• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik responden

Karakteristik responden yang diteliti dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, usia, agama, lama pendidikan formal, suku, pekerjaan, pendapatan serta status gizi.

Mayoritas responden yang berpartisipasi berada pada kategori dewasa awal (21-40 tahun), beragama Islam dan telah menempuh pendidikan di universitas. Mayoritas responden laki-laki berasal dari suku Jawa sementara mayoritas responden perempuan berasal dari suku Jawa atau Sunda. Ada sekitar 14.9 persen responden laki-laki dan 6.7 persen responden perempuan yang berasal dari suku campuran. Mayoritas responden memiliki pendapatan pada rentang 0 hingga 5 juta rupiah baik laki-laki maupun perempuan. Ini dapat dikaitkan dengan pekerjaan mayoritas responden laki-laki yang bekerja sebagai mahasiswa dan responden perempuan sebagai ibu rumah tangga.

Sekitar dua dari lima (42.6%) responden laki-laki mengalami kelebihan berat badan sementara hanya sekitar satu dari sepuluh orang responden perempuan yang memiliki indeks massa tubuh pada kategori tersebut. Terdapat perbedaan yang nyata antara usia, lama pendidikan, pendapatan dan indeks massa tubuh responden laki-laki dengan perempuan. Responden perempuan yang berpartisipasi dalam penelitian ini memiliki rata-rata usia yang lebih lama dari responden pria (37.20 tahun dengan 31.45 tahun). Rata-rata responden perempuan juga menempuh pendidikan sedikit lebih lama dari responden laki-laki (14.57 tahun dengan 14.47 tahun) namun rata-rata pendapatan responden laki-laki menunjukkan nilai yang jauh lebih tinggi dari pendapatan perempuan (12 juta berbanding 4.7 juta) yang disebabkan oleh mayoritas responden perempuan adalah ibu rumah tangga yang tidak memiliki pendapatan dalam konteks individu. Data mengenai karakteristik tersedia pada Tabel 3.

Motivasi

Motif atau motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang berarti

dorongan dari dalam diri manusia untuk bertindak atau berperilaku. Menurut Terry (1986) dalam Notoatmodjo (2010), motivasi merupakan keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan, tindakan, tingkah laku atau perilaku.

Motivasi yang diukur dalam penelitian ini meliputi motivasi olahraga dan motivasi makan.

Tabel 3 Sebaran karakteristik responden

Karakteristik yang diteliti Laki-Laki Perempuan p

n % n % Usia (tahun) 0.02* ≤ 20 9 19.1 1 3.3 21-40 25 53.2 17 56.7 41-60 13 27.7 12 40.0 Agama - Islam 32 68.1 19 63.3 Kristen Protestan 5 10.6 6 20.0 Kristen Katolik 9 19.1 5 16.7 Buddha 1 2.1 0 0.0

Lama pendidikan (tahun)

0.048* ≤ 1 16 34.0 9 30.0 13-16 27 57.4 20 66.7 > 16 4 8.5 1 3.3 Suku - Jawa 11 23.4 9 30.0 Sunda 10 21.3 9 30.0 Chinese 9 19.1 2 6.7 Campuran 7 14.9 2 6.7 Lainnya 10 21.3 8 26.6 Pekerjaan - Mahasiswa 14 29.8 1 3.3 Pegawai Swasta 12 25.5 7 23.3 Wiraswasta 11 23.4 3 10.0

Ibu rumah tangga 0 0.0 14 46.7

Lainnya 10 21.3 5 16.7 Pendapatan 0.048* 0-5.000.000 31 66.0 23 76.7 5.000.001-10.000.000 6 12.8 3 10.0 > 10.000.000 10 21.3 4 13.3

Indeks massa tubuh

0.00** 17.0-18.4 (kurus) 0 0.0 1 3.3 18.5-24.9 (normal) 27 57.4 25 83.3 25.0-26.9 (bb berlebih) 8 17.0 3 10.0 27.0-28.9 (gemuk) 6 12.8 0 0.0 ≥ 9.0 obesitas 6 12.8 1 3.3

* signifikan pada p<0.05; ** signifikan pada p<0.01 Motivasi olahraga

Motivasi olahraga dikelompokkan menjadi 3 domain, yakni motivasi olahraga untuk penampilan, motivasi olahraga untuk kesehatan dan

kebugaran serta motivasi olahraga untuk kesenangan (Strelan, Mehaffey dan Tiggemann 2003 dalam Prichard dan Tiggemann 2008). Data mengenai motivasi olahraga dapat diamati pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran nilai motivasi dan uji beda rata-rata motivasi olahraga responden

Atribut Laki-Laki Perempuan

p n % n % Penampilan 0.54 Sangat rendah (7-12.25) 1 2.1 0 0.0 Rendah (12.26-17.50) 9 19.1 4 13.3 Cukup tinggi (17.51-22.75) 32 68.1 20 66.7 Tinggi (22.76-28.00) 5 10.6 6 20.0

Kesehatan dan kebugaran

0.23 Sangat rendah (3-5.25) 0 0.0 0 0.0 Rendah (5.26-7.50) 1 2.1 0 0.0 Cukup tinggi (7.51-9.75) 32 68.1 18 60.0 Tinggi (9.76-12.00) 14 29.8 12 40.0 Kesenangan 0.83 Sangat rendah (7-12.25) 1 2.1 0 0.0 Rendah (12.26-17.50) 9 19.1 7 23.3 Cukup tinggi (17.51-22.75) 32 68.1 21 70.0 Tinggi (22.76-28.00) 5 10.6 2 6.7

* signifikan pada p<0.05; ** signifikan pada p<0.01

Mayoritas responden baik laki-laki maupun perempuan memiliki motivasi untuk penampilan, kesehatan dan kesenangan yang berimbang dan berada pada kategori cukup tinggi (Tabel 4). Ini berarti tidak ada satu dimensi yang sangat mendominasi alasan responden datang dan berolahraga

fitness. Hasil uji beda menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata antara motivasi olahraga responden laki-laki maupun perempuan baik motivasi untuk mendapatkan penampilan, kesehatan maupun kesenangan. Mayoritas responden menginginkan ketiga atribut itu secara bersamaan sebagai alasan berolahraga fitness.

Motivasi makan

Motivasi makan dibedakan menjadi 8 domain yang terdiri atas motivasi makan untuk kesehatan, mood, kenyamanan, daya tarik indra, kealamiahan kandungan, harga, kontrol berat badan dan kebiasaan (Steptoe, Pollard dan Wardle 1995). Data mengenai motivasi makan dapat diamati pada Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran nilai motivasi dan uji beda rata-rata motivasi makan responden

Atribut Laki-Laki Perempuan p

n % n % Kesehatan 0.85 Sangat rendah (3-5.25) 0 0 0 0 Rendah (5.26-7.50) 5 10.6 1 3.3 Cukup tinggi (7.51-9.75) 25 53.2 21 70.0 Tinggi (9.76-12.00) 17 36.2 8 26.7 Mood 0.08 Sangat rendah (2-3.5) 0 0 0 0 Rendah (3.6-5.0) 26 55.3 20 66.7 Cukup tinggi (5.1-6.5) 20 42.6 10 33.3 Tinggi (6.6-8.0) 1 2.1 0 0.0 Kenyamanan 0.61 Sangat rendah (4-7) 1 2.1 1 3.3 Rendah (8-10) 28 59.6 14 46.7 Cukup tinggi (11-13) 17 36.2 14 46.7 Tinggi (14-16) 1 2.1 1 3.3

Daya tarik indra

0.58 Sangat rendah (4-7) 0 0 1 3.3 Rendah (8-10) 18 38.3 10 33.3 Cukup tinggi (11-13) 28 59.6 16 53.3 Tinggi (14-16) 1 2.1 3 10.0 Kealamiahan kandungan 0.20 Sangat rendah (1-1.75) 1 2.1 0 0.0 Rendah (1.76-2.50) 4 8.5 0 0.0 Cukup tinggi (2.51-3.25) 26 55.3 18 60.0 Tinggi (3.26-4.00) 16 34.0 12 40.0 Harga 0.69 Sangat rendah (2-3.5) 1 2.1 0 0.0 Rendah (3.6-5.0) 28 59.6 18 60.0 Cukup tinggi (5.1-6.5) 13 27.7 8 26.7 Tinggi (6.6-8.0) 5 10.6 4 13.3

Kontrol berat badan

0.23 Sangat rendah (1-1.75) 0 0 0 0 Rendah (1.76-2.50) 10 21.3 4 13.3 Cukup tinggi (2.51-3.25) 29 61.7 18 60.0 Tinggi (3.26-4.00) 8 17.0 8 26.7 Kebiasaan 0.33 Sangat rendah (2-3.5) 1 2.1 0 0.0 Rendah (3.6-5.0) 31 66.0 19 63.3 Cukup tinggi (5.1-6.5) 14 29.8 10 33.3 Tinggi (6.6-8.0) 1 2.1 1 3.3

* signifikan pada p<0.05; ** signifikan pada p<0.01

Atribut motivasi yang mendapatkan nilai cukup tinggi adalah kesehatan, daya tarik indra, kealamiahan kandungan serta kontrol berat badan (Tabel 5). Sementara itu dimensi lainnya seperti mood, kenyamanan harga dan kebiasaan mendapatkan nilai yang rendah. Hasil uji beda

menunjukkan tidak ada satupun atribut motivasi yang berbeda nyata antara responden laki-laki dengan perempuan. Ini berarti baik responden laki-laki maupun perempuan yang berolahraga fitness memiliki motivasi memilih makanan dengan mempertimbangkan makanan tersebut dapat memberikan kesehatan, membantu mengontrol berat badan serta berasal dari bahan-bahan alami namun harus tetap menarik untuk dikonsumsi.

Responden yang berolahraga fitness cenderung tidak menjadikan atribut mood, kenyamanan, harga maupun kebiasaan sebagai motivasi utama dalam memilih makanan.

Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya) (Notoatmodjo 2010).

Pengetahuan yang diukur dalam penelitian ini berupa pengetahuan kesehatan dan pengetahuan gizi. Menurut Pelto (1980) dalam Suhardjo (1989), pengetahuan kesehatan dan pengetahuan gizi merupakan bagian dari aspek yang membentuk perilaku konsumsi seseorang.

Tabel 6 Sebaran nilai pengetahuan responden

Atribut Laki-Laki Perempuan

p n % n % Kesehatan 0.75 Kurang (<60%) 17 36.2 11 36.7 Sedang (60%-80%) 9 19.1 7 23.3 Baik (>80%) 21 44.7 12 40.0 Gizi 0.44 Kurang (<60%) 35 74.5 23 76.7 Sedang (60%-80%) 10 21.3 5 16.7 Baik (>80%) 2 4.3 2 6.7

* signifikan pada p<0.05; ** signifikan pada p<0.01

Pengetahuan kesehatan yang tinggi ternyata tidak berbanding lurus dengan pengetahuan gizi (Tabel 6). Hanya sebesar 4 persen responden laki-laki dan 6.7 persen perempuan yang memiliki nilai pengetahuan gizi yang baik sementara mayoritas responden memiliki nilai pengetahuan gizi yang terkategori kurang. Uji beda yang dilakukan menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara pengetahuan responden laki-laki dengan responden perempuan.

Tindakan olahraga

Variabel tindakan olahraga yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi lama menekuni olahraga fitness, frekuensi olahraga, durasi olahraga serta total waktu berolahraga.

Lebih dari separuh responden laki-laki yang berpartisipasi dalam penelitian ini baru menekuni olahraga fitness pada tahun pertama (2-12 bulan) sementara mayoritas responden perempuan (46.7%) telah menekuni fitness lebih dari 24 bulan (2 tahun).

Mayoritas responden baik laki-laki maupun perempuan berolahraga rata-rata 3 hingga 4 kali dalam seminggu selama kurun waktu 61 hingga 120 menit per sesi. Tiga dari lima orang responden laki-laki memiliki catatan total waktu olahraga dalam rentang 301 hingga 600 menit per minggu dengan rata-rata 375.32 menit per minggu atau setara dengan 6.26 jam per minggu. Data mengenai tindakan olahraga tersedia pada Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran tindakan olahraga responden

Atribut Laki-Laki Perempuan

p

n % n %

Lama menekuni (bulan)

0.71

2-12 25 53.2 11 36.7

13-24 9 19.1 5 16.7

> 24 13 27.7 14 46.7

Frekuensi (kali per minggu)

0.68

1-2 4 8.5 5 16.7

3-4 34 72.3 18 60.0

5-7 9 19.1 7 23.3

Durasi (menit per sesi)

0.30

0-60 12 25.5 5 16.7

61-120 32 68.1 23 76.7

> 120 3 6.4 2 6.7

Total waktu (menit per minggu)

0.40

0-300 menit 15 31.91 14 46.67

301-600 menit 29 61.70 12 40.00

>600 menit 3 6.38 4 13.33

* signifikan pada p<0.05; ** signifikan pada p<0.01

Mayoritas responden perempuan (46.67%) memiliki catatan total waktu berolahraga yang lebih singkat dari responden laki-laki yakni antara 0 hingga 300 menit per minggu (Tabel 7). Namun, rata-rata catatan total waktu olahraga responden perempuan lebih tinggi dari laki-laki yakni 417 menit atau setara dengan 6.95 jam per minggu. Responden laki-laki maupun perempuan yang tercatat memiliki total waktu tersingkat adalah 2 jam per minggu sementara responden yang paling lama berolahraga memiliki total waktu 21 jam per minggu. Uji beda yang dilakukan tidak

menunjukkan perbedaan yang nyata pada tindakan olahraga responden laki-laki dengan perempuan.

Konsumsi Pangan Konsumsi bahan pangan yang diteliti

Konsumsi pangan yang diteliti adalah beberapa golongan bahan pangan yang termasuk dalam golongan karbohidrat dan protein. Bahan pangan sumber karbohidrat yang diteliti adalah nasi putih, roti putih, mie, bihun, kwetiau, oatmeal instan, roti gandum, nasi merah, ubi, oatmeal quickcook, spaghetti dan makaroni sementara bahan pangan sumber protein yang diteliti adalah telur utuh, putih telur, ayam, daging sapi, ikan, tahu, tempe, susu sapi, susu kedelai, serta susu whey. Konsumsi pangan yang ditampilkan dalam tabel merupakan pangan yang dikonsumsi responden yang ditampilkan dalam bentuk rata-rata konsumsi per hari dalam kurun waktu sebulan terakhir (Tabel 8).

Tabel 8 Nilai rata-rata, standar deviasi, nilai ekstrem serta uji beda konsumsi pangan responden per hari dalam gram

Pangan Laki-laki Perempuan

p Min-Maks Rata-rata ± sd Min-Maks Rata-rata ± sd

Nasi putih 0-1000 321.95 ± 239.01 0-750 134.27 ± 146.33 0.00** Roti putih 0-80 14.36 ± 19.97 0-80 13.83 ± 19.20 0.91 Mie 0-71 15.08±18.56 0-43 11.66±12.96 0.38 Bihun 0-57 3.74 ± 11.07 0-29 3.93 ± 6.41 0.93 Kwetiau 0-86 3.54 ± 12.94 0-29 2.93 ± 6.22 0.81 Oatmeal instan 0-32.80 3.04 ± 7.04 0-16.40 3.24 ± 5.28 0.89 Roti gandum 0-80 7.41 ± 17.18 0-40 7.90 ± 12.89 0.89 Nasi merah 0-450 39.08 ± 99.85 0-200 24.93 ± 53.06 0.48 Ubi 0-81.22 6.12 ± 15.83 0-61.28 4.23 ± 12.00 0.58 Oatmeal quickook 0-16.40 0.42 ± 2.44 0-7.05 0.24 ± 1.29 0.70 Spaghetti 0-71 3.64 ± 10.89 0-14 3.27 ± 5.15 0.86 Makaroni 0-71 4.04 ± 14.64 0-14 1.83 ± 3.82 0.42 Telur utuh 0-486 31.37 ± 72.49 0-108 16.87 ± 21.53 0.29 Putih telur 0-1000.06 66.13 ± 205.50 0-8.99 0.43 ± 1.72 0.03* Ayam 5.80-1044 64.76 ± 152.47 0-41.47 16.35 ± 11.95 0.04* Daging sapi 0-171.50 23.54 ± 31.26 0-50 14.77 ± 14.26 0.10 Ikan 0-360 34.01 ± 57.98 0-80 19.56 ± 22.07 0.20 Tahu 0-300 38.28 ± 50.26 0-150 47.17 ± 42.71 0.43 Tempe 0-500 30.61 ± 74.91 0-100 19.77 ± 21.32 0.44 Susu sapi 0-400 95.40 ± 123.25 0-200 62.87 ± 86.46 0.18 Susu kedelai 0-300 17.00 ± 59.10 0-322 44.00 ± 82.11 0.12 Susu whey 0-192 19.16 ± 43.72 0 0 ± 0 0.004**

Nasi putih merupakan bahan pangan sumber karbohidrat yang paling banyak dikonsumsi sementara oatmeal quickcook merupakan sumber karbohidrat yang paling sedikit dikonsumsi. Bahan pangan sumber protein yang paling banyak dikonsumsi adalah susu sapi baik pada responden laki-laki maupun perempuan. Bahan pangan sumber protein yang paling sedikit dikonsumsi pada responden laki-laki adalah susu kedelai sementara susu whey merupakan bahan pangan sumber protein yang paling sedikit dikonsumsi oleh responden perempuan (Tabel 8).

Hasil uji beda yang dilakukan menunjukkan perbedaan yang nyata pada konsumsi nasi putih, putih telur, daging ayam serta susu whey antara responden laki-laki dengan responden perempuan.

Konsumsi karbohidrat dan protein responden

Karbohidrat indeks glikemik (IG) tinggi merupakan jumlah karbohidrat yang dikonsumsi responden yang berasal dari bahan pangan meliputi nasi putih, roti putih, oatmeal instan serta roti gandum sementara karbohidrat indeks glikemik rendah dan sedang merupakan jumlah karbohidrat yang dikonsumsi responden yang berasal dari bahan pangan meliputi mie, bihun, kwetiau, nasi merah, ubi, oatmeal quickcook, spaghetti dan makaroni. Konsumsi protein merupakan penjumlahan konsumsi protein yang berasal dari telur utuh, putih telur, ayam, daging sapi, ikan, tahu, tempe, susu sapi, susu kedelai dan susu whey. Data mengenai konsumsi karbohidrat dan protein dapat diamati pada Tabel 9.

Tabel 9 Rata-rata serta nilai uji beda konsumsi karbohidrat dan protein responden

Kategori zat gizi

Laki-laki Perempuan

p Min-Maks Rata-rata ± sd Min-Maks Rata-rata ± sd Karbohidrat IG tinggi 0-446 142.67 ± 98.76 70-310.20 66.51 ± 60.57 0.00 ** Karbohidrat IG rendah dan sedang 0-151.47 24.47 ± 33.38 0-67.66 17.01 ± 17.13 0.20 Protein 9.41-284.31 60.35 ± 60.17 2.85-59.39 22.13 ± 12.28 0.00**

* signifikan pada p<0.05; ** signifikan pada p<0.01

Konsumsi karbohidrat berindeks glikemik tinggi mendominasi konsumsi pada responden laki-laki dan perempuan (Tabel 9). Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata pada konsumsi karbohidrat berindeks glikemik (IG) lebih tinggi dan konsumsi protein. Responden laki-laki mengkonsumsi karbohidrat IG tinggi dan protein 2 kali lipat lebih banyak dari responden perempuan.

Hubungan antar variabel

Hubungan antara variabel dijelaskan melalui statistik inferensia. Uji korelasi Pearson dan Spearman digunakan untuk menjelaskan hubungan antar variabel.

Hubungan variabel karakteristik dengan konsumsi pangan

Jenis kelamin berhubungan positif dengan konsumsi nasi putih (r=.468; p=.000), putih telur (r=.417; p=.000), ayam (r=.428; p=.000) dan susu whey (r=.406; p=.000) namun berhubungan negatif dengan konsumsi bihun (r=-.226; p=.048) dan susu kedelai (r=-.284; p=.012).

Ini berarti bahwa responden laki-laki cenderung mengkonsumsi nasi putih, putih telur, ayam dan susu whey lebih banyak dari responden perempuan sementara responden perempuan cenderung mengkonsumsi bihun dan susu kedelai lebih banyak dalam rentang waktu satu bulan terakhir. Data mengenai hubungan antara karakteristik responden dengan konsumsi pangan tersedia pada Tabel 10.

Tabel 10 Koefisien korelasi karakteristik dengan konsumsi pangan

Pangan Jenis kelamin

Umur Lama pendidikan formal Pendapatan IMT Nasi putih .468** -.216 -.044 .110 -.051 Roti putih -0.10 -.035 -.170 -.143 .020 Mie .002 -.154 .111 -.064 -.083 Bihun -.226* -.073 .030 -.074 -.007 Kwetiau -.041 -.133 -.059 -.034 -.113 Oatmeal instan -.129 .147 -.114 .001 -.139 Roti gandum -.129 .147 -.114 .001 -.139 Nasi merah -.035 -.071 .018 -.109 .082 Ubi .021 .136 -.260* .101 .127 Oatmeal quickcook .023 .263* -.142 -.038 -.007 Spaghetti -.084 -.239* -.190 -.132 -.173 Makaroni -.101 -.208 -.109 -.081 -.092 Telur utuh .001 -.130 .098 .001 -.021 Putih telur .417** -.128 -.129 -.052 -.040 Ayam .428** .059 .259* -.011 .061 Daging sapi .073 -.204 -.166 -.061 -.002 Ikan .116 .296** .186 .580** .136 Tahu -.134 .118 -.052 .034 -.042 Tempe -.062 .012 .057 .444** .287* Susu sapi .141 -.237* -.203 -.049 -.333** Susu kedelai -.284* .135 -.053 -.094 .061 Susu whey .406** -.123 .041 .116 .141

Variabel usia berhubungan positif dengan konsumsi ikan (r=.296; p=.009), dan konsumsi oatmeal quickcook (r= .263; p=.021 ) namun berhubungan negatif dengan spaghetti .239; p=.036 ) dan susu sapi (r=-.237; p=.038). Ini berarti semakin tua responden kecenderungannya semakin baik pula penerimaannya terhadap konsumsi ikan dan konsumsi oatmeal quickcook, namun justru mengurangi konsumsi spaghetti dan susu sapi (Tabel 10).

Variabel lama pendidikan formal berhubungan positif dengan konsumsi ayam (r=.259; p=.023) namun memiliki hubungan negatif dengan konsumsi ubi (r=-.260; p=.022). Ini berarti semakin tinggi pendidikan responden semakin tinggi kecenderungannya untuk mengkonsumsi ayam namun justru menghindari konsumsi ubi.

Variabel pendapatan behubungan positif dengan ikan (r=.580; p=.000) dan tempe (r= .444; p=.000). Ini berarti semakin tinggi pendapatan responden cenderung semakin tinggi konsumsi ikan dan tempe dalam satu hari. Variabel Indeks Massa Tubuh (IMT) berhubungan positif dengan konsumsi tempe (r=.287; p=.011 ) dan negatif dengan konsumsi susu sapi (r=-.333 ; p=.003). Ini berarti semakin tinggi IMT responden, semakin tinggi kecenderungannya untuk mengurangi konsumsi susu sapi dan mengurangi konsumsi tempe.

Hubungan variabel motivasi olahraga dengan konsumsi pangan

Motivasi olahraga untuk penampilan berhubungan negatif dengan konsumsi ubi (r=-.258; p=.024) dan tahu (r=-.269; p=.018). Ini berarti semakin tinggi motivasi responden mendapatkan bentuk tubuh yang ideal, semakin tinggi kecenderungannya untuk mengurangi konsumsi ubi dan tahu.

Motivasi olahraga untuk kebugaran dan kesehatan berhubungan negatif dengan konsumsi bihun (r=-.241; p=.035), ubi (r=-.262; p=.022) dan tempe (r=-.231; p=.043). Ini berarti semakin tinggi motivasi responden untuk mendapatkan kebugaran dan kesehatan, semakin rendah kecenderungannya untuk mengkonsumsi bihun, ubi dan tempe. Motivasi olahraga untuk kesenangan memiliki hubungan positif dengan konsumsi makaroni (r=.285; p=.012) Data mengenai hubungan antara motivasi olahraga dengan konsumsi pangan dapat diamati pada Tabel 11.

Penelitian ini belum mampu membuktikan adanya hubungan nyata antara motivasi olahraga untuk mendapatkan tubuh yang bagus dengan konsumsi sumber protein yang tinggi sesuai dengan yang telah dihipotesiskan.

Hubungan antara variabel motivasi makan dengan konsumsi pangan

Motivasi makan untuk kesehatan berhubungan positif dengan susu sapi (r=.296; p=.009) dan konsumsi roti putih (r=.234; p=.041). Ini berarti semakin tinggi motivasi responden makan untuk mendapatkan kesehatan, semakin tinggi juga kecenderungannya untuk mengkonsumsi susu sapi dan roti putih. Data mengenai hubungan antara motivasi makan dengan konsumsi pangan tersedia pada Tabel 12.

Motivasi makan untuk mood berhubungan positif dengan konsumsi nasi putih (r=.241; p=.034), mie (r=.260; p=.022) namun berhubungan

negatif dengan oatmeal instan (r=-.275; p=.015) dan roti gandum (r=-.275; p=.015). Ini berarti semakin tinggi motivasi responden makan untuk menjaga mood semakin tinggi juga kecenderungannya untuk mengkonsumsi nasi putih dan mie serta mengurangi konsumsi oatmeal instan dan roti gandum.

Tabel 11 Koefisien korelasi motivasi olahraga dengan konsumsi pangan

Pangan Motivasi olahraga

penampilan kebugaran dan kesehatan kesenangan

Nasi putih -.111 .036 .143 Roti putih .015 .023 .074 Mie -.023 .070 .178 Bihun -.112 -.241* -.081 Kwetiau -.089 .017 -.064 Oatmeal instan -.140 -.048 -.009 Roti gandum -.140 -.048 -.009 Nasi merah .133 .039 .081 Ubi -.258* -.262* -.040 Oatmeal quickcook -.191 -.063 -.096 Spaghetti .101 .013 .170 Makaroni .020 .062 .285* Telur utuh .033 .104 .025 Putih telur -.050 -.056 .027 Ayam .029 .096 .065 Daging sapi .056 .004 -.075 Ikan -.211 -.049 -.101 Tahu -.269* -.148 -.006 Tempe -.043 -.231* -.155 Susu sapi -.122 .105 .023 Susu kedelai .020 .017 -.067 Susu whey -.078 -.216 -.095

* signifikan pada p<0.05; ** signifikan pada p<0.01

Motivasi makan untuk kenyamanan berhubungan positif dengan daging sapi (r=.245; p=.032) namun memiliki hubungan yang negatif dengan konsumsi nasi merah (r=-.287; p=.011). Ini berarti semakin tinggi motivasi responden untuk mendapatkan kenyamanan melalui makanan, semakin tinggi juga kecenderungannya untuk mengkonsumsi daging sapi, namun mengurangi konsumsi nasi merah (Tabel 12).

Motivasi makan berdasarkan daya tarik indra berhubungan positif dengan mie (r=.298; p=.009), nasi putih (r=.242; p=.034) dan daging sapi (r=.281; p=.013), namun memiliki hubungan negatif signifikan dengan ikan (r=-.251; p=.028) dan tempe (r=-.271; p=.017). Ini berarti, semakin tinggi motivasi responden untuk makan berdasarkan daya tariknya, cenderung mengkonsumsi mie, nasi putih daging sapi dan mengurangi konsumsi ikan dan tempe.

Motivasi makan berdasarkan kealamiahan kandungan memiliki hubungan positif dengan roti putih (r=.224; p=.050) namun memiliki hubungan negatif dengan konsumsi ayam (r=-.242; p=.034). Ini berarti semakin tinggi motivasi responden untuk mengkonsumsi makanan yang alami, semakin tinggi kecenderungannya untuk mengkonsumsi roti putih dan mengurangi konsumi ayam.

Motivasi makan berdasarkan harga berhubungan positif dengan konsumsi makaroni (r=.294; p=.009). Ini berarti semakin tinggi motivasi responden untuk menjadikan harga sebagai aspek penting dalam makanan, semakin tinggi kecenderungannya untuk mengkonsumsi makaroni.

Tabel 12 Koefisien korelasi motivasi makan dengan konsumsi pangan

Pangan Atribut motivasi makan

S M N D A H BB B Nasi putih -.105 .241* .167 .242* -.124 .214 -.305** -.023 Roti putih .234* .070 .090 .122 .224* -.100 -.117 .071 Mie -.131 .260* .158 .298** -.112 .193 -.199 -.112 Bihun -.103 -.186 -.015 .106 -.098 -.003 -.099 -.003 Kwetiau -.012 .162 .003 .182 -.140 -.043 -.080 .026 Oatmeal instan .045 -.275* -.069 -.137 .054 -.055 .076 .076 Roti gandum .045 -.275* -.069 -.137 .054 -.055 .076 .076 Nasi merah .075 .014 -.287* -.134 -.205 -.068 .116 .000 Ubi .222 -.175 -.058 -.165 .185 -.089 -.242* -.064 Oatmeal quickcook .125 -.247 -.147 -.164 .125 -.182 -.210 -.062 Spaghetti .043 .154 -.014 .174 -.062 .125 -.118 .095 Makaroni -.125 .084 .143 .084 -.112 .294** -.141 .063 Telur utuh -.007 .109 .009 .165 -.083 -.025 .030 .062 Putih telur .100 .063 -.055 .026 -.057 .059 -.135 .016 Ayam -.066 .020 -.086 -.151 -.242* .085 -.015 .115 Daging sapi .200 .160 .245* .281* .036 -.002 -.009 .025 Ikan -.204 -.123 -.185 -.251* .111 -.179 -.196 -.295** Tahu .088 -.170 -.081 -.185 .117 -.065 .024 .113 Tempe .039 -.070 -.167 -.271* .191 -.218 .175 -.171 Susu sapi .296** .188 .014 .102 .027 .006 -.195 .051 Susu kedelai .112 -.050 .058 .107 .114 .116 .130 .160 Susu whey .075 -.162 -.153 -.103 -.013 -.141 .016 -.184

Ket: S=Kesehatan, M=Mood, N=Kenyamanan, D=Daya tarik indra, A=Kealamiahan kandungan, H=Harga, BB=Kontrol berat badan, B=Kebiasaan, * signifikan pada p<0.05; ** signifikan pada p<0.01

Motivasi makan untuk kontrol berat badan berhubungan negatif dengan konsumsi nasi putih (r=-.305; p=.007) dan konsumsi ubi (r=-.242;

p=.034). Ini berarti semakin tinggi motivasi makan responden untuk mengontrol berat badannya, semakin rendah konsumsi karbohidrat yang berasal dari nasi putih dan ubi (Tabel 12).

Motivasi makan berdasarkan kebiasaan berhubungan negatif dengan konsumsi ikan (r=-.295; p=.009). Ini berarti ada kaitannya antara konsumsi ikan yang rendah dengan tidak terbiasanya responden mengkonsumsi bahan pangan tersebut dari dulu.

Hubungan antara variabel pengetahuan dan tindakan olahraga dengan konsumsi pangan

Pengetahuan kesehatan berhubungan negatif sangat signifikan dengan konsumsi susu whey (r=-.298; p=.008) sementara pengetahuan gizi berhubungan positif signifikan dengan konsumsi bihun (r=.233; p=.041) dan konsumsi ikan (r=.224; p=.050) (Tabel 13).

Tabel 13 Koefisien korelasi pengetahuan dan tindakan olahraga dengan konsumsi pangan

* signifikan pada p<0.05; ** signifikan pada p<0.01

Pangan Pengetahuan Tindakan olahraga

Kesehatan Gizi Lama

menekuni Frekuensi (F) Durasi (D) Total waktu (F x D) Nasi putih -.006 .142 -.088 -.097 -.063 -.076 Roti putih .105 -.018 -.103 -.074 .042 -.026 Mie .052 .101 -.081 .008 -.097 -.058 Bihun -.220 .233* -.125 -.052 -.025 -.074 Kwetiau -.135 -.009 .051 -.020 .096 .023 Oatmeal instan -.176 -.009 -.031 -.060 -.027 -.051 Roti gandum -.176 -.009 -.031 -.060 -.027 -.051 Nasi merah -.062 .034 .099 .125 .079 .108 Ubi -.117 -.051 .107 .025 -.156 -.072 Oatmeal quickcook -.145 -.043 -.049 -.080 -.073 -.086 Spaghetti .025 -.044 -.065 .138 -.036 .118 Makaroni -.049 .091 -.037 .002 -.211 -.114 Telur utuh -.081 -.013 .028 -.079 .053 -.020 Putih telur -.106 .092 .051 .136 -.082 .039 Ayam .119 -.029 .023 -.058 .056 -.012 Daging sapi .031 .027 -.032 .055 -.084 -.011 Ikan -.086 .224* .588** .034 -.094 -.040 Tahu -.150 -.009 -.014 .012 .081 .029 Tempe -.081 .120 .069 .067 -.147 -.072 Susu sapi .072 .184 -.053 -.151 -.077 -.113 Susu kedelai -.081 -.035 -.108 -.134 .089 -.054 Susu whey -.298** .103 .126 .102 -.061 .004

Berdasarkan Tabel 13, lama menekuni olahraga fitness berhubungan positif dengan konsumsi ikan (r=.588; p=.000). Tidak ditemukan hubungan antara variabel frekuensi dan durasi olahraga dengan konsumsi pangan. Ini berarti semakin lama responden menekuni olahraga fitness cenderung semakin tinggi pula konsumsi ikan responden.

Menurut Pelto (1980) dalam Suhardjo (1989), pengetahuan kesehatan dan pengetahuan gizi termasuk faktor yang mempengaruhi gaya hidup terkait perilaku konsumsi seseorang. Penelitian ini cukup sesuai dengan teori tersebut dengan satu bahan pangan yakni whey protein yang berhubungan nyata dengan pengetahuan kesehatan dan dua bahan pangan yakni bihun dan ikan yang berhubungan nyata dengan pengetahuan gizi.

Dalam penelitian Fielder tahun 2008, pengetahuan gizi dan kesehatan (variabel ini digabungkan dalam penelitian tersebut) berhubungan nyata dengan perilaku makan sehat (r=.21;p<.01). Hasil penelitian ini berlainan dengan penelitian tersebut seperti tidak adanya hubungan nyata antara pengetahuan baik pengetahuan kesehatan maupun gizi dengan konsumsi karbohidrat berindeks glikemik rendah seperti nasi merah atau ubi. Justru pengetahuan gizi berhubungan nyata positif dengan konsumsi bihun, yang walaupun berada pada kategori indeks glikemik sedang, ternyata kandungan karbohidratnya yang paling tinggi diantara bahan pangan lain yang diteliti.

Penelitian Fielder (2008) menyatakan bahwa aktivitas fisik seseorang berhubungan erat dengan perilaku makan sehat (r=.26;p<.01). Dalam penelitian ini tidak terdapat satupun hubungan nyata antara waktu total seseorang berolahraga dengan konsumsi pangan. Penelitian Sharma, Gernand dan Day (2008) menyatakan bahwa pengetahuan gizi merupakan prediktor signifikan untuk konsumsi padi-padian pada dewasa di daerah El Paso, Texas (odds ratio=6.42; 95% confidence interval:2.4,17.1). Dalam penelitian ini hanya bihun yang berhubungan nyata dengan pengetahuan gizi sementara bahan pangan dari padi-padian lainnya seperti nasi, roti, oatmeal tidak berhubungan nyata seperti yang dipaparkan dalam penelitian tersebut.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap karbohidrat indeks glikemik tinggi

Karbohidrat indeks glikemik tinggi merupakan jumlah karbohidrat yang dikonsumsi responden yang berasal dari konsumsi bahan pangan meliputi nasi putih, roti putih, oatmeal instan serta roti gandum.

Berdasarkan Tabel 14, jenis kelamin (B=97.545;p<0.01) dan indeks massa tubuh (B=-9.901;p<0.05) berpengaruh terhadap konsumsi karbohidrat indeks glikemik tinggi. Ini berarti responden laki-laki mengkonsumsi karbohidrat golongan ini sebanyak 97.5 gram lebih banyak dari responden perempuan. Selain itu, setiap kenaikan indeks massa tubuh sebesar 1 poin akan menurunkan konsumsi karbohidrat indeks glikemik tinggi sebesar 9.9 gram.

Variabel motivasi, pengetahuan maupun tindakan olahraga tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi karbohidrat berindeks glikemik tinggi. Nilai signifikansi konstanta Friedman menunjukkan nilai yang signifikan (p<0.05) sementara nilai adjusted R2

menunjukkan angka 0.190. Ini berarti model yang dipaparkan dalam Tabel 14 valid dan dapat menggambarkan konsumsi karbohidrat indeks glikemik tinggi responden sebanyak 19 persen dan sisanya sebesar 81 persen digambarkan oleh variabel lain yang tidak diteliti.

Tabel 14 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi karbohidrat indeks glikemik tinggi

Variabel bebas Koefisien tak terstandarisasi

Koefisien

terstandarisasi p B std. error β

Konstanta 154.554 160.031 - 0.338

Jenis kelamin (dummy) 97.545 24.643 0.513 0.000**

Umur -0.360 1.012 -0.045 0.723

Lama pendidikan formal -0.516 4.956 -0.012 0.917

Pendapatan 9.643E-7 0.000 0.193 0.132

Indeks massa tubuh (IMT) -9.901 3.719 -0.342 0.010*

Motivasi 1.901 1.349 0.170 0.163

Pengetahuan -0.411 0.708 -0.066 0.564

Tindakan olahraga (total waktu) -0.050 0.050 -0.115 0.318

F 3.234** 0.004

R2 0.276

adjusted R2 0.190

* signifikan pada p<0.05; ** signifikan pada p<0.01

Model regresi linear konsumsi karbohidrat indeks glikemik rendah tidak ditampilkan karena nilai signifikansi konstanta Friedman tidak menunjukkan nilai yang siginifikan (p=0.724) sehingga model tersebut tidak valid.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi protein

Konsumsi protein merupakan penjumlahan dari konsumsi beberapa bahan pangan sumber protein yang diukur dalam penelitian ini meliputi telur utuh, putih telur, ayam, daging sapi, ikan, tahu, tempe, susu sapi, susu kedelai serta susu whey.

Berdasarkan Tabel 15, variabel jenis kelamin berpengaruh terhadap konsumsi protein responden (B=38.332; p<0.01). Ini berarti responden laki-laki mengkonsumsi protein sebanyak 38 gram lebih banyak dari responden perempuan. Variabel motivasi, pengetahuan maupun tindakan olahraga tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi protein

Dokumen terkait