• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Bobot Kering Benih, Kadar Air Benih, Bobot Kering Benih Setelah Kering Angin selama 4 hari, Kadar Air Benih Setelah Kering Angin selama 4 hari

Pengaruh perlakuan periode panen terhadap parameter bobot kering benih, kadar air benih, bobot kering benih setelah kering angin selama 4 hari, kadar air benih setelah kering angin selama 4 hari dapat dilihat pada tabel 1

Tabel 1. Bobot Kering Benih (g) (BKB), Kadar Air Benih (%) (KAB), Bobot Kering Benih Setelah Kering Angin selama 4 hari (g) (BKB 4), Kadar Air Benih Setelah Kering Angin selama 4 hari (%) (KAB 4) Pada Periode1-6. Periode Panen Parameter BKB (g) KAB (%) BKB 4 (g) KAB 4 (%) P1 1,13a 49,18 1,11a 14,44 P2 1,13ab 49,00 1,14a 13,31 P3 1,07b 48,94 1,09b 13,82 P4 1,08ab 51,84 1,10a 14,41 P5 1,07b 50,52 0,64b 15,91 P6 1,10ab 49,73 1,14a 14,88

Keterangan : Angka-angka yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Bobot Kering Benih (g)

Data pengamatan bobot kering benih dan daftar sidik ragam pada periode panen 1-6 dapat dilihat Lampiran 1 dan 2 yang menunjukan bahwa periode panen rosela memberikan pengaruh nyata terhadap parameter bobot kering benih rosela. Bobot kering benih rosela tertinggi terdapat pada periode panen 1 dan 2 yaitu sebesar 1,13 g yang berbeda nyata pada periode panen 3 dan 5 tetapi tidak berbeda

nyata dengan periode panen 4 dan 6 dan terendah pada periode panen 3 dan 5 yaitu 1,07 g yang berbeda nyata pada periode panen 1 tetapi berbeda tidak nyata pada periode panen 2, 4 dan 6.

Kadar Air Benih (%)

Data pengamatan kadar air benih dan daftar sidik ragam pada periode panen 1-6 dapat dilihat Lampiran 3 dan 4 yang menunjukan bahwa periode panen rosela tidak memberikan pengaruh nyata terhadap parameter kadar air benih rosela. Kadar air benih rosela tertinggi terdapat pada periode panen 4 yaitu sebesar 51,84 % dan terendah pada periode panen 2 yaitu 49,00 %.

Bobot Kering Benih Setelah Kering Angin Selama 4 Hari (g)

Data pengamatan bobot kering benih setelah dikering anginkan selama 4 hari dan daftar sidik ragam pada periode panen 1-6 dapat dilihat Lampiran 5 dan 6 yang menunjukan bahwa periode panen rosela memberikan pengaruh nyata terhadap bobot kering benih setelah dikering anginkan selama 4 hari. Bobot kering benih setelah dikering anginkan selama 4 hari tertinggi diperoleh pada periode panen 2 dan 6 yaitu 1,14 g yang berbeda tidak nyata dengan periode panen 1, 3 dan 4 dan terendah terdapat pada periode panen 5 yaitu 0,64 g yang berbeda tidak nyata dengan periode panen 1, 2, 3, 4 dan 6.

Kadar Air Benih Setelah Kering Angin Selama 4 Hari (%)

Data pengamatan kadar air benih setelah 4 hari dan daftar sidik ragam pada periode panen 1-6 dapat dilihat Lampiran 7 dan 8 yang menunjukan bahwa periode panen rosela tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air benih rosela

setelah kering angin selama 4 hari. Kadar air benih rosela setelah 4 hari tertinggi diperoleh pada periode panen 5 yaitu 15,91 % dan terendah diperoleh pada periode panen 2 yaitu 13,31 % .

Bobot 100 Biji, Jumlah Biji/Buah dan Laju Perkecambahan

Pengaruh perlakuan periode panen terhadap parameter bobot 100 biji, jumlah biji/buah dan laju perkecambahan dapat dilihat pada tabel 2

Tabel 2. Bobot 100 Biji (g) (B.100), Jumlah Biji/Buah (JB/B), Laju Perkecambahan (hari) (LP) Pada Periode 1-6.

Periode Panen Parameter

B.100 (g) JB/B LP (Hari) P1 4,52 a 21,85 6,63 P2 4,58 a 20,90 7,49 P3 4,08 b 22,70 7,40 P4 4,26 b 22,05 7,20 P5 3,81 c 23,45 6,49 P6 4,14 b 22,85 7,12

Keterangan : Angka-angka yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Bobot 100 Biji (g)

Data pengamatan bobot 100 biji setelah dikering anginkan selama 4 hari dan daftar sidik ragam pada periode panen 1-6 dapat dilihat Lampiran 9 dan 10 yang menunjukan bahwa periode panen rosela memberikan pengaruh nyata terhadap bobot 100 biji rosela setelah dikering anginkan selama 4 hari. Bobot 100 benih setelah dikering anginkan selama 4 hari (g) tertinggi diperoleh pada periode panen 2 yaitu 4,58 g berbeda nyata dengan periode panen 3, 4, 5 dan 6 tetapi berbeda tidak nyata dengan periode panen 1 dan terendah diperoleh pada periode panen 5 yaitu 3,81 g berbeda nyata dengan periode panen 1, 2, 3, 4 dan 6.

Jumlah Biji/Buah

Data pengamatan jumlah biji per buah dan daftar sidik ragam pada periode panen 1-6 dapat dilihat Lampiran 11 dan 12 yang menunjukan bahwa periode panen rosela memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah biji per buah. Jumlah biji per buah (biji) tertinggi diperoleh pada perisode panen 5 yaitu sebesar 23,45 biji dan terendah pada periode panen 2 yaitu 20,90 biji.

Laju Perkecambahan (hari)

Data pengamatan laju perkecambahan (hari) dan daftar sidik ragam pada periode panen 1-6 dapat dilihat Lampiran 13 dan 14 yang menunjukan bahwa periode panen rosela memberikan pengaruh tidak nyata terhadap laju perkecambahan. Laju perkecambahan (hari) tertinggi diperoleh pada periode panen 2 yaitu sebesar 7,49 hari dan terendah pada periode panen 5 yaitu 6,49 hari. Kecambah Normal, Kecambah Abnormal dan Benih Tidak Berkecambah

Pengaruh perlakuan periode panen terhadap kecambah normal, kecambah abnormal dam benih tidak berkecambah dapat dilihat pada tabel 3

Tabel 3. Kecambah Normal (%) (KN), Kecambah Abnormal (%) (KAN), Benih Tidak Berkecambah (%) (BTB) PadaPeriode 1-6.

Periode Panen Parameter

KN (%) KAN (%) BTB (%) P1 28,00b 0,50 71,50a P2 36,00b 1,50 62,50a P3 26,50b 2,00 71,50a P4 49,50ab 1,50 49,00b P5 60,50a 0,00 39,50c P6 43,50b 0,50 56,00a

Keterangan : Angka-angka yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %

Kecambah Normal (%)

Data pengamatan uji daya kecambah pada kecambah normal dan daftar sidik ragam pada periode panen 1-6 dapat dilihat Lampiran 15 dan 17 yang menunjukan bahwa periode panen rosela memberikan pengaruh nyata terhadap uji daya kecambah pada kecambah normal. Uji daya kecambah pada kecambah normal tertinggi diperoleh pada periode panen 5 yaitu 60,50 % berbeda nyata dengan periode panen 1, 2, dan 3 dan 6 tetapi berbeda tidak nyata dengan periode panen 4 dan terendah diperoleh pada periode panen 3 yaitu 26,50 % berbeda nyata dengan periode panen 5 tetapi tidak berbeda nyata dengan periode 1, 2, 4 dan 6.

Kecambah Abnormal (%)

Data pengamatan uji daya kecambah pada kecambah abnormal dan daftar sidik ragam pada periode panen 1-6 dapat dilihat Lampiran 18 dan 20 yang menunjukan bahwa periode panen rosela memberikan pengaruh tidak nyata terhadap uji daya kecambah pada kecambah abnormal. Uji daya kecambah pada kecambah abnormal tertinggi diperoleh pada periode panen 3 yaitu 2,00 % dan terendah diperoleh pada periode panen 5 yaitu 0,00 %.

Benih Tidak Berkecambah (%)

Data pengamatan daya kecambah pada benih tidak berkecambah dan daftar sidik ragam pada periode panen 1-6 dapat dilihat Lampiran 21 dan 23 yang

menunjukan bahwa periode panen rosela memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju perkecambahan pada benih yang tidak berkecambah. Benih tidak

berkecambah tertinggi diperoleh pada periode panen 1 dan 3 yaitu sebesar 71,50 % yang berbeda nyata terhadap periode panen 4 dan 5, tetapi tidak berbeda

nyata dengan periode panen 2 dan 6 dan terendah pada periode panen 5 yaitu 39,50 % yang berbeda nyata denga periode panen 1, 2, 3, 4 dan 6.

Indeks Vigor dan Bobot Kering Kecambah

Pengaruh perlakuan periode panen terhadap parameterindeks vigor dan bobot kering kecambah dapat dilihat pada tabel 4

Tabel 4. Indeks Vigor (IV), Bobot Kering Kecambah (g) (BKK) Pada Periode 1-6.

Periode Panen Parameter

IV BKK (g) P1 6,03 0,43bc P2 6,55 0,43bc P3 5,13 0,27c P4 9,14 0,84abc P5 11,46 0,98a P6 8,32 0,88ab

Keterangan : Angka-angka yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %

Indeks Vigor

Data pengamatan indeks vigor dan daftar sidik ragam pada periode panen 1-6 dapat dilihat pada Lampiran 24 dan 26 yang menunjukan bahwa periode panen rosela memberikan pengaruh tidak nyata terhadap indeks vigor rosela. Indeks vigor rosela tertinggi diperoleh pada periode panen 5 yaitu sebesar 11,46 dan terendah pada periode panen 3 yaitu 5,13.

Bobot Kering Kecambah (g)

Data pengamatan bobot kering kecambah dan daftar sidik ragam pada periode panen 1-6 dilihat pada Lampiran 27 dan 29 yang menunjukan bahwa periode panen rosela memberikan pengaruh nyata bobot kering kecambah. Bobot kering kecambah tertinggi diperoleh pada periode panen 5 yaitu 0,98 g berbeda nyata dengan periode panen 1, 2, dan 3 tetapi berbeda tidak nyata dengan periode panen 4 dan 6 dan terendah diperoleh pada periode panen 3 yaitu 0,27 g berbeda nyata dengan periode panen 5 dan 6 tetapi berbeda tidak nyata dengan periode 1,2 dan 4.

Pola Perkecambahan

Perkembangan Bentuk Morfologi dari Kecambah Pola Perkecambahan

Plumula

Radikula Epikotil

Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa bobot kering benih setelah dikering anginkan selama 4 hari yang tertinggi diperoleh pada periode panen 2 dan 6 yaitu 1,14 g dan terendah terdapat pada periode panen 5 yaitu 0,64 g. Benih yang memiliki bobot kering yang tinggi artinya benih tersebut sudah banyak memanfaatkan cadangan makanan untuk pertumbuhannya sehingga cadangan yang dimiliki oleh benih tersebut tinggal sedikit untuk tumbuh dan berkembang, sebaliknya benih yang memiliki bobot kering yang rendah artinya benih tersebut masih memiliki banyak cadangan makanan yang cukup untuk tumbuh dan berkembang sehingga pertumbuhan dan perkembangan pada periode 5 lebih baik karena cadangan makanan untuk pertumbuhan dan perkembangannya tersedia. Hal ini terkait Sadjad (1989) yakni bobot kering benih merupakan tolak ukur viabilitas potensial yang menggambarkan banyaknya cadangan makanan yang tersedia sehingga bila dikondisikan pada lingkungan yang sesuai mampu tumbuh dan berkembang dengan baik.

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa kadar air benih setelah dikering anginkan selama 4 hari yang tertinggi diperoleh pada periode panen 5 yaitu 15,91 % dan terendah diperoleh pada periode panen 2 yaitu 13,31 %. Berdasarkan tabel 1 kadar air benih pada saat panen menurun untuk semua periode 1-6 bila dikering anginkan selama 4 hari. Penurunan kadar air benih pada periode 5 sebesar 34,61 % lebih tinggi dibandingkan periode panen 1, 2, 3, 4 dan 6. Hal ini terkait literatur Harington (1972) dalam Hendrawati (1993) Penurunan kadar air benih berkolerasi terhadap daya perkecambahan benih yang merupakan

salah satu tolak ukur viabilitas benih, sehingga tingginya penurunan kadar air benih pada periode 5 sejalan dengan tingkat daya perkecambahannya.

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa bobot 100 biji setelah dikering anginkan selama 4 hari yang tertinggi diperoleh pada periode panen 2 yaitu 4,58 g dan terendah diperoleh pada periode panen 5 yaitu 3,81. Bobot biji yang rendah pada periode 5 disebabkan rata-rata jumlah biji/buah sebesar 23,45 yang lebih banyak dibandingkan pada periode 1, 2, 3, 4 dan 6, karena jumlah biji yang banyak dalam satu buah sehingga cadangan makanan pada benih tersebut terbagi-bagi untuk tiap benihnya sehingga bobot 100 biji rendah. Bobot benih yang berat cendrung memiliki cadangan makanan yang banyak dibandingkan benih yang ukurannya lebih kecil. Cadangan makanan tersebut dipergunakan sebagai energi untuk perkecambahan benih. Periode panen 5 memiliki bobot 100 biji yang paling rendah akan tetapi laju perkecambahan pada periode ini sangat cepat dibandingkan periode 1, 2, 3, 4 dan 6. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menunjang benih tersebut cepat berkecambah diantaranya faktor kemampuan benih menyerap air, kondisi media, suhu dan kelembaban. Hal ini terkait literatur Sutopo (1985) yakni pada kondisi media yang terlalu basah akan dapat menghambat aerasi dan merangsang timbulnya penyakit serta busuk benih akibat cendawan atau bakteri dan benih akan berkecambah pada kisaran air tersedia.

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa uji daya kecambah pada kecambah normal yang tertinggi diperoleh pada periode panen 5 yaitu 60,50 % dan terendah diperoleh pada periode panen 3 yaitu 26,50 %. Periode panen 5 adalah periode panen yang memiliki viabilitas yang baik dibandingkan periode

panen 1, 2, 3, 4 dan 6 hal tersebut terjadi karena daya kecambah menggambarkan kemampuan benih untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman pada kondisi optimun, selain itu indikator viabilitas benih salah satunya adalah kecambah yang tumbuh dan berproduksi normal pada kondisi optimum. Hal ini sesuai dengan Sadjad 1993 dalam Nindita (2004) bahwa viabilitas potensial menunjukkan kemampuan benih untuk tumbuh menjadi tanaman normal, berproduksi normal pada kondisi optimum dengan tolak ukur daya kecambah dan kecambah normal merupakan kecambah yang memiliki kemampuan untuk tumbuh menjadi tanaman normal jika ditanam dengan kondisi lingkungan yang mendukung, memiliki hipokotil, epikotil, yang berkembang baik, tanpa kerusakan terutama pada jaringan pendukung dan bagi kotiledon plumula normal.

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa bobot kering kecambah yang tertinggi diperoleh pada periode panen 5 yaitu 0,98 g dan terendah diperoleh pada periode panen 3 yaitu 0,27 g. Benih pada periode panen 5 merupakan benih yang memiliki viabilitas yang baik untuk pertanaman karena bobot kering benih yang tingggi dapat menggambarkan bahwa adanya pemanfaatan cadangan makanan yang efisien dalam benih. Viabilitas benih pada periode panen 5 lebih baik dibandingkan benih pada periode panen 1, 2, 3, 4 dan 6. Hal ini terkait dengan Sadjad (1989) yakni bobot kering kecambah normal merupakan tolak ukur viabilitas potensial yang menggambarkan banyaknya cadangan makanan yang tersedia sehingga bila dikondisikan pada lingkungan yang sesuai mampu tumbuh dan berkembang dengan baik dan bobot kering kecambah yang tinggi dapat menggambarkan pemanfaatan cadangan makanan dalam benih efisien.

Berdasarkan hasil pengamatan bahwa periode panen 1-6 berpengaruh tidak nyata terhadap laju perkecambahan. Laju perkecambahan tertinggi diperoleh pada periode panen 2 yaitu sebesar 7,49 hari dan terendah pada periode panen 5 yaitu 6,49 hari. Dari hal tersebut diketahui bahwa benih pada periode panen 5 kecepatan tumbuh kecambah lebih cepat/singkat dalam batas waktu yang telah ditetapkan sedangkan pada periode 2 laju perkecambahannya tinggi artinya membutuhkan waktu yang relatif lama untuk berkecambah pada batas waktu yang telah ditetapkan sehingga viabilitas benih pada periode 5 lebih baik dibanding periode panen 1, 2, 3, 4, dan 6. Hal ini juga didukung oleh literatur Sutopo (1985) yang menyatakan bahwa nilai persentase kecepatan yang tinggi berarti benih tersebut membutuhkan hari untuk berkecambah yang lama dan sebaliknya benih yang memiliki nilai persentase kecepatan yang rendah menunjukkan bahwa benih tersebut cepat pertumbuhannya kecambahnya. Semakin rendah jumlah rata-rata hari berkecambah akan menunjukkan semakin cepat perkecambahan itu terjadi. Jumlah rata-rata hasil perkecambahan mencerminkan kekuatan tumbuh kecambah. Semakin rendah jumlah rata-rata hari berkecambah menunjukkan semakin cepat perkecambahan itu terjadi dan pertumbuhan kecambahnya kuat.

Dokumen terkait