• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Bahan Baku Bambu Betung

Bambu yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu yang berasal dari Desa Ciherang Pondok Babakan Peuntas Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor yang berumur 2-3 tahun. Buluh bambu dipotong kemudian buku dan kulitnya dihilangkan. Bilah bambu dibelah searah serat menjadi beberapa bagian untuk dikonversi menjadi strands secara manual. Pembuatan strands dilakukan pada kondisi kadar air basah.

Hasil pengujian dari sampel bambu betung untuk sifat fisis dan mekanis menunjukkan bahwa berat jenis (BJ) bambu tersebut rata-rata 0,64 (Lampiran 1). Penelitian yang dilakukan oleh Hadjib dan Karnasudirdja (1986) dalam Krisdianto et al. (2005) BJ bambu betung rata-rata 0,68 sedangkan Nuriyatin (2000) menghasilkan nilai BJ bambu betung rata-rata 0,61. Perbedaan nilai BJ yang diperoleh dari masing-masing peneliti ini diduga disebabkan oleh faktor tempat tumbuh dan umur dari bambunya. Berdasarkan nilai BJ tersebut, diketahui bahwa bambu betung memungkinkan untuk dijadikan bahan baku untuk OSB seperti yang dikemukakan oleh Tambunan (2000) dari segi berat jenis, kayu-kayu yang cocok untuk diproduksi OSB adalah dari 0,35-0,65. Pengujian yang dilakukan terhadap sifat mekanik bambu betung menghasilkan nilai MOE sebesar 10,3 x104 kgf/cm2 dan MOR sebesar 1.916 kgf/cm2 (Lampiran 2).

Hasil pengukuran terhadap strands (Lampiran 3) dihasilkan panjang rataan 7,25 cm, lebar 2,02 cm dan tebal 0,54 cm. Ukuran geometri stands yang dihasilkan seperti yang disarankan oleh Marra (1992) dengan dimensi panjang 0,5-3 inchi (1,27-7,62 cm), lebar 0,25-1 inchi (064-2,54 cm) dan tebal 0,010- 0,025 inchi (0,02-0,06 cm). Nilai slenderness ratio dihasilkan sebesar 140,26 dan aspect ratio sebesar 3,61. Menurut Maloney (1993) partikel dengan slenderness ratio yang tinggi akan lebih mudah diorientasikan sehingga kekuatan papan yang dihasilkan akan meningkat serta memerlukan sedikit perekat per luasan permukaan untuk mengikat strands. Aspect ratio minimal bernilai tiga agar diperoleh arah yang cukup baik.

33

Perekat

Perekat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perekat isocyanate dengan merek dagang PI Bond H3M yang diproduksi oleh PolyOshika Co Ltd. Jepang dan didistribusikan oleh PT. Polychemi Asia Pacific Indonesia. Sesuai dengan keterangan spesifikasi produk dari perusahaan bahwa resin solid content perekat sebesar 98-100% dan hasil pengujian di laboratorium diperoleh nilai yang berada dalam kisaran tersebur yaitu 99,13% (Lampiran 5). Hasil pengukuran keasaman (pH) dengan menggunakan kertas indikator pH menunjukkan bahwa pH perekat sebesar 5. Pengukuran viskositas perekat dengan menggunakan viscotester menunjukkan bahwa perekat memiliki viskositas 2100 CP (Lampiran 6).

Sifat Fisis OSB

Hasil pengujian sifat fisis OSB disajikan pada Tabel 1.

Kerapatan

Hasil pengujian terhadap kerapatan OSB diperoleh nilai dengan kisaran 0,78-0,89 g/cm3 (Tabel 1). Nilai tersebut menunjukkan bahwa kerapatan tertinggi pada papan dengan rasio face-core 40:60 dan kadar perekatnya 4% sedangkan kerapatan terendah diperoleh pada papan dengan rasio face-core 40:60 dan kadar perekat 6%. Nilai kerapatan ini sedikit lebih besar dari kerapatan sasaran yaitu 0,75 g/cm3 tetapi masih memenuhi standar yang ditetapkan dalam JIS A 5908- 2003 yaitu sebesar 0,4-0,9 g/cm3.

Tidal tercapainya kerapatan sasaran ini lebih disebabkan oleh adanya perbedaan ketebalan papan yang dihasilkan. Ketebalan papan telah ditetapkan sebesar 0,9 cm namun papan yang dihasilkan memiliki ketebalan yang lebih rendah sehingga volumenya menjadi lebih kecil. Variasi kerapatan OSB yang dihasilkan disebabkan oleh perbedaan kerapatan bahan baku strands yang digunakan dimana kerapatan bambu bagian pangkal berbeda dengan bagian tengah dan ujung. Untuk menghilangkan pengaruh perbedaan kerapatan papan, maka dalam penelitian ini dilakukan koreksi data pada kerapatan yang sama yaitu 0,75 g/cm3 untuk setiap parameter sifat fisis dan mekanis papan yang dianalisis berdasarkan kerapatan masing-masing contoh uji.

Tabel 1. Sifat fisis OSB dari bambu Perlakuan Kr (g/cm3) KA (%) PT (%) PL (%) DS (%)

2 jam 24 jam 2 jam 24 jam 2 jam 24 jam A1B1 0,83 8,21 1,41 4,09 0,18 0,45 10,52 32,03 A1B2 0,78 7,45 1,61 5,09 0,15 0,27 10,70 33,21 A1B3 0,79 7,91 0,66 7,18 0,13 0,28 12,63 38,06 A1B4 0,89 8,68 1,44 10,35 0,13 0,36 11,31 31,39 A2B1 0,83 8,42 3,29 6,58 0,15 0,37 11,24 30,78 A2B2 0,78 7,34 1,22 6,67 0,17 0,37 10,23 32,96 A2B3 0,79 8,10 0,99 7,73 0,15 0,30 17,55 41,68 A2B4 0,85 9,04 0,48 6,34 0,11 0,35 13,39 34,80 A3B1 0,83 9,12 0,51 3,35 0,21 0,33 12,30 33,47 A3B2 0,78 9,10 0,30 3,34 0,17 0,28 10,63 33,34 A3B3 0,83 7,49 0,78 3,76 0,09 0,38 10,75 30,34 A3B4 0,88 8,57 0,63 5,21 0,16 0,47 11,06 30,12 A4B1 0,79 8,80 1,32 4,91 0,09 0,23 9,54 31,12 A4B2 0,79 7,53 0,50 5,04 0,18 0,40 10,98 34,15 A4B3 0,87 7,91 0,47 8,77 0,21 0,53 13,13 36,65 A4B4 0,87 8,57 0,80 6,38 0,12 0,32 10,14 28,22 JIS 0,40-0,90 5-13 - < 25 - - - - Keterangan :

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, kadar perekat berpengaruh nyata terhadap kerapatan papan sedangkan rasio face-core dan interaksi kedua faktor tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan papan pada taraf α 5%. Pada histogram di atas menunjukkan bahwa kerapatan OSB cenderung meningkat dengan menurunnya kadar perekat yang berarti bahwa kerapatan semakin tinggi dengan penggunaan perekat yang lebih sedikit. Kerapatan papan merupakan faktor penting yang sangat mempengaruhi sifat-sifat papan yang dihasilkan. Menurut Maloney (1993) kerapatan sangat mempengaruhi hampir semua sifat papan komposit kecuali stabilitas dimensi, kerapatan yang tinggi akan menghasilkan kontak yang intensif antara perekat dengan partikel sehingga penggunaan perekat lebih efesien. Hasil uji lanjut dengan menggunakan A1B1 : rasio face-core 40:60, kadar perekat 7% A3B1 : rasio face-core 60:40, kadar perekat 7% A1B2 : rasio face-core 40:60, kadar perekat 6% A3B2 : rasio face-core 60:40, kadar perekat 6% A1B3 : rasio face-core 40:60, kadar perekat 5% A3B3 : rasio face-core 60:40, kadar perekat 5% A1B4 : rasio face-core 40:60, kadar perekat 4% A3B4 : rasio face-core 60:40, kadar perekat 4% A2B1 : rasio face-core 50:50, kadar perekat 7% A4B1 : rasio face-core 70:30, kadar perekat 7% A2B2 : rasio face-core 50:50, kadar perekat 6% A4B2 : rasio face-core 70:30, kadar perekat 6% A2B3 : rasio face-core 50:50, kadar perekat 5% A4B3 : rasio face-core 70:30, kadar perekat 5%

35

perbandingan berganda Duncan, kadar perekat 5% dan 7% tidak berbeda nyata tetapi keduanya berbeda nyata dengan kadar perekat lainnya yaitu 6% dan 4%. Hasil analisis analisis sidik ragam dan uji lanjut selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7.

Kadar Air

Hasil perhitungan kadar air menunjukkan bahwa OSB yang dihasilkan memiliki kisaran kadar air 7,34-9,12% yang disajikan pada Tabel 1. Semua papan yang dihasilkan memenuhi standar yang ditetapkan dalam JIS A 5908-2003 yaitu kadar air yang berkisar 5-13%. Kadar air tertinggi terdapat pada OSB dengan rasio face-core 60:40 dan kadar perekat 7% sedangkan kadar air terendah pada OSB dengan rasio face-core 50:50 dan kadar perekat 6%.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, rasio face-core, kadar perekat dan interaksi kedua faktor tersebut berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air OSB pada taraf α 5%. Hasil uji lanjut dengan menggunakan perbandingan berganda Duncan, rasio face-core 50:50% dengan kadar perekat 6% berbeda nyata dengan rasio 60:40% yang kadar perekatnya 7% sedangkan papan yang lainnya tidak berbeda nyata. Hasil analisis analisis sidik ragam dan uji lanjut selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8.

Kadar air OSB yang direkat dengan kadar 7% cenderung lebih tinggi dibandingkan 6%, hal ini disebabkan sifat perekat isocyanate yang sangat reaktif terhadap air. Menurut Umemura et al. (1998), MDI lebih reaktif terhadap air dibandingkan dengan kayu, sehingga jika air terdapat dalam kayu maka MDI terlebih dahulu bereaksi dengan air sebelum bereaksi dengan komponen kayu. Jumlah perekat yang banyak juga mengandung gugus isocyanate yang banyak dan ikatan yang dibentuk dengan kondisi seperti ini relatif lebih rapuh dan partikel memungkinkan untuk menyerap air/uap air dari lingkungan sekelilingnya.

Kadar air OSB cenderung meningkat dengan menurunnya kadar perekat yang digunakan. Hal ini dapat dimengerti karena sedikitnya jumlah perekat menyebabkan perekat tidak terdistribusi dengan baik dan partikel tidak tertutupi dengan sempurna sehingga terdapat daerah yang tidak terjadi kontak antar partikel yang masih dapat menyerap air/uap air di sekelilingnya. Variasi kadar air OSB

yang dihasilkan diduga disebabkan karena kadar air strand yang digunakan tidak sama mengingat pengeringan strands dalam jumlah banyak mengakibatkan panas tidak terdistribusi secara merata ke bagian dalam tumpukan strands.

Kadar air merupakan sifat fisis papan yang menunjukkan kandungan air papan dalam keadaan kesetimbangan dengan lingkungan sekitarnya. Kadar air OSB yang diperoleh menunjukkan bahwa terjadi penyerapan air sebagai akibat dari kelembaban udara disekitar papan lebih tinggi dari kelembaban dalam papan pada saat conditioning namun penambahan kadar air OSB tidak berbeda jauh dengan kadar air bahan bakunya (6-7%), hal ini disebabkan penggunaan perekat isocyanate yang bersifat tahan air sehingga kemungkinan masuknya air ke dalam papan menjadi lebih kecil.

Pengembangan Tebal

Nilai pengembangan tebal OSB setelah perendaman 2 jam dan 24 jam disajikan pada Tabel 1. Nilai pengembangan tebal setelah perendaman 2 jam berkisar antara 0,30-3,29% sementara setelah perendaman 24 jam, nilai pengembangan tebal OSB berkisar antara 3,34-10,35%. Nilai pengembangan tebal yang dipersyaratkan dalam JIS A 5908-2003 adalah maksimum 25%. Dengan demikian semua OSB yang dihasilkan memenuhi standar.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa baik rasio face-core, kadar perekat maupun interaksi kedua faktor tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap pengembangan tebal setelah perendaman 2 jam pada taraf α 5%. Untuk pengembangan tebal setelah perendaman 24 jam, hanya rasio face-core yang berpengaruh nyata sementara kadar perekat dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata. Hasil uji lanjutnya menunjukkan bahwa rasio face-core 60:40 berbeda nyata dengan rasio face-core lainnya. Dengan rasio face-core 60:40, OSB memiliki stabilitas dimensi yang terbaik dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini dimungkinkan karena perbandingan strands pada setiap lapisan tersebut mampu saling menahan pengembangannya. Hasil analisis analisis sidik ragam dan uji lanjut selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9 dan 10.

37

Nilai pengembangan tebal terendah baik setelah perendaman 2 jam maupun 24 jam adalah OSB dengan rasio face-core 60:40 yang kadar perekatnya 6%. Sifat pengembangan tebal papan akan menentukan apakah suatu papan dapat digunakan untuk keperluan interior atau eksterior. Sifat ini menjadi penting karena dengan pengembangan tebal yang tinggi maka stabilitas dimensi papan tersebut rendah. Nilai pengembangan tertinggi setelah perendaman 2 jam adalah OSB dengan rasio face:core 50:50 yang kadar perekatnya 7% sedangkan setelah perendaman 24 jam adalah OSB dengan rasio face:core 40:60 yang kadar perekatnya 4%.

Semakin sedikit jumlah perekat yang digunakan, maka pengembangan tebal akan semakin tinggi. OSB dengan perekat yang lebih sedikit menyebabkan kurang terdistribusinya perekat ke seluruh permukaan strands sehingga bagian yang tidak tertutupi oleh perekat dapat mengikat air pada saat perendaman berlangsung. Namun pengembangan tebal OSB pada kadar perekat 7% lebih tinggi dibandingkan 6%, hal ini sejalan dengan kadar air yang terdapat pada OSB dimana kadar 7% lebih tinggi dari kadar 6% sebagai akibat dari ikatan yang terbentuk lebih rapuh dengan perekat yang lebih banyak.

Nilai pengembangan tebal OSB pada penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan pengembangan tebal hasil penelitian Nuryawan (2007) yang membuat OSB dari kayu akasia, eukaliptus dan gmelina dengan perekat isocyanate dan penambahan wax sebesar 1%. Dalam penelitian tersebut, nilai pengembangan tebal setelah 2 jam untuk kayu akasia, kayu ekaliptus dan gmelina berturut-turut adalah 3,10%; 2,47%; dan 2,72% sementara setelah perendaman 24 jam, nilai pengembangan tebal untuk kayu akasia, kayu ekaliptus dan gmelina berturut-turut adalah 16,52%; 17,11%; dan 13,62%. Hal ini disebabkan bahan baku strands yang digunakan yaitu bambu lebih stabil dibanding kayu. Secara anatomi, bambu terdiri dari sel-sel parenkim dan ikatan vaskular yang semuanya terorientasi axial sedangkan kayu, selain terdiri dari sel pembuluh dan serat yang terorientasi axial juga terdiri dari sel jari-jari yang terorientasi radial yang menyebabkan stabilitas dimensi kayu lebih rendah dibandingkan bambu.

Faktor lain yang menyebabkan nilai pengembangan tebal OSB bambu lebih rendah dibandingkan OSB dari kayu tersebut yaitu rendahnya nilai compression ratio (CR) pada OSB bambu dibandingkan CR pada OSB dari kayu. BJ akasia sebesar 0,41, BJ ekaliptus sebesar 0,57, BJ gmelina sebesar 0,45 sedangkan BJ bambu sebesar 0,64. BJ bahan baku yang lebih kecil akan memiliki CR yang lebih tinggi dibandingkan bahan baku yang BJ-nya lebih besar jika dimampatkan pada kerapatan yang sama. Bowyer et al. (2003) menyatakan untuk mendapatkan papan dengan kontak yang memuaskan antar partikel-partikelnya, dibutuhkan CR yang berkisar 1,2 – 1,6 sementara menurut Maloney (1993) CR yang dapat menghasilkan papan dengan kualitas yang baik sebesar 1,3. Nilai CR yang tinggi akan meningkatkan sifat mekanis papan namun sebaliknya akan menurunkan stabilitas dimensi papan. Walaupun tanpa penambahan bahan aditif berupa wax/parafin, nilai pengembangan tebal OSB bambu ini cukup kecil juga disebabkan oleh penggunaan perekat isocyanate yang merupakan perekat yang bersifat waterproof.

Pengembangan Linier

Nilai rata-rata pengembangan linier untuk setiap OSB yang dihasilkan disajikan pada Tabel 1. Pengembangan linier merupakan sifat fisis yang menunjukkan pertambahan dimensi linier setelah papan direndam selama 2 jam dan 24 jam. Berdasarkan hasil pengujian, nilai pengembangan linear OSB dari bambu setelah perendaman 2 jam berkisar antara 0,09-0,21% sementara untuk setelah perendaman 24 jam nilainya berkisar antara 0,23-0,53% namun dalam JIS A 5908-2003, nilai pengembangan linier ini tidak dipersyaratkan. Pengembangan linier OSB terendah dihasilkan pada papan dengan rasio face-core 60:40 yang kadar perekatnya 5% setelah perendaman 2 jam dan papan dengan rasio face-core 70:30 yang kadar perekatnya 7% setelah perendaman 24 jam. Nilai pengembangan linier tertinggi baik setelah perendaman 2 jam maupun 24 jam adalah OSB dengan rasio face-core 70:30 yang kadar perekatnya 5%.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, rasio face-core, kadar perekat maupun interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap pengembangan linear baik setelah perendaman 2 jam (Lampiran 11) maupun 24 jam (Lampiran 12). Bowyer

39

et al. (2003) mengemukakan bahwa dibandingkan pengembangan tebal, pengembangan linier papan lebih kecil. Meskipun pengembangan linier ini tergolong kecil, tetapi akan menyebabkan permasalahan jika papan yang dibuat tidak diharapkan ada pengembangannya. Pengembangan linier OSB disebabkan oleh pengembangan pada strand-strand itu sendiri pada arah radial maupun tangensial.Strands yang direkatdengan isocyanate dan disusun dengan orientasi yang saling tegak lurus pada setiap lapisan papan menimbulkan gaya yang saling menahan pengembangannya. Pengembangan linier OSB ini jauh lebih kecil dari bambu, menurut Dransfield dan Widjaja (1995), perubahan dimensi bambu betung pada arah radial berkisar 5-7% dan pada arah tangensial berkisar 3,5-5%.

Daya Serap Air

Hasil pengujian terhadap daya serap air OSB (Tabel 1) diperoleh nilai yang berkisar antara 9,54-17,55% setelah perendaman 2 jam. Sementara setelah perendaman 24 jam, diperoleh nilai yang berkisar antara 28,22-41,68%. Dalam JIS A 5908-2003, nilai daya serap air tidak dipersyaratkan. Daya serap air terendah terdapat pada OSB dengan rasio face-core 70:30 yang kadar perekatnya 7% setelah perendaman 2 jam dan OSB dengan rasio face-core 70:30 yang kadar perekatnya 4% setelah perendaman 24 jam. Daya serap air tertinggi baik setelah perendaman 2 jam maupun 24 jam terdapat pada OSB dengan rasio face-core 50:50 yang kadar perekatnya 5%.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa rasio face-core, kadar perekat maupun interaksinya berpengaruh nyata terhadap daya serap air baik setelah perendaman 2 jam (Lampiran 13) maupun 24 jam (Lampiran 14). Uji lanjut dengan menggunakan perbandingan berganda Duncan menunjukkan bahwa setelah perendaman 2 jam, rasio face-core 70:30 dengan kadar perekat 7% berbeda nyata dengan rasio 50:50 dengan kadar perekat 4%, rasio 50:50 dengan kadar perekat 5% dan rasio 40:60 dengan kadar perekat 5% yang tidak berbeda nyata dengan rasio 70:30 yang kadar perekatnya 5%. Sementara papan yang lainya tidak berbeda nyata. Kombinasi antara rasio 70:30 dengan kadar perekat 7% menghasilkan OSB yang memiliki sifat penyerapan air yang paling kecil dibandingkan OSB yang lain. Hal ini dimungkinkan karena OSB tersebut lebih

padat atau rapat dan dilapisi dengan perekat yang cukup sehingga lebih sedikit rongga yang dapat dimasuki oleh air.

Setelah perendaman 24 jam, OSB dengan rasio face-core 70:30 yang kadar perekatnya 4% berbeda nyata dengan rasio 50:50 yang kadar perekatnya 6%, rasio 50:50 yang kadar perekatnya 4%, rasio 70:30 yang kadar perekatnya 5%, rasio 40:60 yang kadar perekatnya 5% dan rasio 50:50 yang kadar perekatnya 5%. Sedangkan OSB yang lain masing-masing tidak berbeda nyata. Kombinasi antara rasio 70:30 dengan kadar perekat 4% menghasilkan OSB yang memiliki sifat penyerapan air yang paling kecil setelah perendaman 24 jam dibandingkan OSB yang lain. Rasio ini juga yang terbaik setelah direndam 2 jam hanya saja perekat yang digunakan lebih sedikit. Hal ini diduga dengan perendaman yang lebih lama, OSB dengan perekat 4% telah mengalami kerusakan pada ikatan rekatnya sehingga telah jenuh dengan air sedangkan OSB dengan perekat 7%, ikatan perekatnya belum begitu mengalami kerusakan sehingga strand-strand penyusunnya masih dapat menyerap air.

Secara teoritis, semakin kecil daya serap air papan maka stabilitas dimensi papan dalam hal ini pengembangan tebalnya juga semakin baik demikian pula sebaliknya. Namun hasil yang diperoleh tidak langsung menunjukkan bahwa OSB dengan daya serap air terendah juga memiliki pengembangan tebal yang terendah. Hal ini dimungkinkan karena air yang masuk ke dalam papan terdiri dari air yang masuk dan mengisi rongga-rongga kosong yang terdapat di dalam OSB, serta air yang masuk ke dalam strand-strand penyusun OSB sementara daya serap air dihitung berdasarkan berat OSB sebelum dan sesudah direndam dalam air.

Sifat Mekanis OSB

Hasil pengujian terhadap sifat mekanis OSB dari bambu disajikan pada Tabel 2.

Keteguhan Tarik Tegak Lurus Permukaan (Internal Bond)

Nilai rata-rata keteguhan tarik tegak lurus permukaan OSB atau keteguhan rekat berkisar antara 5,03-15,05 kgf/cm2 yang disajikan pada Tabel 2. Dalam JIS

41

A 5908-2003, nilai keteguhan rekat yang dipersyaratkan minimum 3,10 kgf/cm2 sehingga OSB yang dihasilkan dalam penelitian ini semuanya memenuhi standar. Tabel 2. Sifat mekanis OSB dari bambu

Perlakuan IB (kgf/cm2)

MOE (104kgf/cm2) MOR (kgf/cm2)

KPS (kgf) Kering Basah Kering Basah

// pjg // lbr // pjg // lbr // pjg // lbr // pjg // lbr A1B1 9,33 7,83 2,85 1,30 2,34 486 344 92 213 74,48 A1B2 12,47 8,55 3,46 4,40 2,18 639 471 291 290 44,13 A1B3 9,96 8,53 2,70 3,74 1,35 669 357 256 230 51,84 A1B4 9,02 7,75 2,69 0,28 1,45 404 306 36 136 66,30 A2B1 5,75 8,53 2,43 3,80 1,60 499 287 179 156 82,94 A2B2 15,04 9,33 2,40 5,67 2,17 757 366 421 280 66,50 A2B3 5,03 8,98 2,80 0,88 0,76 472 298 70 92 77,80 A2B4 7,77 10,33 2,20 0,24 0,81 527 248 47 76 89,42 A3B1 10,70 10,13 2,05 4,85 1,13 713 302 269 126 84,32 A3B2 12,82 9,47 1,72 5,33 1,19 797 289 439 189 49,81 A3B3 8,69 9,48 0,97 3,88 0,93 687 255 250 114 61,27 A3B4 7,83 11,53 1,54 1,98 0,72 486 185 135 86 59,63 A4B1 14,79 10,68 1,10 5,76 0,63 860 188 203 112 49,46 A4B2 8,19 10,88 1,01 5,69 0,70 676 179 467 139 45,31 A4B3 8,87 13,31 0,77 3,27 0,72 923 105 191 96 60,66 A4B4 6,03 10,02 1,36 4,31 0,48 632 161 212 58 46,11 JIS >3,10 >4,08 >1,33 - - >245 >102 >122 >51 >49,02 Keterangan :

Hasil analisis sidik ragam dengan menggunakan perbandingan berganda Duncan (Lampiran 15) menunjukkan bahwa rasio face-core, kadar perekat maupun interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap keteguhan rekat OSB pada taraf α 5%, dan dari pengujian diketahui bahwa pada umumnya kerusakan contoh uji terjadi pada bagian tengah OSB. Fenomena ini umum terjadi sebagai akibat dari menurunnya kerapatan papan dari permukaan ke bagian tengah sehingga mengakibatkan lemahnya ikatan antar partikel pada bagian tengah papan. Hal ini A1B1 : rasio face-core 40:60, kadar perekat 7% A3B1 : rasio face-core 60:40, kadar perekat 7% A1B2 : rasio face-core 40:60, kadar perekat 6% A3B2 : rasio face-core 60:40, kadar perekat 6% A1B3 : rasio face-core 40:60, kadar perekat 5% A3B3 : rasio face-core 60:40, kadar perekat 5% A1B4 : rasio face-core 40:60, kadar perekat 4% A3B4 : rasio face-core 60:40, kadar perekat 4% A2B1 : rasio face-core 50:50, kadar perekat 7% A4B1 : rasio face-core 70:30, kadar perekat 7% A2B2 : rasio face-core 50:50, kadar perekat 6% A4B2 : rasio face-core 70:30, kadar perekat 6% A2B3 : rasio face-core 50:50, kadar perekat 5% A4B3 : rasio face-core 70:30, kadar perekat 5%

menunjukkan bahwa OSB yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki ikatan antara lapisan yang cukup kuat. Menurut Bowyer et al. (2003) keteguhan rekat mengindikasikan kekuatan ikatan antar partikel dan merupakan pengujian yang penting untuk pengendalian kualitas karena menunjukkan kemampuan blending, pembentukan lembaran, dan proses pengempaan. Gambaran mengenai bentuk- bentuk kerusakan contoh uji disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10. Bentuk-bentuk kerusakan contoh uji keteguhan rekat pada rasio face- core yang berbeda a) 40:60; b) 50:50; c) 60:40; d) 70:30.

OSB yang memiliki nilai keteguhan rekat terkecil adalah OSB dengan rasio face-core 50:50 yang kadar perekatnya 5% sementara nilai keteguhan rekat terbesar terdapat pada OSB dengan rasio face-core 50:50 yang kadar perekatnya 6%. Kuatnya ikatan OSB yang dihasilkan dalam penelitian ini disebabkan oleh

a b

43

penggunaan perekat isocyanate yang memiliki gugus kimia (-N = C = O) yang sangat reaktif. Menurut Marra (1992) ikatan dengan polaritas yang kuat dari senyawa yang membawa radikal ini tidak hanya mempunyai potensi daya rekat yang baik tetapi juga potensial untuk membentuk ikatan kovalen dengan substrat yang mempunyai gugus hidrogen reaktif. Lebih lanjut dikemukakan Galbraith and Newman (1992) bahwa pada isocyanate disamping terjadi adhesi mekanik, juga terjadi ikatan kimia. Secara kimia isocyanate bereaksi dengan hydroxyl group yang terdapat dalam kayu membentuk ikatan poliuretan diantara partikel kayu. Secara fisik, isocyanate bereaksi dengan air yang terdapat dalam kayu membentuk lem poliurea yang merupakan ikatan fisik dengan partikel kayu.

Modulus Elastisitas (MOE) Kering Sejajar Panjang dan Lebar OSB

Hasil pengujian terhadap MOE kering sejajar panjang OSB, diperoleh nilai yang berkisar antara 7,75-13,31 x 104 kgf/cm2, sementara nilai MOE kering sejajar lebar berkisar antara 0,77-3,46 x 104 kgf/cm2. Nilai rata-rata MOE kering sejajar panjang dan sejajar lebar setiap papan disajikan pada Tabel 2.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa rasio face-core berpengaruh sangat nyata terhadap nilai MOE kering sejajar panjang pada taraf α 5% sementara kadar perekat dan interaksinya tidak berpengaruh nyata. Uji lanjut dengan menggunakan perbandingan berganda Duncan menunjukkan bahwa rasio face-core 40:60 dengan 50:50, rasio face-core 50:50 dengan 60:40 dan rasio face- core 60:40 dengan 70:30 masing masing tidak berbeda nyata sedangkan setiap kombinasi tersebut berbeda nyata. Semakin besar rasio antara face dengan core dalam hal ini semakin banyak strands pada lapisan face, nilai MOE akan semakin tinggi. MOE adalah sifat yang menunjukkan kekakuan papan dan merupakan keteguhan papan untuk menahan beban lenturan tanpa terjadi perubahan bentuk yang tetap. Dengan semakin banyak strands yang disusun pada kedua lapisan face, papan akan mengalami deformasi yang semakin kecil dan mengindikasikan papan semakin kaku. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 16.

OSB yang memiliki nilai MOE kering sejajar panjang tertinggi adalah OSB dengan rasio face-core 70:30 yang kadar perekatnya 5% sedangkan nilai terkecil adalah OSB dengan rasio face-core 40:60 yang kadar perekatnya 4%. Dalam JIS A 5908-2003, nilai MOE ditetapkan minimum 4,08 x 104 kgf/cm2 sehingga OSB yang dihasilkan dalam penelitian ini semuanya memenuhi standar. Nilai MOE kering sejajar lebar OSB lebih kecil dari nilai MOE kering sejajar panjang OSB. Hal ini dikarenakan pengaruh posisi strands yang

Dokumen terkait