• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Pengamatan Peningkatan Warna Ikan Koi

Perlakuan memberi pengaruh terhadap peningkatan warna dari ikan koi. Peningkatan warna yang dihasilkan berbeda-beda di setiap perlakuan. Nilai peningkatan warna ikan koi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Data Peningkatan Warna Ikan Koi dari Masing-Masing Perlakuan Perlakuan

Tepung Wortel

Ulangan

Pengamatan (Hari Ke-)

0 10 20 30 W0 1 18 18 18,15 18,88 2 18 18,20 18,35 19 3 18 18,20 18,45 19,10 Jumlah 54 54,4 54,95 56,98 Rata-rata 18 18,13 18,32 18.99 Perubahan 0 0,13 0,19 0,67 W1 1 18 18,33 18,55 19,66 2 18,10 18,55 19 20.66 3 18,15 18,55 19,33 21 Jumlah 54,25 55,43 56,88 61,32 Rata-rata 18,08 18,48 18,96 20,44 Perubahan 0 0,4 0,48 1,48 W2 1 18,20 19 19,33 21,15 2 18,55 19,10 19,66 21.66 3 18,55 19,33 20,66 22 Jumlah 55,3 57,43 59,65 64,81 Rata-rata 18,43 19,14 19,88 21,60 Perubahan 0 0,71 0,74 1,72 W3 1 18,10 19,10 19,55 22,10 2 18,33 19,15 21 23,10 3 18,66 19,66 21,33 23,33 Jumlah 55,09 57,91 61,88 68,53 Rata-rata 18,36 19,30 20,63 22,84 Perubahan 0 0,94 1,33 2,21

Peningkatan warna yang paling besar dengan nilai 4,48 terdapat pada perlakuan tepung wortel 5%, selanjutnya peningkatan warna berturut-turut dengan

nilai 3,17 pada perlakuan tepung wortel 3% dan 2,35 pada perlakuan tepung wortel 1% serta peningkatan warna yang paling kecil dengan nilai 0,99 terdapat pada perlakuan tanpa tepung wortel. Peningkatan warna ikan koi dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Peningkatan Warna Pada Ikan Koi

Pertumbuhan Panjang dan Berat Ikan Koi

Selama penelitian ikan koi mengalami pertumbuhan baik ukuran panjang maupun bertambahnya berat. Pertumbuhan ini dipengaruhi oleh nutrisi yang terdapat pada pakan yang dikonsumsi ikan. Nilai pertumbuhan panjang dan berat ikan koi dapat dilihat pada Tabel 6.

Pertumbuhan yang paling baik terdapat pada perlakuan tepung wortel 5% dengan nilai panjang 0,73 cm dan berat 0,69 g, selanjutnya perlakuan tepung wortel 3% dengan nilai panjang 0,65 cm dan berat 0,63 g serta perlakuan tepung wortel 1% dengan nilai panjang 0,56 cm dan berat 0,47 g. Sedangkan

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 Kontrol 1% 3% 5% Kontrol 1% 3% 5%

pertumbuhan yang paling lambat terdapat pada perlakuan tanpa tepung wortel dengan nilai panjang 0,43 cm dan berat 0,37 g.

Tabel 6. Nilai Pertumbuhan Panjang dan Berat Ikan Koi Perlakuan

Tepung Wortel

Ulangan

Pengukuran Awal Pengukuran Akhir Panjang (cm) Berat (g) Panjang (cm) Berat (g) W0 1 9,4 7,88 9,75 8,07 2 9,42 7,5 9,88 7,93 3 9,48 7,6 9.98 8,11 Jumlah 28,3 22,98 29,61 24,11 Rata-rata 9,43 7,66 9,87 8,03 Perubahan 0 0 0,44 0,37 W1 1 9,61 7,68 10,1 8,23 2 9,68 7,54 10,25 8,13 3 9,73 7,75 10,35 8,04 Jumlah 29,2 22,97 30,7 24,4 Rata-rata 9,67 7,65 10,23 8,13 Perubahan 0 0 0,56 0,48 W2 1 9,69 7,5 10,25 8,32 2 9,7 7,8 10,35 8,41 3 9,71 7,6 10,45 8,08 Jumlah 29,1 22,9 31,05 24,81 Rata-rata 9,7 7,63 10,35 8,27 Perubahan 0 0 0,65 0,64 W3 1 9,71 7,6 10,35 8,58 2 9,72 7,7 10,45 8,05 3 9,72 7,8 10,66 8,54 Jumlah 29,15 23,1 31,46 25,17 Rata-rata 9,71 7,7 10,48 8,39 Perubahan 0 0 0,77 0,69 Kualitas Air

Selama penelitian berlangsung kualitas air yang digunakan tetap dalam kondisi yang stabil karena dalam kontrol. Hasil rata-rata pengukuran kualitas air selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Rata-rata Pengukuran Kualitas Air Selama Penelitian Parameter Pengamatan (Hari Ke-)

0 10 20 30 Suhu (oC) 26 27 27 27 DO (mg/l) 5,6 5,7 5,6 5,7 pH air 6-7 6-7 6-7 6-7

Pembahasan

Peningkatan Warna Ikan Koi

Dari hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan warna ikan koi pada masing-masing perlakuan. Peningkatan warna ikan koi yang tertinggi terjadi pada perlakuan tepung wortel 5%. Kemudian diikuti dengan perlakuan tepung wortel 3% selanjutnya diikuti dengan perlakuan tepung wortel 1% dan yang terendah perlakuan tanpa tepung wortel.

Peningkatan warna paling kecil terjadi pada perlakuan tanpa menambahkan tepung wortel dalam pakan. Hal ini dikarenakan tubuh ikan tidak mampu mensintesis karotenoid tanpa adanya tambahan dari luar. Sesuai pendapat Maulid (2011) yang menyatakan bahwa hewan akuatik tidak dapat mensintesis karotenoid dalam tubuhnya dan oleh karena itu harus mendapatkan pigmen pemicu dari luar berupa pakan.

Namun, peningkatan warna ikan koi di perlakuan kontrol dipengaruhi oleh adanya karoten yang terkandung pada pakan yang diberikan. Menurut Gunawan (2005), terjadinya peningkatan warna pada perlakuan kontrol diduga karena di dalam pakan terdapat bahan karoten lain yaitu tepung ikan yang

mengandung β-karoten yang secara tidak langsung mempengaruhi perubahan

Tepung wortel sebagai pakan tambahan bertujuan untuk menghasilkan warna ikan koi sebagai ikan hias yang mempunyai penampilan warna menjadi lebih menarik.

Pinandoyo (2005) menyatakan bahwa usaha ikan hias tidak cukup hanya bertumpu pada upaya untuk memacu produksi ikan hias, akan tetapi perlu diiringi dengan langkah-langkah efisien tentang penampilan keindahan warna. Dengan adanya perbaikan kualitas pakan terutama nutrisi dan kandungan sumber bahan baku potensial sebagai penghasil pigmen seperti wortel.

Peningkatan warna paling tinggi dan efektif untuk meningkatkan pigmen warna ikan koi adalah perlakuan tepung wortel 5% dengan peningkatan warna sebesar 4,48. Pada hari ke-10 rata-rata ikan uji mengalami peningkatan ke arah yang lebih cerah dan meningkat pada hari yang ke-20. Pada hari ke-20 ikan koi mengalami penigkatan warna yang lebih cerah, dikarenakan adanya peningkatan karotenoid dalam sel pigmen (kromatofor) ikan koi. Menurut Kurniawaty (2012), bahwa ikan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memecahkan bahan karoten menjadi pigmen warna, apabila jumlah pigmen yang terdapat dalam pakan semakin banyak. Perubahan warna ikan dapat dlihat pada Lampiran 4.

Secara fisiologis ikan akan mengubah pigmen yang diperoleh dari makanannya, sehingga menghasilkan variasi warna. Perubahan warna secara fisiologis adalah perubahan warna yang diakibatkan oleh aktivitas pergerakan butiran pigmen atau kromatofor (Evan, 1993). Pergerakan butiran pigmen secara mengumpul atau tersebar didalam sel pigmen warna, akibat dari ransangan yang berbeda, seperti suhu, cahaya dan lain-lain.

Proses terbentuknya warna secara kimia dalam tubuh ikan menurut Mara (2010), ialah karatenoid yang larut dalam lemak akan dicerna pada bagian usus oleh enzim lipase pankreatik dan garam empedu. Enzim lipase pankreatik akan menghidrolisis trigliserid menjadi monogliserid dan asam lemak. Garam empedu berfungsi sebagai pengemulsi lemak sehingga terbentuk partikel lemak berukuran kecil yang disebut micelle yang mengandung asam lemak, monogliserid dan koleterol. Karatenoid dalam sitoplasma sel mukosa usus halus dipecah menjadi retinol kemudian diserap oleh dinding usus bersamaan dengan diserapnya asam lemak secara difusi pasif dan digabungkan dengan micelle

kemudian berkumpul membentuk gelembung lalu diserap melalui saluran limfatik. Selanjutnya micelle bersama dengan retinol masuk kesaluran darah dan ditransportasikan menuju ke hati, di hati retinol bergabung dengan asam palmitat dan disimpan dalam bentuk retinil-palmitat. Bila diperlukan oleh sel-sel tubuh, retinil palmitat akan diikat oleh protein pengikat retinol (PPR) yang disintesis di hati. Selanjutnya ditransfer ke protein lain, untuk diangkut ke sel-sel jaringan. Dengan demikian karatenoid dapat terserap dalam tubuh.

Penambahan sumber pengikat warna dalam pakan akan mendorong peningkatan pigmen warna pada tubuh ikan, atau minimal ikan mampu mempertahankan pigmen warna pada tubuhnya selama masa pemeliharaan. Warna pada ikan disebabkan oleh adanya sel pigmen atau kromatofora yang terdapat dalam dermis pada sisik, diluar maupun dibawah sisik. Warna merah atau kuning merupakan warna yang banyak mendominasi warna ikan hias. Komponen utama pembentuk warna merah dan kuning ini adalah pigmen karatenoid, Subamia, dkk (2010).

Hasil analisis ANNOVA menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan penambahan tepung wortel yang berbeda memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap peningkatan warna ikan koi (p > 0,01). Hasil uji lanjut menunjukkan perlakuan tepung wortel 5% memberikan respon lebih baik terhadap peningkatan warna tubuh pada ikan koi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hasil analisis ANNOVA dapat dilihat pada Lampiran 5.

Berdasarkan uji lanjutan BNT, menunjukkan bahwa perlakuan tepung wortel 1% terhadap kontrol beda sangat nyata. Perlakuan tepung wortel 3% terhadap kontrol beda sangat nyata. Perlakuan tepung wortel 5% terhadap kontrol beda sangat nyata. Perlakuan tepung wortel 3% terhadap tepung wortel 1% beda sangat nyata. Perlakuan tepung wortel 5% terhadap tepung wortel 1% beda sangat nyata. Perlakuan tepung wortel 5% terhadap tepung wortel 3% beda sangat nyata. Hasil uji lanjut beda nyata terkecil dapat dilihat pada Lampiran 6.

Pertumbuhan Panjang Ikan Koi

Diketahui bahwa ikan koi selama penelitian mengalami pertumbuhan panjang. Pengukuran pada hari ke-0 sebagai ukuran awal ikan terus bertambah pada hari-hari berikutnya hingga mencapai hari ke-30. Nilai pertumbuhan panjang ikan tidak selamanya sama di setiap hari pengamatan dan perlakuan. Peningkatan perubahan panjang pada ikan koi dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Pertumbuhan Panjang Ikan Koi 0.43 0.56 0.65 0.73 0 0.2 0.4 0.6 0.8 0 1% 3% 5% Perubahan Panjang (cm)

Diperoleh hasil pertumbuhan panjang ikan koi yang paling baik terdapat pada perlakuan tepung wortel 5% dengan nilai 0,73 cm, selanjutnya pada perlakuan tepung wortel 3% dengan nilai 0,65 cm dan pada perlakuan tepung wortel 1% dengan nilai 0,56 cm. Hal ini disebabkan pemberian pakan bernutrisi dalam kadar yang cukup. Tingkatan pertambahan panjang harian ikan cenderung stabil dan terus bertambah. Menurut Effendy (1993), salah satu faktor yang menunjang keberhasilan pemeliharaan ikan adalah penyediaan makanan secara cukup dan kontinu, terutama makanan yang dapat diberikan untuk berbagai tingkatan umur serta ukuran ikan.

Pertumbuhan panjang pada perlakuan tanpa tepung wortel diperoleh 0,43 cm. Pertumbuhan ini dipengaruhi pakan bernutrisi lengkap. Pakan pelet

(Takari) merupakan resep istimewa yang mengandung nilai nutrisi cukup untuk pertumbuhan bagi ikan. Komposisi Takari meliputi tepung ikan, tepung udang, tepung kedelai, vitamin, mineral, pencerah warna, anti oksidan dan lainnya (PT.Central Proteinaprima Tbk, 2014).

Ukuran ikan dapat bertambah panjang karena ada nutrisi pendukung pertumbuhan pada pakan yang diberikan. Nutrisi tersebut dimanfaatkan ikan untuk proses pencernaan, membantu metabolisme dan bertumbuh. Sholichin dkk, (2012), pertumbuhan terjadi apabila ada kelebihan energi setelah energi yang tersedia digunakan untuk metabolisme standar yaitu untuk pencernaan serta beraktivitas.

Pertambahan Berat Ikan Koi

Selama penelitian ikan mengalami pertambahan berat pada masing-masing perlakuan. Tingkat pertambahan berat harian ikan koi umumnya terus bertambah

dari hari ke-0 sampai hari ke-30. Peningkatan pada pertambahan berat ikan koi dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Pertambahan Berat Ikan Koi

Diperoleh hasil pertambahan berat ikan koi yang paling baik terdapat pada perlakuan tepung wortel 5% dengan nilai 0,69 g, selanjutnya pada perlakuan tepung wortel 3% dengan nilai 0,63 g, pada perlakuan tepung wortel 1% dengan nilai 0,47 g dan yang terakhir perlakuan tanpa tepung wortel dengan nilai 0,37 g. Berat ikan dapat bertambah karena ada nutrisi pendukung pertumbuhan pada pakan yang diberikan. Nutrisi tersebut dimanfaatkan ikan untuk pembentukan jaringan tubuh dan meningkatkan biomasa tubuh. Menurut Cahyono (2000), zat protein digunakan hewan untuk pemeliharaan tubuh, pembentukan jaringan tubuh, penambahan protein tubuh dan pengganti jaringan yang rusak.

Pengukuran panjang dan berat tubuh ikan dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian tepung wortel terhadap pertumbuhan ikan. Dari hasil analisis sidik ragam (ANOVA), diketahui bahwa pertumbuhan panjang dan berat ikan koi tidak berpengaruh nyata untuk setiap perlakuan yang diberikan. Analisis sidik ragam pertumbuhan panjang dan berat ikan koi terlampir pada Lampiran 7 dan Lampiran 8. Kualitas Air 0.37 0.47 0.63 0.69 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0 1% 3% 5% Perubahan Berat (gr)

Berdasarkan hasil penelitian, suhu air saat penelitian termasuk pada kisaran yang optimal untuk kelangsungan hidup ikan koi yaitu antara 26 -27o C. Hal ini disebabkan penelitian dilangsungkan dalam ruangan serta kondisi perairan tetap dikontrol. Sesuai dengan literatur Redaksi Penebar Swadaya (2008) yang menyatakan bahwa ikan koi hidup di perairan air tawar di daerah beriklim sedang dengan suhu 25-30o C.

Suhu perairan optimal mempengaruhi kelangsungan hidup ikan dan membantu proses metabolisme serta pertukaran udara (respirasi) untuk perkembangannya. Menurut Jangkaru (2002), enzim dalam tubuh ikan yang berfungsi merangsang metabolisme hidup dalam batas suhu tertentu, akan berhenti beraktivitas jika terjadi perubahan suhu yang besar dan terjadi dalam waktu singkat.

Kandungan oksigen terlarut (DO) dalam air sangat dibutuhkan untuk mendukung kehidupan organisme air. Dari hasil penelitian didapatkan kandungan oksigen terlarut berkisar antara 5,6–5,7 mg/l. Sesuai dengan literatur Redaksi Penebar Swadaya (2008), kandungan oksigen terlarut yang baik untuk kelangsungan hidup ikan koi adalah > 5 mg/l.

Oksigen diserap dari lingkungan ke dalam air melalui permukaannya. Namun, untuk tetap menjaga kandungan oksigen terlarut yang dibutuhkan ikan dalam air, perlu penambahan aerator untuk menyuplai oksigen. Hal ini sesuai pendapat Twigg (2013) yang menyatakan bahwa jika jumlah ikan terlalu banyak atau suhu udara terlalu tinggi, dibutuhkan tambahan oksigen melalui sistem aerasi.

Nilai pH dalam suatu perairan merupakan salah satu faktor yang sangat penting. Dari hasil penelitian diperoleh nilai pH air berkisar antara 6-7 dan

tergolong dalam skala yang baik. Hal ini sesuai pendapat Twigg (2013) bahwa tingkat pH ideal adalah sedikit di atas netral, tetapi koi masih dapat menyesuaikan diri dengan pH pada kisaran 6,5-8,5.

Derajat keasaman (pH) suatu perairan harus tetap dalam kondisi yang baik. Perubahan nilai pH dapat disebabkan oleh kotoran ikan dan sisa-sisa makanan yang telah terurai dalam air. Irianto (2005) menyatakan bahwa besaran pH dipengaruhi komposisi kimiawi air juga aktivitas biologi yang berlangsung di dalamnya.

Untuk menjaga pH air yang baik, perlu dilakukan pergantian air dalam akuarium. Air yang kotor dibuang dengan cara disifon bersama dengan kotoran kemudian diganti dengan air yang telah diberi perlakuan terlebih dahulu. Menurut Lesmana (2009) yang menyatakan bahwa teknik penyifonan dilakukan untuk membersihkan sisa-sisa makanan ataupun kotoran yang terdapat di dasar kolam atau akuarium.

Pengendalian kualitas air (suhu, oksigen terlarut dan pH) selama penelitian telah mendukung kelangsungan hidup ikan dan menghindari ikan stres. Dokumentasi kegiatan pengendalian kualitas air terlampir pada Lampiran 9. Lingkungan perairan optimal juga telah mendukung terjadinya peningkatan warna pada ikan koi. Sesuai pendapat Twigg (2013), pada kondisi perairan yang bagus koi menjaga atau bahkan meningkatkan kualitas bentuk tubuh, kulit dan warna. Sebaliknya, semua hal itu tidak akan terwujud jika kualitas air buruk.

Dokumen terkait