 1.2 3 3.5 Total 42 49.4 43 50.6 85 100 Rata-rata±SD 17.6±0.7 16.8±0.9 17.2±16 p-value 0.00

Menurut Hurlock yaitu remaja awal pada remaja akhir pada umu penelitian ini dapat dika 15-19 dengan persentas sebesar 36.5 persen. tertinggi contoh laki-laki itu, persentase usia tert dan 20.0%) (Tabel 4). H usia contoh laki-laki dan laki-laki lebih tinggi daripada Urutan Kelahiran

Penelitian terhadap urutan kelahiran, menun dalam menentukan jenis dilakukan individu sepan menyebutkan bahwa ur seseorang. Gambar 3 m anak tengah dan anak terendah adalah anak tu

Gambar 3 S Menurut Santroc beradaptasi dengan ling dengan anak pertama penelitian yang dilakuka

T

ock (1980), periode masa remaja dibagi menjadi ti pada umur (10-14 tahun), remaja tengah (14-17 tah

mur 17-21 tahun. Secara keseluruhan usia cont kategorikan sebagai remaja tengah dan akhir, yai tase terbesar adalah usia 17 dan 18 tahun, masi

. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persen ki adalah 17 dan 18 tahun (16.5% dan 27.1%). S ertinggi contoh perempuan adalah 16 dan 17 tahun

. Hasil uji beda t-test menunjukkan bahwa ada per dan perempuan (p<0.05) yang mana rata-rata u

ripada contoh perempuan.

hadap anak-anak, remaja, dan orang dewasa dar enunjukkan urutan kelahiran dapat menjadi faktor enis penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial y epanjang rentang kehidupan (Hurlock 1980). Schi urutan kelahiran berhubungan erat dengan k menunjukkan bahwa persentase terbesar cont anak sulung (37.6% dan 32.9%), sedangkan pe

tunggal sebesar 4.7 persen.

Sebaran contoh berdasarkan urutan kelahiran ock (2007), anak kedua (anak tengah) akan lebi lingkungan baru dan lebih percaya diri bila diband

a atau anak tunggal. Sementara itu, berdasa ukan oleh Schiller (2006) menunjukkan bahwa anak

4,7%

32,9% 36,7%

24,8%

Tunggal Sulung Tengah Bungsu

adi tiga bagian, 17 tahun), dan ontoh pada yaitu antara asing-masing entase usia . Sementara ahun (16.5% ada perbedaan a usia contoh dari berbagai or yang kuat al yang harus hiller (2006) kepribadian ontoh adalah an persentase lebih mudah dibandingkan dasarkan hasil a anak kedua

cenderung lebih tenang, lebih mudah bersosialisasi dan lebih sedikit mengalami masalah dibandingkan anak sulung dan bungsu. Namun, anak kedua juga memiliki rasa iri yang lebih besar terhadap saudaranya.

Anak sulung sering dikenal sebagai ”experimental child” yang disebabkan kurangnya pengetahuan dan pengalaman orangtua dalam merawat anak sehingga mengakibatkan orangtua cenderung terlalu cemas dan melindungi berlebihan (Gunarsa S & Gunarsa Y 2009). Menurut Santrock (2007), orangtua memiliki harapan yang besar kepada anak pertama dibanding adik-adiknya, tuntutan orangtua dan standar yang tinggi membuat anak pertama diliputi kecemasan dan rasa bersalah. Berdasarkan beberapa literatur yang telah dibahas tersebut, dapat digambarkan bahwa sebagian besar contoh penelitian ini merupakan kelompok anak-anak yang lebih mudah bersosialisasi (anak kedua). Cabang olahraga dan Tipe olahraga

Menurut Moelok (1984), cabang olahraga dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu cabang olahraga ringan, sedang, berat, dan berat sekali. Cabang olahraga yang paling banyak digeluti oleh contoh adalah olahraga sedang yang terdiri dari bulutangkis, senam, atletik, selancar, squash, tenis lapangan, tenis meja, sepak takraw, dan sepak bola. Sementara itu, jenis olahraga individu yang paling banyak digeluti oleh contoh penelitian adalah renang, bulu tangkis, squash, dan senam.

Tabel 5 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh menggeluti cabang olahraga sedang (70.6%) dan hanya sekitar 1,2 persen contoh yang menggeluti olahraga berat sekali, yaitu jenis olahraga angkat besi. Sementara itu, sebagian besar contoh menggeluti tipe olahraga individu (88.2%) seperti tenis meja, tenis lapangan,squash, bulutangkis, senam, dan atletik.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan cabang olahraga dan tipe olahraga

Karakteristik n %

Cabang Olahraga

Olahraga ringan 5 5.9

Olahraga sedang 60 70.6

Olahraga berat 19 22.3

Olahraga berat sekali 1 1.2

Total 85 100.0

Tipe Olahraga

Individu 75 88.2

Beregu 10 11.8

Usia dan Status Orang Tingkat umur da emosi seseorang, karen lebih stabil emosinya di Usia orangtua contoh di dewasa madya (41-60 ta Tabel 6 Sebaran contoh

Usia Ayah Ibu

n % N %

Dewasa muda (20-40 tahu 9 10.5 33 38.8 Dewasa madya (41-60 tah 72 84.7 49 57.7 Dewasa akhir atau usia la

(>60 tahun) 2 2.4 0 0.0

Almarhum 2 2.4 3 3.5

Total 85 100.0 85 100.0

Tabel 6 menunju kategori dewasa madya tahapan dewasa akhir dan Sama halnya dengan ay 40-60 tahun (dewasa m sudah meninggal.

Berdasarkan Ga utuh (92.9%) dan hany sebagai orangtua tung meninggal dunia. Menur orangtua tunggal meng dibanding ibu yang mas

Gambar 4 S

Karakteristik Keluarga gtua

dapat mempengaruhi cara berpikir serta bert ena seseorang yang mempunyai umur lebih dew

dibanding dengan orang yang lebih muda (Hurloc dikelompokkan ke dalam usia dewasa muda (20- 60 tahun), dan dewasa akhir atau usia lanjut (>60 tah

ontoh berdasarkan kategori usia orangtua

Ayah Ibu n % N ahun) 9 10.5 33 tahun) 72 84.7 49 a lanjut 2 2.4 0 2 2.4 3 85 100.0 85

enunjukkan bahwa sebagian besar ayah contoh ber adya (84.7%). Persentase ayah contoh yang berada

dan sudah meninggal masing-masing sebesar 2 dengan ayah, lebih dari setengah ibu contoh (57.7%) juga

a madya). Sementara itu, sekitar 3.5 persen i

ambar 4, sebagian besar status orangtua cont hanya sekitar 7.1 persen orangtua contoh yang

unggal (single parent) karena salah satu orangt enurut Eccles dan Kalil (1994), ibu yang berstatus enghabiskan waktu yang lebih sedikit dengan anak

sih terikat hubungan perkawinan.

Sebaran contoh berdasarkan status orangtua 92,9% 7,1% Utuh Tunggal bertindak dan dewasa relatif urlock 1980). 20-40 tahun), 60 tahun). Usia Ayah bu n % N %

Dewasa muda (20-40 tahun) 9 10.5 33 38.8 Dewasa madya (41-60 tahun) 72 84.7 49 57.7 Dewasa akhir atau usia lanjut

(>60 tahun) 2 2.4 0 0.0 Almarhum 2 2.4 3 3.5 Total 85 100.0 85 100.0 berada pada berada dalam ar 2.4 persen. juga berusia en ibu contoh ontoh adalah ang berstatus angtua telah atus sebagai anak remaja

Suku Bangsa

Suku bangsa orangtua contoh cukup bervariasi. Tabel 7 menunjukkan bahwa persentase suku bangsa orangtua contoh yang terbesar adalah suku Jawa dan kemudian diikuti dengan suku Sunda, Betawi, Minang dan suku lain (Makasar, Bugis, Batak, Bima, Papua, Tionghoa, Arab, Melayu, Manado, Bali, Palembang, Ambon, Banjar, Lampung dan Timor). Persentase terbesar suku ayah adalah Jawa sebanyak 37.7 persen dan persentase terendah adalah suku Betawi sebanyak 7.1 persen. Seperti halnya suku bangsa ayah, persentase suku bangsa ibu contoh yang terbesar adalah suku Jawa (40.0%), sedangkan persentase terendah adalah suku Minang sebanyak 5,9 persen.

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan suku bangsa

Suku Bangsa Ayah Ibu

n % n % Jawa 32 37.7 34 40.0 Sunda 15 17.6 15 17.6 Betawi 6 7.1 6 7.1 Minang 8 9.4 5 5.9 Lain-lain 24 28.2 25 29.4 Total 85 100.0 85 100.0

Meskipun lokasi penelitian berada di daerah Jakarta dengan suku Betawi sebagai suku aslinya, suku orangtua contoh yang paling banyak adalah suku Jawa. Hal ini disebabkan oleh suku Jawa memang merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia (41.7%) yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Selain di ketiga propinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung, Banten, Jakarta, Sumatera Utara, dan Jawa Barat (Kazenov 2010). Pendidikan dan Pekerjaan Orangtua

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan orangtua cukup bervariasi. Berdasarkan Tabel 8, persentase terbesar pendidikan ayah dan ibu adalah pada kelompok Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat yaitu sebesar 50.6 persen untuk ayah dan 52.9 persen untuk ibu. Akan tetapi, masih terdapat 1.2 persen ayah contoh yang memiliki pendidikan tidak tamat SD dan masing-masing 1.2 persen ibu contoh yang memiliki tingkat pendidikan tidak tamat SD dan tamat SD.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan orangtua

Karakteristik Ayah Ibu

n % n % Tidak tamat SD 1 1.2 1 1.2 SD/sederajat 2 2.4 1 1.2 SMP/sederajat 3 3.5 6 7.1 SMA/sederajat 43 50.6 45 52.9 D3 8 9.4 8 9.4 S1/S2/S3 26 30.5 21 24.7 Almarhum 2 2.4 3 3.5 Total 85 100.0 85 100.0

Apabila ditinjau dari sisi pekerjaan orangtua, ayah contoh paling banyak berprofesi sebagai wiraswasta (37.7%), PNS (20.0%), dan pegawai swasta (16.5%). Sementara itu, lebih dari separuh ibu contoh tidak bekerja (ibu rumah tangga) (54.1%), PNS (18.8%) dan wiraswasta (15.3%).

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua

Karakteristik Ayah Ibu

n % n % Almarhum 2 2.3 3 3.5 Tidak bekerja 2 2.3 46 54.1 Buruh 6 7.1 1 1.2 Petani 2 2.3 0 0.0 Wiraswasta 32 37.7 13 15.3 Pensiunan 1 1.2 0 0.0 BUMN 3 3.5 0 0.0 PNS 17 20.0 16 18.8 TNI/POLRI 5 5.9 0 0.0 Pegawai swasta 14 16.5 5 5.9 Rohaniawan 1 1.2 1 1.2 Total 85 100.0 85 100.0 Pendapatan Orangtua

Keadaan ekonomi keluarga mempunyai peranan terhadap tingkah laku anak. Keadaan ekonomi yang baik tentunya akan memberi kesempatan luas pada anak untuk mengembangkan bermacam-macam kecakapan dan kesempatan pendidikan yang lebih baik (Gerungan 1999). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa orangtua contoh memiliki pendapatan yang cukup tinggi yaitu berkisar antara Rp 2 500 000-Rp 5 000 000 (45.9%). Hanya sekitar 7.1 persen yang memiliki pendapatan terendah yaitu pada kelompok <Rp 500 000. Sementara itu, persentase terendah pendapatan orangtua contoh berada pada kelompok Rp 500 000-Rp 1 000 000 (4.7%) (Tabel 10).

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan kategori pendapatan orangtua Pendapatan orangtua n % < Rp 500 000 6 7.1 Rp 500 000-Rp 1 000 000 4 4.7 Rp 1 000 000-Rp 2 500 000 12 14.1 Rp 2 500 000-Rp 5 000 000 39 45.9 Rp 5 000 000-Rp 7 500 000 10 11.8 Rp 7 500 000-Rp 10 000 000 7 8.2 > Rp 10 000 000 7 8.2 Total 85 100.0

Karakteristik Teman Sebaya Jumlah Teman Sebaya

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di setiap lokasi pertemanan yang dianalisis (sekolah, asrama, dan tempat lain), rata-rata jumlah teman sebaya yang dimiliki oleh contoh baik laki-laki maupun perempuan adalah antara 4 sampai 7 orang. Jumlah ini lebih besar apabila dibandingkan dengan pendapat Hurlock (1980) yang menyebutkan bahwa remaja biasanya mempunyai 2-3 orang teman dekat atau sahabat karib. Contoh memiliki teman sebaya paling banyak di sekolah dan di asrama. Hal ini ditunjukkan dengan sebanyak 42.4 persen contoh tidak memiliki teman sebaya di tempat lain (Tabel 11). Banyaknya jumlah contoh yang tidak memiliki teman sebaya di ketiga lokasi pertemanan yang diuji disebabkan oleh kesibukan contoh sebagai atlet dan remaja yang selalu harus mempersiapkan diri untuk pertandingan dan juga belajar.

Persentase contoh laki-laki yang memiliki teman sebaya lebih dari 10 orang di tempat lain adalah sebesar 11.8 persen dan contoh perempuan 8.2 persen. Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock (1980) yang menyebutkan bahwa pada usia remaja, anak laki-laki cenderung memiliki kelompok yang lebih besar daripada perempuan. Namun, pendapat ini tidak terbukti pada teman sebaya di sekolah dan asrama karena persentase contoh perempuan yang memiliki teman sebaya lebih dari 10 orang di sekolah dan asrama cukup tinggi (12.9% dan 14.1%). Hasil uji beda t-test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan jumlah teman sebaya di sekolah dan asrama antara contoh laki-laki dan perempuan (p>0.05). Sementara itu, untuk teman sebaya yang berada di tempat lain, terdapat perbedaan yang nyata antara contoh perempuan dan laki- laki (p<0.05) yang mana rata-rata jumlah teman sebaya contoh laki-laki lebih banyak jika dibandingkan dengan contoh perempuan.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan kategori jumlah teman sebaya dan jenis kelamin, rata-rata, dan standar deviasi jumlah teman sebaya

Jumlah teman sebaya

Laki-laki Perempuan Total

n (%) n (%) n (%) Sekolah 1-3 orang 13 15.3 10 11.8 23 27.1 4-6 orang 7 8.2 11 12.9 18 21.2 7-9 orang 5 5.9 4 4.7 9 10.6 >10 orang 14 16.5 11 12.9 25 29.4 Tidak ada 3 3.5 7 8.2 10 11.8 Total 42 49.4 43 50.6 85 100.0 Rata-rata±SD 7.9±7.4 6.0±5.7 7.0±6.6 p-value 0.58 Asrama 1-3 orang 11 12.9 10 11.8 21 24.7 4-6 orang 8 9.4 9 10.6 17 20.0 7-9 orang 2 2.4 4 4.7 6 7.1 >10 orang 14 16.5 12 14.1 26 30.6 Tidak ada 7 8.2 8 9.4 15 17.6 Total 42 49.4 43 50.6 85 100.0 Rata-rata±SD 6.4±5.8 6.6±5.9 6.5±5.9 p-value 0.94 Tempat lain 1-3 orang 5 5.9 14 16.5 19 22.4 4-6 orang 6 7.1 3 3.5 9 10.6 7-9 orang 0 0.0 4 4.7 4 4.7 >10 orang 10 11.8 7 8.2 17 20.0 Tidak ada 21 24.7 15 17,6 36 42.4 Total 42 49.4 43 50.6 85 100.0 Rata-rata±SD 5.4±8.7 4.3±5.6 4.8±7.3 p-value 0.04

Usia Teman Sebaya

Berdasarkan hasil penelitian, usia teman sebaya contoh yang tersebar di sekolah, asrama, maupun tempat lain cukup bervariasi. Tabel 12 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh memiliki teman sebaya yang seusia dengan contoh di sekolah (56.0%). Sementara itu, di asrama persentase usia teman sebaya yang terbesar bervariasi mulai dari yang lebih muda, seusia hingga yang lebih tua (42.9%). Hal ini disebabkan oleh latar belakang contoh yang tinggal di asrama dimana setiap kamar asrama diisi oleh tiga sampai empat siswa mulai dari siswa kelas VII hingga siswa kelas XII.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di sekolah dan asrama, persentase teman sebaya yang berusia lebih tua cenderung rendah bila dibandingkan dengan kelompok usia lainnya (8.0% untuk teman sebaya di sekolah dan 11.6% untuk teman sebaya di asrama) (Tabel 12).

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan usia teman sebaya menurut lokasi pertemanan

Usia teman sebaya Sekolah Asrama Tempat lain

n % n % n % Lebih muda 8 9.4 12 14.1 4 4.7 Seusia 44 51.8 22 25.9 15 17.6 Lebih tua 5 5.9 7 8.2 9 10.6 Campuran 18 21.2 29 34.1 21 24.7 Tidak ada 10 11.8 15 17.6 36 42.4 Total 85 100.0 85 100.0 85 100.0

Ciri utama dan Alasan Pertemanan

Tabel 13 menunjukkan bahwa ciri utama pertemanan contoh dengan kelompok teman sebaya di sekolah adalah sebagai kelompok teman sebaya untuk belajar bersama (54.7%), sama-sama melakukan aktivitas di luar sekolah (36.0%), dan sama-sama memiliki prestasi olahraga atau akademik (38.7%). Sementara itu di asrama, ciri utama pertemanan contoh adalah sebagai kelompok teman sebaya untuk belajar bersama (27.1%) dan untuk bersama- sama melakukan aktivitas di luar sekolah (20.0%). Ciri utama pertemanan contoh dengan kelompok teman sebaya di tempat lain adalah sebagai kelompok teman sebaya untuk bersama-sama melakukan aktivitas di luar sekolah (32.7%), seperti jalan-jalan ke mal.

Apabila dikaitkan dengan pengelompokkan teman sebaya menurut Martin dan Stendler dalam Ruhidawati (2005) maka, kelompok teman sebaya yang dimiliki oleh contoh bisa dimasukkan dalam kelompok elite. Bentuk elite adalah kelompok teman sebaya yang selain melakukan kegiatan sekolah juga melakukan kegiatan di luar sekolah dan terkadang dipimpin oleh orang yang berusia lebih tua. Pengelompokkan contoh menjadi kelompok elite dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, diantaranya: 1) diketiga lokasi pertemanan yang dianalisis, ciri utama pertemanan contoh dengan teman sebaya adalah bersama-sama melakukan aktivitas di luar sekolah; 2) jika ditinjau dari segi usia teman sebaya diketiga lokasi pertemanan, persentase contoh yang memiliki teman sebaya berusia campuran cukup besar; 3) kebijakan dari pihak sekolah yang lebih mengutamakan bidang olahraga (pengembangan diri) dibandingkan dengan bidang akademik sehingga siswa diijinkan untuk tidak datang kesekolah dengan alasan latihan. Kondisi ini menyebabkan hilangnya minat belajar siswa

Persentase terbesar alasan pertemanan contoh dengan teman sebaya baik di sekolah, asrama, maupun tempat lain adalah karena alasan prinsip, gaya hidup (26.7% untuk teman sebaya di sekolah, 31.4% untuk teman sebaya di

asrama dan 42.9% untuk teman sebaya di tempat lain). Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock (1980) yang menyebutkan bahwa alasan pertemanan dengan teman sebaya bukan lagi hanya karena alasan kemudahan dalam bertemu, hobi atau alasan mendasar lainnya melainkan lebih karena persamaan minat, prinsip, dan gaya hidup. Alasan pertemanan dengan teman sebaya yang berada di asrama selain karena alasan prinsip juga dilandasi alasan hobi (15.7%), bahasa (10.0%), dan cabang olahraga (18.6%).

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan ciri utama dan alasan pertemanan Karakterisitik teman sebaya Sekolah

(%) Asrama (%) Tempat Lain (%) Ciri Utama Belajar bersama 54.7 27.1 8.2

Salah satu anggota berusia lebih muda/seusia/lebih tua 16.0 7.1 6.1 Bersama melakukan aktivitas luar sekolah 36.0 20.0 32.7 Sama-sama memiliki prestasi olahraga dan akademik 38.7 12.9 10.2 Alasan Pertemanan Suku 5.3 8.6 6.1 Hobi 6.7 15.7 16.3 Agama 2.7 5.7 8.2 Ras 1.3 5.7 4.1 Pakaian 2.7 2.9 4.1 Bahasa 5.3 10.0 14.3 Status orangtua 1.3 0.0 4.1

Status sosial ekonomi 1.3 1.4 4.1

Cabang olahraga 8.0 18.6 10.2

Prinsip dan gaya hidup 26.7 31.4 42.9

Pola Hubungan Pertemanan dengan Teman Sebaya Frekuensi Pertemuan dan Lama Usia Pertemanan

Berdasarkan hasil penelitian, frekuensi pertemuan contoh dengan kelompok teman sebayanya cukup bervariasi (Tabel 14). Persentase terbesar contoh bertemu setiap hari dengan teman sebaya yang berada di sekolah (44.0%) dan untuk teman sebaya yang berada di asrama (77.1%). Hal ini sesuai dengan pendapat Desmita (2009) yang menyebutkan bahwa sebagian waktu pada usia remaja akan dihabiskan untuk melakukan interaksi sosial dengan teman-teman sebayanya. Sementara itu, untuk kelompok teman sebaya yang berada di tempat lain, frekuensi pertemuan dengan responden cukup jarang yaitu sekitar 1-2 kali seminggu (38.7%). Frekuensi pertemuan yang cukup jarang ini dilatarbelakangi aturan yang mengharuskan siswa tinggal di asrama dan juga kesibukan sebagai atlet dan pelajar yang digeluti oleh contoh.

Menurut lama usia pertemanan, sebagian besar contoh telah berteman dengan kelompok teman sebaya selama lebih dari 12 bulan untuk setiap lokasi pertemanan (69.4% di sekolah, 80.0% di asrama dan 75.5% di tempat lain). Usia pertemanan contoh dengan teman sebaya yang cukup lama di sekolah dan di asrama disebabkan karena contoh telah bersekolah di sekolah Ragunan sejak SMP.

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi pertemuan dan lama usia pertemanan dengan teman sebaya menurut lokasi pertemanan

Sekolah (%) Asrama (%) Tempat lain (%) Frekuensi pertemuan 1-2 kali seminggu 4.0 4.3 38.7 3-4 kali seminggu 17.3 4.3 6.1 5-6 kali seminggu 34.7 14.3 8.2 Setiap hari 44.0 77.1 14.3 Lain-lain 0.0 0.0 32.7 Total 100.0 100.0 100.0

Lama Usia Pertemanan

< 6 bulan 13.3 10.0 8.2

6-12 bulan 17.3 10.0 16.3

>12 bulan 69.4 80.0 75.5

Total 100.0 100.0 100.0

Kualitas Hubungan Pertemanan Contoh dengan Teman Sebaya Masa remaja merupakan masa dimana seseorang belajar bersosialisasi dengan sebayanya secara lebih mendalam dan melepaskan diri dari pengaruh orang dewasa sebagai salah satu cara untuk mencari jati diri4. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan hanya 1.2 persen contoh yang memiliki kualitas hubungan pertemanan pada kategori rendah dengan teman sebayanya. Sementara itu, 57.7 persen contoh memiliki kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya pada kategori cukup (Tabel 15).

Menurut Tanen dalam Santrock (2007) terdapat perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan dalam hubungan antar teman sebaya. Perempuan memiliki ketertarikan yang lebih dengan hubungan interpersonal dan mengutamakan keintiman dibanding laki-laki. Keintiman yang dimaksud adalah keinginan untuk membangun hubungan yang dekat dan akrab dengan orang lain. Lebih lanjut, Santrock (2007) menjelaskan bahwa pada usia remaja, perempuan memiliki ketertarikan yang besar terhadap perilaku sosioemosional. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tidak ada contoh 4

Anonim. 2009. PerilakuHubunganSosial dan Solidaritas Antar Teman pada Perilaku Gaya Hidup Remaja.[terhubung berkala]. http://www.ubb.ac.id.html. [28 Oktober 2010].

perempuan yang memiliki kualitas hubungan pertemanan pada kategori rendah dan sebesar 23.5 persen contoh perempuan memiliki kualitas hubungan pertemanan pada kategori tinggi dengan teman sebaya. Hasil uji beda t-test menunjukkan bahwa ada perbedaan antara contoh laki-laki dan perempuan dalam hal kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya (p<0.05).

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan kategori kualitas hubungan pertemanan dan jenis kelamin, rata-rata skor serta standar deviasi

Kategori kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya

Jenis Kelamin Total Laki-laki Perempuan n % n % n % Rendah 1 1.2 0 0.0 1 1.2 Cukup 26 30.6 23 27.1 49 57.7 Tinggi 15 17.6 20 23.5 35 41.1 Rata-rata skor±SD 45.9±4.8 48.1±4.6 47.1±4.7 p-value 0.037

Berdasarkan Tabel 16, sebanyak 62.3 persen contoh mengaku tidak setuju jika diajak melakukan hal yang bertentangan dengan aturan oleh teman sebayanya, 51.8 persen contoh sangat tidak setuju melakukan apapun hanya untuk diterima oleh teman sebaya dan sebesar 83.5 persen contoh tetap merasa membutuhkan teman lain meskipun telah memiliki teman sebaya. Hal ini sesuai dengan pendapat Papalia, Olds dan Feldman (2009) yang menyebutkan bahwa interaksi dengan teman sebaya cenderung meningkat pada masa remaja dan akan menurun pada masa remaja tengah dan akhir. Berdasarkan literatur tersebut, contoh yang berada pada rentang remaja tengah dan akhir memiliki interaksi yang cenderung menurun dengan teman sebaya terutama interaksi yang berhubungan dengan hal-hal negatif. Sementara itu, sebanyak 83.5 persen

Dokumen terkait