• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penulis dilahirkan di Padangsidimpuan, pada tanggal 12 Juni 1988. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara, dan merupakan anak dari pasangan Bapak Agus Salim dan Ibu Lily Veronica. Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Kesuma Indah, dan pada tahun yang sama penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB. Penulis tercatat sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK), Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), setahun setelah masuk di Institut Pertanian Bogor.

Selama di IPB penulis aktif mengikuti berbagai organisasi kampus. Penulis merupakan wakil bendahara klub Tumbuh Kembang Anak Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen (HIMAIKO) tahun 2007/2008 dan tercatat sebagai pengurus Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (KEMAKI) tahun 2008/2009.

ABSTRACT

LAURA FLORENSIA GHOZALY. The Influence of Peer Group and Mass Media toward Social Intelligence of Young Athletes in SMA Negeri Ragunan Jakarta. Supervised by DIAH KRISNATUTI and ALFIASARI.

The influence of peer group and mass media were increased in adolescent prompt youth to have a good social intelligence. The aim of this research is to investigate the influence of peer group and mass media on social skills young athletes in SMA Ragunan Jakarta. This study used cross-sectional study with cluster random sampling study design. Participants in this study were 85 people which is an eleventh grade student of SMA Ragunan Jakarta. Result revealed that there is a relationship between maternal age, number of peers in school, the quality of the friendship with the peer group, and the utilization of mass media with social intelligence. There is the influence of maternal age, parental status, quality of friendships with peer group, and utilization of mass media on social intelligence.

Key words: young athletes, peer group, mass media, and social intelligence.

ABSTRAK

LAURA FLORENSIA GHOZALY. Pengaruh Teman Sebaya dan Media Massa terhadap Keterampilan Sosial Atlet Muda di SMA Negeri Ragunan Jakarta. Dibimbing oleh DIAH KRISNATUTI dan ALFIASARI.

Pengaruh teman sebaya dan media massa semakin meningkat pada usia remaja menyebabkan remaja harus memiliki keterampilan sosial yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh teman sebaya dan media massa terhadap keterampilan sosial atlet muda di SMA Negeri Ragunan Jakarta. Metode penelitian menggunakancross-sectional study dengan desain penelitian cluster random sampling. Jumlah contoh penelitian ini adalah 85 orang yang merupakan siswa kelas XI SMA Negeri Ragunan Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan usia ibu, jumlah teman sebaya di sekolah, kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya, dan pemanfaatan media massa dan keterampilan sosial. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa usia ibu, status orangtua, kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya, dan pemanfaatan media massa terhadap keterampilan sosial.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Remaja adalah generasi penerus suatu bangsa dan merupakan ujung tombak yang akan berperan dalam pembangunan di masa mendatang. Oleh karena itu, suatu bangsa membutuhkan remaja sebagai cikal-bakal sumberdaya manusia berkualitas yang akan membawa bangsa tersebut masuk dalam persaingan global.

Menurut sensus yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik DKI Jakarta1, jumlah remaja di DKI Jakarta yang berusia 15-19 tahun berkisar 785.272 jiwa dengan jumlah remaja laki-laki sekitar 358.987 jiwa dan jumlah remaja perempuan sekitar 426.285 jiwa. Jika dipersentasekan, jumlah ini kira-kira 8,8% dari jumlah penduduk di DKI Jakarta. Jumlah yang cukup besar ini membuat remaja memiliki potensi besar untuk melakukan perubahan suatu bangsa. Namun, jumlah besar ini tidak diiringi dengan angka partisipasi pendidikan yang besar pula. Hanya sekitar 66,31% remaja laki-laki dan 56,69% remaja perempuan pada rentang usia 16-18 tahun yang bersekolah2. Padahal, pendidikan adalah salah satu aspek yang dapat meningkatkan Human Development Index(HDI) suatu bangsa.

Kualitas generasi muda Indonesia yang tergolong rendah juga dapat dilihat dari tingginya angka kenakalan remaja di Indonesia. Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan jumlah pengguna narkoba di lingkungan pelajar SMA pada tahun 2006 mencapai 10.326 anak3. Pada tahun 1998 saja ada 97 sekolah di Jakarta yang terlibat tawuran dan sekitar 2000 remaja ditahan dari 230 kasus tawuran yang terjadi (Megawangi 2004).

Pada umumnya, hal-hal negatif seperti kenakalan remaja disebabkan oleh keadaan psikologis remaja yang labil akibat pengaruh teman sebaya dan media massa yang semakin kuat. Seperti yang diungkapkan oleh Bronfenbrenner (1981) dalam Puspitawati (2009) bahwa proses sosialisasi anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang berada disekitarnya, seperti lingkungan

1 Badan Pusat Statistik. 2009. Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur, Jenis Kelamin, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, 2008. [terhubung berkala]. http://bps.go.id.html [3 April 2009].

2 Badan Pusat Statistik. 2008. Angka Partisipasi Sekolah. [terhubung berkala]. http://bps.go.id.html [3 April 2009].

3 Ramadhan A. 2010. Fakta Dunia Pendidikan Indonesia. [terhubung berkala]. http://m. kompasiana.com.html [18 Oktober 2010].

mikrosistem, mesosistem, eksosistem, dan makrosistem. Lingkungan mikrosistem merupakan lingkungan dimana anak berinteraksi langsung dengan lingkungan yang ada disekitarnya seperti keluarga, sekolah, teman sebaya, media, dan tetangga.

Menurut Santrock (2007), fungsi utama dari teman sebaya adalah memberikan sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga, sehingga hubungan dengan teman sebaya yang buruk dapat membawa anak ke perilaku yang buruk dan begitu sebaliknya. Remaja yang sekaligus berprofesi sebagai atlet muda dan bersekolah di asrama, akan menghabiskan waktunya untuk bergaul dengan teman sebaya dengan bidang yang sama dengannya. Atlet muda biasanya akan memanfaatkan waktu berlatih untuk bergaul dengan teman sebaya dan menghayati masa mudanya (Monks et al. 2006). Pemanfaatan media massa di tengah aktivitas yang padat juga merupakan salah satu alternatif yang dipilih oleh remaja yang berprofesi sebagai atlet muda. Pemanfaatan kecanggihan teknologi yang ada saat ini seperti handphone, internet maupun televisi digunakan remaja untuk membangun hubungan sosial.

Dampak negatif dari kelompok teman sebaya dan media massa yaitu dapat membawa remaja terlibat dalam kenakalan remaja seperti terlibat narkoba, free sex, tawuran serta ketidakmampuan untuk membina hubungan yang baik dengan orang lain (Santrock 2007; Goleman 2007). Pengaruh negatif dari teman sebaya dan media massa yang besar menuntut setiap individu agar dapat menguasai keterampilan-keterampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya. Kebutuhan akan keterampilan sosial ini juga menjadi sangat penting pada masa remaja karena individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan dalam pemberian fungsi-fungsi sosiologis dan psikologis (Desmita 2009).

Keterampilan sosial adalah kemampuan untuk membina hubungan dengan lingkungan sosial yang meliputi ranah otak kognitif dan juga emosi (empati, kepedulian, sinkroni). Keterampilan sosial terdiri dari kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Kesadaran sosial adalah kemampuan untuk memahami diri sendiri secara batiniah sehingga dapat merasakan perasaan orang lain. Sementara itu, fasilitas sosial adalah tindakan terhadap orang lain dengan kesadaran sosial yang dimiliki (Goleman 2007).

Menurut penelitian Bester (2007), kurangnya waktu remaja dalam bersosialisasi dapat memberikan dampak negatif terhadap perkembangan sosial dan kepribadian remaja karena kelompok teman sebaya akan menciptakan lingkungan sosial yang mengajar dan mengasah tanggung jawab sosial. Meijset al. (2010) juga menyebutkan bahwa interaksi yang positif dengan teman sebaya dapat membantu remaja membangun perasaan menjadi anak populer dan kemudian berdampak pada tindakan prososial seperti kemampuan memecahkan masalah sosial, membangun hubungan pertemanan, dan memiliki perilaku sosial yang positif. Hasil penelitian White et al. (2010) menyebutkan bahwa remaja yang memiliki tingkat agresivitas tinggi dengan teman sebaya akan lebih mudah terlibat dalam perilaku seksual. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2009) pada remaja fase akhir, menyebutkan bahwa keterampilan sosial yang dimiliki oleh seseorang sangat dipengaruhi oleh keikutsertaannya dalam organisasi. Sementara itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Ruhidawati (2005) menunjukkan bahwa sebagian besar remaja lebih memilih menghabiskan waktunya dengan kelompok teman sebayanya dan menceritakan masalah yang dihadapi dengan kelompok teman sebaya daripada dengan orang tua.

Berdasarkan hasil penelitian Kenneavyet al.(2006), media massa adalah sumber informasi yang sangat penting dalam memberikan informasi mengenai perilaku seksual kepada remaja. Pengaruh yang kuat antara media massa dan perkembangan remaja juga telah dijelaskan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Baumgardner et al. (2004) yaitu, perilaku kekerasan yang diperoleh dari media massa (video game, televisi, film dan internet) merupakan kontributor utama dalam menciptakan sikap agresif dan perilaku kekerasan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat bagaimana pengaruh teman sebaya dan media massa terhadap keterampilan sosial atlet muda yang memiliki waktu yang terbatas untuk bersosialisasi.

Perumusan Masalah

SMA Negeri Ragunan adalah sekolah khusus atlet yang didirikan pada tahun 1977 oleh Ali Sadikin yang menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta pada saat itu. Sekolah ini bertujuan menempa atlet-atlet muda berprestasi yang dihimpun dari segala penjuru tanah air. Pendidikan yang diberikan tidak hanya berupa pendidikan olahraga untuk mengembangkan minat dan bakat masing- masing siswa tetapi juga pendidikan akademik layaknya sekolah pada umumnya.

Kepadatan aktivitas yang harus dijalani oleh siswa SMA Negeri Ragunan dalam menjalani peran ganda sebagai atlet dan pelajar mengakibatkan siswa tidak memiliki banyak waktu untuk bersosialisasi dengan teman sebaya seperti layaknya remaja biasa. Oleh karena itu, pemanfaatan media massa dilakukan sebagai langkah mudah dalam menciptakan kesempatan untuk melakukan proses sosialisasi dengan teman sebaya.

Selain merupakan sekolah khusus untuk membina para atlet muda, keunikan lain dari SMA Negeri Ragunan terletak pada sistem boarding (asrama) yang diwajibkan bagi semua siswanya. Keadaan ini semakin meningkatkan interaksi remaja dengan teman sebaya dan sekaligus mengurangi interaksi remaja dengan orangtua dan keluarga. Oleh karena itu, proses interaksi dengan lingkungan yang baru ini menuntut remaja untuk dapat memiliki dan menguasai keterampilan sosial yang baik agar dapat beradaptasi. Pemanfaatan media massa dan pergaulan yang positif dengan teman sebaya dapat membantu remaja yang berprofesi sebagai atlet dalam membangun keterampilan sosialnya.

Pada remaja yang berprofesi sebagai atlet muda, kemampuan sosial yang baik dapat membantu remaja membangun kepercayaan diri yang tinggi dalam mengikuti pertandingan-pertandingan olahraga. Kepercayaan diri ini penting untuk membantu atlet muda tetap dapat berperilaku baik dalam berbagai situasi seperti misalnya tetap rendah hati saat memenangkan pertandingan atau tidak emosi saat kalah dalam pertandingan.

Besarnya pengaruh kelompok teman sebaya dengan beragam latar belakang sosial serta ketersediaan dan keterpaparan media yang semakin meluas di kalangan remaja menimbulkan banyak dampak negatif seperti perilaku seks bebas, agresivitas, tawuran, perilaku kekerasan, bullying dan jenis kenakalan remaja lainnya. Meskipun begitu, pengaruh positif ketersediaan dan keterpaparan media massa ini juga tidak dapat dinafikkan. Memperluas pergaulan dan juga menjaga kualitas hubungan dengan orang lain dapat menjadi dampak yang positif dari keberadaan media massa. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah disusun, pertanyaan utama yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah karakteristik siswa SMA Negeri Ragunan Jakarta dan keluarga?

2. Bagaimanakah karakteristik lingkungan kelompok teman sebaya dan kualitas hubungan pertemanan siswa SMA Negeri Ragunan Jakarta?

3. Bagaimanakah karakteristik lingkungan media massa dan pemanfaatanya pada siswa SMA Negeri Ragunan Jakarta?

4. Bagaimanakah keterampilan sosial siswa SMA Negeri Ragunan Jakarta? Apakah ada perbedaan keterampilan sosial antara siswa laki-laki dan perempuan?

5. Bagaimanakah hubungan dan pengaruh antar variabel penelitian? Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kelompok teman sebaya dan media massa terhadap keterampilan sosial atlet muda di SMA Negeri Ragunan Jakarta.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi karakteristik contoh dan keluarga contoh.

2. Mengidentifikasi karakteristik lingkungan kelompok teman sebaya contoh dan kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya.

3. Mengidentifikasi karakteristik lingkungan media massa contoh dan pemanfaatannya

4. Mengidentifikasi keterampilan sosial yang dimiliki oleh contoh.

5. Menganalisis perbedaan keterampilan sosial antara contoh laki-laki dan perempuan

6. Menganalisis hubungan antar variabel penelitian.

7. Menganalisis pengaruh antara karakteristik contoh, karakteristik keluarga contoh, lingkungan kelompok teman sebaya, kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya, lingkungan media massa dan pemanfaatan media massa terhadap keterampilan sosial contoh.

Kegunaan Penelitian Beberapa kegunaan dari hasil penelitian ini adalah:

1. Bagi pihak sekolah SMA Negeri Ragunan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh kelompok teman sebaya dan media massa terhadap keterampilan sosial atlet muda di SMA Negeri Ragunan Jakarta. Selanjutnya dapat menjadi bahan masukan bagi SMA Negeri Ragunan dalam menyusun kebijaksanaan dan aturan yang terkait

dengan pembentukan keterampilan sosial atlet muda yang menjadi siswanya.

2. Bagi siswa remaja yang berprofesi sebagai atlet muda, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu remaja dalam mengasah keterampilan sosial melalui interaksi yang positif dengan kelompok teman sebaya dan pemanfaatan media massa.

3. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan kepada Kementrian dan pihak terkait lainnya seperti Kemenpora, Kemendiknas dan, KONI untuk merumuskan kebijakan yang optimal bagi peningkatan kualitas atlet muda, khususnya yang tinggal dan bersekolah di sekolah atlet.

4. Penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu dan penelitian sejenis di masa yang akan datang.

TINJAUAN PUSTAKA

Remaja

Istilah remaja dikenal dengan ”adolescence” yang berasal dari bahasa Latin “adolescere” (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh menjadi dewasa”. Periode masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu masa remaja awal pada umur 10 atau 12 tahun sampai 13 atau 14 tahun, masa remaja tengah pada umur 13 atau 14 tahun sampai 17 tahun, dan masa remaja akhir pada umur 17-21 tahun (Hurlock 1980). Menurut Papaliaet al (2008), masa remaja dimulai pada usia 11 atau 12 sampai masa remaja akhir atau awal usia dua puluhan. Desmita (2009) menyebutkan batasan usia remaja yang umum digunakan para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun.

Masa remaja merupakan masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang mengandung perubahan besar baik fisik, kognitif, dan psikososial yang saling bertautan dalam semua ranah perkembangan. Pada fase ini, remaja mengalami perubahan dalam sistem kerja hormon dalam tubuhnya dan hal ini memberikan dampak baik pada bentuk fisik maupun psikis (Hurlock 1980).

Perubahan-perubahan fisik yang secara hebat dialami oleh anak ketika mulai memasuki masa remaja menimbulkan permasalahan yang sangat majemuk, salah satunya adalah perubahan pada psikologisnya. Perubahan fisik yang terjadi sangat mengganggu remaja sehingga menyebabkan remaja selalu memperhatikan penampilannya dan membangun citranya sendiri mengenai bagaimana tubuh mereka tampaknya (body image). Hal ini sering menimbulkan masalah-masalah bagi orangtua atau orang dewasa lainnya yang berhubungan dengan kehidupan remaja, misalnya di sekolah, asrama, atau tempat perkumpulan lainnya. Oleh karena itu, pergolakan emosi yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari lingkungan yang ada di sekitar remaja (Santrock 2007; Hurlock 1980).

Menurut Erik Erickson dalam Santrock (2007) dan Papalia et al (2008) masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaituidentity diffusion/confussion, identity moratorium, identity foreclosure, dan identity achieved. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Identity diffusion, yaitu individu yang belum mengalami krisis, dan belum membuat komitmen. Mereka juga belum memutuskan mengenai pilihan pekerjaan atau ideologis tetapi mereka juga tidak menunjukan minat terhadap masalah tersebut.

b. Identity moratorium, yaitu individu yang tengah berada pada masa krisis tetapi belum memiliki komitmen atau kalaupun ada masih sangat kabur. c. Identity foreclosure, yaitu individu yang sudah membuat komitmen, tetapi

belum mengalami krisis. Hal ini paling sering terjadi ketika orangtua memaksa komitmen tertentu pada anak remaja mereka, biasanya dengan cara otoriter, sebelum remaja memiliki kesempatan mengeksplorasi berbagai pendekatan, ideologi, atau karir.

d. Identity achievement, yaitu individu yang sudah melalui masa krisis dan sudah sampai pada sebuah komitmen.

Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja. Oleh karena itu, masa remaja dikenal dengan masa storm and stress dimana terjadi pergolakan emosi yang diiringi pertumbuhan fisik yang pesat dan petumbuhan psikis yang bervariasi (Hurlock 1980).

Steinberg (2001) menyebutkan bahwa masa remaja merupakan suatu masa yang menyenangkan dalam rentang kehidupan manusia. Mereka menjadi individu yang telah dapat membuat keputusan-keputusan yang baik bagi dirinya sendiri dan remaja dipandang telah mampu untuk bekerja serta mempersiapkan perkawinan. Santrock (2007) mengemukakan bahwa bersamaan dengan berkembangnya aspek kognitif, sering muncul perbedaan pendapat dengan orang tuanya atau orang dewasa lainnya. Mereka tidak lagi memandang orang tua sebagai sosok manusia yang mengetahui segalanya, sehingga banyak orang berpikir bahwa masa remaja merupakan masa yang penuh dengan pertentangan dan menolak nilai-nilai yang digariskan oleh orang tuanya.

Gunarsa S dan Gunarsa Y (2009) menyebutkan beberapa karakteristik remaja, yaitu: (1) keadaan emosi yang labil, (2) sikap menentang orang tua maupun orang dewasa lainnya, (3) pertentangan dalam dirinya menjadi sebab pertentangan dengan orang tuanya, (4) eksperimentasi atau keinginan yang besar dari remaja untuk melakukan kegiatan orang dewasa yang dapat ditampung melalui saluran ilmu pengetahuan, (5) eksplorasi atau keinginan untuk menjelajahi lingkungan alam sekitar yang sering disalurkan melalui penjelajahan

atau petualangan, (6) banyaknya fantasi atau khalayan dan bualan, dan (7) kecenderungan membentuk kelompok dan melakukan kegiatan berkelompok. Sementara itu, Hurlock (1980) menyebutkan tentang tugas perkembangan pada masa remaja, yaitu:

1. Mencapai hubungan yang baru dan yang lebih matang dengan teman sebya baik pria maupun wanita.

2. Mencapai peran sosial pria dan wanita

3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif 4. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab 5. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya 6. Mempersiapkan karier ekonomi

7. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga

8. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan teknologi.

Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)

Perkembangan kehidupan sosial remaja ditandai dengan meningkatnya pengaruh teman sebaya dalam hidup mereka. Sebagian besar waktu remaja dihabiskan untuk melakukan interaksi sosial dengan teman-teman sebayanya (Desmita 2009). Teman sebaya adalah orang dengan tingkat umur dan kedewasaan yang kira-kira sama (Santrock 2007). Menurut Steinberg (2001), remaja pada umumnya sudah mampu menunjukkan pergaulan yang sebenarnya dengan ditandai oleh pergaulan yang tidak hanya berjenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan yang berbeda jenis kelaminnya (heteroseksual). Pada fase ini, remaja sudah mulai keluar dari lingkungan keluarganya dan memasuki lingkungan pergaulan sosial dalam masyarakat yang lebih luas dan di dalam lingkungan yang baru inilah para remaja membentuk kelompok-kelompok (Gunarsa S & Gunasa Y 2003).

Hurlock (1980) mengemukakan bahwa remaja memiliki kecenderungan untuk membentuk kelompok dan melakukan interaksi bersama teman-temannya, sehingga akan berusaha melepaskan diri dari ketergantungannya pada orang tua atau keluarganya. Bergabungnya remaja dengan teman sebayanya akan membentuk kelompok teman sebaya (peer group). Dalam pembentukan kelompok teman sebaya selain diperhatikan persamaan usia, para remaja juga memperhatikan persamaan-persamaan lainnya, seperti hobi, status sosial

ekonomi, latar belakang keluarga, persamaan sekolah, tempat tinggal, agama, dan juga ras (Surya dalam Ruhidawati 2005).

Menurut Berk dalam Ruhidawati (2005), kelompok teman sebaya merupakan bentuk-bentuk kelompok sosial yang memiliki nilai-nilai unik dan memiliki standar perilaku dengan struktur sosial serta terdapat pemimpin dan yang dipimpin. Bentuk-bentuk kelompok teman sebaya menurut Martin dan Stendler dalam Ruhidawati (2005) yaitu:

1. BentukGood Kidatau dikenal dengan sebutan remaja kutu buku, remaja yang termasuk kepada kelompok ini adalah remaja yang datang ke sekolah hanya untuk belajar.

2. Bentuk Elite, merupakan bentuk kelompok teman sebaya yang dipimpin oleh orang dewasa. Pada kelompok ini, selain melakukan kegiatan sekolah, remaja juga melakukan kegiatan di luar sekolah.

3. Bentuk Gank,merupakan bentuk kelompok teman sebaya yang dibentuk dan dipimpin oleh remaja itu sendiri, biasanya pada kelompok ini remaja tidak menyenangi aktivitas yang berkaitan dengan sekolah sehingga mereka kadang-kadang melakukan aktivitas yang bertentangan dengan kepentingan umum/sosial.

Kelompok teman sebaya memiliki peranan yang sangat penting dalam penyesuaian diri remaja dan sebagai persiapan bagi kehidupan di masa yang akan datang, serta berpengaruh pula pada pandangan dan perilaku. Hal ini disebabkan remaja sedang berusaha untuk membebaskan diri dari keluarganya dan tidak tergantung kepada orang tuanya (Drajat dalam Ruhidawati 2005). Jean Piaget dan Harry Stack Sullivan dalam Desmita (2009), menekankan bahwa melalui hubungan teman sebaya, remaja belajar tentang hubungan timbal balik yang simetris. Remaja mempelajari prinsip-prinsip kejujuran dan keadilan melalui peristiwa pertentangan dengan teman sebaya. Remaja juga mempelajari secara aktif kepentingan-kepentingan dan perspektif teman sebaya dalam rangka memuluskan integrasi dirinya dalam aktivitas teman sebaya yang berkelanjutan. Manfaat Kelompok Teman Sebaya

Salah satu ciri khas kehidupan masa remaja ditandai oleh adanya perkembangan dalam persahabatan baik secara kualitas maupun kuantitas.

Dokumen terkait