• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1 Hasil

5.1.1 Retensi Energi

Hasil penelitian menunjukkan nilai retensi energi ikan gurami berkisar antara 23,36 – 37,42 %. Data Retensi Energi dapat dilihat pada Lampiran 6. Data rata-rata retensi energi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata- Rata Retensi Energi Ikan Gurami (%)

Perlakuan Retensi Energi ± SD (%) Retensi Energi

P0 23,36b ± 9,84 4,76 ± 1,01 P1 23,90b ± 4,53 4,87 ± 0,46 P2 24,73b± 4,58 4,95 ± 0,46 P3 37,42a ± 8,61 6,09 ± 0,73 P4 26,03ab ± 5,16 5,08 ± 0,49

Keterangan: P0 = Lisin 0%, P1 = Lisin 1%, P2 = Lisin 1,5%, P3 = Lisin 2%, P4 = Lisin 2,5 %, dan SD = Standart deviasi. Superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang nyata pada uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s

Multiple Range Test).

Hasil analisa statistik pemberian asam amino lisin pada pakan komersial menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,05) terhadap retensi energi ikan gurami. Data hasil analisa statistik ANOVA dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) terjadi perbedaan antar perlakuan, retensi energi tertinggi adalah P3(37,42%)dan retensi energi terendah adalah P0 (23,36 %). P3 tidak berbeda nyata dengan P4 namun berbeda nyata dengan P2, P1 dan P0.

5.1.2 Rasio Konversi Pakan

Hasil penelitian menunjukkan rasio konversi pakan ikan gurami berkisar antara 3,39 – 5,05. Data jumlah pakan yang dikonsumsi ikan gurami dapat dilihat pada Lampiran 4. Data rata-rata rasio konversi pakan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata- Rata Rasio Konversi Pakan Ikan Gurami Perlakuan Rasio Konversi Pakan ± SD Rasio Konversi Pakan

P0 5,05 ± 1,55 2,33 ± 0,32

P1 4,50 ± 0,91 2,23 ± 0,20

P2 4,15 ± 0,85 2,15 ± 0,19

P3 3,39 ± 1,00 1,96 ± 0,25

P4 3,82 ± 0,75 2,07 ± 0,18

Keterangan: P0 = Lisin 0%, P1 = Lisin 1%, P2 = Lisin 1,5%, P3 = Lisin 2%, P4 = Lisin 2,5 %, dan SD = Standart deviasi

Hasil analisa statistik pemberian asam amino lisin pada pada pakan komersial menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,05) terhadap rasio konversi pakan ikan gurami. Hasil analisis statistik ANOVA dapat dilihat pada Lampiran 9. Berdasarkan uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) diketahui bahwa tidak ada perbedaan antar perlakuan.

5.2 Pembahasan

5.2.1 Retensi Energi

Energi diperoleh dari perombakan ikatan kimia melalui proses reaksi oksidasi terhadap komponen pakan yaitu protein, lemak dan karbohidrat menjadi senyawa yang lebih sederhana (asam amino, asam lemak dan glukosa) sehingga dapat diserap oleh tubuh untuk digunakan atau disimpan (Afrianto dan

27

Liviawaty,2005). Retensi energi adalah besarnya energi pakan yang dapat disimpan di dalam tubuh ikan (Haryati, 2011).

Hasil uji statistik ANOVA menunjukan bahwa pemberian asam amino lisin pada pakan komersial menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,05) terhadap retensi energi ikan gurami. Berdasarkan uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) terjadi perbedaan antar perlakuan, dengan perlakuan tertinggi pada P3 dan perlakuan terendah P0. Hal ini menunjukan bahwa penambahan lisin pada pakan komersial dapat meningkatkan retensi energi dibandingkan dengan pakan tanpa penambahan lisin. Peningkatan retensi energi dapat terjadi karena lisin merupakan salah satu asam amino esensial yang tidak dapat disintesis oleh tubuh sehingga harus ditambahkan melalui pakan, dengan pemberian pakan yang tepat dan dosis yang sesuai maka peningkatan retensi energi dapat terjadi, karena sumber energi pada ikan yang utama adalah protein. Penambahan lisin yang merupakan monomer dari protein menyebabkan penyerapan akan lebih cepat karena terjadi langsung di usus. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Lovell (1998), protein merupakan komponen penting penyusun energi pada ikan. Metabolisme asam amino dapat terjadi melalui dua tahap, yaitu transaminasi dan deaminasi. Melalui peristiwa tersebut asam amino dapat diubah menjadi asetil Ko-A yang kemudian masuk ke siklus krebs untuk menghasilkan energi (Buwono, 2000).

Hasil perhitungan data rata-rata nilai retensi energi berkisar antara 23,36 – 37,42 % dengan retensi energi tertinggi pada P3 dengan penambahan lisin

energi pakan yang dikonsumsi, dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan metabolisme sehari-hari pada ikan gurami sebesar (0,3742 x 3149,8179 Kkal/kg) atau 1.178,66 Kkal/kg. Hasil perhitungan retensi energi terendah yaitu pada P0 23,36 % artinya energi yang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan metabolisme ikan gurami sehari-hari adalah (0,2336 x 3044,2726 Kkal/kg) atau 711,14 Kkal/kg.

Kumar dan Tembre (1997), menyatakan retensi energi berhubungan dengan kadar protein pakan, karena pakan selain mengandung karbohidrat dan lemak, juga mengandung protein. Kadar analisa protein pakan P0, P1, P2, P3 dan P4

adalah 25,15 ; 27,82 ; 28,94 ; 30,61 ; 32,06. Kadar analisa energi pakan P0, P1, P2, P3 dan P4 sebagai berikut 3138,47 ; 3317,91 ; 3323,779 ; 3238,94 ; 3360,34

Retensi energi tertinggi adalah P3 dengan penambahan lisin 2%, kadar protein pakan 30,61 % dan kadar energi 3238,94 Kkal/kg. Tingkat energi-protein tersebut merupakan perbandingan yang optimal bagi ikan gurami karena kadar protein pakan mendekati kebutuhan minimum protein pakan ikan gurami pada fase pertumbuhan yaitu 32 %.

P4 dengan penambahan lisin 2,5 % menghasilkan kandungan protein pakan yang sesuai dengan kebutuhan protein pakan ikan gurami, yaitu 32,06 % namun retensi energi yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan P3. Hal ini dikarenakan terjadi ketidak seimbangan antara protein-energi dalam pakan, kelebihan protein akan menyebabkan ikan memerlukan energi ekstra untuk melakukan proses deaminasi sehingga energi yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan akan berkurang. Hal ini sesuai dengan pendapat Haetami (2007), ransum yang tidak

29

mempunyai keseimbangan energi-protein yang tepat tidak akan berdampak pada pertumbuhan, tingkat energi protein dalam pakan juga mempengaruhi konsumsi pakan, jika tingkat energi protein melebihi kebutuhan maka akan menurunkan konsumsi sehingga pengambilan nutrien lainnya termasuk protein akan menurun. Perbandingan antara retensi protein dan energi harus optimal agar dapat memicu pertumbuhan, energi pakan yang tinggi dapat mengurangi protein dalam pakan sebaliknya dengan pemberian protein yang tinggi maka energi pakan akan berkurang (Souto dkk., 2010).

5.2.2 Rasio Konversi Pakan

Rasio konversi pakan merupakan perbandingan antara bobot kering pakan yang dikonsumsi dan pertambahan bobot ikan (Afrianto dan Liviawaty, 2005). Rasio konversi pakan dijadikan sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan baik secara teknis budidaya maupun secara finansial (Hidayat, 2013). Menurut Mudjiman (2002), nilai rasio konversi pakan berbanding terbalik dengan pertumbuhan bobot ikan. Nilai rasio konversi pakan yang semakin tinggi menunjukan bahwa pakan yang diberikan semakin tidak efektif dalam pertumbuhan ikan gurami.

Hasil uji statistik ANOVA yang dilanjutkan dengan uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) menunjukan bahwa penambahan lisin pada pakan komersial tidak mempengaruhi nilai rasio konversi pakan ikan gurami (p>0,05). Berdasarkan perhitungan pakan yang dikonsumsi, jumlah pakan yang dikonsumsi P0 dan P3 memiliki selisih yang kecil namun penambahan berat ikan

penurunan nilai konversi pakan terjadi pada P3. Data konsumsi pakan dapat dilihat pada Lampiran 4. Nilai Rasio konversi pakan P3 adalah 3,39 artinya dalam 3,39 gram pakan akan memberikan penambahan berat ikan gurami sebanyak 1 gram. Nilai rasio konversi pakan P0 yaitu 5,05 yang artinya untuk menambah 1 gram berat ikan gurami diperlukan konsumsi pakan sebesar 5,05 gram.

Hasil statistik ANOVA pemberian lisin pada pakan komersial terhadap rasio konversi pakan tidak berbeda nyata, hal ini dapat disebabkan karena kandungan protein pada lisin yang digunakan pada penelitian ini adalah 66% sedangkan lisin yang kualitasnya baik harus memiliki kandungan protein 98-99%. Selain itu untuk mencapai pertumbuhan yang optimal, energi pakan harus mencukupi kebutuhan untuk aktifitas harian, metabolisme dan kebutuhan pemeliharaan. Energi dalam pakan masih digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari ikan gurami yaitu untuk proses metabolisme sehingga belum terjadi pertumbuhan yang maksimal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Handajani dan Widodo (2010), tidak semua energi yang masuk dapat dicerna dan dimanfaatkan untuk pertumbuhan. Linder (1992) dalam Sukmaningrum dkk (2014) menyatakan energi dalam pakan secara fisiologis digunakan untuk pemeliharaan dan metabolisme, apabila terdapat sisa akan dideposisi sebagai jaringan tubuh dalam proses pertumbuhan.

5.2.3 Kualitas Air

Kualitas air memengaruhi kesuksesan dalam budidaya ikan. Kualitas air dapat didefinisikan sebagai kesesuaian air bagi kelangsungan dan pertumbuhan

31

ikan yang umumnya ditentukan oleh beberapa parameter kualitas air (Mahasri, 2009). Media pemeliharaan diupayakan sesuai dengan habitat asli ikan di alam sehingga dalam proses pemeliharaan, fisiologis dan morfologis ikan tidak terganggu. Kualitas air pada media pemeliharaan diharapkan nilainya sama diantara satuan percobaan agar data yang didapat adalah akibat pengaruh setiap perlakuan. Parameter yang diamati selama penelitian berlangsung adalah oksigen terlarut (DO), Suhu, pH, dan ammonia.

Kisaran kualitas air selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 11. Kandungan oksigen terlarut (DO) adalah 4mg/l. Kandungan oksigen terlarut (DO) pada penelitian ini tidak menjadi masalah bagi ikan pemeliharaan karena dilihat dari segi fisiologis ikan masih dapat berenang dengan normal.

Suhu media pemeliharaan selama penelitian antara 28oC – 31oC. Hal ini sesuai dengan SNI (2000) keadaan suhu yang sesuai untuk hidup ikan antara 28- 32oC. Nilai pH selama penelitian berkisar 7,5 – 8,0. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Mahasri (2009), bahwa pH perairan optimal berkisar 7,5-8,5. Konsentrasi amoniak yang optimal dalam budidaya menurut SNI (2000) adalah tidak lebih dari 1 ppm. Konsentrasi amoniak pada penelitian ini tidak lebih dari 1 ppm. Nilai konsentrasi amoniak berkisar 0 – 0,09 (mg/l).

Kualitas air selama 34 hari pemeliharaan ikan gurami berdasarkan data diatas menunjukan bahwa media pemeliharaan ikan gurami optimal dan tidak menyebabkan toksik yang berakibat pada kematian, hal ini dibuktikan dengan SR (survival rate) ikan gurami 100 %.

Dokumen terkait