• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Periode Panen Terhadap Viabilitas Benih Rosela (Hibiscus sabdariffa L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Periode Panen Terhadap Viabilitas Benih Rosela (Hibiscus sabdariffa L.)"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 33. Gambar Penelitian

Supervisi pertanaman rosela di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan bersama anggota komisi pembimbing ibu Ir. Ratna Rosanty Lahay, MP., pada tanggal 3 Mei 2013.

Supervisi viabilitas benih rosela dari pertanaman rosela di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan bersama ketua komisi pembimbing ibu Ir. Haryati, MP., pada tanggal 16 Juni 2013.

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

LAMPIRAN DATA

Lampiran 1. Data Bobot Kering Benih (g) Pada Periode Panen 1-6

Periode Panen

Ulangan

Total Rata-rata

1 2 3 4

P1 1,10 1,13 1,11 1,17 4,51 1,13

P2 1,15 1,15 1,14 1,09 4,53 1,13

P3 1,09 1,09 1,04 1,07 4,29 1,07

P4 1,08 1,11 1,08 1,03 4,30 1,08

P5 1,01 1,09 1,09 1,07 4,26 1,07

P6 1,06 1,16 1,13 1,05 4,40 1,10

Total 6,49 6,73 6,59 6,48 26,29 6,57

Lampiran 2. Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Benih Pada Periode Panen 1-6

SK db JK KT Fhitung Ket F 5%

Ulangan 3 0,007 0,002 2,047 tn 3,29

Perlakuan 5 0,017 0,003 3,126 * 2,90

Galat 15 0,016 0,001

Total 23 0.040

(8)

Lampiran 3. Data Kadar Air Benih (%) Pada Periode Panen 1-6

Periode Panen

Ulangan

Total Rata-rata

1 2 3 4

P1 48,35 48,40 51,52 48,45 196,72 49,18 P2 47,72 46,51 50,21 51,55 195,99 49,00 P3 43,95 51,98 52,29 47,54 195,76 48,94 P4 57,13 50,00 50,95 49,26 207,34 51,84 P5 51,2 51,12 50,00 49,76 202,08 50,52 P6 50,92 47,98 49,77 50,23 198,90 49,73 Total 299,27 295,99 304,74 296,79 1,196,79 299,20 Lampiran 4. Daftar Sidik Ragam Kadar Air Benih Pada Periode Panen 1-6

SK db JK KT Fhitung Ket F 5%

Ulangan 3 7,80 2,60 0,36 tn 3,29

Perlakuan 5 25,63 5,13 0,71 tn 2,90

Galat 15 107,85 7,19

Total 23 141,28

(9)

Lampiran 5. Data Bobot Kering Benih Setelah Dikering Anginkan Selama 4 Hari (g)

(10)

Lampiran 7. Data Kadar Air Benih Setelah 4 Hari (%) Pada Periode Panen 1-6

Periode Panen

Ulangan

Total Rata-rata

1 2 3 4

P1 13,82 17,55 12,40 13,97 57,74 14,44 P2 11,59 15,82 14,28 11,53 53,22 13,31 P3 14,07 13,70 13,84 13,67 55,28 13,82 P4 14,56 14,50 14,07 14,50 83,82 14,41 P5 11,95 15,17 14,08 20,71 61,91 15,91 P6 10,86 14,28 15,82 18,57 59,53 14,88 Total 76,85 91,02 81,49 92,95 345,31 86,33

Lampiran 8. Daftar Sidik Ragam Kadar Air Benih Setelah Dikering Anginkan Selama 4 Hari Pada Periode Panen 1-6

SK db JK KT Fhitung Ket F 5%

Ulangan 3 26,52 8,84 1,82 tn 3,29

Perlakuan 5 11,71 2,34 0,47 tn 2,90

Galat 15 74,45 4,96

Total 23 112,68 4,90

(11)
(12)

Lampiran 11. Data Jumlah Biji/Buah (Biji) Pada Periode Panen 1-6

Periode Panen

Ulangan

Total Rata-rata

1 2 3 4

P1 23,20 20,40 21,40 22,40 87,40 21,85 P2 21,20 20,60 20,60 21,20 83,60 20,90 P3 23,20 21,20 23,20 23,20 90,80 22,70 P4 22,40 23,00 22,00 20,80 88,20 22,05 P5 23,20 23,60 23,80 23,20 93,80 23,45 P6 23,60 21,40 23,40 23,00 91,40 22,85 Total 137,00 130,00 134,00 134,00 535,00 133,80 Lampiran 12. Daftar Sidik Ragam Jumlah Biji/Buah Pada Periode Panen 1-6

SK db JK KT Fhitung Ket F 5%

Ulangan 3 3,72 1,24 0,17 tn 3,29

Perlakuan 5 16,04 3,21 0,44 tn 2,90

Galat 15 109,00 7,27 Total 23 128,76 5,60 KK = 12,08 %

(13)

Lampiran 13. Data Laju Perkecambahan (Hari) Pada Periode Panen 1-6

Periode Panen

Ulangan

Total Rata-rata

1 2 3 4

P1 6,11 5,33 7,33 7,75 26,52 6,63

P2 8,00 7,66 6,95 7,36 29,97 7,49

P3 8,66 4,90 8,83 7,22 29,61 7,40

P4 8,11 8,68 4,76 7,25 28,80 7,20

P5 5,68 6,22 7,07 7,00 25,97 6,49

P6 7,09 8,45 6,86 6,07 28,47 7,12

Total 43,65 41,24 41,80 42,65 169,34 42,34 Lampiran 14. Daftar Sidik Ragam Laju Perkecambahan Pada Periode Panen 1-6

SK db JK KT Fhitung Ket F 5%

Ulangan 3 0,55 0,18 0,10 tn 3,29

Perlakuan 5 3,34 0,67 0,37 tn 2,90

Galat 15 26,90 1,79 Total 23 30,79 1,34 KK = 18,98 %

(14)

Lampiran 15. Data Kecambah Normal (%) Pada Periode Panen 1-6

(15)

Lampiran 17. Data Kecambah Abnormal (%) Pada Periode Panen 1-6

Lampiran 18. Data Kecambah Abnormal (%) Pada Periode Panen 1-6 Setelah Ditransformasi Akar atau √x+0.5

(16)

Lampiran 20. Data Benih Tidak Berkecambah (%) Pada Periode Panen 1-6

(17)

Lampiran 23. Data Indeks Vigor Pada Periode Panen 1-6

Periode Panen

Ulangan

Total Rata-rata

1 2 3 4

P1 12,22 2,79 6,32 2,80 24,13 6,03 P2 3,83 2,63 9,63 10,11 26,20 6,55 P3 2,65 5,46 4,40 8,02 20,53 5,13 P4 7,15 9,59 11,46 8,37 36,57 9,14 P5 14,32 13,53 9,93 8,04 45,82 11,46 P6 5,08 8,88 9,54 9,76 33,26 8,32 Total 45,25 42,88 51,28 47,10 186,51 46,63

Lampiran 24. Daftar Sidik Ragam Indeks Vigor Pada Periode Panen 1-6

SK db JK KT Fhitung Ket F 5%

Ulangan 3 6,30 2,10 0,19 tn 3,29

Perlakuan 5 108,89 21,78 1,99 tn 2,90

Galat 15 164,11 10,94

Total 23 279,31 15,68

(18)

Lampiran 25. Data Bobot Kering Kecambah (g) Pada Periode Panen 1-6

Periode Panen

Ulangan

Total Rata-rata

U1 U2 U3 U4

P1 0,77 0,44 0,37 0,13 1,71 0,43

P2 0,10 0,12 0,68 0,82 1,72 0,43

P3 0,11 0,27 0,31 0,40 1,09 0,27

P4 0,55 0,73 1,58 0,49 3,35 0,84

P5 1,01 1,16 1,04 0,69 3,90 0,98

P6 1,13 0,46 0,83 1,10 3,52 0,88

Total 3,67 3,18 4,81 3,63 15,29 3,82

Lampiran 26. Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Kecambah Pada Periode Panen 1-6

SK db JK KT Fhitung Ket F 5%

Ulangan 3 0,24 0,08 0,75 tn 3,29

Perlakuan 5 1,17 0,35 3,23 * 2,9

Galat 15 1,61 0,11

Total 23 3,58 0,16

(19)
(20)

DAFTAR PUSTAKA

Abdual baki, A.A. dan J.D. Anderson. 1973. Relationship Between Decarboxilation of Glutamic Acid and Vigour in Soybean Seed. Crop Sci., 13 : 222–226.

Berlin, Jan. Yeni, H. Masano. 1998. Studi Fenologi dan Pengaruh Posisi Buah

Serta Ukuran Benih dan Viabilitas Benih Gmelina (Gmelina arborea Roxb). Bul. Agron. 26 (2) : 8-12.

Copeland, L.O. dan M.B. Mc Donald. 2001. Principles of Seed Science and Technology. 4thed. Burgess Publ. Co. Minneapolis, Minnesota.

Gomez, A. K. and A. A. Gomez. 1994. Statistical Prosedure for Agricultural. Research. Terjemahan. Syamsudin, E. dan S. B. Yustika (1995). Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Hendrawati, M. 1993. Pengaruh Tingkat Kadar Air Benih Pada Permulaan Penyimpanan Terhadap Viabilitas, Vigor Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.). Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Padang.

Hartati, S. Sudjindro dan F.C. Indriani. 1999. Pengaruh Invigorasi Terhadap Viabilitas Benih dan Pertumbuhan Tanaman Kenaf (Hibiscus cannabinus L.). Jurnal Littri 6 (6) : 191 – 196.

Hasanah, M. 2002. Peran Mutu Fisiologik Benih Dan Pengembangan Industri Benih Tanaman Industri. Jurnal Litbang Pertanian. 21 (3) : 84 – 91.

Hasanah, M. dan Sukarman. 2003. Perbaikan Mutu Benih Aneka Tanaman Perkebunan Melalui Cara Panen dan Penanganan Benih. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor.

(21)

Kuswanto. 1997. Pengaruh Satatus Mutu Benih dan Lingkungan Produksi dan Viabilitas Benih Jagung (Zea mays L.). Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor

Kartasapoetra, A.G. 2003. Teknologi Benih Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum. Rineka Cipta, Jakarta.

Mardiah, A. Rahayu, R. W. Ashadi dan Sawarni. 2009. Budidaya dan Pengolahan Rosela. Simerah Sigudang Manfaat. PT Agromedia Pustaka, Bogor.

Maryani, H. dan L . Kristina. 2005. Khasiat dan Manfaat Rosela. PT Agroomedia Pustaka, Surabaya.

Mugnisjah, W. Q. dan A. Setiawan. 1995. Pengantar Produksi Benih. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Mungnisjah, W.Q. A. Setiawan, Suwarto dan C. Santiwa. 1994. Panduan Praktikum dan Penelitian Bidang Ilmu dan Teknologi Benih. Grafindo Persada, Jakarta.

Murniati, E. M. Sari dan E. Fatimah. 2008. Pengaruh Pemeraman Buah dan Periode Simpan terhadap Viabilitas Benih Pepaya (Carica papaya L.) Bul. Agron. (36) (2) : 139 – 145.

Syarovy, M. 2012. Pengaruh Beberapa Tingkat Kemasakan Benih Rosela (Hibiscus sabdariffa L. ) Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Serta Pertumbuhan Kecambah. Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Sadjad, S.1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. PT Widia Sarana Indonesia, Jakarta.

(22)

Sumarna, Y. 2008. Pengaruh Kondisi Kemasakan Benih dan Jenis Media Terhadap Pertumbuhan Semai Tanaman Penghasil Gaharu Jenis Karas (Aquilaria malaccensis Lamk.). Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 5 (2) : 129-135.

Sutopo, L. 1998. Teknologi Benih. PT Raja Grafindo, Jakarta.

Suwandi, T. 2012. Pemberian Ekstrak Kelopak Bunga Rosela Menurunkan Malondialdehid pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah. Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar.

Tim Pengampu. 2011. Bahan Ajar Ilmu dan Teknologi Benih. Diakses dari http://unhas.ac.id pada tanggal 3 Februari 2012.

Widyanto, S. P. dan A. Nelistya. 2008. Rosella Aneka Olahan, Khasiat, dan Ramuan. Penebar Swadaya, Jakarta.

(23)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian

Pertanaman rosela dilaksanakan di Lahan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan pada bulan Februari2013 hingga Juni 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih dimulai pada bulan Mei 2013 sampai dengan Juni 2013.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih rosela sebagai bahan tanaman untuk perbanyakan benih,pupuk UreaTSP, KCl, curater untuk membasmi semut pada saat olah tanah, pupuk kompos jerami padi untuk memperbaiki struktur tanah dan pasir sebagai media perkecambahan.

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, gembor, tugal, bambu sebagai penyangga tanaman di lahan, tali plastik pengikat tanaman pada bambu, label plastik sebagai penentu tanggal anthesis, gunting pemotong saat panen, meteran, spidol, plester sebagai penanda batas periode panen pada tiap tanaman, ayakan pasir, bak kecambah, oven, timbangan analitik, kalkulator, sprayer, buku data dan alat tulis.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Non-Faktorial, dengan 6 taraf perlakuan periode panen (P) :

(24)

P3 : Periode Panen Ketiga P4 : Periode Panen Keempat P5 : Periode Panen Kelima P6 : Periode Panen Keenam

Jumlah Ulangan : 4

Jumlah unit percobaan : 24 unit

Jumlah benih/unit : 80 benih

Jumlah benih tiap perlakuan : 480 benih Jumlah benih seluruhnya :1920 benih

Dari hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan model linier sebagai berikut :

Yij = µ + αi + βj + εij i = 1, 2, 3, j = 1, 2, 3, 4, 5, 6

Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan periode panen taraf ke-i dan ulangan ke-j

µ = Nilai tengah umum

α i = Pengaruh dariperlakuan ke - i

βj = Pengaruhblok ke-j

εij = Galat dari periode panen ke-i dan ulangan ke-j

(25)

Pelaksanaan Penelitian I. Di Lahan

Persiapan Lahan

Areal pertanaman rosela diukur terlebih dahulu dengan ukuran 24 x 30 meter pada sekeliling areal dibuat paret 30 cm untuk menghindari genangan air dan batas lahan. Dibersihkan gulma dari areal tersebut kemudian ditanamdalam bentuk plot dengan jarak tanam 100 x 150 cm dan dibuat parit drainase dengan jarak antar plot 30 cm. Pada tiap plot ditaburkan curater untuk menjaga tanah dari terserang semut.

Penanaman

Sebelum ditanam benih rosela direndam selama 1 malam, kemudian dibuat lubang tanam pada setiap plot dan ditaburkan kompos sebanyak 1 kg/plot, benih ditanam pada lubang tanam dan diupayakan tidak terlalu dalam agar plumula mudah menembus permukaan tanah.

Pemeliharaan

Penyiraman

Penyiraman dilakukan 1 kali sehari yakni pada sore hari atau disesuaikan dengan kondisi lapangan.

Pengajiran

(26)

ketinggian 2,5 meter karena disesuaikan dengan tinggi tanaman rosela yang umumnya sampai mencapai 3 meter bila sudah 6 bulan setelah tanam. Ajir dipasang ± 5 cm dari batang rosela dan dengan kedalam yang disesuaikan agar ajir berdiri kokoh. Pemberian ajir dilakukan pada saat tanaman berumur 2 minggu setelah tanam.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan disekitar plot dengan cara menggunakan arit. Penyiangan dilakukan setiap hari agar potensi gulma tidak mendominasi lahan penelitian.

Pemupukan

Rosela dipupuk dua kali yaitu pada 4 minggu setelah tanam (MST) dan 8 MST. Pada pemupukan pertama diberi setengah dosis pupuk Urea sebanyak 22,5 gr/tanaman, SP-36 sebanyak 22,5 gr/tanaman dan KCl sebanyak 22,5 gr/tanaman. Pada pemupukan kedua hanya diberikan Urea sebanyak 22,5 gr/tanaman.

Panen

(27)

Syahrovy (2012). Adapun kriteria panen rosela ditandai dengan perubahan warna kapsul (pembungkus biji) dari warna hijau menjadi kecoklatan dan jika ditekan dengan dua jari maka akan terlihat retak pada ujung kapsul.

II. Laboratorium

Persiapan Benih

Sumber benih berasal dari pertanaman rosela, buah yang telah dipanen dikupas kelopaknya dan biji dikeluarkan dari kapsulnya, kemudian dihitung jumlah biji per buahnya dan ditimbang beratnya. Benih dipisahkan berdasarkan parameter yang diamati yakni 30 biji untuk dihitung kadar air awalnya dan benih lainnya dikering anginkan selama 4 hari, setelah 4 hari benih dikering anginkan ditimbang bobot 100 bijidan kemudian 50 biji dari benih tersebut dikecambahkan, benih yang dikecambahkan adalah biji yang ukurannya seragam, berwarna coklat, dan tidak terserang cendawan dan sebelumnya dikecambahkan dilakukan perendaman dengan air satu malam dengan tujuan imbibisi dan 30 benih dihitung kadar air setelah kering angin selama 4 hari.

Persiapan Media Perkecambahan

(28)

Pengecambahan Benih

Pengecambahan dilakukan pada bak perkecambahan benih dengan ukuran 32 cm x 24,5 cm x 4 cm sebanyak 50 benih per bak perkecambahan.

Pemeliharaan

Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari dengan menggunakan handsprayer hingga media menjadi lembab dan dalam kondisi kapasitas lapang.

Pengamatan Parameter

Bobot Kering Benih (g) Pada Periode Panen 1-6

Pengukuran bobot kering benih dilakukan pertama pada benih yang baru panen dan kedua benih yang sudah dikering anginkan selama 4 hari.Pengukuran dilakukan dengan cara benih dimasukkan dalam oven selama 24 jam pada suhu 1050C sebanyak 30 butir. Setelah 24 jam (bobot benih konstan) benih dimasukkan ke desikator selama 30 menit kemudian ditimbang (Kartasapoetra, 2003).

Kadar Air Benih (%) Pada Periode Panen 1-6

Pada pengukuran kadar air benih dilakukan pertama pada benih yang baru panen dan kedua benih yang sudah dikering anginkan selama 4 hari. Kadar air (KA) dihitung berdasarkan rumus yang terdapat dalam Mugnisjah, dkk,, (1994), yaitu sebagai berikut:

Berat Segar – Berat Kering

(29)

Bobot 100 Biji (g) Pada Periode Panen 1-6

Pada pengukuran bobot 100 biji dilakukan dengan cara menimbang biji sebanyak 100 biji yang telah dikering anginkan selama 4 hari.

Jumlah Biji/Buah (Biji) Pada Periode Panen 1-6

Jumlah biji dihitung dengan cara menghitung jumlah biji pada setiap kapsul.

Laju Perkecambahan (hari) Pada Periode Panen 1-6

Laju perkecambahan diukur dengan menghitung jumlah hari yang diperlukan untuk munculnya radikula dan plumula. Pengamatan laju perkecambahan dengan batas waktu 14 hari. Perhitungan laju perkecambahan sebagai berikut :

N1T1 + N2T2 + … … … + NxTx Rata- rata hari =

Jumlah total benih berkecambah

Keterangan : N :Jumlah benih yang berkecambah pada satuan waktu tertentu

T : Menunjukkan jumlah waktu antara awal pengujian sampai dengan akhir suatu pengamatan

(Sutopo, 1998).

Uji Daya Kecambah

(30)

Kecambah Normal (%) Pada Periode Panen 1-6

Persentase kecambah normal menunjukkan jumlah kecambah normal yang dapat dihasilkan oleh benih murni pada kondisi lingkungan tertentu dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.

Perhitungan persentase kecambah normal sebagai berikut : Jumlah kecambah normal yang dihasilkan

Kecambah Normal = x 100 % Jumlah contoh benih yang diuji

( Sutopo, 1998).

Kecambah Abnormal (%) Pada Periode Panen 1-6

Perhitungan persentase kecambah abnormal sebagai berikut : Jumlah kecambah abnormal

Kecambah Abnormal = x 100 % Jumlah contoh benih yang diuji

( Sutopo, 1998).

Benih Tidak Berkecambah (%) Pada Periode Panen 1-6

Perhitungan persentase Benih Tidak Berkecambah sebagai berikut : Benih Tidak Berkecambah

Benih Tidak Berkecamba = x 100 % Jumlah contoh benih yang diuji

(31)

Indeks Vigor Pada Periode Panen 1-6

Indeks vigor (IV) dihitung berdasarkan rumus dari Abdul baki dan Anderson (1973) : IV = (Panjang Akar + Panjang Plumula) x Persentase Perkecambahan. Indeks vigor dihitung setelah kecambah dipanen pada batas 14 hari.

Bobot Kering Kecambah (g) Pada Periode Panen 1-6

Setelah berumur 14 hari kecambah diambil dan dibersihkan dari pasir yang melekat pada tanaman kemudian dimasukkan kedalam oven 600 C selama 24 jam setelah itu dihitung bobot keringnya.

Pola Perkecambahan

(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Bobot Kering Benih, Kadar Air Benih, Bobot Kering Benih Setelah Kering Angin selama 4 hari, Kadar Air Benih Setelah Kering Angin selama 4 hari

Pengaruh perlakuan periode panen terhadap parameter bobot kering benih, kadar air benih, bobot kering benih setelah kering angin selama 4 hari, kadar air benih setelah kering angin selama 4 hari dapat dilihat pada tabel 1

Tabel 1. Bobot Kering Benih (g) (BKB), Kadar Air Benih (%) (KAB), Bobot

Keterangan : Angka-angka yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Bobot Kering Benih (g)

(33)

nyata dengan periode panen 4 dan 6 dan terendah pada periode panen 3 dan 5 yaitu 1,07 g yang berbeda nyata pada periode panen 1 tetapi berbeda tidak nyata pada periode panen 2, 4 dan 6.

Kadar Air Benih (%)

Data pengamatan kadar air benih dan daftar sidik ragam pada periode panen 1-6 dapat dilihat Lampiran 3 dan 4 yang menunjukan bahwa periode panen rosela tidak memberikan pengaruh nyata terhadap parameter kadar air benih rosela. Kadar air benih rosela tertinggi terdapat pada periode panen 4 yaitu sebesar 51,84 % dan terendah pada periode panen 2 yaitu 49,00 %.

Bobot Kering Benih Setelah Kering Angin Selama 4 Hari (g)

Data pengamatan bobot kering benih setelah dikering anginkan selama 4 hari dan daftar sidik ragam pada periode panen 1-6 dapat dilihat Lampiran 5 dan 6 yang menunjukan bahwa periode panen rosela memberikan pengaruh nyata terhadap bobot kering benih setelah dikering anginkan selama 4 hari. Bobot kering benih setelah dikering anginkan selama 4 hari tertinggi diperoleh pada periode panen 2 dan 6 yaitu 1,14 g yang berbeda tidak nyata dengan periode panen 1, 3 dan 4 dan terendah terdapat pada periode panen 5 yaitu 0,64 g yang berbeda tidak nyata dengan periode panen 1, 2, 3, 4 dan 6.

Kadar Air Benih Setelah Kering Angin Selama 4 Hari (%)

(34)

setelah kering angin selama 4 hari. Kadar air benih rosela setelah 4 hari tertinggi diperoleh pada periode panen 5 yaitu 15,91 % dan terendah diperoleh pada periode panen 2 yaitu 13,31 % .

Bobot 100 Biji, Jumlah Biji/Buah dan Laju Perkecambahan

Pengaruh perlakuan periode panen terhadap parameter bobot 100 biji, jumlah biji/buah dan laju perkecambahan dapat dilihat pada tabel 2

Tabel 2. Bobot 100 Biji (g) (B.100), Jumlah Biji/Buah (JB/B), Laju

Keterangan : Angka-angka yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Bobot 100 Biji (g)

(35)

Jumlah Biji/Buah

Data pengamatan jumlah biji per buah dan daftar sidik ragam pada periode panen 1-6 dapat dilihat Lampiran 11 dan 12 yang menunjukan bahwa periode panen rosela memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah biji per buah. Jumlah biji per buah (biji) tertinggi diperoleh pada perisode panen 5 yaitu sebesar 23,45 biji dan terendah pada periode panen 2 yaitu 20,90 biji.

Laju Perkecambahan (hari)

Data pengamatan laju perkecambahan (hari) dan daftar sidik ragam pada periode panen 1-6 dapat dilihat Lampiran 13 dan 14 yang menunjukan bahwa periode panen rosela memberikan pengaruh tidak nyata terhadap laju perkecambahan. Laju perkecambahan (hari) tertinggi diperoleh pada periode panen 2 yaitu sebesar 7,49 hari dan terendah pada periode panen 5 yaitu 6,49 hari. Kecambah Normal, Kecambah Abnormal dan Benih Tidak Berkecambah

Pengaruh perlakuan periode panen terhadap kecambah normal, kecambah abnormal dam benih tidak berkecambah dapat dilihat pada tabel 3

(36)

Keterangan : Angka-angka yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %

Kecambah Normal (%)

Data pengamatan uji daya kecambah pada kecambah normal dan daftar sidik ragam pada periode panen 1-6 dapat dilihat Lampiran 15 dan 17 yang menunjukan bahwa periode panen rosela memberikan pengaruh nyata terhadap uji daya kecambah pada kecambah normal. Uji daya kecambah pada kecambah normal tertinggi diperoleh pada periode panen 5 yaitu 60,50 % berbeda nyata dengan periode panen 1, 2, dan 3 dan 6 tetapi berbeda tidak nyata dengan periode panen 4 dan terendah diperoleh pada periode panen 3 yaitu 26,50 % berbeda nyata dengan periode panen 5 tetapi tidak berbeda nyata dengan periode 1, 2, 4 dan 6.

Kecambah Abnormal (%)

Data pengamatan uji daya kecambah pada kecambah abnormal dan daftar sidik ragam pada periode panen 1-6 dapat dilihat Lampiran 18 dan 20 yang menunjukan bahwa periode panen rosela memberikan pengaruh tidak nyata terhadap uji daya kecambah pada kecambah abnormal. Uji daya kecambah pada kecambah abnormal tertinggi diperoleh pada periode panen 3 yaitu 2,00 % dan terendah diperoleh pada periode panen 5 yaitu 0,00 %.

Benih Tidak Berkecambah (%)

(37)

menunjukan bahwa periode panen rosela memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju perkecambahan pada benih yang tidak berkecambah. Benih tidak

berkecambah tertinggi diperoleh pada periode panen 1 dan 3 yaitu sebesar 71,50 % yang berbeda nyata terhadap periode panen 4 dan 5, tetapi tidak berbeda

nyata dengan periode panen 2 dan 6 dan terendah pada periode panen 5 yaitu 39,50 % yang berbeda nyata denga periode panen 1, 2, 3, 4 dan 6.

Indeks Vigor dan Bobot Kering Kecambah

Pengaruh perlakuan periode panen terhadap parameterindeks vigor dan bobot kering kecambah dapat dilihat pada tabel 4

Tabel 4. Indeks Vigor (IV), Bobot Kering Kecambah (g) (BKK) Pada Periode 1-6.

Periode Panen Parameter

Keterangan : Angka-angka yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %

Indeks Vigor

(38)

Bobot Kering Kecambah (g)

Data pengamatan bobot kering kecambah dan daftar sidik ragam pada periode panen 1-6 dilihat pada Lampiran 27 dan 29 yang menunjukan bahwa periode panen rosela memberikan pengaruh nyata bobot kering kecambah. Bobot kering kecambah tertinggi diperoleh pada periode panen 5 yaitu 0,98 g berbeda nyata dengan periode panen 1, 2, dan 3 tetapi berbeda tidak nyata dengan periode panen 4 dan 6 dan terendah diperoleh pada periode panen 3 yaitu 0,27 g berbeda nyata dengan periode panen 5 dan 6 tetapi berbeda tidak nyata dengan periode 1,2 dan 4.

Pola Perkecambahan

Perkembangan Bentuk Morfologi dari Kecambah Pola Perkecambahan

Plumula

(39)

Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa bobot kering benih setelah dikering anginkan selama 4 hari yang tertinggi diperoleh pada periode panen 2 dan 6 yaitu 1,14 g dan terendah terdapat pada periode panen 5 yaitu 0,64 g. Benih yang memiliki bobot kering yang tinggi artinya benih tersebut sudah banyak memanfaatkan cadangan makanan untuk pertumbuhannya sehingga cadangan yang dimiliki oleh benih tersebut tinggal sedikit untuk tumbuh dan berkembang, sebaliknya benih yang memiliki bobot kering yang rendah artinya benih tersebut masih memiliki banyak cadangan makanan yang cukup untuk tumbuh dan berkembang sehingga pertumbuhan dan perkembangan pada periode 5 lebih baik karena cadangan makanan untuk pertumbuhan dan perkembangannya tersedia. Hal ini terkait Sadjad (1989) yakni bobot kering benih merupakan tolak ukur viabilitas potensial yang menggambarkan banyaknya cadangan makanan yang tersedia sehingga bila dikondisikan pada lingkungan yang sesuai mampu tumbuh dan berkembang dengan baik.

(40)

salah satu tolak ukur viabilitas benih, sehingga tingginya penurunan kadar air benih pada periode 5 sejalan dengan tingkat daya perkecambahannya.

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa bobot 100 biji setelah dikering anginkan selama 4 hari yang tertinggi diperoleh pada periode panen 2 yaitu 4,58 g dan terendah diperoleh pada periode panen 5 yaitu 3,81. Bobot biji yang rendah pada periode 5 disebabkan rata-rata jumlah biji/buah sebesar 23,45 yang lebih banyak dibandingkan pada periode 1, 2, 3, 4 dan 6, karena jumlah biji yang banyak dalam satu buah sehingga cadangan makanan pada benih tersebut terbagi-bagi untuk tiap benihnya sehingga bobot 100 biji rendah. Bobot benih yang berat cendrung memiliki cadangan makanan yang banyak dibandingkan benih yang ukurannya lebih kecil. Cadangan makanan tersebut dipergunakan sebagai energi untuk perkecambahan benih. Periode panen 5 memiliki bobot 100 biji yang paling rendah akan tetapi laju perkecambahan pada periode ini sangat cepat dibandingkan periode 1, 2, 3, 4 dan 6. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menunjang benih tersebut cepat berkecambah diantaranya faktor kemampuan benih menyerap air, kondisi media, suhu dan kelembaban. Hal ini terkait literatur Sutopo (1985) yakni pada kondisi media yang terlalu basah akan dapat menghambat aerasi dan merangsang timbulnya penyakit serta busuk benih akibat cendawan atau bakteri dan benih akan berkecambah pada kisaran air tersedia.

(41)

panen 1, 2, 3, 4 dan 6 hal tersebut terjadi karena daya kecambah menggambarkan kemampuan benih untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman pada kondisi optimun, selain itu indikator viabilitas benih salah satunya adalah kecambah yang tumbuh dan berproduksi normal pada kondisi optimum. Hal ini sesuai dengan Sadjad 1993 dalam Nindita (2004) bahwa viabilitas potensial menunjukkan kemampuan benih untuk tumbuh menjadi tanaman normal, berproduksi normal pada kondisi optimum dengan tolak ukur daya kecambah dan kecambah normal merupakan kecambah yang memiliki kemampuan untuk tumbuh menjadi tanaman normal jika ditanam dengan kondisi lingkungan yang mendukung, memiliki hipokotil, epikotil, yang berkembang baik, tanpa kerusakan terutama pada jaringan pendukung dan bagi kotiledon plumula normal.

(42)
(43)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Ada pengaruh periode panen terhadap viabilitas benih rosela, periode panen 5 memiliki viabilitas benih yang lebih baik dibandingkan periode panen 1, 2, 3, 4, dan 6, dengan persen daya kecambah normal tertinggi sebesar 60,50 %, persen kecambah abnormal sebesar 0,00 % dan memiliki bobot kering kecambah normal sebesar 0,98 g yang merupakan tolak ukur viabilitas benih.

Saran

(44)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Tanaman rosela diklasifikasikan dengan kingdom Plantae, divisio Spermatophyta, subdivisio Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Malvales,

famili Malvaceae, genus Hibiscus, species Hibiscus sabdariffa L. (Mardiah, dkk., 2009).

Batang merupakan herba tahunan yang bisa mencapai ketinggian 0,5-3 meter. Bentuk batang bulat, tegak, berkayu, banyak percabangan dan berwarna merah.Pada batang melekat daun yang tersusun berseling, warnanya hijau

berbentuk bulat telur dengan pertulangan menjari dan tepi beringgit (Widyanto dan Nelistya, 2008).

Daunnya tunggal, berbentuk bulat telur, pertulangan menjari dan letaknya berseling dan pinggiran daun bergerigi dan daun berwarna hijau berbentuk hijau (bulat telur) dengan ujung daun yang meruncing atau bercangap. Daun memiliki tulang-tulang menjari warna merah dan tepi beringgit dengan banyak kelenjar pada permukaan bawahnya daun letaknya berselang-seling (spiral) mengelilingi batang tanaman yang terdiri dari tangkai daun, helai daun dan tidak mempunyai upih (vagina) dan panjang daun dapat mencapai 6-15 cm dan lebar 5-8 cm (Wijayanti, 2010).

(45)

sering dianggap sebagai bunga oleh masyarakat. Bagian inilah yang sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan minuman. Mahkota bunga berbentuk corong, terdiri dari 5 helaian, panjangnya 3-5 cm. Tangkai sari merupakan tempat melekatnya kumpulan benang sari berukuran pendek dan tebal, panjangnya sekitar 5 mm dan lebar sekitar 5 mm. Putiknya berbentuk tabung, berwarna kuning atau merah, bunga rosela bersifat hermaprodit (mempunyai bunga jantan dan bunga betina) sehingga mampu menyerbuk sendiri (Mardiah, dkk., 2009).

Buah berbentuk kerucut, berambut, terbagi menjadi 5 ruang, berwarna merah. Bentuk biji menyerupai ginjal, berbulu dengan panjang 5 mm dan lebar 4 mm. Saat masih muda, biji berwarna putih dan setelah tua berubah menjadi abu- abu (Maryani dan Kristina, 2005).

Syarat Tumbuh Iklim

Tanaman rosela tumbuh optimal di daerah dengan ketinggian kurang dari 600 meter diatas permukaan laut dan semakin tinggi dari permukaan laut pertumbuhan rosela akan terganggu. Rosela dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis dengan suhu rata- rata bulanan 24-320C namun rosela masih dapat toleran pada suhu kisaran 10-360C untuk menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, rosela memerlukan waktu 4-5 bulan dengan suhu malam tidak kurang dari 210C (Mardiah, dkk., 2009).

(46)

sampai optimal. Penanaman rosela di Kalimantan Selatan yang sesuai pada bulan Oktober sampai dengan November dimana pada bulan tersebut bertepatan dengan turunnya hujan dan peredaran matahari mendekati khatulistiwa (hari panjang) (Santoso, 2006).

Jika curah hujan tidak mencukupi dapat diatasi dengan pengairan yang baik. Periode kering dibutuhkan rosela untuk pembungaan dan produksi biji sedangkan hujan atau kelembaban yang tinggi selama masa panen dan pengeringan dapat menurunkan kualitas kelopak bunga dan dapat menurunkan produksi. Curah hujan rata-rata yang dibutuhkan rosela 140-270 mm per bulan dengan kelembaban udara di atas 70% jika curah tidak mencukupi bisa diatasi dengan pengairan yang baik. Periode kering dibutuhkan rosela untuk pembungaan dan produksi biji (Maryani dan Kristina, 2005).

(47)

Tanah

Berbagai jenis tanah dapat ditanami rosela, terutama struktur yang dalam, bertekstur ringan dan berdrainase baik.Rosela toleran terhadap tanah masam dan agak alkalin, tetapi tidak cocok ditanam di tanah salin atau berkadar garam tinggi. Kemasaman tanah (pH) optimum untuk rosela adalah 5,5-7 dan masih dapat toleran pada pH 4,5-8,5. Selain itu, rosela tidak tahan terhadap genangan air (Mardiah, dkk., 2009).

Struktur tanah yang baik untuk budidaya tanaman rosela adalah yang berstruktur remah atau gembur dan tanah mudah mengikat air. Tanah yang baik

untuk tanaman adalah tanah yang banyak mengandung bahan organik dan banyak organisme tanah yang dapat menguraikan bahan organik

(Widyanto dan Nelistya, 2008). Periode Panen

Panen merupakan pekerjaan akhir dari budidaya tanaman tetapi merupakan awal dari pekerjaan pasca panen yaitu melakukan persiapan untuk penyimpanan dan pemasaran dan yang dituju dalam pemanenan adalah mengumpulkan komoditas dari lahan penanaman pada taraf kematangan yang tepat dengan kerusakan yang minimal yang dilakukan secepat mungkin dengan biaya yang rendah. Untuk mendapatkan hasil panen yang baik hal utama yang perlu diperhatikan pada pemanenan yaitu menentukan periode panen yang tepat (Mardiah, dkk., 2009).

(48)

fisiologisnya benih pada umur 37 hari setelah antesis hari setelah tanam atau 41 hari setelah inisiasi bunga,tanaman makadamia masak fisiologisnya umur 147 hari setelah berbunga, kemiri benih mencapai masak fisiologis umur 38 minggu setelah antesis, melinjo masak fisiologisnya pada umur 160-180 hari setelah

antesis, tanaman asam umur 9 bulan setelah terjadi pembuahan (Hasanah dan Sukarman, 2003).

Pemanenan benih ketumbar periode kedua dan ketiga lebih baik dibandingkan periode pertama, hal ini diduga hasil panen periode kedua dan ketiga mengalami fase reproduktif yang lebih dominan dibandingkan fase vegetatif. Akibatnya tanaman lebih banyak menyimpan hasil fotosintesis untuk perkembangan buah daripada untuk pertumbuhan vegetatif setelah dilakukan pemanenan periode pertama, persaingan antar buah yang tersisa pada tanaman menjadi lebih kecil sehingga perkembangan embrio dan pembentukan cadangan makanan dapat menjadi lebih baik (Hasanah, 2002).

(49)

Masak fisiologis benih merupakan saat panen benih yang tepat dan pada saat tersebut benih mempunyai bobot kering dan vigor yang maksimum. Penundaan waktu panen sering berakibat latten terhadap mutu benih sehingga mutu benih kurang optimal (Hasanah, 2002).

Viabilitas Benih

Mutu benih yang baik merupakan dasar produktivitas pertanian yang lebih baik. Kondisi sebelum, selama dan sesudah panen menentukan mutu benih walaupun mutu benih yang dihasilkan baik, penanganan yang kurang baik akan menyebabkan mutu langsung menurun (Hasanah, 2002).

Viabilitas potensial adalah viabilitas benih pada kondisi optimum yang secara potensial mampu menghasilkan tanaman normal. Viabilitas potensial

ditetapkan dengan menggunakan tolak ukur daya berkecambah benih (Sadjad, 1994).

Berdasarkan pada kondisi lingkungan pengujian viabilitas benih dapat dikelompokkan ke dalam viabilitas benih dalam kondisi lingkungan sesuai (favourable) dan viabilitas benih dalam kondisi lingkungan tidak sesuai (unfavourable). Pengujian viabilitas benih dalam kondisi lingkungan tidak sesuai termasuk kedalam pengujian vigor benih. Perlakuan dengan kondisi lingkungan sesuai sebelum benih dikecambahkan tergolong untuk menduga parameter vigor daya simpan benih sedangkan jika kondisi lingkungan tidak sesuai diberikan selama pengecambahan benih maka tergolong dalam pengujian untuk menduga parameter vigor kekuatan tumbuh benih (Mugnisjah dkk.,1994).

(50)

demikian tidak akan dapat berkecambah. Diduga pada tingkat tersebut benih memiliki cadangan makanan yang cukup dan pembentukan embrio sebelum sempurna (Sutopo, 1998).

Viabilitas benih atau daya hidup benih dicerminkan oleh dua informasi masing – masing daya kecambah dan kekuatan tumbuh dapat ditunjukkan melalui gejala metabolisme benih dan atau gejala pertumbuhan. Uji viabilitas benih dapat dilakukan secara tak langsung, misalnya dengan mengukur gejala-gejala metabolisme ataupun secara langsung dengan mengamati dan membandingkan unsure-unsur tumbuh penting dari benih dalam suatu priode tertentu. Struktur pertumbuhan yang dinilai terdiri dari akar, batang, daun dan daun lembaga. Harga tengah antara kedua nilai pengujian di laboratorium tersebuat akan menjadi nilai tumbuh di lapangan (Sutopo, 1998).

(51)

Vigor Benih

Secara umum vigor diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh normal pada lingkungan yang sub optimal.Vigor benih dicerminkan oleh dua informasi tentang viabilitas, masing-masing kekuatan tumbuh dan daya simpan benih. Kedua nilai fisiologis ini menempatkan benih pada kemungkinan keadaan biofisik lapangan produksi sub optimum atau sesudah benih melampaui suatu periode simpan lama (Sutopo, 1998).

Vigor disini dihubungkan dengan kekuatan benih atau kekuatan kecambah, kemampuan benih untuk menghasilkan perakaran dan pucuk yang kuat pada kondisi yang tidak menguntungkan dan bebas mikroorganisme. Kehilangan vigor dapat dianggap sebagai suatu tahap perantara dari kehidupan benihnya,

yaitu yang terjadi antara awal dan akhir proses kemunduran (kematian) (Justice dan Louis, 1994).

Vigor benih maksimum dan berat kering benih maksimum merupakan

sebagian dari ciri-ciri tercapainya masak fisiologis. Selanjutnya Copeland dan Mc Donald (2001) menyatakan bahwa benih yang telah masak

fisiologis telah mempunyai cadangan makanan sempurna sehingga dapat menunjang pertumbuhan kecambah. Tingkat kemasakan benih dapat dicirikan dari tingkat kemasakan buahnya (Murniati, dkk., 2008).

(52)

menimbulkan perubahan menyeluruh di dalam benih, baik fisik, fisiologi maupun kimiawi yang mengakibatkan menurunnya viabilitas benih (Hartati,dkk., 1999).

Benih mencapai kematangan fisiologis sewaktu terikat dengan tanaman induknya. Pada saat kematangan fisiologis itu benih memiliki viabilitas dan vigor benih yang maksimal demikian pula dengan berat keringnya. Pertumbuhan tanaman induk yang baik merupakan syarat yang mantap sewaktu kematangan benihnya. Hal inilah yang menjamin tingginya viabilitas dan vigor benih tersebut selanjutnya penyakit dan hama, kekurangan air serta kekurangan makanan, baik pada tanaman induk sewaktu pertumbuhan dan perkembangannya atau pada waktu pematangan fisik benih tersebut, faktor yang demikian berpengaruh terhadap tingginya viabilitas dan vigor benih (Kartasapoetra, 2003).

Benih dari kebanyakan jenis tanaman menjadi masak sewaktu bobot keringnya mencapai maksimum. Hampir semua benih secara fisiologis masak pada saat tersebut namun ada juga beberapa pengecualian. Vigor benih tertinggi tercapai pada saat benih masak secara fisiologis. Sejak saat itu benih perlahan-lahan kehilangan vigor dan akhirnya mati (Justice dan Bass, 1994).

Perkecambahan Benih

(53)

tetapi juga untuk perkembangan kecambah selanjutnya. Penentuan kecambah yang normal dilakukan selama batas periode pengujian perkecambahan menurut International Seed Testing Association (ISTA) dan Associationof Official Seed

Analysis (AOSA) yang berbeda-beda untuk masing-masing spesies (Sutopo, 1985).

Daya berkecambah benih erat hubungannya dengan tingkat kematangan benih. Daya berkecambah benih akan meningkat dengan bertambah matangnya benih dan mencapai perkecambahan maksimum jauh sebelum masak fisiologis atau bobot kering maksimum tercapai sampai masak fisiologis tercapai, perkecambahan maksimum (100 %) ini konstan, tetapi sesudah itu akan menurun dengan kecepatan yang sesuai dengan keadaan yang tidak menguntungkan di lapangan dan semakin keadaan di lapangan tidak menguntungkan maka semakin cepat penurunan daya kecambah benih (Tim Pengampu, 2011).

Daya kecambah menggambarkan kemampuan benih untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman pada kondisi optimum, sedangkan bobot kering kecambah normal merupakan tolak ukur viabilitas potensial yang menggambarkan banyaknya cadangan makanan yang tersedia sehingga bila dikondisikan pada lingkungan yang sesuai mampu tumbuh dan berkembang dengan baik. Bobot kering kecambah yang tinggi dapat menggambarkan pemanfaatan cadangan makanan dalam benih efisien (Berlin, dkk., 1998).

(54)

tingkat kematangan, (2) ukuran, dan (3) dormansi, sedangkan faktor lingkungan meliputi (a) air, (b) suhu, (c) udara, dan (d) cahaya (Hendrawati, 1993).

Kecambah normal merupakan kecambah yang memiliki kemampuan untuk tumbuh menjadi tanaman normal jika ditanam dengan kondisi lingkungan yang mendukung, memiliki hipokotil, epikotil, yang berkembang baik, tanpa kerusakan terutama pada jaringan pendukung dan bagi kotiledon plumula normal (Kuswanto, 1997).

(55)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Saat ini rosela (Hibiscus sabdariffa L.) menjadi begitu populer karena hampir di setiap pameran tanaman obat, nama rosela selalu diperkenalkan. Hal ini disebabkan hampir seluruh bagian tanaman ini dapat digunakan untuk kebutuhan pengobatan, terutama untuk pengobatan alternatif. Rosela memiliki kandungan senyawa kimia yang dapat memberikan banyak manfaat atau khasiat, antara lain mengobati gangguan berbagai penyakit dengan kandungan gossiptin anthocyanin dan gluciside hibiscin yang terdapat di dalamnya. Sebagaimana diketahui rosela juga mengandung berbagai senyawa penting antara lain campuran asam sitrat dan asam malat sehingga menghasilkan sedikit rasa asam yang segar. Kandungan asam askorbat (vitamin C) dan antosianin yang tinggi merupakan sumber

antioksidan alami yang sangat efektif dalam menangkal berbagai radikal bebas penyebab kanker dan berbagai penyakit lainnya (Mardiah, dkk., 2009).

(56)

menjadi lebih kecil sehingga perkembangan embrio dan pembentukan cadangan makanan dapat menjadi lebih baik.

Benih adalah awal kehidupan dari suatu budidaya tanaman dan keberhasilan peningkatan produksi dalam usaha tani sangat dipengaruhi oleh benih yang digunakan. Untuk mencapai produksi yang maksimum, benih yang akan ditanam harus memiliki mutu tinggi. Benih itu tidak cukup hanya memiliki kemampuan reproduksi normal pada kondisi yang optimum, tetapi juga pada kondisi yang sub optimum. Benih yang memiliki vigor kekuatan tumbuh demikian akan mampu mencapai produksi maksimum pada kondisi optimum. Benih dengan ciri diatas adalah benih dengan vigor tinggi (Sadjad, 1994).

Rendahnya vigor pada benih dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu genetik, morfologis, sitologis, mekanis, mikrobia dan fisiologis. Pada kondisi fisiologis yang dapat menyebabkan rendahnya vigor benih adalah immaturity atau kurang masaknya benih saat panen dan kemunduran benih saat penyimpanan.Pada hakikatnya vigor benih harus relevan dengan tingkat produksi, artinya dari benih yang bervigor tinggi akan dapat dicapai tingkat produksi yang tinggi. Vigor benih untuk tumbuh secara spontan merupakan landasan bagi kamampuan tanaman mengabsorbsi sarana produksi secara maksimal sebelum panen juga dapat memanfaatkan unsur sinar matahari khususnya selama periode pengisian dan pemasakan buah (Sutopo, 1998).

(57)

waktu tanam, aplikasi pupuk, pengendalian hama dan gulma, waktu dan cara panen, pengemasan serta penyimpanan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap rendahnya produksi dan mutu benih (Hasanah, 2002).

Pemanenan hasil tanaman yang sengaja dikembangkan untuk kepentingan perbenihan biasanya tergantung pada matangnya buah atau biji-bijian dan dilakukan secara bertahap, mengingat matangnya buah tiap tanaman tidak sama dan harus dilakukan dengan hati-hati. Jika dilakukan secara tidak bertahap dapat beresiko antara lain buah yang matang lebih dulu akan tercecer sebab terlalu tua sehingga kulit buah pecah dapat pula terjadi perkecambahan biji dalam keadaan masih terikat dalam buah dan menurunnya vigor serta viabilitas bagi benih yang masak awal (Kartasapoetra, 2003).

Matangnya buah rosela pada umur 33 hari setelah antesis hal ini diperoleh berdasarkan hasil penelitian Syarovy (2012) bahwa benih tanaman rosela (Hibiscus sabdariffa L.) puncak laju perkecambahan pada umur fisiologis 33 HSA (hari setelah antesis) kemudian menurun laju perkecambahannya pada 37 HSA oleh sebab itu tingkat umur fisiologis yang paling baik pada benih rosela adalah 33 hari setelah antesis.

(58)

mengenai pengaruh periode panen terhadap viabilitas benih rosela (Hibiscus sabdariffa L.)

Tujuan Penilitian

Untuk mengetahui pengaruh periode panen terhadap viabilitas benih rosela (Hibiscus sabdariffa L.)

Hipotesis Penilitian

Ada pengaruh periode panen terhadap viabilitas benih rosela (Hibiscus sabdarifa L.).

Kegunaan Penilitian

(59)

ABSTRAK

DEDES MAYANG SARI PULUNGAN : Pengaruh Periode Panen Terhadap Viabilitas Benih Rosela (Hibiscus sabdariffa L.). Dibimbing oleh HARYATI dan RATNA ROSANTY LAHAY.

Rosela memiliki periode panen yang tidak serempak atau tidak bersamaan sehingga pemanenan dilakukan secara bertahap. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh periode panen terhadap viabilitas benih rosela (Hibiscus sabdariffa L.). Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang berada ± 25 meter diatas permukaan laut dan dilanjutkan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara pada bulan Februari sampai Juni 2013, menggunakan Rancangan Acak Kelompok Non Faktorial, Analisis data menggunakan analisis sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji DMRT untuk data yang nyata. Parameter yang diamati adalah bobot kering benih, bobot kering benih setelah 4 hari

dikering anginkan, kadar air benih, kadar air benih setelah dikering anginkan 4 hari, bobot 100 biji, jumlah biji/buah, laju perkecambahan, uji daya kecambah, indeks vigor, bobot kering kecambah dan pola perkecambahan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa periode panen berpengaruh nyata terhadap parameter penelitian bobot kering benih (g), bobot kering benih setelah 4 hari dikering anginkan (g), bobot 100 biji (g), kecambah normal (%), benih tidak berkecambah (%),bobot kering benih (g), tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air benih (%), kadar air benih setelah 4 hari dikering anginkan (%) , jumlah biji/buah (biji), kecambah abnormal (%), laju perkecambahan (hari) dan indeks vigor (%).

(60)

ABSTRACT

DEDES MAYANG SARI PULUNGAN, 2013. "Effect of Harvest Periode for Seeds Viability of Rosella (Hibiscus sabdariffa L.). Unders superviced 0f HARYATI and RATNA ROSANTY LAHAY.

Rosella has a harvest period that does not simultaneously or concurrently so that harvesting done gradually. This research aimed to determine the effect of harvest on seed viability period of roselle (Hibiscus sabdariffa L.).Conducted in the experimental field of the Faculty of Agriculture, University of North Sumatra which were ± 25 meters above sea level and continued in Seed Technology Laboratory of the Faculty of Agriculture, University of North Sumatra from February to June 2013, using randomized block design non factorial. Obtained data analyzed with analysis of variance and would be continued with DMRT for significant effect. Parameters measured were dry seed weight, seed dry weight after 4 days of wind dried, seed moisture content, seed moisture content after 4 days of wind dried, 100 seed weight, number of seeds/fruit, germination rate, germination test, vigor index, weight germination and seedling dry pattern.

The results showed that significantly affect the harvest period parameter study of seed dry weight (g), seed dry weight after 4 days of wind dried (g), weight of 100 seeds (g), normal germination (%), seeds do not germinate (%), seed dry weight (g), but the effect is not significantly affected

seed moisture content (%), seed moisture content after 4 days of wind dried (%), number of seeds/fruit (seed), abnormal germination (%), the rate of germination (days) and vigor index (%).

(61)

PENGARUH PERIODE PANEN TERHADAP VIABILITAS BENIH ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.)

DEDES MAYANG SARI PULUNGAN 090301151

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(62)

PENGARUH PERIODE PANEN TERHADAP VIABILITAS BENIH ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.)

SKRIPSI

Oleh:

DEDES MAYANG SARI PULUNGAN 090301151

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(63)

PENGARUH PERIODE PANEN TERHADAP VIABILITAS BENIH ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.)

SKRIPSI

Oleh:

DEDES MAYANG SARI PULUNGAN 090301151/Budidaya Pertanian dan Perkebunan

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(64)

Judul Skripsi : Pengaruh Periode Panen Terhadap Viabilitas Benih Rosela (Hibiscus sabdariffa L.)

Nama : Dedes Mayang Sari Pulungan

NIM : 090301151

Program Studi : Agroekoteknologi

Minat : Budidaya Pertanian dan Perkebunan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Ir. Haryati, MP.) (

Ketua Anggota

Ir. Ratna Rosanty Lahay, MP.)

Mengetahui

(65)

ABSTRAK

DEDES MAYANG SARI PULUNGAN : Pengaruh Periode Panen Terhadap Viabilitas Benih Rosela (Hibiscus sabdariffa L.). Dibimbing oleh HARYATI dan RATNA ROSANTY LAHAY.

Rosela memiliki periode panen yang tidak serempak atau tidak bersamaan sehingga pemanenan dilakukan secara bertahap. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh periode panen terhadap viabilitas benih rosela (Hibiscus sabdariffa L.). Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang berada ± 25 meter diatas permukaan laut dan dilanjutkan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara pada bulan Februari sampai Juni 2013, menggunakan Rancangan Acak Kelompok Non Faktorial, Analisis data menggunakan analisis sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji DMRT untuk data yang nyata. Parameter yang diamati adalah bobot kering benih, bobot kering benih setelah 4 hari

dikering anginkan, kadar air benih, kadar air benih setelah dikering anginkan 4 hari, bobot 100 biji, jumlah biji/buah, laju perkecambahan, uji daya kecambah, indeks vigor, bobot kering kecambah dan pola perkecambahan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa periode panen berpengaruh nyata terhadap parameter penelitian bobot kering benih (g), bobot kering benih setelah 4 hari dikering anginkan (g), bobot 100 biji (g), kecambah normal (%), benih tidak berkecambah (%),bobot kering benih (g), tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air benih (%), kadar air benih setelah 4 hari dikering anginkan (%) , jumlah biji/buah (biji), kecambah abnormal (%), laju perkecambahan (hari) dan indeks vigor (%).

(66)

ABSTRACT

DEDES MAYANG SARI PULUNGAN, 2013. "Effect of Harvest Periode for Seeds Viability of Rosella (Hibiscus sabdariffa L.). Unders superviced 0f HARYATI and RATNA ROSANTY LAHAY.

Rosella has a harvest period that does not simultaneously or concurrently so that harvesting done gradually. This research aimed to determine the effect of harvest on seed viability period of roselle (Hibiscus sabdariffa L.).Conducted in the experimental field of the Faculty of Agriculture, University of North Sumatra which were ± 25 meters above sea level and continued in Seed Technology Laboratory of the Faculty of Agriculture, University of North Sumatra from February to June 2013, using randomized block design non factorial. Obtained data analyzed with analysis of variance and would be continued with DMRT for significant effect. Parameters measured were dry seed weight, seed dry weight after 4 days of wind dried, seed moisture content, seed moisture content after 4 days of wind dried, 100 seed weight, number of seeds/fruit, germination rate, germination test, vigor index, weight germination and seedling dry pattern.

The results showed that significantly affect the harvest period parameter study of seed dry weight (g), seed dry weight after 4 days of wind dried (g), weight of 100 seeds (g), normal germination (%), seeds do not germinate (%), seed dry weight (g), but the effect is not significantly affected

seed moisture content (%), seed moisture content after 4 days of wind dried (%), number of seeds/fruit (seed), abnormal germination (%), the rate of germination (days) and vigor index (%).

(67)

RIWAYAT HIDUP

Dedes Mayang Sari Pulungan dilahirkan di Padangsidimpuan pada tanggal 19 Mei 1990 dari Ayahanda Drs. H. Azhari Pulungan dan Ibunda Hj. Dahniar Pasaribu. Penulis merupakan anak ke-4 dari 5 bersaudara.

Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 4 Padangsidimpuan dan pada tahun 2009 masuk ke Fakutas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur tertulis Ujian Masuk Bersama (UMB). Penulis memilih program studi Agroekoteknologi.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai sekretaris Himadita Nursery Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada tahun 2010-2012. Sebagai sekretaris Himagrotek (Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi) Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada tahun 2011-2012, sebagai asisten di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada tahun 2011-2013.

(68)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Pengaruh Periode Panen Terhadap Viabilitas Benih Rosela (Hibiscus sabdariffa L.)” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Haryati, MP., sebagai ketua komisi pembimbing dan ibu Ir. Ratna Rosanty

Lahay, MP,. sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama persiapan penelitian sampai penulisan skripsi ini.

Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Ayahanda Drs. H. Azhari Pulungan (Alm) dan Ibunda Hj. Dahniar Pasaribu yang telah membesarkan penulis dengan segenap cinta dan kasih sayang, juga kepada

Saudara-saudara tercinta Edrida Pulungan SE., S.Pd., M.Hi., Ramon Panduwira ST., dr. Pebri Warita Pulungan dan Mella Devina Pulungan

yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama melakukan studi. Penulis sadar skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna kesempurnaan

penulisan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Medan, Juli 2013

(69)
(70)

Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

Bahan dan Alat ... 16

Metode Penelitian ... 17

PELAKSANAAN PENELITIAN Bobot Kering Benih (g) Pada Periode Panen 1-6 ... 22

Kadar Air Benih (%) Pada Periode Panen 1-6 ... 22

Bobot 100 Biji (g) Pada Periode Panen 1-6 ... 23

Jumlah Biji/Buah (Biji) Pada Periode Panen 1-6 ... 23

Laju Perkecambahan (Hari) Pada Periode Panen 1-6... 23

Uji Daya Kecambah ... 23

Kecambah Normal (%) Pada Periode Panen 1-6 ... 24

Kecambah Abnormal (%) Pada Periode Panen 1-6 ... 24

(71)

Indeks Vigor (%) Pada Periode Panen 1-6 ... 24

Bobot Kering Kecambah (g) Pada Periode Panen 1-6 ... 24

Pola Perkecambahan ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 25

Pembahasan ... 32

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 36

Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

(72)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Bobot Kering Benih (g) (BKB), Kadar Air Benih (%) (KAB),

Bobot Kering Benih Setelah Kering Angin selama 4 hari (g) (BKB 4), Kadar Air Benih setelah kering angin selama 4 hari (%) (KAB 4)

Pada Periode 1-6 ... 26 2. Bobot 100 Biji (g) (B.100), Jumlah Biji/Buah (JB/B),

Laju Perkecambahan (hari) (LP) (BKB 4) Pada Periode 1-6... 28 3. Kecambah Normal (%) (KN), Kecambah Abnormal (%) (KAN),

Benih Tidak Berkecambah (%) (BTB ) Pada Periode 1-6

(73)

DAFTAR LAMPIRAN

5. Data Bobot Kering Benih Setelah Dikering Anginkan selama 4 Hari (g) Pada Periode Panen 1-6 ... 42

6. Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Benih Setelah Dikering Anginkan selama 4 Hari (g) Pada Periode Panen 1-6 ... 42

7. Data Kadar Air Benih Setelah Dikering Anginkan 4 Hari (%) Pada Periode Panen 1-6 ... 43

8. Daftar Sidik Ragam Kadar Air Benih Setelah 4 Hari (%) Pada Periode Panen 1-6... 43

9. Data Bobot 100 Biji Setelah Dikering Anginkan Setelah 4 Hari (g) Pada Periode Panen 1-6 ... 44

10. Daftar Sidik Ragam Bobot 100 Biji Setelah Dikering Anginkan Selama 4 Hari (g) Pada Periode Panen 1-6 ... 44

11. Data Jumlah Biji/Buah (Biji) Pada Periode Panen 1-6 ... 45

12. Daftar Sidik Ragam Jumlah Biji/Buah (Biji) Pada Periode Panen 1-6 ... 45

13. Data Laju Perkecambahan (Hari) Pada Periode Panen 1-6... 46

14. Daftar Sidik Ragam Laju Perkecambahan (Hari) Pada Periode Panen 1-6 ... 46

15. Data Kecambah Normal (%) Pada Periode Panen 1-6 ... 47

16. Daftar Sidik Ragam Kecambah Normal (%) Pada Periode Panen 1-6 ... 47

17. Data Kecambah Abnormal (%) Pada Periode Panen 1-6 ... 48

18. Data Kecambah Abnormal (%) Pada Periode Panen 1-6 Setelah Ditransformasi Akar atau √x+0.5 ... 48

(74)

20. Data Benih Tidak Berkecambah (%) Pada Periode Panen 1-6 ... 49

21. Data Benih Tidak Berkecambah (%) Pada Periode Panen 1-6 Setelah Ditransformasi Arcsin √x ... 49

22. Daftar Sidik Ragam Tidak berkecambah (%) Pada Periode Panen 1-6 Setelah Transformasi Arcsin √x ... 49

23. Data Indeks Vigor Pada Periode Panen 1-6 ... 50

24. Daftar Sidik Ragam Indeks Vigor Pada Periode Panen 1-6 Setelah ... 50

25. Data Bobot Kering Kecambah (g) Pada Periode Panen 1-6 ... 51

26. Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Kecambah (g) Pada Periode Panen 1-6 S ... 51

27. Data Analisis Tanah dan Kompos ... 52

28. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 53

29. Bagan Penelitian ... 55

Gambar

Tabel 1. Bobot Kering Benih (g) (BKB), Kadar Air Benih (%) (KAB), Bobot                 Kering Benih Setelah Kering Angin selama 4 hari (g) (BKB 4), Kadar
Tabel 2. Bobot 100 Biji (g) (B.100), Jumlah Biji/Buah (JB/B), Laju                     Perkecambahan (hari) (LP) Pada Periode 1-6
Tabel 3. Kecambah Normal (%) (KN), Kecambah Abnormal (%) (KAN), Benih                Tidak Berkecambah (%) (BTB) PadaPeriode 1-6
Tabel 4. Indeks Vigor (IV), Bobot Kering Kecambah (g) (BKK) Pada Periode 1-6.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam konteks Indonesia yang dikenal amat majemuk, penanaman pemahaman multikultural menjadi sangat strategis untuk dapat mengelola kemajemukan secara kreatif, sehingga konflik yang

Hasil analisis statistik nilai TPC pada ikan tongkol yang dijual di Kota Kupang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari ketiga lokasi penjualan, dengan

and the author of De‐ coding the IT Value Problem (Wiley, 2013) puts it succinctly: “For quite a while, IT has been called ‘the office of no.’ Smart CIOs work hard at

Tes ini digunakan untuk melihat tingkat kognitifitas siswa setelah kegiatan pembelajaran dilakukan, disamping itu tes ini penting untuk melihat korelasi antara kinerja

HARI JAM KELAS MATA KULIAH SKS Jlh DOSEN PENGAMPU/PENGAWAS RUANG. IV C S1 Pemeriksaan Akuntansi I dan Praktikum 3

[r]

[r]

Kualitas laba diproksikan dengan discretionary accruals, profitabilitas diproksikan dengan ROA, mekanisme corporate governance diproksikan dengan kepemilikan manajerial,