Pembuatan dan Pemisahan Produk Fattyamida Sekunder
Fattyamida sekunder merupakan produk antara pertama dalam pembuatan aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate yang diperoleh melalui reaksi antara asilklorida dengan fattyamina primer dalam CH2Cl2 dan piridin. Reaksi berlangsung melalui substitusi Cl oleh gugus NH amina primer. Indikator terbentuknya fattyamida sekunder diverifikasi dan dievaluasi dari perubahan mutu pita serapan IR pada bilangan gelombang 3300 cm-1 untuk vibrasi regang gugus N-H, dan pada 1639 cm-1 untuk vibrasi regang gugus C=O (Pavia 2001).
Hasil konversi fattyamina primer ke fattyamida sekunder ditandai dengan munculnya serapan kuat dan tajam dari vibrasi regang gugus C=O disekitar 1633 cm-1 dan pada 3301 cm-1 dari vibrasi regang ikatan N-H. Munculnya pita serapan tunggal N-H pada 3301 cm-1 juga merupakan indikator terbentuknya fattyamida sekunder yang merupakan pembeda dengan fattyamina primer dan asilklorida sebagai bahan bakunya. Serapan fattyamina primer pada bilangan gelombang 3300 cm-1 biasanya merupakan pita ganda, sedangkan asilklorida tidak memberikan pita
serapan. Produk fattyamida sekunder memberikan satu puncak serapan pada 3301
cm-1 karena fattyamida sekunder hanya memiliki satu ikatan N-H, seperti
diperlihatkan pada Gambar 13. Perbedaan spektrum IR produk fattyamida
sekunder dibanding asilklorida sebagai bahan bakunya ditampilkan pada Gambar 13. Rendemen berbagai jenis produk antara fattyamida sekunder sesuai dengan individual fattyamina primer dan asilklorida yang digunakan sebagai bahan baku ditampilkan pada Tabel 6, sedangkan data lengkapnya disajikan pada Lampiran 2.
Setelah melalui proses pemisahan dengan ekstraksi pelarut dan pemisahan dalam kolom florisil, produk fattyamida sekunder yang diperoleh berupa serbuk padat halus berwarna putih keabuan, atau cairan minyak (oily) kuning kecoklatan. Pada kondisi reaksi yang sama, rendemen produk fattyamida sekunder yang dihasilkan bervariasi dari 10% sampai 87%, dan tidak terdapat pola hubungan yang khas antara panjang rantai senyawa yang dihasilkan dengan rendemennya. Dari pengulangan pembuatan dengan menggunakan berbagai panjang rantai individual fattyamina primer dan individual asilklorida, menunjukkan bahwa rendemen hasil sintesis lebih banyak ditentukan oleh proses pemisahan produk daripada ditentukan oleh panjang rantai fattyamina primer dan asilklorida yang
40
berkarakteristik surfaktan, sehingga pada proses pemisahan menggunakan pelarut untuk pemurnian produk seringkali terbentuk sistem dispersi (emulsi) yang menyulitkan pemisahan dan mengakibatkan penurunan rendemen. Rendahnya produk fattyamida sekunder dari heksadesilamin dan oktadesilamin dengan laurilklorida, disebabkan oleh sangat tingginya daya emulsifikasi produk tersebut, membentuk sistem dispersi milky sehingga sulit untuk dipisahkan.
Tabel 6 Rendemen produk antara fattyamida sekunder dengan metode reaktor tumpak terbuka tangki teraduk
Rantai alkil
Fattyamina (1º) Acylklorida Rantai alkil FattyamidaRendemen (2º),%(b/b) Penampakkan Fisik
C12:0 C18:1 50 (n= 11) Oily, kuning
C16:0 C18:1 59 (n= 8) Serbuk padat kasar, kuning
C18:0 C18:1 51 (n= 7) Serbuk padat kasar, kuning
C12:0 C16:0 17 (n= 6) Serbuk padat halus, putih
C16:0 C16:0 87 (n= 6) Serbuk padat halus, putih
C18:0 C16:0 83 (n= 8) Serbuk padat halus, putih
C12:0 C12:0 60 (n= 8) Serbuk padat halus, putih
C16:0 C12:0 20 (n= 17) Serbuk padat halus, putih
C18:0 C12:0 10 (n= 4) Serbuk padat halus, putih
Keterangan: n adalah pengulangan produksi.
Gambar 13 Spektrum serapan IR asilklorida dan fattyamida sekunder.
Pembuatan dan Pemisahan Produk Fattyamina Sekunder
Fattyamina sekunder diperoleh melalui proses reduksi fattyamida sekunder menggunakan reduktor LiAlH4. Sebagai reduktor, LiAlH4 merupakan reduktor yang lebih kuat dan spesifik dibandingkan dengan reduktor lainnya, seperti NaBH4
41
(Newman & Fukunaga 1960). Reduksi fattyamida menjadi fattyamina berlangsung melalui serangan nukleofilik atom hidrogen dari LiAlH4 pada karbon karbonil. Elektron dari ikatan C=O bergerak ke atom oksigen untuk menghasilkan zat antara berupa senyawa kompleks logam alkoksida. Logam alkoksida merupakan gugus pergi yang baik dan menghasilkan ion iminium yang sangat reaktif terhadap serangan nukleofilik dari atom hidrogen LiAlH4 sehingga terbentuk fattyamina sekunder yang hasilnya bisa dimonitor dari perubahan pola absorpsi spektrum IR.
Mekanisme proses reduksi fattyamida menjadi fattyamina oleh LiAlH4
ditampilkan pada Gambar 14.
Gambar 14 Skema reduksi fattyamida sekunder menjadi fattyamina sekunder. Tidak seperti produksi fattyamida sekunder yang dapat berlangsung mudah pada reaktor tumpak terbuka tangki teraduk, reduksi fattyamida sekunder ke fattyamina sekunder sangat dipengaruhi faktor lingkungan yang akan berdampak pada efektivitas kerja reduktor yang digunakan. Pemilihan reduktor sangat penting karena gugus alkil yang panjang pada fattyamida akan mengurangi kemampuan reduksi dari reduktor melalui halangan ruang. Efektivitas kerja reduktor dapat dioptimalkan dengan menciptakan/mengkondisikan lingkungan reaktor yang lebih lembam dengan pengaliran nitrogen menggantikan udara. Dengan pertimbangan tersebut, maka pada tahap pembuatan fattyamina sekunder dilakukan seleksi cara pembuatan yang optimal menggunakan teknik reaktor tumpak terbuka tangki teraduk, reaktor tumpak tertutup pemicu gelombang mikro, dan reaktor tumpak tertutup syncore tangki teraduk.
Keberhasilan konversi fattyamida sekunder ke fatyamina sekunder
42
C=O pada bilangan gelombang 1639 cm-1, munculnya vibrasi regang ikatan N-H
pada 3300 cm-1, dan munculnya serapan vibrasi tekuk N-H pada 1544-1555 cm-1
Menghilangnya gugus C=O pada daerah 1639 cm-1 dianggap penting karena gugus
ini merupakan pembeda utama fattyamina dari fattyamida, sedangkan keberadaan
gugus N-H pada daerah 3300 cm-1 dapat merupakan pendukung karena berbedanya
bentuk serapan untuk fattyamida dan fattyamina. Serapan fattyamida pada daerah 3300 cm-1 lebih kuat dan runcing, sedangkan serapan fattyamina sekunder lebih lemah dan berupa pita tunggal, yang juga berbeda dari fattyamina primer yang berupa pita ganda (Pavia 2001).
Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Reaktor Tumpak Tertutup Pemicu Gelombang Mikro
Pembuatan fattyamina sekunder dengan memanfaatkan panas yang
dihasilkan dari gelombang mikro dilakukan dalam reaktor labu teflon tertutup. Gelombang mikro merupakan suatu gelombang elektromagnet dengan panjang gelombang antara 1,0 cm – 1,0 m, dengan frekuensi antara 30 – 0,3 GHz. Pemanasan gelombang mikro adalah pemanasan yang disebabkan oleh pergerakan molekul berupa interaksi antara komponen listrik dari gelombang dengan partikel bermuatan yang menghasilkan migrasi ion-ion dan rotasi dari dipol-dipol dengan tidak mengubah struktur molekul (Whittaker 1994 & 1997). Perubahan energi gelombang mikro menjadi panas dapat diketahui dari dua mekanisme, yaitu konduksi ionik dan rotasi dipolar, sehingga hanya molekul ionik dan molekul yang memiliki dwikutub yang dapat berinteraksi dengan gelombang mikro untuk memproduksi panas.
Pembuatan fattyamina sekunder dengan metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro yang dilakukan pada penelitian ini dirancang dengan waktu reaksi yang sama dengan metode tumpak terbuka tangki teraduk dan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk, untuk membandingkan efektifitasnya. Namun sistem reaktor labu teflon tertutup yang dirancang tidak mampu menahan tekanan uap pelarut THF lebih lama yang dihasilkan oleh pemanasan gelombang mikro, sehingga waktu reaksi hanya bisa dilaksanakan selama 45, 60, dan 90 menit. Energi gelombang mikro yang dihasilkan mengakibatkan pemuaian reaktor labu teflon, sehingga uap THF yang berfungsi sebagai media reaksi bocor keluar. Pola spektrum serapan IR produk fattyamina sekunder yang dihasilkan dari ketiga
43
waktu reaksi tersebut ditampilkan pada Gambar 15, sedangkan pola kurva perubahan intensitas serapan vibrasi C=O pada bilangan gelombang 1639-1645 cm-1 ditampilkan pada Gambar 16.
Gambar 15 Spektrum serapan IR produk fattyamina sekunder metode tumpak tertutup gelombang mikro. A) 45 menit, B) 60 menit, dan C) 90 menit
44
Seperti tampak pada spektrum Gambar 15, produk yang diperoleh pada ketiga waktu reaksi menghasilkan penurunan intensitas spektrum serapan vibrasi
regang gugus C=O pada bilangan gelombang 1633 cm-1 yang menandakan
penurunan fattyamida sekunder yang digunakan sebagai bahan baku. Penurunan intensitas spektrum pada pada waktu reaksi 60 menit lebih besar jika dibandingkan dengan waktu pembuatan 45 menit dan 90 menit. Selain itu, spektrum serapan IR produk fattyamina sekunder yang dihasilkan dengan waktu reaksi 60 menit juga menghasilkan pita serapan yang lebih kuat pada bilangan gelombang 1544-1555 cm-1 (vibrasi tekuk N-H fattyamina sekunder) bila dibandingkan dengan spektrum produk pada 2 waktu reaksi lainnya. Perubahan intensitas serapan vibrasi regang C=O pada bilangan gelombang 1633 cm-1 dari produk fattyamina sekunder yang
diukur dengan metode penarikan baseline ditampilkan pada Gambar 16. Gambar
16 mengisyaratkan setelah 60 menit reaksi dilangsungkan tidak terjadi lagi reduksi karena THF sebagai media reaksi telah habis menguap akibat kebocoran reaktor.
Gambar 16 Pengaruh waktu reaksi terhadap intensitas serapan vibrasi C=O pada 1633 cm-1 produk fattyamina sekunder metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro
Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Tumpak Terbuka Tangki Teraduk
Pembuatan fattyamina sekunder metode tumpak terbuka tangki teraduk telah dilakukan sebelumnya oleh Affani & Dugat (2007) menggunakan reduktor LiAlH4, yang juga diadopsi oleh Sidik (2007), dan Khotib (2010). Dalam penelitian ini, metode tumpak terbuka dilakukan untuk membandingkan pengaruh pengaliran gas nitrogen secara kontinyu dengan secara bertahap, sedangkan waktu
45
reaksi ditetapkan sama 24 jam sesuai acuan metode tersebut. Spektrum IR yang dihasilkan dari kedua cara tersebut ditampilkan pada Gambar 17 yang menunjukkan perbedaan intensitas serapan yang nyata pada bilangan gelombang 1637 cm-1 dan bilangan 3334 cm-1.
Gambar 17 Spektrum serapan IR produk fattyamina sekunder metode tumpak terbuka tangki teraduk purging kontinyu dan purging bertahap Penurunan intensitas spektrum serapan IR pada bilangan gelombang 1639-1645 cm-1 (vibrasi regang C=O) menandakan hilangnya gugus karbonil fattyamida yang digantikan dengan atom hidrogen dari LiAlH4 menjadi fattyamina sekunder. Perubahan tersebut tampak nyata pada spektrum dengan cara purging kontinyu. Selain itu, muncul juga intensitas serapan pada bilangan gelombang 1544-1555 cm-1 dari vibrasi tekuk NH yang menandakan terbentuknya ikatan N-H fattyamina sekunder. Pembeda lain dari kedua cara pembuatan ini juga tampak jelas dari pita serapan pada 3334 cm-1 untuk vibrasi regang N-H yang sangat dominan muncul pada cara purging kontinyu. Perbandingan intensitas pita serapan IR pada kisaran bilangan gelombang 1639-1645 cm-1 dan 1544-1555 cm-1 yang diukur dengan
metode penarikan baseline spektrum ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7
menunjukkan bahwa cara reaksi dengan pengaliran nitrogen kontinyu menghasilkan kuantitas produk fattyamina yang lebih tinggi dibandingkan dengan cara pengaliran nitrogen bertahap pada suhu dan waktu reaksi yang sama. Makin tinggi tingkat konversi fattyamida ke fattyamina, makin rendah intensitas serapan C=O, dan makin tinggi intensitas serapan C-H dan N-H pada spektrum produk yang dihasilkan.
46
Tabel 7 Pengaruh Kuantitas N2 terhadap Intensitas Serapan C=O dan N-H pada Pembuatan Fattyamina Sekunder
Intensitas Serapan Vibrasi (%T) Metode Pembuatan
C=O (1639-1645 cm-1) NH (1544-1555 cm-1 )
Purging N2 Kontinyu 3.6 18.9
Purging N2 Bertahap 11.1 6.3
Rendahnya kuantitas produk yang dihasilkan dengan cara pengaliran gas nitrogen bertahap, dipengaruhi oleh adanya kontak sistem reaksi dengan udara ketika pengaliran nitrogen dihentikan. Hasil ini mengungkap tentang betapa pentingnya peran gas nitrogen dalam pembuatan fattyamina sekunder. Gas nitrogen yang lebih lembam dibandingkan udara (campuran N2 dan O2) akan meningkatkan kinerja reduktor LiAlH4 dengan mengurangi peluang teroksidasi oleh lingkungan reaksi sehingga proses reduksi fattyamida sekunder menjadi fattyamina sekunder berlangsung lebih efektif.
Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Tumpak Tertutup Syncore
Tangki Teraduk
Pembuatan fattyamina sekunder dengan menggunakan metode tumpak
tertutup dilakukan untuk mengetahui waktu sintesis yang menghasilkan kuantitas fattyamina sekunder terbaik yang dimonitoring melalui perubahan pita serapan spektrum IR-nya. Metode ini menggunakan variasi waktu sintesis selama 12.5, 24, dan 48 jam pada suhu 75°C dalam sistem reaktor tertutup tangki teraduk.
Dari cara yang telah dilakukan sebelumnya, diketahui bahwa pembuatan fattyamina sekunder yang terbaik dengan metode tumpak terbuka tangki teraduk, adalah dengan pengaliran gas nitrogen secara kontinyu. Sementara itu, pada metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk ini, pengusiran udara dilakukan dengan cara purging gas nitrogen sesaat sebelum proses pembuatan dilakukan. Kelebihan dari metode ini adalah tidak adanya kemungkinan udara masuk kembali ke dalam sistem reaksi yang tertutup, sehingga efisiensi reaksi lebih baik, karena hanya dengan purging nitrogen sesaat menjelang reaksi dilaksanakan ternyata menghasilkan fattyamina sekunder dengan kuantitas yang lebih baik.
Pita spektrum serapan IR yang dihasilkan dengan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk ditampilkan pada Gambar 18, sedangkan kurva pola perubahan intensitas serapan vibrasi regang C=O pada bilangan gelombang 1639
47
cm-1, dan vibrasi regangan N-H pada bilangan gelombang 3334 cm-1, ditampilkan pada Gambar 19 dan Gambar 20. Dari ketiga Gambar tersebut tampak bahwa kuantitas produk yang diperoleh untuk waktu reaksi 24 jam dan 48 jam tidak begitu berbeda, namun sangat berbeda dibanding waktu reaksi 12.5 jam. Penurunan intensitas serapan pada bilangan gelombang 1639 cm-1 untuk vibrasi regang ikatan C=O, dan kenaikan intensitas serapan pada 3334 cm-1 untuk vibrasi regang N-H dari waktu reaksi 24 jam dan 48 jam tidak begitu berbeda, sehingga waktu reaksi 24 jam selanjutnya dipilih dan ditetapkan untuk pembuatan berbagai jenis fattyamina sekunder menggunakan individual fattyamida sekunder yang telah diproduksi sebelumnya.
Gambar 18 Spektrum IR produk fattyamina sekunder metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk
Gambar 19 Pengaruh waktu reaksi terhadap intensitas serapan vibrasi C=O pada 1639 cm-1 produk fattyamina sekunder metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk
48
Gambar 20 Pengaruh waktu reaksi terhadap intensitas serapan vibrasi NH pada 3334 cm-1 produk fattyamina sekunder metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk
Perbandingan Hasil Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Tumpak Terbuka dan Tumpak Tertutup
Berdasarkan ketiga cara yang digunakan untuk membuat fattyamina
sekunder melalui jalur reaksi reduksi fattyamida sekunder dengan LiAlH4, kondisi terbaik yang diperoleh pada penelitian ini untuk masing-masing metode, yaitu waktu pembuatan 60 menit dengan metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro, purging gas nitrogen kontinyu 24 jam dengan metode tumpak terbuka tangki teraduk, dan waktu pembuatan 24 jam dengan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk. Spektrum serapan IR untuk ketiga cara tersebut ditampilkan pada Gambar 21.
Gambar 21 Spektrum serapan IR produk fattyamina sekunder pada kondisi optimum tiga metode yang diujikan.
49
Mengacu pada Gambar 21, metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk menghasilkan intensitas spektrum serapan IR yang terbaik dibandingkan dengan metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro pada labu teflon, dan metode tumpak terbuka tangki teraduk dengan purging gas nitrogen kontinyu. Hal tersebut terlihat dari perbedaan penurunan intensitas spektrum serapan vibrasi regang gugus C=O pada bilangan gelombang 1635 cm-1, dan dari perbedaan kenaikan intensitas serapan vibrasi regang N-H pada 3334 cm-1. Metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk menghasilkan intensitas serapan C=O paling rendah (1.8 %T) dan menghasilkan intensitas serapan NH tertinggi (3.3 %T) dibanding 2 metode lainnya. Perbandingan intensitas pita serapan pada kedua daerah bilangan gelombang tersebut ditampilkan pada Tabel 8, dan Gambar 22.
Tabel 8 Perbandingan Intensitas Serapan C=O dan N-H Tiga Metode Pembuatan Fattyamina Sekunder
Intensitas Vibrasi (%T) Metode Pembuatan
C=O (1639 cm-1) NH(3300cm-1)
Bahan baku fattyamida sekunder 13,5 24.9
Tumpak terbuka purging kontinyu 5.4 0.9
Tumpak tertutup microwave 4.5 3.0
Tumpak tertutup syncore 1.8 3.3
Gambar 22 Profil perubahan intensitas serapan spektrum vibrasi C=O dan NH produk fattyamina pada 3 metode pembuatan
50
Metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk merupakan metode terbaik untuk pembuatan fattyamina sekunder sehubungan efisiensi penggunaan gas nitrogen dan pelarut THF yang digunakan seperti ditampilkan pada Tabel 7. Pada metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro, adanya kesulitan teknis proses purging, masih terjadinya kontak pereaksi dengan udara yang berada di ruang reaktor, dan kebocoran labu reaktor teflon mengakibatkan tidak optimalnya fattyamina sekunder yang dihasilkan sehingga waktu pembuatan tidak bisa dilaksanakan sebagaimana metode tumpak terbuka tangki teraduk dan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk. Meskipun efektifitas metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro masih dibawah metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk, namun penggunaan gelombang mikro memiliki potensi yang menjanjikan jika kebocoran sistem reaktor dapat diatasi karena dapat menghemat penggunaan nitrogen, pelarut, dan waktu reaksi yang lebih singkat.
Metode tumpak terbuka tangki teraduk purging kontinyu menghasilkan kualitas fattyamina sekunder yang paling rendah. Selain itu, metode ini juga membutuhkan konsumsi bahan nitrogen dan THF yang jauh lebih banyak. Pada metode tumpak terbuka, nitrogen dialirkan secara kontinyu selama proses reaksi, sedangkan THF harus ditambahkan sewaktu-waktu karena selama proses reaksi terjadi kehilangan pelarut pada sistem reaktornya yang terbuka. Emisi uap THF yang keluar selama proses reaksi, selain menurunkan efisiensi proses dan meningkatkan konsumsi bahan, juga menimbulkan masalah pencemaran lingkungan. Dilain pihak, metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk, hanya memerlukan konsumsi nitrogen yang sedikit untuk purging udara pada saat memulai sintesis, dan tidak perlu memberikan umpan THF tambahan.
Metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk selanjutnya digunakan untuk membuat berbagai jenis fattyamina sekunder yang akan dijadikan sebagai bahan baku bagi pembuatan aditif kompleks Zn-difattyalkylditiocarbamate. Produk fattyamina sekunder yang diperoleh setelah melalui proses pemisahan dengan ekstraksi pelarut dan penguapan berupa padatan putih kekuningan, atau cairan minyak (oily) kekuningan. Rendemen hasil pembuatan fattyamina sekunder menggunakan berbagai jenis individual fattyamida sekunder ditampilkan pada Tabel 9, sedangkan data lengkapnya disajikan pada Lampiran 3.
Berdasarkan Tabel 9 tampak bahwa metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk dengan waktu reaksi 24 jam pada suhu 75ºC mampu menghasilkan produk
51
fattyamina sekunder. Namun demikian, efektifitas sintesis masih perlu ditingkatkan karena rendemen antar fattyamina sekunder yang dihasilkan masih beragam, dari 17% sampai 96%. Seperti halnya pada pembuatan fattyamida sekunder, selama melakukan pengulangan pembuatan fattyamina sekunder dengan
menggunakan berbagai panjang rantai individual fattyamida sekunder
menunjukkan bahwa rendemen pembuatan lebih banyak ditentukan oleh proses pemisahan produk daripada ditentukan oleh panjang rantai fattyamida sekunder yang digunakan sebagai bahan baku. Seperti fattyamida sekunder, fattyamina sekunder merupakan senyawa yang berkarakteristik surfaktan, sehingga pada proses pemisahan menggunakan pelarut untuk pemurnian produk seringkali terbentuk sistem dispersi yang menyulitkan pemisahan dan mengakibatkan penurunan rendemen. Dispersitas fattyamina sekunder dalam sistem pelarut selama proses pemisahan dan pemurnian bervariasi bergantung panjang rantai alkil dari asam lemak asalnya.
Tabel 9 Rendemen produk fattyamina sekunder dengan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk pada suhu 750C waktu reaksi 24 jam
Rantai alkil
Fatty Amina (1º) Acylklorida Rantai alkil FattyaminaRendemen (2º) , %(b/b) Penampakkan Fisik
C12:0 C18:1 17 (n= 15) Oily, kuning
C16:0 C18:1 84 (n= 27) Oily, kuning
C18:0 C18:1 54 (n= 17) Oily, kuning
C12:0 C16:0 96 (n= 9) Serbuk padat halus, putih
C16:0 C16:0 18 (n= 27) Serbuk padat kasar, putih
C18:0 C16:0 36 (n= 11) Serbuk padat kasar, putih
C12:0 C12:0 63 (n= 15) Serbuk padat halus, putih
C18:0 C12:0 53 (n= 5) Serbuk padat halus, putih
Keterangan: n adalah pengulangan sintesis.
Pembuatan dan Pemisahan Produk Zn-difattyalkylditiocarbamate
Aditif pelumas Zn-difattyalkiltiokarbamat diperoleh dari reaksi antara ion logam Zn (ZnCl2) dengan senyawa difattyalkyltiokarbamat dalam reaktor tumpak terbuka tangki teraduk. Komponen reaktan senyawa kompleks Zn-difattyalkylditiokarbamat berdasarkan kajian retro-sintesis terdiri dari senyawa fattyamina sekunder, karbon disulfida, dan ion logam Zn. Komponen reaktan
senyawa Zn-difattyalkylditiokarbamat adalah difattyalkylamina dan karbon
disulfida untuk membentuk difattyalkylditiokarbamat dan selanjutnya beraksi
52
Rendemen produk kompleks Zn-difattyalkylditiokarbamat untuk masing-masing bahan baku individual fattyamina sekunder yang direaksikan ditampilkan pada Tabel 10, sedangkan data lengkapnya disajikan pada Lampiran 4.
Tabel 10 Rendemen produk aditif kompleks Zn-difattyalkylditiocarbamate.
Fattyamina
Sekunder Produk yang Dihasilkan
Penampakkan Fisik
Rendemen (%) Dilaurilamina Zn-bis(dilauril)ditiokarbamat oily,kecoklatan 78 (n=8) Laurilpalmitilamina Zn-bis(laurilpalmitil)ditiokarbamat oily,kekuningan 87 (n=3) Lauriloleilamina Zn-bis(lauriloleil)ditiokarbamat oily,kekuningan 79 (n=3) Laurilstearilamina Zn-bis(laurilstearil)ditiokarbamat oily, jernih 85 (n=3) Palmitiloleilamina Zn-bis(palmitiloleil)ditiokarbamat oily,kekuningan 77 (n=4) Palmitilstearilamina Zn-bis(palmitilstearil)ditiokarbamat serbuk padat, kekuningan 81(n=4) Steariloleilamina Zn-bis(steariloleil)ditiokarbamat oily,kekuningan 80 (n=7)
Keterangan: n adalah ulangan sintesis
Dalam pembentukan Zn-difattyalkylditiokarbamat, difattyalkylditiokarbamat direaksikan dengan NaOH untuk meningkatkan reaktivitas atom sulfurnya dan mengikat klorida dari ZnCl2. Selain itu, penggunaan suasana basa (NaOH) akan meningkatkan reaktivitas atom nitrogen difattyalkilamina. Atom nitrogen dari difattyalkilamina dalam kondisi basa memiliki elektron bebas yang siap bereaksi, tetapi jika dalam kondisi asam atom nitrogen akan membentuk garam fattyamina sehingga tidak reaktif. Ion logam Na termasuk jenis asam Lewis kuat dan klorida termasuk jenis basa Lewis kuat sehingga pembentukan NaCl lebih disukai dari pada pengikatan logam Na oleh atom sulfur. Atom sulfur dalam bentuk ditiokarbamat termasuk jenis basa lemah sehingga akan lebih cenderung melepaskan ion logam Na untuk membentuk senyawa kompleks dengan ion logam Zn. Tahapan reaksi pembentukan Zn-difattyalkylditiokarbamat dari fattyamina sekunder ditampilkan pada Gambar 23.
53
Identifikasi keberhasilan pembuatan aditif pelumas
Zn-difattyalkylditiokarbamat dipantau menggunakan FTIR. Pita penting serapan
inframerah untuk kompleks ditiokarbamat menurut Thirumaran dalam (Awang et
al. 2006), yaitu vibrasi C-N dan C-S. Serapan vibrasi tioureida C-N biasanya berada pada bilangan gelombang 1450-1550 cm-1 sedangkan vibrasi C-S pada bilangan gelombang 950-1050 cm-1. Pita serapan yang tajam pada bilangan gelombang 1471-1478 cm-1 merupakan hasil regangan ikatan C-N. Keberadaan pita serapan ini menunjukkan bahwa ligan difattyalkyltiokarbamat telah bertindak sebagai ligan bidentat. Pita serapan vibrasi C-S pada bilangan gelombang 952-957
cm-1 juga menunjukkan bahwa kumpulan difattyalkyltiokarbamat bertindak
sebagai ligan bidentat. Jalur pita serapan yang berada pada kawasan inframerah jauh (400 – 300 cm-1) diketahui sebagai serapan vibrasi regangan ikatan logam-sulfur (M-S). Hasil verifikasi dan evaluasi terhadap produk aditif yang disintesa menunjukkan terdapatnya jalur pita serapan pada kawasan inframerah pada kisaran bilangan gelombang 2800-2950 cm-1 yang merupakan serapan regangan CH3
asimetri, pada 1454-1462 cm-1 yang menunjukkan serapan C-N, dan pada bilangan gelombang 968 cm-1 yang menunjukkan serapan C-S, yang juga diketahui sebagai kumpulan difattyalkyltiokarbamat yang bertindak sebagai ligan bidentat. Selain itu, muncul juga jalur pita serapan yang berada pada kawasan inframerah jauh, yaitu pada bilangan gelombang 351 cm-1 dan 387 cm-1 yang diketahui sebagai vibrasi ikatan Zn-S. Gambar 24 dan Gambar 25 menunjukkan spektrum serapan vibrasi IR produk aditif Zn-difattyalkylditiokarbamat dan bahan baku fattyamina sekunder.
54 Gambar 25Spektrum IR jauh fattyamina sekunder dan Zn-difattyalkylditiokarbamate
Selain menggunakan spektrum serapan IR, pemantauan keberhasilan pembuatan aditif juga dilakukan melalui pengujian kandungan logam Zn dalam beberapa produk Zn-difattyalkylditiocarbamate, dan dalam fase air bekas proses pencucian produk tersebut. Data hasil uji temu balik logam Zn dalam produk aditif