• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Individu Subjek

Subjek penelitian sebagian besar berasal dari program studi Gizi Masyarakat dengan persentase 72% (Tabel 2). Subjek sebagian besar (40%) berusia 19 tahun namun rata-rata subjek adalah berusia 20 tahun. Usia subjek termasuk ke dalam kelompok usia dewasa awal. Usia dewasa awal (early adulthood) berada pada usia 19-35 tahun (Greca et al. 1992). Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata pada usia antara kelompok (p>0.05; p=0.395).

Uang makan per bulan subjek memiliki rata-rata sebesar Rp734 000±249 466 (Tabel 3). Rata-rata uang makan per bulan tertinggi terdapat pada kelompok intervensi pepaya (Rp880 000±178 885) sedangkan rata-rata terendah terdapat pada kelompok intervensi jus tomat (Rp620 000±44 721). Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa uang makan per bulan antarkelompok tidak berbeda nyata (p>0.05; p=0.573). Hasil uji ANOVA dapat dilihat pada Lampiran 8.

Rata-rata berat badan subjek adalah 51.7±4.7 kg (Tabel 3). Rata-rata berat badan tertinggi terdapat pada kelompok intervensi teh tawar (55.6±5.0 kg) sedangkan rata-rata terendah terdapat pada kelompok kontrol (48.6±1.1 kg). Uji ANOVA memberikan hasil bahwa berat badan antarkelompok tidak berbeda nyata (p>0.05; p=0.06). Seluruh subjek memiliki tinggi badan rata-rata 155.4±5.6 cm. Rata-rata tinggi badan tertinggi terdapat pada kelompok intervensi teh tawar (160.2±4.4 cm) sedangkan rata-rata terendah terdapat pada kelompok intervensi

10

minuman cincau hijau (152.0±4.5 cm). Hasil uji ANOVA menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata pada tinggi badan antarkelompok (p>0.05; p=0.176).

Tabel 2 Sebaran subjek menurut departemen dan usia antarkelompok intervensi

Karakteristik

Kelompok Minuman

cincau hijau

Jus tomat Pepaya Teh tawar Kontrol Total

n % n % n % n % n % n % Departemen1 GM 3 60 4 80 5 100 4 80 2 40 18 72 IKK 1 20 0 0 0 0 1 20 0 0 2 8 MSP 1 20 1 20 0 0 0 0 0 0 2 8 FKH 0 0 0 0 0 0 0 0 1 20 1 4 IES 0 0 0 0 0 0 0 0 1 20 1 4 AGH 0 0 0 0 0 0 0 0 1 20 1 4 Total 5 100 5 100 5 100 5 100 5 100 25 100 Usia (tahun) 19 3 60 2 40 1 20 1 20 3 60 10 40 20 0 0 1 20 0 0 1 20 1 20 3 12 21 2 40 2 40 2 40 2 40 0 0 8 32 22 0 0 0 0 2 40 1 20 1 20 4 16 Total 5 100 5 100 5 100 5 100 5 100 25 100 Rata-rata 19.8±1.1a 20.0±1.0a 21.0±1.2a 20.6±1.1a 19.8±1.3a 20.2±1.2 1

GM: Gizi Masyarakat, IKK: Ilmu Keluarga dan Konsumen, MSP: Manajemen Sumberdaya Perairan, FKH: Fakultas Kedokteran Hewan, IES: Ilmu Ekonomi Syariah, AGH: Agronomi dan Holtikultura. aHuruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05).

Menurut WHO (2013), IMT merupakan indeks sederhana untuk berat badan terhadap tinggi badan yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan status gizi orang dewasa. Rata-rata IMT subjek adalah 21.4±1.5 kg/m2. Rata-rata IMT tertinggi terdapat pada kelompok intervensi minuman cincau hijau (22.3±1.2 kg/m2) sedangkan yang terendah terdapat pada kelompok kontrol (20.4±1.3 kg/m2). Uji ANOVA menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata pada IMT antarkelompok (p>0.05; p=0.205). Nilai IMT dapat digunakan sebagai salah satu penentu status gizi seseorang. Seluruh subjek dalam penelitian ini adalah wanita sehingga subjek dikatakan berstatus gizi normal apabila subjek memiliki IMT antara 18.5 kg/m2 sampai 25 kg/m2 (Depkes 2006). Seluruh subjek dalam setiap kelompok memiliki status gizi normal.

Tabel 3 Rata-rata uang makan, berat badan, tinggi badan dan IMT subjek tiap kelompok intervensi

Karakteristik

Kelompok Minuman

cincau hijau Jus tomat Pepaya Teh tawar Kontrol Total Uang makan per

bulan (Rp) 680 000± 460 435a 620 000± 44 721a 880 000± 178 885a 720 000± 164 317a 770 000± 228 035a 734 000± 249 466 Berat badan (kg) 51.5±4.9a 53.8±5.1a 48.9±3.0a 55.6±5.0a 48.6±1.1a 51.7±4.7 Tinggi badan (cm) 152.0±4.5a 156.2±4.3a 153.8±7.7a 160.2±4.4a 154.6±4.5a 155.4±5.6 IMT (kg/m2) 22.3±1.2a 22.1±1.9a 20.7±0.9a 21.7±1.8a 20.4±1.3a 21.4±1.5 a

11

Kandungan Gizi dan Aktivitas Antioksidan Pangan Intervensi

Berat pangan intervensi yang diberikan kepada subjek dalam satu kali pemberian pangan intervensi mengacu pada satu takaran saji pada DKBM sehingga ukuran pangan intervensi yang diberikan adalah menurut kebiasaan. Penelitian ini menggunakan jenis cincau Premna oblongifolia Merr. dan merupakan sejenis jelly yang terbuat dari daun tanaman cincau hijau. Cincau hijau yang digunakan dikonsumsi dalam bentuk minuman sehingga dalam penyajiannya menggunakan gula cair (gula merah dan gula pasir). Kandungan zat gizi berupa energi dan karbohidrat pada minuman cincau hijau sebagian besar berasal dari gula cair yang terdiri atas gula merah 3 g (11.42 Kal; 2.85 g) dan gula pasir 6 g (21.84 Kal; 5.64 g) dapat dilihat pada Tabel 4.

Jus tomat mengandung gula pasir karena intervensi dibuat menurut kebiasaan konsumsi jus di kalangan mahasiswi. Jus tomat memiliki kandungan energi tertinggi (101.30 Kal). Sebagian besar energi dan karbohidrat jus tomat berasal dari gula pasir yang digunakan sebanyak 20 gram (72.80 Kal; 18.8 g). Jus tomat mengandung vitamin A (171 RE) dan vitamin E (1.03 mg) yang lebih tinggi dibandingkan dengan pangan intervensi lain (Tabel 4).

Pepaya dalam penelitian ini menggunakan jenis Calina. Menurut Rahmadi (2003), pepaya Calina merupakan hasil pengembangan bibit pepaya lokal oleh ilmuwan Institut Pertanian Bogor. Pepaya mengandung Ca (23 mg), Fe (1.70 mg), dan vitamin C (78 mg) tertinggi dibandingkan dengan pangan intervensi yang lain (Tabel 4).

Komoditas teh dihasilkan dari pucuk daun tanaman teh (Camellia sinensis). Teh celup menjadi pilihan untuk menjadi bahan utama dalam pangan intervensi teh tawar karena jenis teh ini paling banyak dikonsumsi oleh mahasiswi (berdasarkan kuesioner FFQ). Teh celup termasuk ke dalam golongan teh hitam berdasarkan penilaian perubahan fisik dan kimia yang dijabarkan Hartoyo (2003). Teh hitam dibuat dengan memanfaatkan proses oksidasi enzimatis terhadap katekin teh. Konsumsi teh dalam penelitian ini tidak memakai gula karena mengikuti kebiasaan konsumsi teh pada masyarakat di Jawa Barat. Teh tawar hanya mengandung sedikit zat gizi (protein, lemak, karbohidrat, Ca, dan Fe) dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kandungan zat gizi pangan intervensi per takaran saji Pangan intervensi

Zat gizi per takaran saji Energi (Kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Ca (mg) Fe (mg) Vit. A (RE)a Vit. C (mg) Vit. E (mg) Minuman cincau hijau 51.42 0.91 0.15 12.44 17.75 0.60 0.00 2.58 0.00 Jus tomat 101.30 1.90 0.38 25.45 14.30 0.78 171.00 19.00 1.03 Pepaya 46.00 0.50 0.00 12.20 23.00 1.70 56.00 78.00 0.30 Teh tawar 2.53 0.37 0.01 1.30 13.77 0.23 0.00 0.00 0.00 a

RE: Retinol Equivalents.

Hasil uji aktivitas antioksidan yang dilakukan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan total minuman cincau hijau adalah 0.06 mg AEAC/100 g yang berarti 100 gram gel cincau hijau mampu mereduksi

12

radikal bebas DPPH yang setara dengan kemampuan vitamin C sebanyak 0.06 kali (Tabel 5). Satu takaran saji minuman cincau hijau memiliki aktivitas antoksidan 0.10 mg AEAC. Daun Premna oblongifolia Merr. memiliki kandungan klorofil tertinggi (1708.8 mg/kg) dibandingkan daun pegagan, katuk dan murbei (Nurdin et al. 2009). Antioksidan lain dalam cincau hijau adalah flavonoid dan vitamin A (Hatta 1995 dalam Djam’an 2008).

Jus tomat memiliki aktivitas antioksidan tertinggi yaitu 8.85 mg AEAC/100 g. Setiap kali pemberian jus tomat terdapat aktivitas antioksidan sebesar 16.82 mg AEAC (Tabel 5). Nilai aktivitas antioksidan ini lebih tinggi dibandingkan penelitian Damayanthi et al. (2010) yang memiliki nilai sebesar 1.87 mg AEAC/100 g. Jenis antioksidan tomat dari kandungan tertinggi hingga terendah adalah polifenol, likopen dan tokoferol total (Pinela et al. 2012).

Likopen merupakan senyawa karotenoid yang paling banyak terdapat pada tomat dan tersusun dari delapan unit isoprene. Isoprene tersebut adalah senyawa poliisoprenoid C40 yang mengandung 13 ikatan rangkap. Ikatan rangkap yang terkandung dalam tomat (11 ikatan rangkap terkonjugasi dan 2 non-terkonjugasi) membuat tomat bersifat antioksidan dan lebih efektif dibandingkan dengan jenis antioksidan lainnya seperti betakaroten, alfakaroten, dan alfatokoferol (Kohlmeier et al. 1997 dalam Ross et al. 2011). Likopen merupakan senyawa yang larut lemak sehingga lemak dapat meningkatkan penyerapan (Ross et al. 2011). Likopen memiliki kemampuan potensial untuk meredam oksigen tunggal dua kali lebih baik daripada betakaroten dan sepuluh kali lebih baik daripada alfa-tokoferol (Sanjiv dan Rao 2000). Likopen berperan melindungi sel darah putih dari kerusakan membran oleh radikal bebas (Shi dan LeMaguer 2000).

Pepaya memiliki aktivitas antioksidan 0.41 mg AEAC/100 g dan setiap kali pemberian pepaya terkandung aktivitas antioksidan sebesar 0.41 mg AEAC (Tabel 5). Antioksidan dalam pepaya adalah golongan vitamin (A, C, dan E) dan senyawa karotenoid (terutama betakaroten). Pepaya memiliki karoten lebih banyak (karoten total 2740 µm) dibandingkan dengan buah-buahan lain (apel dan jambu) yang berfungsi mencegah radikal bebas (Krishna et al. 2008).

Aktivitas antioksidan total teh tawar cukup tinggi yaitu 8.28 mg AEAC/100 g. Setiap kali pemberian teh celup terkandung aktivitas antioksidan sebesar 16.57 mg AEAC (Tabel 5). Teh hitam memiliki komponen terbesar theaflavin dan thearubigin yang merupakan produk oksidasi dari quinon dan flavol. Kandungan senyawa katekin (golongan flavonol) teh hitam seperti epicatechin (EC), epicatechin gallate (ECG), epigallocatechin (EGC), dan epigallocatechin gallate (EGCG) paling rendah dibandingkan dengan kandungan katekin pada teh hijau dan teh oolong. Katekin total pada teh hitam adalah 6.12% sedangkan teh hijau dan teh oolong adalah 45.98% dan 47.08% (Yang et al. 2001).

Tabel 5 Aktivitas antioksidan pangan intervensi

Pangan intervensi AEACa (mg/100 g) AEACa (mg/takaran saji)

Minuman cincau hijau 0.06 0.10

Jus tomat 8.85 16.82

Pepaya 0.41 0.41

Teh tawar 8.28 16.57

a

13

Konsumsi Gorengan

Frekuensi konsumsi gorengan subjek selama satu bulan sebelum intervensi menunjukkan bahwa subjek memiliki rata-rata konsumsi gorengan sebanyak tiga kali dalam sehari dengan frekuensi konsumsi tertinggi (4 kali/hari) pada kelompok intervensi pepaya (Tabel 6). Uji ANOVA menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata frekuensi konsumsi gorengan subjek di antara kelompok saat sebelum intervensi (p>0.05; p=0.194). Selama intervensi, subjek mengonsumsi gorengan sebanyak dua kali dalam sehari. Frekuensi konsumsi gorengan tertinggi (3 kali/hari) terdapat pada kelompok intervensi pepaya dan teh tawar. Tidak terdapat perbedaan nyata frekuensi konsumsi gorengan subjek di antara kelompok selama intervensi (p>0.05; p=0.089). Terdapat penurunan frekuensi rata-rata konsumsi gorengan subjek namun secara statistik tidak terdapat perubahan frekuensi konsumsi gorengan subjek antara sebelum dan selama intervensi (p>0.05). Hasil uji statistik dapat dilihat pada Lampiran 9.

Tabel 6 Frekuensi rata-rata konsumsi gorengan pada tiap kelompok (kali/hari)

Kelompok Minuman

cincau hijau Jus tomat Pepaya Teh tawar Kontrol Rata-rata Sebelum intervensi 2a1 2a1 4a1 3a1 2a1 3

Selama intervensi 2a1 2a1 3a1 3a1 2a1 2

a

Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antarkelompok (p>0.05). 1Angka yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara sebelum dan selama intervensi (p>0.05).

Saat sebelum dan selama intervensi, rata-rata kontribusi tertinggi konsumsi minyak terserap pada gorengan berasal dari gorengan sebagai makanan jajanan (11.8±9.7 g/hari). Penelitian Amalia dan Nurohmi (2012) menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi minyak terserap yang berasal dari jajanan gorengan (tahu, bakwan, tempe, risol dan sejenisnya) adalah 14.6 g dan menyumbang sekitar 63.2% terhadap konsumsi minyak penduduk Indonesia per kapita jika dibandingkan dengan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2011. Rata-rata total konsumsi minyak terserap dari gorengan baik saat sebelum maupun selama intervensi adalah 22.8±13.8 g/hari dan 16.1±7.0 g/hari (Tabel 7). Data Susenas (2012) menunjukkan bahwa konsumsi minyak goreng per kapita/hari adalah 25.6 g/hari (Gatti 2013). Konsumsi minyak goreng yang lebih rendah oleh subjek dalam penelitian ini karena minyak goreng yang dihitung adalah minyak goreng terserap yang berasal dari makanan yang digoreng dengan metode deep frying sehingga penggunaan minyak pada pengolahan pangan lain (seperti penumisan) tidak dihitung.

Uji ANOVA memberikan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan nyata total konsumsi minyak terserap dari gorengan di antara kelompok intervensi saat sebelum intervensi (p>0.05; p= 0.661) begitu pula selama intervensi berlangsung (p>0.05; p= 0.109). Selain itu, menurut uji T-Test tidak terdapat perbedaan nyata antara konsumsi minyak goreng terserap dari gorengan oleh subjek saat sebelum intervensi dengan selama intervensi pada tiap kelompok (p>0.05). Hasil uji statistik dapat dilihat pada Lampiran 9.

14

Tabel 7 Konsumsi rata-rata minyak terserap dari gorengan pada tiap kelompok (g/hari)

Minyak terserap pada jenis gorenganb

Kelompok Minuman

cincau hijau Jus tomat Pepaya Teh tawar Kontrol Rata-rata Sebelum intervensi Jajanan 9.7±12.1 13.1±9.3 16.8±14.4 13.3±4.7 6.3±4.6 11.8±9.7 Sepinggan 5.0±4.2 3.0±3.6 3.9±3.9 2.8±1.9 3.7±3.9 3.7±3.4 Lauk Pauk 6.5±6.9 10.7±10.2 10.9±4.9 5.0±3.8 11.7±11.1 9.0±7.7 Total 21.3±16.3a118.6±13.0a131.5±18.8a1 21.1±4.1a1 21.7±14.7a1 22.8±13.8 Selama intervensi Jajanan 7.3±3.4 6.1±2.3 11.6±7.6 5.4±3.5 8.2±3.5 7.7±4.6 Sepinggan 1.8±1.8 1.5±1.4 2.0±1.9 3.3±4.2 0.9±1.3 1.9±2.3 Lauk Pauk 5.6±4.1 4.2±3.3 9.6±3.7 7.0±2.2 6.1±2.8 6.5±3.5 Total 14.6±2.5a1 11.8±4.8a123.1±11.7a1 15.7±4.9a1 15.2±3.6a1 16.1±7.0 a

Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antarkelompok (p>0.05). 1Angka yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara sebelum dan selama intervensi (p>0.05). bMinyak terserap pada gorengan sebagai makanan jajanan, sepinggan dan lauk pauk.

Konsumsi Makanan

Menurut rata-rata kelompok, asupan energi subjek tertinggi terdapat pada kelompok intervensi jus tomat (1839.5±340.3 Kal), sedangkan asupan terendah terdapat pada kelompok intervensi teh tawar (1552.0±264.8 Kal) yang dapat dilihat pada Tabel 8. Asupan energi rata-rata yang lebih tinggi pada kelompok intervensi jus tomat dibandingkan dengan kelompok lain disebabkan kontribusi energi dalam pangan intervensi jus tomat lebih tinggi dibandingkan dengan pangan intervensi yang lain (101.3 Kal/takaran saji). Perbedaan rata-rata asupan energi antarkelompok tidak berbeda nyata menurut uji ANOVA (p>0.05; p=0.616). Kelompok intervensi jus tomat memiliki asupan protein tertinggi (49.5±5.7 g), sedangkan kelompok kontrol memiliki asupan terendah (38.2±12.3 g), namun rata-rata asupan protein tidak berbeda nyata antarkelompok (p>0.05; p=0.159). Hasil uji statistik dapat dilihat pada Lampiran 10.

Kelompok intervensi minuman cincau hijau memiliki asupan Ca tertinggi (460.0±344.1 mg) yang sebagian besar dikontribusikan dari agar-agar dan kopi. Asupan Ca terendah terdapat pada kelompok intervensi teh tawar (292.1±120.5 mg). Hasil uji ANOVA menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata asupan Ca antarkelompok (p>0.05; p=0.554).

Asupan rata-rata Fe dan vitamin A tertinggi terdapat pada kelompok intervensi jus tomat (20.3±11.0 mg dan 1117.6±216.9 RE). Kontribusi Fe yang lebih tinggi disebabkan asupan hati ayam oleh beberapa subjek selama intervensi. Rata-rata asupan vitamin A kelompok intervensi jus tomat tertinggi karena adanya kontribusi vitamin A dari jus tomat. Rata-rata asupan Fe terendah terdapat pada kelompok kontrol (10.2±3.0 mg) sedangkan rata-rata asupan vitamin A terendah terdapat pada kelompok intervensi minuman cincau hijau (566.7±209.4 RE). Meskipun demikian, uji ANOVA menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata pada asupan Fe dan vitamin A antarkelompok (p>0.05; p=0.137 dan p=0.154).

15 Asupan vitamin C tertinggi terdapat pada kelompok intervensi pepaya (102.6±13.2 mg). Asupan terendah terdapat pada kelompok intervensi teh tawar (21.5±22.6 mg). Uji ANOVA menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata asupan vitamin C antarkelompok (p>0.05; p= 0.536).

Asupan vitamin E tertinggi terdapat pada kelompok intervensi jus tomat (4.9±2.6 mg) karena terdapat subjek yang mengonsumsi almond dalam dietnya dan juga terdapat kontribusi dari jus tomat. Kandungan vitamin E dalam almond adalah 23.8 mg/100 gram kacang almond yang dipanggang berdasarkan database USDA. Kelompok dengan asupan vitamin E terendah adalah minuman cincau hijau (1.4±0.6 mg). Uji ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan nyata asupan vitamin E diantara lima kelompok (p<0.05; p=0.008). Uji lanjut Duncan menunjukkan kelompok intervensi jus tomat memiliki rata-rata vitamin E yang berbeda dengan kelompok lainnya. Sebesar 50% dari rata-rata konsumsi vitamin E pada kelompok intervensi jus tomat berasal dari jus tomat (2.05 mg).

Tabel 8 Asupan zat gizi subjek (dengan intervensi) per kelompok perlakuan

Zat gizi

Kelompok Minuman

cincau hijau Jus tomat Pepaya Teh tawar Kontrol

Energi (Kal) 1600.9±317.9a 1839.5±340.3a 1698.3±259.0a 1552.0±264.8a 1569.7±411.5a Protein (g) 39.0±4.5a 49.48±5.7a 44.3±9.1a 40.0±3.4a 38.2±12.3a Ca (mg) 460.0±344.1a 397.2±118.5a 451.1±217.8a 292.1±120.5a 296.3±138.2a Fe (mg) 12.3±6.5a 20.3±11.0a 14.0±4.7a 10.9±3.6a 10.2±3.0a Vit. A (RE) 566.7±209.4a 1117.6±216.9a 848.5±226.8a 738.6±304.2a 796.8±547.0a Vit. C (mg) - pangan intervensi1 54.3±69.9a 43.8±12.6a 24.6±13.2a 21.5±22.6a 30.2±16.3a + pangan intervensi1 56.9±69.9ab 62.8±12.6ab 102.6±13.2b 21.5±22.6a 30.2±16.3a Vit. E (mg) 1.4±0.6a 4.9±2.6b 2.9±0.8a 1.9±0.4a 2.2±1.4a ab

Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan terdapat perbedaan nyata. 1Perhitungan zat gizi: tanpa pangan intervensi (-); dengan pangan intervensi (+).

Sebagian besar tingkat kecukupan energi (32%) subjek berada pada kategori defisit berat sedangkan tingkat kecukupan protein (36%) berada pada kategori defisit sedang. Sebagian kecil subjek (12%) memiliki tingkat kecukupan energi dan protein kategori defisit ringan (Tabel 9). Subjek memiliki tingkat kecukupan energi dan protein kategori defisit berat dan sedang karena subjek hanya mengonsumsi makanan sepinggan satu atau dua kali dalam sehari dan tidak disertai dengan selingan. Tidak terdapat perbedaan nyata pada tingkat kecukupan energi dan protein di antara kelompok (p>0.05; p=0.487 dan p=0.261). Hasil uji statistik terdapat pada Lampiran 11.

Tingkat kecukupan zat gizi mikro yaitu Ca, Fe dan vitamin E pada sebagian besar subjek berada pada kategori kurang. Kekurangan zat gizi Ca pada subjek penelitian disebabkan konsumsi yang rendah pada pangan sumber kalsium seperti susu dan produk olahannya (Almatsier 2009). Subjek yang tidak mengonsumsi susu minimal 1 gelas setiap hari dan juga tidak diimbangi dengan asupan kalsium dari sumber lain seperti produk olahan susu ataupun sumber hewani yang dikonsumsi dengan tulangnya. Asupan Fe yang kurang pada subjek disebabkan kurangnya jumlah konsumsi pangan hewani (daging, ayam, dan ikan).

16

Defisiensi vitamin E subjek disebabkan oleh konsumsi biji-bijian yang sedikit. Hasil uji ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan nyata pada tingkat kecukupan vitamin E (p<0.05; p=0.008), namun tidak terdapat perbedaan pada tingkat kecukupan Ca dan Fe (p>0.05; p=0.554 dan p=0.137). Uji lanjut Duncan menunjukkan kelompok intervensi jus tomat memiliki tingkat kecukupan vitamin E paling berbeda dibandingkan dengan keempat kelompok lainnya.

Sebagian besar subjek memiliki tingkat kecukupan vitamin A dan C yang cukup. Asupan vitamin A subjek sebagian besar berasal dari minyak kelapa sawit dan sayuran (sawi dan wortel). Minyak kelapa sawit secara tidak langsung dikonsumsi subjek melalui gorengan. Hasil penelitian Martianto et al. (2009) menunjukkan bahwa pengulangan penggorengan pada minyak goreng curah dapat menurunkan retensi vitamin A yaitu penggorengan pertama 81%-94%, penggorengan kedua 64%-77%, dan penggorengan ketiga 51-63%, namun dalam penelitian ini, peneliti mengasumsikan bahwa minyak kelapa sawit yang digunakan dalam gorengan merupakan minyak kelapa sawit yang masih berkualitas baik karena data kandungan zat gizi diperoleh melalui DKBM. Tingkat kecukupan vitamin C pada kelompok intervensi pepaya paling berbeda dengan kelompok kontrol, namun tidak terdapat perbedaan nyata di antara lima kelompok pada tingkat kecukupan vitamin A.

Tabel 9 Tingkat kecukupan gizi subjek (dengan intervensi) per kelompok perlakuan

Kategori

Kelompok Minuman

cincau hijau Jus tomat Pepaya Teh tawar Kontrol Total

n % n % n % n % n % n % Energi Defisit berat 2 40 1 20 1 20 2 40 2 40 8 32 Defisit sedang 1 20 1 20 1 20 3 60 1 20 7 28 Defisit ringan 1 20 1 20 1 20 0 0 0 0 3 12 Normal 1 20 2 40 2 40 0 0 2 40 7 28 Di atas kebutuhan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Total 5 100 5 100 5 100 5 100 5 100 25 100 Rata-rata (%) 74.6±13.1a 83.6±21.5a 83.6±13.5a 67.1±10.4a 77.6±20.5a 77.3±16.2 Protein Defisit berat 1 20 0 0 1 20 2 40 2 40 6 24 Defisit sedang 3 60 1 20 1 20 3 60 1 20 9 36 Defisit ringan 1 20 2 40 0 0 0 0 0 0 3 12 Normal 0 0 2 40 3 60 0 0 2 40 7 28 Di atas kebutuhan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Total 5 100 5 100 5 100 5 100 5 100 25 100 Rata-rata (%) 73.8±12.0a 89.3±13.4a 87.5±18.4a 69.8±8.0a 75.8±24.1a 79.2±16.7 Ca Cukup 1 20 0 0 0 0 0 0 0 0 1 4 Kurang 4 80 5 100 5 100 5 100 5 100 24 96 Total 5 100 5 100 5 100 5 100 5 100 25 100 Rata-rata (%) 41.8±31.3a 36.1±10.8a 41.0±19.8a 26.6±11.0a 26.9±12.6a 34.5±18.4 Fe Cukup 1 20 2 40 1 20 0 0 0 0 4 16 Kurang 4 80 3 60 4 80 5 100 5 100 21 84

17

Kategori

Kelompok Minuman

cincau hijau Jus tomat Pepaya Teh tawar Kontrol Total

n % n % n % n % n % n % Total 5 100 5 100 5 100 5 100 5 100 25 100 Rata-rata (%) 47.2±25.0a 78.0±42.3a 53.7±18.0a 42.1±13.8a 39.0±11.5a 52.0±26.7 Vit.A Cukup 5 100 5 100 5 100 5 100 4 80 24 96 Kurang 0 0 0 0 0 0 0 0 1 20 1 4 Total 5 100 5 100 5 100 5 100 5 100 25 100 Rata-rata (%) 113.3±41.9a 223.5±43.4a 169.7±45.4a 147.7±60.8a 159.4±109.4a 162.7±70.0 Vit. C Cukup 2 40 5 100 5 100 1 20 1 20 14 56 Kurang 3 60 0 0 0 0 4 80 4 80 11 44 Total 5 100 5 100 5 100 5 100 5 100 25 100 Rata-rata (%) 75.9±93.2ab 83.7±16.8ab 136.8±17.6b 28.7±30.1a 40.3±21.7a 73.1±57.3 Vit.E Cukup 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Kurang 5 100 5 100 5 100 5 100 5 100 25 100 Total 5 100 5 100 5 100 5 100 5 100 25 100 Rata-rata (%) 9.6±4.0a 32.9±17.7b 19.2±5.6a 12.3±2.5a 14.5±9.2a 17.7±12.1 ab

Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05)

Malondialdehid (MDA)

Peroksida lipid merupakan kerusakan oksidatif dari lipid tidak jenuh ganda yang melibatkan reactive oxygen species (ROS) dan ion logam transisi. Peroksida lipid adalah mekanisme kerusakan sel molekular yang dapat memunculkan berbagai produk sitotoksik yaitu aldehida seperti malondialdehid (MDA) dan 4-hydroxynonrnal (HNE). Keadaan tersebut akan menyebabkan stres oksidatif bila tidak diimbangi dengan kadar antioksidan yang cukup dalam tubuh (Hogg et al. 1961; Cao et al. 1966 dalam Shalaby dan Shanab 2013). Dengan demikian, malondialdehid merupakan produk peroksidasi lipid yang menjadi respon adanya kerusakan seluler oksidatif dan menjadi penanda stres oksidatif.

Menurut Amirkhizi et al. (2007), kadar normal MDA plasma wanita sehat 20-45 tahun dengan IMT normal (19-25 kg/m2) adalah <1.4±0.3 µmol/L. Rata-rata kadar MDA pre-intervensi subjek adalah di atas normal. Hal tersebut diduga karena subjek memiliki kebiasaan mengonsumsi gorengan. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata kadar MDA plasma antarkelompok saat pre-intervensi (p>0.05; p=0.800), sedangkan saat post-intervensi menunjukkan hasil berbeda nyata (p<0.05; p=0.006). Perbedaan tersebut diduga disebabkan adanya perlakuan yang berbeda pada tiap kelompok dalam penelitian ini.

Keempat kelompok dengan intervensi menunjukkan penurunan kadar MDA darah saat post-intervensi. Kelompok kontrol menunjukkan peningkatan kadar MDA plasma (Gambar 1). Hasil uji T pada kadar MDA darah pre-intervensi dengan post-intervensi yang dilakukan pada masing-masing kelompok menunjukkan bahwa kelompok intervensi minuman cincau hijau dan jus tomat

18

memiliki kadar MDA darah

MDA darah pre-intervensi (p<0.05; p=0.026 dan p=0.045). Hasil uji statisti dapat dilihat pada Lampiran 18

Penurunan kadar MDA sesuai dengan penelitian Bub

dewasa sehat dan diintervensi selama 2 minggu dengan pemberian 330 ml jus/hari, namun penurunan MDA dalam pen

MDA post-intervensi akibat konsumsi minuman cincau hijau dalam penelitian ini didukung oleh hasil penelitian

oblongifolia Merr. dapat meningkatkan kapasitas antioksidan limfosi

dapat menangkal radikal bebas karena adanya sel tumor yang ditransplantasikan. Tidak terdapatnya perubahan secara

intervensi dibandingkan pre-intervensi pada kelompok tawar disebabkan konsumsi gorengan pada

lebih tinggi. Selain itu, aktivitas antioksidan dalam jenis pepaya yang digunakan dalam penelitian ini tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan

yang lain.

Penelitian O’Reilly et a

hitam (3.3 g dalam 300 ml air) selama 14 hari pada dewasa sehat mengakibatkan penurunan MDA-LDL autoantibody titer

plasma merupakan salah satu penanda terjadinya peroksida lipid dalam tubuh namun penurunan tersebut tidak signifikan. Studi Rietveld dan Wiseman (2003) juga menunjukkan terdapat kecenderungan penurunan peroksidasi lipid secara in vivo akibat konsumsi teh namun penurunan tersebut

statistik.

Keterangan: abcHuruf yang berbeda

perbedaan nyata antarkelompok perlakuan (p<0.05). satu kelompok menunjukkan perbedaan nyata antara Gambar 1 Rata-rata dan selisih

Perhitungan selisih kadar MDA dimaksudkan untuk melihat pola MDA pada keadaan post-intervensi

ANOVA memberikan hasil bahwa terdapat perbedaan nyata pada selisih (delta) kadar MDA plasma antarkelompok (p<0.05; p=0.026). Tanda

kelompok kontrol berarti peningkatan kadar MDA dengan pre-intervensi (Gambar 1

perbedaan kadar MDA yang nyata dibandingkan dengan kelompok kontrol sedangkan kelompok intervensi pepaya, teh tawar dan jus tomat menunjukkan

0 2 Minuman cincau hijau Jus tomat 1.981a 1.202a K a d ar M D A m o l/ L ) Pre

post-intervensi yang berbeda nyata dengan kadar (p<0.05; p=0.026 dan p=0.045). Hasil uji statisti 18.

runan kadar MDA post-intervensi pada kelompok intervensi jus tomat Bub et al. (2000) yang dilakukan pada subjek laki dewasa sehat dan diintervensi selama 2 minggu dengan pemberian 330 ml jus/hari, namun penurunan MDA dalam penelitian ini lebih tinggi. Penurunan intervensi akibat konsumsi minuman cincau hijau dalam penelitian ini hasil penelitian Setiawati (2003) bahwa pemberian teh Premna

dapat meningkatkan kapasitas antioksidan limfosit mencit dapat menangkal radikal bebas karena adanya sel tumor yang ditransplantasikan.

Tidak terdapatnya perubahan secara nyata kadar MDA plasma post intervensi pada kelompok intervensi pepaya dan teh tawar disebabkan konsumsi gorengan pada subjek di kelompok intervensi pepaya aktivitas antioksidan dalam jenis pepaya yang digunakan dalam penelitian ini tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan pangan intervensi

et al. (2001) memberikan hasil bahwa intervensi teh dalam 300 ml air) selama 14 hari pada dewasa sehat mengakibatkan autoantibody titer plasma. MDA-LDL autoantibody titer

satu penanda terjadinya peroksida lipid dalam tubuh namun penurunan tersebut tidak signifikan. Studi Rietveld dan Wiseman (2003) menunjukkan terdapat kecenderungan penurunan peroksidasi lipid secara in vivo akibat konsumsi teh namun penurunan tersebut tidak signifikan secara

Huruf yang berbeda pada kelompok yang berbeda dalam satu waktu menunjukkan perbedaan nyata antarkelompok perlakuan (p<0.05). 12Angka yang berbeda

menunjukkan perbedaan nyata antara pre dan post-intervensi (p<0.05). dan selisih kadar MDA darah subjek antarkelompok (µmol/L) Perhitungan selisih kadar MDA dimaksudkan untuk melihat pola MDA

intervensi yang dibandingkan dengan pre-intervensi. Uji ANOVA memberikan hasil bahwa terdapat perbedaan nyata pada selisih (delta)

Dokumen terkait