• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan proses pembuatan aditif pelumas zincdifattyalkyldithiocarbamate berbasis minyak nabati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan proses pembuatan aditif pelumas zincdifattyalkyldithiocarbamate berbasis minyak nabati"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN PROSES PEMBUATAN

ADITIF PELUMAS

Zinc-difattyalkyldithiocarbamate

BERBASIS MINYAK NABATI

KOMAR SUTRIAH

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul ”pengembangan proses pembuatan aditif pelumas Zinc-difattyalkyldithiocabamate berbasis minyak nabati” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Desember 2011

(3)

ABSTRACT

KOMAR SUTRIAH. Development of Vegetable Oil-based

Zinc-difattyalkyldithiocarbamate lubricant additive Production Process. Under supervision of Tun Tedja Irawadi, Zainal Alim Mas’ud and Irawadi Jamaran.

Dithiocarbamate is an organosulfur compound which has many functions and applications in the various industries. In the field of automotive and metal working, these compounds are used as additives lubricants, in agriculture as pesticides, in pharmaceuticals as an antioxidant. In this study, we synthesized Zinc-difattyalkyldithiocarbamates compounds using materials which were derived from vegetable oil. Furthermore, performance test of the synthesized product as antioxidant and antiwear-antifriction in lubrication system was carried out.

Zinc-difattyalkyldithiocarbamates complexes were synthesized by reacting primary fatty amines with acyl chlorides formed secondary fatty amides, continued with reducing the corresponding product to secondary fatty amines using LiAlH4,

and finally secondary fatty amines were reacting with ZnCl2 and CS2, to formed

Zinc-difattyalkyldithiocarbamates. Each corresponding of product were successfully synthesized with range of yield were 10 to 87, 17 to 96, and 77 to 87% respectively.

The synthesis of primary fatty amines to secondary fatty amides, secondary fatty amides to secondary fatty amines, and secondary fatty amines to

Zinc-difattyalkyldithiocarbamates complexes were evaluated from fourier

transformation infra red (FTIR) spectrum quality with the wave number of 3300 cm-1 for NH vibration, 1639 cm-1 for C=O vibration, 1454 cm-1 for tioureida C-N

vibration, 968 cm-1 for C-S vibration, and in the far infra-red area with the wave number of 387 cm-1 that showed the maximum absorption of M-S bond (sulfur

metal). Besides using the FTIR spectrum, Zinc-difattyalkyldithiocarbamates complexes formation were also evaluated by Zinc-recovery test using atomic absorption spectrophotometer (AAS), and conformity purity test using high performance liquid chromatography (HPLC).

All variants of Zinc-difattyalkyldithiocarbamates synthesized were done using rancimat test method and four ball test method to determine the antioxidant activity and antiwear-antifriction activity. At the same concentration of 125 ppm, all variants of product showed the antioxidant activity higher than the BHA, BHT, and commercial additives control. The highest antioxidant activity was obtained by

three variants of the Zinc-bis(dilauryl)dithiocarbamate,

(4)

the same concentration of 1.2%, all variants of product showed the welding point higher than the lube base oil HVI 60 as base lubricants, and US Steel 136 as

extreme pressure standard additive, but only

Zinc-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate and Zinc-bis(lauryloleyl)dithiocarbamate

showed load wear index higher than both of these base lubricants and standard. Zinc-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate was the best of antioxidant and antiwear-antifriction additive compared to others homologous compounds of product.

Conversion of crude palm oil to palmityc acid, palmytic acid to hexadecylamine, and hexadecylamine to Zinc-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate additive can increase the value of the product. With assumption, the cost of raw material as Rp.8.520,-/kg and the product value Rp.1.210.000,-/kg, therefore industry will able to generate added value with Rp.8.135,-/kg, and Rp.6.290,-/kg of company profit.

(5)

RINGKASAN

KOMAR SUTRIAH. Pengembangan Proses Pembuatan Aditif Pelumas

Zinc-difattyalkyldithiocarbamate Berbasis Minyak Nabati, dibawah bimbingan Tun Tedja Irawadi, Zainal Alim Mas’ud dan Irawadi Jamaran.

Ditiokarbamat merupakan senyawa organosulfur yang telah lama dikenal, dan diketahui banyak memiliki fungsi dan kegunaan. Di bidang pertanian, senyawa ini diantaranya digunakan sebagai pestisida, di bidang farmasi digunakan sebagai antioksidan, sedangkan di bidang industri otomotif dan pengerjaan logam digunakan sebagai aditif pelumas. Dalam penelitian ini dibuat senyawa Zinc-difattyalkyldithiocarbamate menggunakan bahan baku fattyamina primer berbasis minyak nabati dan dikarakaterisasi fungsinya sebagai aditif antioksidan dan aditif antiaus-antifriksi dalam sistem pelumasan.

Jalur proses pembuatan dimulai dari bahan baku fattyamine primer yang dikonversi ke fattyamide sekunder sebagai produk antara. Fattyamide sekunder selanjutnya direduksi menjadi fattyamine sekunder. Senyawa terakhir ini

selanjutnya dikonversi menjadi kompleks Zinc-difattyalkyldithiocarbamate.

Pembuatan fattyamide sekunder dan Zinc-difattyalkyldithiocarbamate dilakukan dalam reaktor tumpak terbuka tangki teraduk, sedangkan pembuatan fattyamine sekunder dilakukan dalam reaktor tumpak terbuka tangki teraduk, reaktor tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro, dan reaktor tumpak tertutup syncore tangki teraduk.

(6)

dan fourball digunakan untuk mengkarakterisasi daya antioksidan dan antiwear-antifriksi dari kompleks Zinc-difattyalkyldithiocarbamate yang dihasilkan.

Fattyamide sekunder, dan Zinc-difattyalkyldithiocarbamate berhasil dibuat dengan tingkat rendemen rerata yang beragam berturut-turut dari 10 - 87% , dan 77 - 87% tergantung panjang rantai karbon asam lemak dalam fattyamine primer yang digunakan sebagai bahan baku. Sementara itu, dari ketiga cara pembuatan fattyamine sekunder yang dilakukan, teknik reaktor tumpak tertutup syncore tangki teraduk merupakan cara terbaik dibanding dua cara lainnya, dengan rendemen rerata yang beragam dari 17 - 96% tergantung panjang rantai karbon asam lemak fattyamine primer yang digunakan sebagai bahan baku. Mengacu pada hasil seleksi

rendemen produk, maka dihasilkan 7 (tujuh) varian produk

Zinc-difattyalkyldithiocarbamate berdasarkan perbedaan panjang rantai karbon alkil asam lemak dan kejenuhan ikatan pada bahan baku fattyamine yang digunakan.

Pada konsentrasi yang sama 125 ppm, seluruh varian

Zinc-difattyalkyldithiocarbamate menunjukkan daya antioksidan yang tinggi, lebih tinggi dibanding BHT, BHA, dan aditif pelumas komersil. Daya antioksidan tertinggi diperoleh oleh varian produk yang dibentuk dari dodesillaurilamin, oktadesillaurilamin, dan heksadesillaurilamin masing-masing dengan waktu induksi berturut-turut sebesar 16,67; 16,54; dan 16,11 jam, lebih lama dibandingkan blanko refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) 13,17 jam.

Uji kinerja sebagai aditif antiaus-antifriksi dengan metode fouball ASTM-D2783 pada konsentrasi yang sama 1.2%, menunjukkan bahwa seluruh varian produk memiliki angka welding point yang lebih tinggi dari pelumas dasar lube base oil HVI 60, dan dari standar US Steel 136 untuk pelumas hydraulik, tetapi hanya dua varian aditif Zinc-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate dan Zinc-bis(lauryloleyl)dithiocarbamate yang memiliki angka load wear index yang lebih besar dari kedua standard tersebut, dan memenuhi kriteria sebagai aditif extreme pressure menurut standar US steel 136. Zinc-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate merupakan varian aditif yang memiliki aktivitas antioksidan dan antiwear-antifriksi optimal, yang sekaligus merupakan temuan baru dari penelitian ini, dan merupakan prototype aditif yang potensil untuk dikomersialisasi.

Konversi crude palm oil ke asam palmitat, asam palmitat ke

hexadecylamine yang dilanjutkan ke produk agroindustri hilir aditif

(7)

keuntungan 7.23%, pada tingkat asumsi harga bahan baku Rp.8.520,-/kg dengan harga jual produk Rp.1.210.000,-/kg. Tingkat nilai tambah dan tingkat keuntungan sensitif terhadap perubahan harga bahan baku, dan bahan kimia pembantu (nilai input lain) yang digunakan. Kenaikan 10% harga bahan baku menurunkan nilai tambah dan keuntungan sebesar 1%, sedangkan kenaikan bahan kimia pembantu 10% menurunkan nilai tambah dan keuntungan sebesar 8%

Kata kunci: fattyamina, fattyamida, Zn-difattyalkylditiocarbamate, antioksidan,

antiaus-antifriksi, nilai tambah produk.

(8)

PENGEMBANGAN PROSES PEMBUATAN

ADITIF PELUMAS

Zinc-difattyalkyldithiocarbamate

BERBASIS MINYAK NABATI

KOMAR SUTRIAH

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Ujian Tertutup pada

Hari : Senin

Tanggal : 10 Oktober 2011

Pukul : 09.00 – 12.00

Tempat : Ruang Ujian Sekolah Pascasarjana

Lantai 2 Gedung Rektorat Kampus IPB Darmaga Bogor

Penguji : 1. Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA

2. Prof. Dr. Ir. Erliza Noor

Ujian Terbuka pada

Hari : Selasa

Tanggal : 27 Desember 2011

Pukul : 13.00

Tempat : Auditorium Toyib Hadiwijaya FAPERTA IPB

Penguji Luar Komisi : 1. Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA

(Guru Besar Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA IPB)

2. Dr. Zulkifli Rangkuti

(10)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pengembangan Proses Pembuatan Aditif Pelumas

Zinc-difattyalkyldithiocarbamate Berbasis Minyak Nabati

Nama : Komar Sutriah

NRP : F361030011

Program Studi : Teknologi Industri Pertanian (TIP)

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS Ketua

Dr. Zainal Alim Mas’ud, DEA Prof. Dr. Ir. Irawadi Jamaran

Anggota Anggota

Diketahui:

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Teknologi Industri Pertanian,

Dr. Ir. Machfud, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

(11)

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia, dan ridho-Nya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Disertasi ini merupakan hasil penelitian yang disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada program Studi Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Judul disertasi ini adalah ”Pengembangan Proses Pembuatan Aditif

Pelumas Zinc-difattyalkyldithiocarbamate Berbasis Minyak Nabati” yang

merupakan bagian dari Penelitian Hibah Tim Pascasarjana dengan Ketua Dr. Zainal Alim Mas’ud, DEA. Meskipun topik penelitian ini mengenai aditif pelumas berbasis minyak nabati, namun tahap produksinya dimulai dari fattyamine primer

yang merupakan produk turunan intermediet minyak nabati yang sudah

dikomersialisasi. Fattyamine primer ditransformasi menjadi produk hilir Zinc-difattyalkyldithiocarbamate melalui jalur produksi fattyamide sekunder, dan fattyamine sekunder. Kompleks Zinc-difattyalkyldithiocarbamate diuji kinerjanya sebagai aditif antioksidan dan antiwear-antifriksi menggunakan RBDPO dan Lube Base Oil HVI-60 produksi Pertamina sebagai pelumas dasar. Analisis nilai tambah produk dilakukan terhadap varian aditif terpilih yang memiliki kinerja antioksidan dan antiwear-antifriksi optimum.

Penulis menyadari bahwa terwujudnya disertasi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya dan terimakasih yang tulus kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS sebagai ketua komisi pembimbing, Dr. Zainal Alim Mas’ud, DEA, dan Prof. Dr. Ir. Irawadi Jamaran sebagai anggota komisi pembimbing, atas segala bimbingan dan arahan dengan penuh dedikasi, dorongan motivasi, dan kesabarannya yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini.

2. Dr. Zainal Alim Mas’ud, DEA, sebagai Ketua Peneliti Hibah Tim Pascasarjana

yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk terlibat dalam proyek tersebut sehingga penelitian dan penulisan disertasi ini dapat diselesaikan.

3. Pengelola program pascasarjana IPB: Dekan dan Sekretaris Sekolah

(13)

Program Studi TIP atas dorongan semangat, kesempatan, kemudahan dan fasilitasi yang diberikan selama penulis melaksanakan studi.

4. Kepala Laboratoium Terpadu IPB, atas fasilitas tempat, bahan, dan peralatan sehingga penulis sangat dibantu selama melakukan penelitian dan penulisan disertasi.

5. Dekan FMIPA IPB dan Ketua Departemen Kimia FMIPA IPB, atas ijin dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan S3. 6. Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA., dan Prof. Dr. Ir. Erliza Noor

sebagai penguji pada ujian tertutup, Prof. Dr.Ir. Ani Suryani, DEA., dan Dr. Zulkifli Rangkuti sebagai penguji pada ujian terbuka atas kesediaannya meluangkan waktu serta koreksinya.

7. Prof. Dr. Ir. Suminar S. Achmadi, dan Dr. dr. Irma H.Suparto, atas kesediannya mengkoreksi naskah jurnal dan abstract.

8. Khotib, Mila, Ratna, Vicky, Maya, Rita, Anna, Ani, Muti, Ibu Nur atas segala bantuan dan kerjasama yang diberikan sehingga disertasi ini dapat diselesaikan.

9. Rekan-rekan TIP 2003: Sarifah Nurjanah, Edy Mulyono, Sulistyo Sidik Purnomo, Srigunani Partiwi, Ismiyati, Kurnia Harlina Dewi, Acep Muhib, R.Acep Jaya Prawira, Pak Soufjan Awal, Pak Tommy, dan Firman Noer TA (alm) atas kebersamaannya selama belajar dan penelitian.

10.Rekan-rekan staf pengajar Departemen Kimia FMIPA IPB atas dukungannya

selama penulis melaksanakan pendidikan S3 ini.

11.Keluarga tercinta: istri, anak, ema, bapa (alm), mertua (alm/almh) dan saudara-saudaraku, atas dorongan motivasi, dan doanya.

Penulis juga mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyelesaian disertasi ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan.

Bogor, Desember 2011

(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 05 Juli 1963 sebagai anak ke enam dari dua belas bersaudara dari pasangan H.Sutarma (alm) dan Hj.Ioh Sariah. Pada tahun 1991, penulis menikah dengan Kiki Ulfah Sriwulan puteri dari pasangan Sukardi(alm) dan Nyimas Siti Kuraesin (almh), dan dikaruniai satu orang puteri bernama Nurul Maulida.

Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Kimia Fakultas Matemátika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran, lulus pada tahun 1988. Pada tahun 1994, penulis melanjutkan di program S2 Kimia Universitas Indonesia dengan bantuan beasiswa TMPD Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan menyelesaikannya pada tahun 1997. Kesempatan melanjutkan program Doktor di program studi Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, diperoleh pada tahun 2003 dengan bantuan beasiswa BPPS Departemen Pendidikan Nasional.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar honorer di Departemen Kimia Fakultas Matemátika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor sejak tahun 1989, dan diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di tempat yang sama pada tahun 1991. Sejak tahun 1998, penulis juga ditugaskan di UPT Laboratorium Terpadu IPB dan terlibat dalam implementasi sistem manajemen mutu ISO/IEC 17025 dan akreditasi Laboratorium Terpadu oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Penulis aktif sebagai asesor KAN untuk akreditasi Laboratorium Penguji sejak tahun 2006. Tahun 2007- 2011, penulis menjadi anggota tim teknis Biro

Kepegawaian Departemen Pendidikan Nasional dalam pembentukan,

pengembangan, dan sosialisasi jabatan fungsional Pranata Laboratorium Pendidikan. Tahun 2009-2011, penulis menjadi anggota tim juri pemilihan pengelola laboratorium berprestasi nasional yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN... vi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian... 3

Ruang Lingkup Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 4

Kerangka Pemikiran ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Asam Lemak ... 7

Fattyamida... 9

Fattyamina... 10

Transformasi Minyak Nabati ke Natural Based Surfactant... 12

Pelumas dan Aditif Pelumas ... 15

Ditiokarbamat... 20

Analisis Nilai Tambah ... 24

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian... 26

Bahan dan Alat... 26

Tahapan Penelitian ... 27

Tatalaksana Penelitian ... 30

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan dan Pemisahan Produk Fattyamida Sekunder ... 39

Pembuatan dan Pemisahan Fattyamina Sekunder ... 40

Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Reaktor Tumpak Tertutup Pemicu Gelombang Mikro ... 42

(16)

Perbandingan Hasil Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode

Tumpak Terbuka dan Tumpak Tertutup... 48

Pembuatan dan Pemisahan Produk Zn-difattyalkylditiocarbamate... 51

Pengujian Daya Antioksidan Produk Aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate 55 Pengujian Daya Antiwear-antifriksi Kompleks Zn-difattyalkylditiocarbamate 60 Seleksi Aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate... 64

Analisis Nilai Tambah ... 66

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 71

Saran... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 74

(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Komposisi Asam Lemak Dominan pada Beberapa Lemak Hayati... 7

2 Perbandingan Produksi Negara Penghasil Utama Minyak Sawit dan Minyak Kelapa ... 8

3 Perbandingan Tingkat Produksi Tanaman Penghasil Minyak... 8

4 Pita Serapan Penting Spektrum IR pada Senyawa Alkylditiocarbamate... 22

5 Model Perhitungan Nilai Tambah dari Hayami dan Kawagoe... 25

6 Rendemen Produk antara Fattyamida Sekunder dengan Metode Tumpak Terbuka Tangki Teraduk ... 40

7 Pengaruh Kuantitas N2 terhadap Intensitas Serapan C=O dan N-H pada Pembuatan Fattyamina Sekunder ... 46

8 Perbandingan Intensitas Serapan C=O dan N-H tiga Metode Pembuatan Fattyamina Sekunder ... 49

9 Rendemen Produk Fattyamina Sekunder dengan Metode Tumpak Tertutup Syncore Tangki Teraduk pada Suhu 750C Waktu reaksi 24 Jam ... 51

10 Rendemen Produk Aditif Kompleks Zn-difattyalkylditiocarbamate... 52

11 Hasil Uji Temu Balik Zn dalam aditif Zn-bis(dilauryl)ditiocarbamate... 54

12 Tingkat Kemurnian Produk Aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate... 55

13 Data Aktifitas Antioksidan dan Antiwear-antifriksi Aditif Zn-difattyalyilditiocarbamate ... 64

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Neraca Bahan Proses Pengolahan Minyak Sawit ... 9

2 Reaksi Pembentukan Amida ... 9

3 Reaksi Pembentukan Fattyamida dari Trigliserida... 13

4 Jalur Sintesis Garam Ammonium Posfatida dari Gliserida Nabati... 14

5 Jalur Sintesis Sorbitan Monooleat dari Asam oleat ... 14

6 Sintesis Dinatrium Monoalkil Sulfoksinat dari Fatty Alkohol... 15

7 Detergen untuk Aditif Bahan Bakar dengan Prekursor C12 Alkil Fenol ... 19

8 Tetronic Tetraoleat suatu aditif bahan bakar dari asam oleat minyak kedelai ... 19

9 Reaksi Pembentukan Kompleks Zn-dialkylditiocarbamate... 21

10 Diagram Alir Pembuatan Aditif Pelumas Zn-difattyalkylditiocarbamate.... 32

11 Hasil yang Diharapkan dari Setiap Tahapan Penelitian Pembuatan Aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate... 33

12 Reaktor Tumpak Tertutup Syncore Tangki Teraduk... 35

13 Spektrum Serapan IR Asilklorida dan Fattyamida Sekunder... 40

14 Skema Reduksi Fattyamida Sekunder menjadi Fattyamina Sekunder ... 41

15 Spektrum Serapan IR Produk Fattyamina Sekunder metode Tumpak Tertutup Gelombang Mikro A) 45 menit, B) 60 menit, dan C) 90 menit... 43

16 Pengaruh Waktu Reaksi terhadap Intensitas Serapan Vibrasi C=O pada 1633 cm-1 Produk Fattyamina Sekunder metode Tumpak Tertutup Gelombang Mikro ... 44

17 Spektrum Serapan IR Produk Fattyamina Sekunder Metode Tumpak Terbuka Tangki Teraduk Purging Kontinyu dan Bertahap... 45

18 Spektrum IR Produk Fattyamina Sekunder Metode Tumpak Tertutup Syncore Tangki Teraduk ... 47

19 Pengaruh Waktu Reaksi terhadap Intensitas Serapan Vibrasi C=O pada 1639 cm-1 Produk Fattyamina Sekunder Metode Tumpak Tertutup Syncore Tangki Teraduk ... 47

(19)

21 Spektrum serapan IR produk Fattyamina Sekunder pada Kondisi Optimum Tiga Metode yang Diujikan ... 48 22 Profil Perubahan Intensitas serapan Spektrum Vibrasi C=O dan NH

Produk Fattyamina Sekunder pada Tiga Metode Pembuatan ... 49 23 Reaksi Pembentukan Senyawa Zn-difattyalkylditiocarbamate... 52 24 Spektrum IR Fattyamina Sekunder dan Zn-difattyalkylditiocarbamate.. ... 53 25 Spektrum IR jauh Fattyamina Sekunder dan Zn-difattyalyilditiocarbamate. 54 26 Rentang Kemampuan Ukur Daya Antioksidan Zn-difattyalkylditiocarbamate dengan Metode Rancimat ... 56 27 Daya Antioksidan Zn-difattyalkylditiocarbamate dengan Metode Rancimat Model Metrhom 743... 57 28 Model Orientasi Adsorpsi Molekul Zn-difattyalkilditiocarbamate pada

Antarmuka Logam-Cairan Minyak Pelumas ... 60 29 Rentang Pengukuran Daya Antiwear Zn-difattyalkylditiocarbamate Metode

Four Ball... 61 30 Welding Point Aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate dengan Metode

Four Ball ... 62 31 Load Wear Index Aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate dengan Metode

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Prosedur pengujian FTIR, AAS, dan HPLC ... 81

2 Data rendemen fattyamida sekunder ... 82

3 Data rendemen fattyamina sekunder ... 84

4 Data rendemen Zn-difattyalkyldithiocarbamate... 85

5 Kurva standar dan data uji temu balik Zn dengan AAS... 86

6 Kromatogram HPLC fattyamina sekunder Zn-difattyalkyldithiocarbamate. 88 7 Data hasil pengujian aktifitas antioksidan ... 90

8 Data dan grafik hasil verifikasi kemampuan rentang ukur uji antiwear- antifriksi aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate dalam mesin four ball ... 91

9 Data hasil uji four ball aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate... 92

10 Sertifikat hasil uji four ball aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate... 93

11 Data uji statistika aktivitas antioksidan aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate Dengan metode SPSS... 97

12 Data uji statistika aktivitas antiwear-antifriksi aditif Zn-difattyalkyl ditiocarbamate dengan metode SPSS ... 102

13Biaya tenaga kerja tak langsung dan tenaga kerja langsung produksi aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate... 105

14 Jenis dan jumlah input lain di luar bahan baku dan tenaga kerja produksi aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate ... 106

15 Nilai penyusutan investasi produksi aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithio carbamate dengan metode garis lurus... 107

16 Komponen investasi dan biaya investasi produksi aditif pelumas Zn- difattyalkylditiocarbamate ... 108

17 Perhitungan nilai tambah produk aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate pada tingkat harga produk 100% ... 109

18 Perhitungan nilai tambah produk aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate pada tingkat harga produk 110% ... 110

19Jenis, jumlah kebutuhan dan biaya bahan kimia pembantu untuk produksi aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate ... 111

(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Minyak nabati merupakan salah satu produk utama pertanian Indonesia. Usaha agribisnis di bidang ini (terutama minyak sawit) telah memberikan kontribusi bagi perekonomian negara, kemakmuran bagi pengusaha, serta sumber penghidupan bagi ribuan petani dan buruh yang terlibat didalamnya. Indonesia memberikan kontribusi sekitar 51% terhadap total produksi minyak sawit dunia, dan merupakan negara terbesar penghasil minyak sawit dunia. Indonesia dan Malaysia menyumbang sekitar 87% produksi minyak sawit dunia, atau sekitar 23% dari total produksi minyak hayati dunia (USDA.2011). Saat ini ekspor minyak sawit Indonesia adalah sekitar 75% dari total produksi nasional, dan sebagian besar (77%) masih berupa crude palm oil (CPO) dan palm kernel oil (PKO), dan sebagian kecil lagi dalam bentuk produk intermediet seperti fattyacid, dan fattyalkohol (Sulistyanto A.I, Akyuwen R.2011)

Meskipun potensi pengembangan minyak nabati (sawit) Indonesia sangat tinggi, namun strategi pengembangan agroindustrinya dianggap masih lemah. Persoalan klasik dan struktural mengenai pengembangan perkebunan dan industri kelapa sawit Indonesia yang masih membelit dan belum teratasi diantaranya adalah penyediaan input produksi (seperti bibit yang berkualitas baik, pupuk, dan pestisida), dan buruknya infra struktur. Selain itu, unsur kelembagaan yang bertugas menangani dan bertanggungjawab dalam menetapkan kebijakan terhadap perkelapasawitan di Indonesia dianggap belum terorganisasi dengan baik.

Berbeda dengan Malaysia, potensi pengembangan produksi minyak nabati (sawit) di Indonesia masih sangat besar terutama dengan ketersediaan lahan, kesesuaian iklim, ketersediaan sumberdaya yang berkualitas, dan tenaga kerja yang melimpah. Dengan potensi yang demikian menjanjikan, sebaiknya upaya peningkatan jumlah produksi minyak nabati (minyak sawit) tersebut juga diiringi dengan kebijakan pengembangan industri hilir berbasis minyak nabati (minyak sawit), sehingga tidak hanya berorientasi untuk menjadi negara pengekspor CPO dan PKO saja. Keunggulan komparatif yang dimiliki tersebut seyogyanya ditingkatkan menjadi keunggulan kompetitif dengan dukungan kelembagaan dan

kebijakan yang tepat untukmengembangkan agroindustri hilir berbasis CPO-PKO.

(22)

petani, dan untuk meningkatkan nilai ekonomi dan nilai guna produk. CPO dan PKO adalah bahan dasar agroindustri yang dapat ditransformasi menjadi produk lain yang bernilai ekonomi tinggi. Pengembangan agroindustri hilir nasional aditif pelumas menggunakan bahan baku berbasis minyak nabati akan merupakan keunggulan karena Indonesia merupakan penghasil utama minyak nabati, sehingga ketersediaan bahan baku terjamin, dan sekaligus merupakan upaya derivatisasi produk hulu agroindustri berbasis keunggulan lokal dalam menciptakan nilai tambah produk.

CPO dan PKO berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan pelumas dasar

dalam sistem otomotif karena mampu menahan wear (keausan) dengan baik, dan

sangat efektif dalam menurunkan tingkat emisi CO dan hidrokarbon (Masjuki et,al, 1999). Transfomasi CPO-PKO menjadi biodiesel melalui proses transesterifikasi merupakan salah satu teknologi yang saat ini sedang berkembang sebagai upaya memperoleh energi alternatif pengganti minyak bumi. Selain berfungsi sebagai biodiesel, senyawa metil ester asam lemak yang merupakan hasil proses derivatisasi trigliserida atau asam lemak minyak nabati (sawit) ternyata memiliki kinerja sebagai aditif antiwear, antifriksi, dan peningkat lubrisitas dalam

sistem pelumasan pada tekanan dan suhu normal (Masjuki et al.1997,

Maleque.2000, Goodrum & Geller 2005).

(23)

Berbagai cara dapat dilakukan untuk menderivatisasi CPO-PKO menjadi produk hilir agroindustri, misalnya melalui transformasi secara fisik, kimia, atau enzimatis. Pada dasarnya, derivatisasi secara kimia terhadap minyak atau asam lemak minyak nabati menjadi produk agroindustri hilir dilakukan berdasarkan prinsip reaksi kimia oganik terhadap gugus fungsi karbonil yang dimilikinya. Dalam penelitian ini, derivatisasi produk berbahan dasar CPO-PKO dilakukan secara kimia yang diarahkan pada aplikasi fungsinya sebagai aditif minyak pelumas sebagai antiwear-antifriksi, dan antioksidan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh prototipe aditif pelumas garam kompleks Zinc-difattyalkyldithiocarbamate berbasis minyak nabati yang

mempunyai kemampuan sebagai antiwear-antifriksi, dan antioksidandalam sistem

pelumasan, dan melakukan analisis nilai tambah produk tersebut. Selain itu,

penelitian ini juga ingin mengungkap peran hasil transformasi gugus karbonil, ikatan rangkap dan simetri antar rantai alkil asam lemak minyak nabati dalam produk aditif terhadap kinerjanya sebagai aditif pelumas yang memiliki daya kendali terhadap wear-friksi, dan oksidasi.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi:

1. Transformasi asam lemak dominan yang terdapat pada minyak nabati menjadi

produk antara fattyamina sekunder, melalui intermediet fattyamida sekunder. Namun demikian, sehubungan produk transformasi asam lemak ke fattyamina primer sudah tersedia secara komersil maka sebagai bahan baku awal digunakan fattyamina primer.

2. Derivatisasi produk fattyamina sekunder menjadi kompleks logam

Zinc-difattyalkyldithiocarbamate.

3. Pengujian kinerja aditif pelumas kompleks logam

Zinc-difattyalkyldithiocarbamate sebagai aditif antiwear-antifriksi, dan anti oksidan dalam sistem pelumasan.

4. Seleksi prototipe aditif pelumas kompleks logam

(24)

5. Rancangan implementasi melalui analisis nilai tambah prototipe produk aditif pelumas kompleks logam Zinc-difattyalkyldithiocarbamate terseleksi.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis utama dari penelitian ini adalah asam lemak minyak nabati dapat dibuat menjadi aditif pelumas, sedangkan hipotesis spesifiknya adalah:

1. Asam lemak minyak nabati dapat dibuat menjadi senyawa fattyamida

sekunder, fattyamina sekunder, dan kompleks logam Zinc-difattyalkyl

dithiocarbamate.

2. Senyawa kompleks logam Zinc-difattyalkyldithiocarbamate memiliki

kemampuan sebagai antiwear-antifriksi, dan antioksidan jika ditambahkan pada pelumas dasar.

3. Kemampuan senyawa kompleks logam Zinc-difattyalkyldithiocarbamate

sebagai aditif antiwear-antifriksi, dan antioksidan akan dipengaruhi oleh panjang rantai alkil, ikatan rangkap pada rantai karbon asam lemak, dan simetri antar rantai alkil dalam produk. Panjang rantai alkil tertentu dalam asam lemak awal akan menghasilkan kinerja antiwear-antifriksi, dan antioksidan yang optimum dari senyawa Zinc-difattyalkyldithiocarbamate yang dihasilkan, yang akan menjadi kebaruan dari penelitian ini.

4. Aditif pelumas kompleks logam Zinc-difattyalkyldithiocarbamate dapat

memberikan nilai tambah pada produk minyak nabati, sehingga industri aditif pelumas antiwear-antifriksi, dan antioksidan berbasis minyak nabati sangat potensial untuk dikembangkan.

Kerangka Pemikiran

(25)

Efektivitas pembentukan lapisan film pada antarmuka logam-logam sebagai antiwear-antifriksi dapat dicapai melalui pengaturan keseimbangan hidrofilitas-hidrofobitasnya dengan mengontrol panjang gugus alkil (R) dan ikatan rangkap dari fragmen asam lemaknya. Variasi panjang rantai karbon alkil (R), ikatan rangkap fragmen asam lemak, dan simetri antar gugus alkil asam lemak dalam senyawa garam komplek Zinc-difattyalkyldithiocarbamate yang dihasilkan, akan memberi aspek bantalan tambahan, mempengaruhi karakter shear strength dari lapisan film permukaan dan antarmuka, sehingga akan memiliki kemampuan inhibisi terhadap wear dan friksi, yang akan berperan meningkatkan dan mengontrol daya lubrisitas pada aplikasinya sebagai aditif minyak pelumas.

Meskipun topik penelitian ini mengenai pembuatan aditif pelumas berbasis minyak nabati, namun tahap sintesisnya dimulai dari fattyamina primer yang

merupakan produk turunan intermediet minyak nabati yang sudah

dikomersialisasi. Fattyamina primer diubah menjadi produk antara fattyamina sekunder, melalui intermediet fattyamida sekunder. Pada tahap ini diperoleh berbagai jenis fattyamina sekunder berdasarkan perbedaan panjang rantai alkil dan kejenuhan ikatannya dari asam lemak minyak nabati (C12:0, C16:0, C18:0, dan C18:1). Keberhasilan transformasi molekul dipantau melalui analisis perubahan gugus fungsi dengan Spektrofotometer Infra Merah Transformasi Fourier (FTIR).

Fattyamina sekunder yang dihasilkan kemudian diderivatisasi menjadi

kompleks logam Zinc-difattyalkyldithiocarbamate dengan rumus umum

(RR’NCS2)2 Zn. Keberhasilan pembuatan dipantau melalui perubahan gugus

fungsi dengan FTIR, analisis elementer (uji temu balik Zn) menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (AAS), dan uji konfirmasi kemurnian produk dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC).

Pada masing-masing tahapan pembuatan fattyamida sekunder, fattyamina sekunder dan kompleks logam Zinc-difattyalkyldithiocarbamate, dilakukan seleksi produk berdasarkan aspek kemudahan teknik pemisahan, dan rendemen setiap produk yang dihasilkan. Hanya produk yang proses separasinya mudah dan rendemennya tinggi yang diteruskan sampai ke pengujian kinerjanya.

Tahap berikutnya adalah pengujian unjuk kerja kompleks logam Zinc-difattyalkyldithiocarbamate sebagai aditif antiwear-antifriksi, dan antioksidan. Kinerja aditif dievaluasi dengan cara menambahkannya pada pelumas dasar (Lube

(26)

dengan aditif komersial yang biasa digunakan dalam sistem pelumasan. Kinerja aditif sebagai antiwear-antifriksi dalam sistem pelumasan dilakukan dengan metode four ball test dengan putaran dan variasi pembebanan, melalui pemantauan indikator kinerja welding point, dan load wear index, sedangkan uji aktifitas antioksidan dilakukan dengan metode rancimat menggunakan refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) sebagai blanko dan pelarut.

Evaluasi terhadap data hasil uji kinerja dari setiap varian aditif yang dibuat akan menetapkan dan merekomendasikan prototipe aditif kompleks logam Zinc-difattyalkyldithiocarbamate terpilih yang memiliki kinerja terbaik, yang kemudian digunakan sebagai model produk untuk rekomendasi terapan melalui analisis nilai tambahnya.

Perbedaan dari struktur senyawa yang diproduksi pada penelitian ini dibandingkan dengan senyawa dialkilditiokarbamat yang telah umum digunakan terletak pada rantai alkil R. Pada senyawa dialkilditiokarbamat yang umum digunakan, kedua rantai R adalah identik dengan atom karbon berkisar dari C4 –

C10 dan bersumber dari bahan petrokimia, sedangkan yang dihasilkan dalam

rancangan produksi pada penelitian ini adalah struktur senyawa dengan kedua rantai R dapat sama atau berbeda dengan variasi atom karbon C12,C16, dan C18

(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Asam Lemak

Asam lemak adalah senyawa golongan asam karboksilat rantai panjang (RCOOH) yang diperoleh dari proses hidrolisis minyak atau lemak. Gugus fungsi karboksilat asam lemak minyak nabati merupakan bagian aktif molekul yang dapat di transformasi menjadi produk agroindustri intermediet dan hilir untuk keperluan berbagai jenis industri.

Komposisi dan derajat kejenuhan/ketidakjenuhan asam lemak dalam minyak-lemak bervariasi bergantung pada sumbernya. Komposisi asam lemak dalam PKO dan minyak kelapa umumnya mirip, namun berbeda dengan CPO-nya. CPO terdiri dari lemak netral sebagai komponen utama, dan sedikit lemak polar. Minyak-lemak netral terdiri dari trigliserida atau triasilgriserol (93%), diasilgliserol (4.5%), monoasilgliserol (0.9%), dan asam lemak bebas (1.5%), sedangkan lemak polarnya terdiri dari fosfolipida (1443 ppm), dan glikolipida (438 ppm). Beberapa sumber minyak nabati dan hewani seperti biji kedelai, biji bunga matahari, biji kapas-kapuk dan minyak ikan yang habitatnya di laut dalam memiliki tingkat ketidakjenuhan yang lebih tinggi dibanding sumber minyak lainnya. Komposisi rata-rata asam lemak minyak hayati ditampilkan pada Tabel 1.

(28)

pasokan bahan baku agroindustri hilir berbasis minyak. Jumlah produksi minyak sawit dan minyak kelapa di negara penghasil utama disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Perbandingan produksi negara penghasil utama minyak sawit dan minyak kelapa

Jumlah Produksi 2011 (x1000 Metric Ton) Negara

Kelapa sawit (Elaeis guineensis) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam family Palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani Elaion atau minyak, sedangkan nama spesies Guinensis bersal dari kata Guinea, yaitu tempat pertama kali ditemukannya kelapa sawit (Ketaren 1986). Tanaman ini umumnya tumbuh baik di daerah tropis basah dengan curah hujan 1800-2400 mm/tahun, tingkat pencahayaan matahari rata minimum 5 jam/hari, suhu rata-rata 28-32 °C, dan musim kemarau tidak lebih dari 90 hari berturut-turut (Ketaren 1986, Boonyaprateeprat W.2010), seperti Asia Tenggara, Amerika Selatan, dan Afrika Barat. Dibanding sumber minyak lainnya, kelapa sawit merupakan tanaman yang tingkat produktivitas tertinggi, sebagaimana ditampilkan pada Tabel 3. Tingginya produktivitas panen dan masa produksi yang panjang menjadikan kelapa sawit sebagai primadona dalam dunia agribisnis.

Tabel 3. Perbandingan tingkat produksi tanaman penghasil minyak

Komoditas Palm Oil Kapas/

Kapuk Bunga Matahari Kelapa Kedelai Kacang Tanah Produksi

(kg/Ha) 3200 556 506 337 325 318

Sumber: Boonyaprateeprat W.2010

(29)

pengempaan. Selain CPO dan PKO dihasilkan produk samping seperti tandan kosong sawit dan cangkang sawit yang dapat diolah lebih lanjut menjadi komoditi yang bermanfaat. Neraca bahan yang dihasilkan selama pengolahan tandan buah segar sawit menjadi minyak sawit ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Neraca bahan proses pengolahan minyak sawit

(Sumber Boonyaprateeprat W.2010)

Fattyamida

Amida (RCONH2) merupakan senyawa yang mempunyai nitrogen trivalen

terikat pada suatu gugus karbonil. Seperti asam karboksilat, amida memiliki titik cair dan titik didih yang tinggi karena adanya pembentukan ikatan hidrogen. Amida mampu membentuk ikatan hidrogen intramolekuler selama masih terdapat hidrogen yang terikat pada nitrogen (Fessenden & Fessenden 1999). Reaksi-reaksi pembentukan amida dapat di lihat pada Gambar 2.

(30)

Fattyamida adalah senyawa turunan asam lemak yang diproduksi dengan

cara mereaksikan asam lemak dengan amonia pada suhu dan tekanan tinggi yang diikuti dengan dehidrasi. Di industri oleokimia, fattyamida dapat dibuat dengan mereaksikan asam lemak atau metil esternya dengan amina. Produksi biasanya dilakukan dalam proses tumpak, dimana ammonia dan asam lemak bebas bereaksi pada suhu 200 °C dan tekanan 345-690 kPa selama 10-12 jam.

Pada dasarnya, fattyamida tidak larut dalam air, kelarutannya dalam pelarut polar makin rendah dengan bertambah panjangnya rantai alkil. Secara umum fattyamida bersifat stabil oleh pengaruh suhu, oksidasi udara, atau oleh pengaruh asam dan basa encer.

Senyawa amida mempunyai banyak kegunaan dalam bidang-bidang tertentu, contohnya sulfonamida yang digunakan dalam pengobatan untuk mengobati bermacam-macam infeksi, antara lain disentri baksiler yang akut, radang usus dan untuk mengobati infeksi yang telah resisten terhadap antibiotik. Selain itu, N-steroil glutamida yang berguna sebagai surfaktan dan antimikroba.

Fattyamida pada dasarnya merupakan senyawa yang berkarakter surfaktan, sehingga dapat berfungsi sebagai penurun tegangan permukaan, wetting agent, maupun pembentuk busa. Sebagai produk yang berbasis alam, kebanyakan fattyamida bersifat mudah mengalami biodegradasi di lingkungan dengan tingkat

toksisitas yang rendah. Fattyamida dan senyawa turunan etoksilatnya

diaplikasikan sebagai penguat dan penstabil busa, pengemulsi, detergen, pemodifikasi viskositas, pelumas, zat antistatik, penghambat korosi, dan wetting agent. Selain itu, menurut Brahmana (1994) amida asam lemak digunakan sebagai pelumas pada proses pembuatan resin. Amida tersebut digunakan pada pelumas internal maupun eksternal yang berfungsi mengurangi gaya kohesi dari polimer sehingga meningkatkan aliran polimer pada proses pengolahan.

Fattyamina

Fattyamina merupakan senyawa turunan asam lemak, olefin, atau alkohol

yang dapat disintesis dari sumber alami, atau dari bahan baku petrokimia. Fattyamina komersial dapat tersedia sebagai campuran berbagai rantai karbon, atau rantai khusus dengan panjang rantai yang bervariasi. Fattyamina tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik.

Fattyamina adalah suatu basa, sehingga dapat bereaksi dengan asam

(31)

senyawa turunan ammonia (NH3) dengan mengganti atom hidrogen oleh gugus

asil asam lemak. Bergantung jumlah gugus asil penggantinya maka dikenal fattyamina primer, sekunder, dan tersier.

Fattyamina dapat diproduksi dari asam lemak melalui fattyamida dan nitril, atau melalui jalur alkohol. Menurut Srinivasa et al. (2003), fattyamina primer dapat dibuat melalui konversi reduksi asil azida dengan katalis Zn/amonium format dalam pelarut metanol pada suhu ruang, sedangkan menurut Furniss et al. (1989), reduktor NaBH4 dapat juga digunakan sebagai pengganti katalis

Zn/amonium format dan pelarut metanol. Palmitil amina dapat diperoleh melalui aminasi palmitil alkohol (dengan NH3) dengan katalis Ni dalam medium

n-heksana pada suhu reaksi 180OC dengan hasil 86%. Ariston dalam Manihuruk (2009) menemukan cara lain pembuatan fattyamina primer melalui reaksi aminasi hidrogenasi langsung terhadap asam lemak dengan amoniak cair dan katalis nikel menurut persamaan reaksi kimia:

Sayang proses tersebut memerlukan tekanan tinggi (200 psi) dan waktu reaksi yang lama (18 jam) serta hanya menghasilkan produk fattyamina primer yang sedikit (16.33%), sedangkan sisanya adalah dekanal sebagai hasil samping.

Fattyamina sekunder dapat diproduksi dari fattyamina primer melalui jalur alkilasi langsung dengan alkil halida, atau fattyalkohol. Alkilasi Hofmann dengan alkil halida atau senyawa sejenis seperti dialkil sulfat atau dialkil sulfonat merupakan metode langsung yang sederhana. Namun cara ini sulit untuk mengontrol proses alkilasi lanjutan, sehingga produknya seringkali merupakan campuran dari fattyamina sekunder, tersier, dan garam ammonium kuarterner. Masalah ini biasanya diatasi dengan menambahkan pereaksi fattyamina primer dalam jumlah berlebih (16 kali), yang dilanjutkan dengan pemisahan sisa pereaksi dengan teknik destilasi. Meskipun jarang, alkilasi langsung dengan fattyalkohol dengan kehadiran katalis logam seperti ThO2 atau logam transisi akan

menghasilkan fattyamina sekunder. Reaksi tersebut cukup selektif, tetapi memerlukan kondisi suhu reaksi yang cukup tinggi (>200OC). Prasad et al 1992 menyatakan bahwa amina sekunder dapat juga disintesis melalui reduksi amida sekunder dengan NaBH4 dalam medium THF kering dengan kehadiran I2 yang

(32)

dilaporkan, faktor kritis yang sangat mempengaruhi keberhasilan produksi fattyamina adalah jenis reduktor dan faktor lingkungan untuk terjadinya reaksi.

Fattyamina dan senyawa turunannya banyak digunakan di berbagai industri. Garam-garam amina terutama garam asetatnya digunakan secara luas sebagai pelumas, penghambat korosi, dan flotation agent. Betain, atau beberapa amina kuarterner banyak digunakan dalam industri produk perawatan diri, seperti dalam sampo, kondisioner, pembusa, atau zat pelembab. Di bidang perminyakan senyawa amina dan turunannya digunakan sebagai zat penghambat korosi, dan pengemulsi.

Transformasi Minyak Nabati ke Natural Based Surfactant

Transformasi minyak nabati (termasuk CPO dan PKO) menjadi produk agroindustri intermediet dan hilir, umumnya dilakukan melalui modifikasi terhadap gugus fungsi karboksilat dan ikatan rangkapnya membentuk senyawa turunan yang bersifat multifungsi sehingga dapat digunakan untuk keperluan berbagai jenis industri. Senyawa multifungsi tersebut dikenal dengan nama surface active agent (surfactant) atau zat aktif permukaan (Rosen 2004).

Natural based surfactant adalah istilah yang ditujukan bagi surfaktan yang berasal dari bahan alami pertanian seperti minyak-lemak, karbohidrat, atau protein, sedangkan biosurfaktant, yaitu surfaktan yang disintesis melalui aktifitas mikroorganisme (Coupland K 1992). Kedua istilah ini seringkali digunakan untuk membedakannya dengan surfaktan konvensional yang umumnya berasal dari hasil derivatisasi minyak bumi.

Sebagai bahan multifungsi, surfaktan digunakan secara luas pada industri logam, otomotif, cat, tekstil, pengeboran minyak, pestisida, farmasi, kosmetik, pangan, dan lain-lain, melalui aksinya sebagai penurun tegangan permukaan-antarmuka, pengemulsi, agen pembasah, pembentuk busa, anti statik, atau sebagai detergen. Senyawa pelumas dan aditifnya termasuk kelompok surfaktan dengan memanfaatkan sifatnya sebagai agen pembasah, pengemulsi dan sebagai detergen sehingga dapat mengontrol viskositas dan pembasahan pada permukaan/antarmuka logam yang akan berdampak pada peningkatan kinerja pelumas.

(33)

sintesisnya dapat dilakukan dengan cara langsung dari trigliseridanya, dari mono-digliserida, dari asam lemaknya, atau dari turunan asam lemaknya seperti fattyalkohol, fattyamida, atau fattyamina. Dengan cara-cara tersebut, dapat dihasilkan surfaktan yang cocok untuk berbagai kebutuhan. Berikut adalah beberapa penelitian skala laboratorium atau skala komersil yang telah dilakukan dalam konversi minyak nabati (termasuk minyak sawit) menjadi senyawa kelompok natural based surfactant sebagai produk agroindustri intermediet dan hilir.

Trigliserida minyak nabati secara umum dapat bereaksi langsung dengan pereaksi polar seperti amina, alkanolamina, polyol, dan sebagainya, menghasilkan surfaktan dengan membebaskan gliserol. Reaksi antara trigliserida dengan dietanolamina menghasilkan alkil dietanolamida. Alkanolamida ini merupakan suatu surfaktan yang digunakan secara ekstensif sebagai foam booster (peningkat-penguat busa) untuk surfaktan anionik dalam shampo. Reaksi pembentukannya ditampilkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Reaksi pembentukan fattyamida dari trigliserida

Mono-digliserida yang merupakan hasil hidrolisis parsial trigliserida, selain berfungsi sebagai surfaktan juga dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam sintesis derivat surfaktan lainnya. Reaksinya dengan fosfor pentaoksida (P2O5)

menghasilkan suatu ester asam fosfat, yang akan menjadi garam amonium fosfatida setelah dinetralisasi dengan amonia. Garam amonium fosfatida adalah surfaktan yang diproduksi secara komersil dan berfungsi sebagai plastisizer dalam confectionary dan sebagai pigment dispersan dalam kosmetik. Jalur sintesisnya ditampilkan pada Gambar 4.

Sintesis surfaktan secara langsung dari trigliseridanya akan menghasilkan surfaktan dengan gugus hidrofob yang sesuai dengan bahan awalnya, sehingga

(34)

seringkali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dan fungsi yang khusus. Oleh karena itu dalam kebanyakan kasus, untuk mengontrol karakter produk surfaktan yang dihasilkan, sintesis komersil dilakukan melalui bahan dasar individual asam lemak hasil hidrolisis trigliserida.

Gambar 4 Jalur sintesis garam ammonium posfatida dari gliserida nabati.

Sebagai contoh, asam oleat dari trigliserida nabati dapat direaksikan dengan sorbitol membentuk sorbitan monooleat melalui esterifikasi yang diikuti dengan dehidrasi (Gambar 5). Sorbitan monooleat adalah suatu monoester yang diperdagangkan dengan kandungan antara 25-35%, bahan ini merupakan emulsifier yang excellent dan digunakan secara luas pada berbagai industri makanan, dan kosmetik. Sorbitan monooleat sangat potensil dibuat dari minyak sawit, karena kandungan asam oleat dalam minyak sawit cukup tinggi sekitar 40%.

Gambar 5 Jalur sintesis sorbitan monooleat dari asam oleat.

Fattyalkohol dan fattyamina sebagai derivat pertama asam lemak minyak nabati, juga dapat diderivatisasi lebih lanjut. Fattyalkohol dapat dikonversi menjadi ester sulfat, ester fosfat, sulfosuksinat, etoksilat, atau propoksilat, sedangkan fattyamina dapat dikonversi menjadi garam amonium kuarterner,

(35)

oksida-oksida amina, atau senyawa ditiokarbamat. Surfaktan ester sulfosuksinat diproduksi dari fattyalkohol dengan anhidrida maleat membentuk hemimaleat yang dapat mengalami adisi ikatan rangkapnya dengan penambahan natrium sulfit. Ester sulfosuksinat adalah suatu surfaktan anionik yang digunakan pada formula shampo sebagai detergen yang sangat populer karena sifatnya yang aman terhadap kulit dan mata. Rute sintesanya ditampilkan pada Gambar 6.

Gambar 6 Sintesis dinatrium monoalkil sulfosuksinat dari fatty alkohol.

Potensi lain pemanfaatan minyak nabati dalam industri hilir nonpangan adalah penggunaannya sebagai bahan dasar dalam pembuatan aditif bahan bakar dan minyak pelumas. Beberapa zat aditif yang ditambahkan ke dalam bahan bakar akan berfungsi misalnya sebagai detergen dalam gasoline, peningkat bilangan cetane dalam minyak diesel, pencegah korosi, dan sebagai peningkat lubrisitas. Bahan-bahan tersebut ditambahkan dalam jumlah sedikit, untuk fungsi detergen sekitar 200 ppm, untuk peningkat bilangan cetane antara 0,1 – 0,5%, sekitar 50 ppm untuk pencegah korosi dan peningkat lubrisitas, dan sekitar 1% untuk fungsi antifriksi.

Pelumas dan Aditif Pelumas

Pelumasan adalah suatu cara untuk memperkecil gesekan dan keausan dengan menempatkan suatu lapisan tipis (film) fluida di antara permukaan-permukaan yang bergesekan (Masjuki et al. 1999), sementara pelumas dapat diartikan sebagai suatu zat yang berada atau disisipkan di antara dua permukaan yang bergerak secara relatif agar mengurangi gesekan antar permukaan tersebut.

Proses pelumasan merupakan hal yang tak terelakkan pada fenomena permukaan dan antarmuka. Dua permukaan yang salah satu bergerak terhadap yang lain, atau masing-masing saling bergerak senantiasa akan menimbulkan friksi (gesekan). Dalam konteks mesin dan pengerjaan logam, peristiwa friksi sedapat mungkin dihindari karena akan menimbulkan panas, keausan, dan akan

(36)

mengurangi energi mesin. Dalam sistem transmisi tenaga pada mesin otomotif, adanya friksi akan terjadi kehilangan energi kinetik yang berdampak pada peningkatan konsumsi bahan bakar. Dampak lain dari friksi, adalah konversi energi menjadi panas/kalor sehingga mesin mengalami over heated. Pelumas atau cairan pelumas ditambahkan diantara kedua permukaan logam untuk mereduksi gesekan yang ditimbulkan pada saat bergerak-saling bergerak.

Pelumas adalah jenis minyak dan atau gemuk lumas yang digunakan untuk menghindari terjadinya solid friction atau pergesekan antara dua permukaan metal yang saling bergerak, dan berfungsi sebagai media pendingin bagian-bagian yang panas sehingga mesin dapat bekerja optimal sekaligus mengurangi terjadinya keausan pada mesin. Pelumas merupakan bahan tambahan utama bagi beroperasinya mesin secara optimal. Pelumas dapat berupa minyak mineral, gemuk, serbuk halus logam, air, atau senyawa yang sejenis. Serbuk halus logam Zn dapat berfungsi sebagai zat antiseize, sedangkan serbuk grafit atau serbuk molibdenum disulfida dapat berfungsi untuk mengurangi friksi. Pelumas harus berfungsi sebagai medium hidraulik, pendingin dalam mesin dan luar mesin, dan sebagai pengambil kotoran dalam mesin, melindungi keausan, mencegah terbentuknya deposit, mencegah masuknya udara, mencegah timbulnya busa, serta melindungi korosi.

(37)

Pelumas yang diproduksi saat ini umumnya merupakan fraksi destilat dari minyak bumi. Menurut Keppres No. 18/1988, lembaga yang berwenang melakukan produksi pelumas di Indonesia adalah Pertamina. Sejak tahun 1996, melalui SK Dirjen Migas partisipasi swasta dalam memproduksi pelumas mulai diijinkan, dengan syarat mereka harus melakukan proses hidrotreating dan atau extracting, dan masih terbatas untuk pelumas sintetik saja.

Bahan pelumas terdiri dari base oil ditambah dengan zat-zat kimia terpilih tertentu yang disebut aditif. Berdasarkan mekanisme kerjanya, dikenal dua jenis pelumas yaitu lubricating oil (pelumas) dan grease oil (gemuk). Gemuk adalah pelumas yang dipadatkan atau semi padat dengan sabun metalik atau non sabun metalik yang berfungsi mengurangi gesekan dan keausan komponen, dan digunakan untuk pelumasan bagian terbuka, sebagai bearing, chassis, tuas, sambungan. Suatu gemuk sebaiknya mempunyai sifat fisik dengan spesifikasi viskositas tinggi, pour point rendah (tidak membeku pada suhu dingin), volatilitas rendah, stabil terhadap panas dan oksidasi, dan indek viskositas tinggi (perubahan viskositas akibat efek suhu rendah).

Base oil atau pelumas dasar adalah bagian terbesar dari pelumas, biasanya merupakan hasil pengolahan lanjut dari long residu yang dihasilkan pada proses destilasi minyak mentah dalam unit CDU (crude distilling unit). Ada dua jenis pelumas dasar yaitu parafinik base oil yang tersusun dari hidrokarbon rantai lurus dan naptenik base oil yang berbasis naftalena. Berdasarkan indeks viskositasnya, base oil digolongkan menjadi:

a. High viscosity index (HVI): memiliki indeks viskositas diatas 80, diperoleh dari parafinic crudes dengan cara solvent refining sperti HVI 60, HVI 650, OD 300, Proma 80.

b. Medium Viscosity index (MVI): memiliki indeks viskositas antara 40-80, diperoleh dari parafinic atau naptenic.

c. Low viscosity index (LVI): memiliki indeks viskositas < dari 40, diperoleh dari naptenic, seperti Promor 80, 100PVO.

(38)

polimer, dan soap like compounds. Fungsi utama aditif di antaranya sebagai detergen (pemisah kotoran), viskositas indeks improver, anti friksi, dan menurunkan titik beku (pour point depresant). Bahan-bahan tersebut ditambahkan dalam jumlah sedikit, untuk fungsi detergen sekitar 200 ppm, untuk peningkat bilangan cetane antara 0,1-0,5%, sekitar 50 ppm untuk pencegah korosi dan peningkat lubrisitas, dan sekitar 1% untuk fungsi anti friksi. Martin.J-M (2000) melaporkan ada efek sinergi antar aditif antiwear Zn-dithioposfat dengan aditif pemodifikasi friksi Mo-ditiokarbamat jika ditambahkan sebagai campuran dalam sistem pelumas.

Pertamina memasok aditif pelumas dari Shell International Petroleum Company, dan Mobil Oil Chemical Corporation, dan semuanya impor. Industri yang memproduksi aditif pelumas diantaranya adalah Chevron, Esso Chemical, Shell Chemical, Lubrizol, Edwin Copper, Nalco-Exxon, Texaco Fuel Additives.

Saat ini kebanyakan pelumas setidaknya mengandung zat tambahan antioksidan untuk meningkatkan stabilitas dan meningkatkan performa mesin. Sejak oksidasi diidentifikasi sebagai penyebab utama penurunan kualitas pelumas, hal ini menjadi aspek yang sangat penting untuk meningkatkan stabilitas oksidasi dengan adanya kehadiran antioksidan dalam pelumas. Oksidasi merupakan proses yang berbahaya yang biasanya menyebabkan menurunnya performa pelumas, memperpendek usia pelumas, dan hal yang paling ekstrim adalah dapat merusak mesin. Oksidasi ditandai dengan adanya interaksi hidrokarbon pada pelumas dasar dengan oksigen dan adanya panas, dan prosesnya dapat meningkat cepat dengan kehadiran logam transisi seperti cobalt, besi, nikel, dan lainnya (Rudnick 2009). Aditif antioksidan ditambahkan untuk mencegah oksidasi dan pembentukan lumpur sehingga mesin tetap bersih. Banyak senyawa yang dapat digunakan sebagai aditif pelumas, diantaranya logam ditiokarbamat, amina, senyawa fenolik, dan logam ditiofosfat (Gogoi & Sonowal 2005).

(39)

propilen oksida, C12 alkil fenol. Salah satu produknya yang menggunakan prezat

C12 alkil fenol, strukturnya ditampilkan pada Gambar 7.

Gambar 7 Detergen untuk aditif bahan bakar dengan prekursor C12 alkil fenol.

BASF memproduksi aditif detergen untuk bahan bakar dengan nama Tetronic tetraoleat, dari bahan mentah asam oleat minyak kedelai yang ditransformasi menjadi oleoyl klorida, kemudian direaksikan dengan produk intermediet tetronic menjadi tetraester dengan strukur seperti ditampilkan pada Gambar 8. Penggabungan sumber amonia kedalam aditif berbasis minyak kedelai diduga akan menurunkan tingkat emisi gas NOX dan bahan partikulat halus (<2,5

mikron) sehingga lebih menguntungkan sehubungan dengan aspek lingkungan.

Gambar 8 Tetronic tetraoleat,suatu aditif bahan bakar dari asam oleat minyak kedelai.

Aditif peningkat bilangan cetane minyak diesel yang efektif adalah senyawa golongan nitrat dan peroksida. Senyawa 2-etil heksil nitrat (EHN) dan ditersier butil peroksida (DTBP) adalah aditif peningkat bilangan cetane yang terkenal. Penambahan 0,1-0,5% EHN atau DTBP dapat meningkatkan cetane number antara 5-10. Selain itu, adapula isopropilnitrat, isoamil nitrat, isoheksil nitrat, dodecyl nitrat.

(40)

Senyawa-senyawa yang biasa digunakan sebagai aditif inhibitor korosi dan lubrikasi, berdasarkan tingkat penurunan efektifitasnya, yaitu golongan organofosfat, asam organokarboksilat dan garam-garamnya, golongan amida (RCONHR), dan golongan ester RCOOR’, dengan panjang rantai R = 12-18. Tampak bahwa derivatisasi asam lemak minyak nabati (C12- C18) berpotensi untuk

dikembangkan menjadi produk hilirnya berupa aditif peningkat bilangan cetane. Senyawa kompleks dari logam Mo dengan ligan monokarboksilat, monoalkilasi alkilena diamin, dan gliserida dilaporkan merupakan aditif multifungsi dalam sistem pelumasan (Gatto et al. 2003). Sementara itu McConnachie et al. (2003) menyatakan bahwa senyawa kompleks trinuklir Mo dengan ligan ditiokarbamat dapat diproduksi secara insitu dalam sistem pelarut polar seperti toluena, tetrahydrofuran, dimetil formamida, metanol, atau air.

Dalam penelitian ini, pembentukan senyawa kompleks logam-alkilditiokarbamat dari minyak sawit yang dihipotesakan sebagai aditif multifungsi dengan mengambil analogi dan bertitik tolak pada mimik dari senyawa seng dialkil/aril ditiokarbamat yang telah lazim digunakan sebagai boundary lubrication

additive.

Ditiokarbamat

Ditiokarbamat adalah senyawa organosulfur yang spektrum aplikasinya cukup luas (Kaludjerovic et al. 2002). Sudah lebih dari enam puluh tahunan turunan senyawa ini disintesis dan diproduksi sejak ditemukan pertama kali pada awal tahun 1940 sebagai fungisida dan pestisida, sedangkan aktifitasnya sebagai antioksidan mulai diketahui pada tahun 1960, dan sejak itu senyawa ditiokarbamat diaplikasikan untuk pelumas (Rudnick 2009).

(41)

Senyawa ditiokarbamat merupakan senyawa organosulfur yang mudah membentuk kompleks dengan ion logam, dan apabila dalam bentuk terkoordinasi dengan suatu logam, maka akan memiliki lingkup aplikasi yang luas. Aplikasi senyawa ini dibidang otomotif adalah sebagai zat tambahan pelumas, dibidang pertanian digunakan sebagai pestisida (insektida dan fungisida), dibidang geologi sebagai akselarasi dalam vulkanisasi, dalam bidang farmasi sebagai antioksidan (Kaludjerovic et al. 2002, Gogoi & Sonowal 2005) dan memiliki aktivitas biologi sebagai antibakteri dan antijamur (Husain et al. 2010). Logam ditiokarbamat

heterosiklik yang yang dilaporkan berpotensi sebagai pestisida dan antioksidan misalnya potassium (1,1-dioxothiolan-3-yl)-dithiocarbamate efektif sebagai fungisida selektif (Vasiliev & Polackov 2000). Grossiord et al (1998) dalam Asthana P (2006) menyatakan bahwa metilen-bis-(di-n-butilditiokarbamat) merupakan aditif antiwear yang sangat baik dan memiliki sifat antioksidan yang baik. Senyawa ini digunakan pada gear oils dan pelumas gemuk. Griffo & Keshavan (2007) menggunakan zat tambahan yang berfungsi sebagai antifriksi dan antiwear dalam “high performance rock bit grease” berupa Pb-diamilditiokarbamat, Mo-di-n-butilditiokarbamat, Zn-ditiokarbamat, dan Sb-ditiokarbamat. Namun demikian, kebanyakan aplikasi senyawa alkilditiokarbamat yang dilaporkan adalah menggunakan alkil rantai pendek.

Jalur produksi senyawa kompleks logam-dialkilditiokarbamat rantai panjang disajikan pada Gambar 9, sedangkan identitas spektrum IR senyawa ditiokarbamat diberikan pada Tabel 4. Selain melalui jalur proses karbamasi amina yang sering digunakan, produksi organo-karbamat dapat juga dilakukan melalui reaksi tandem tiga komponen dari amina, CO2, dan alkilhalida dengan kehadiran

Cs2CO3 dan tetrabutilammonium iodida (Salvatore et al.2001)

(42)

Tabel 4 Pita serapan penting spektrum IR pada senyawaalkylditiocarbamate

No Bilangan Gelombang Gugus Keterangan

1 1680– 1640 (cm-1) CN

6 Daerah sidik jari M-C, M-S Tipe pita serapan dari lemah sampai kuat *Sumber dari Trifunović et al. (2002), & Kaludjerovic et al. (2002), Shahzadi et al. (2006)

Adsorpsi atau reaksi permukaan/antarmuka antara komponen-komonen pelumas, khususnya aditif pada pelumasan batas dengan permukaan logam-logam yang saling kontak merupakan kunci untuk menekan keausan dan friksi. Dengan demikian, jika ditemukan model molekul yang dapat teradsorpsi atau dapat melakukan reaksi permukaan/antarmuka dengan logam secara efektif, maka akan berfungsi efektif pula dalam menekan keausan, friksi, dan akan memperlambat proses oksidasi dari pelumas secara keseluruhan. Efektivitas interaksi permukaan/antarmuka molekul diantara dua permukaan logam tersebut, pada prinsipnya dapat diperoleh dengan mengatur derajat hidrofilitas dan hidrofobisitas bagian molekul aditif tersebut melalui modifikasi dan transformasi gugus fungsinya.

Faktor polaritas relatif suatu molekul aditif memegang peran utama agar dapat teradsorpsi atau membentuk lapisan film yang efektif pada permukaan logam. Dalam penelitian ini, desain dan modifikasi/sintesis difokuskan pada gugus fungsi karbonil ke gugus ditiokarbamat dan secara simultan efek polaritas yang berhubungan dengan shear strength divariasikan melalui gugus fungsi ikatan rangkap, dan panjang rantai alkil asam lemaknya (Maleque et al. 2000). Variasi tersebut dan hubungannya dengan pembentukan film yang optimal merupakan fenomena yang akan dikaji dan dibuktikan dalam penelitian ini.

(43)

bergantung pada shearing forces komponen-komponen pelumas relatif terhadap dua permukaan logam yang saling kontak, dan fenomena ini dapat direduksi oleh adanya aditif yang ditambahkan. Mekanisme kerja dari aditif ini adalah adsorpsi atau reaksi membentuk lapisan film pada permukaan logam sehingga kontak logam-logam direduksi. Lapisan film yang terbentuk tersebut mempunyai shear strength yang lebih rendah dibanding logam sehingga proses lubrikasi berjalan lancar (O’Brien 1983; Studt 1989).

Pada awalnya, formulasi aditif yang berhubungan dengan fenomena sistem pelumasan batas difokuskan pada sistem pelumasan industri, terutama kaitannya dengan masalah tekanan ekstrim. Namun sejumlah studi mengkonfirmasikan bahwa, terdapat kondisi-kondisi tekanan ekstrim dalam sistem pelumasan engine selama cold cranking, percepatan sekonyong-konyong, beban-beban berat dan temperatur ekstrim (Oil Extreme 2003). Dari fenomena ini, kemasan aditif dalam

pelumas engine dengan memasukkan unsur aditif pelumasan batas, telah menjadi

pertimbangan akhir-akhir ini.

Senyawa-senyawa yang digunakan sebagai aditif pada sistem pelumasan batas meliputi organosulfur atau kombinasi sulfur oksigen, organoklorin, organosulfur-klorin, organo fosfor, organo fosfor-sulfur, ester dari asam lemak, dan berbagai senyawa organologam (Ramney 1980; Nachtman & Kalpakjian 1985; Rizvi 1992; Hong et al.1993). Disamping itu, senyawa-senyawa diakrilat dan turunannya dengan formula umum STR4 juga telah diperkenalkan sebagai aditif pada sistem pelumasan batas (Takagi et al. 2001).

Dari berbagai aditif untuk sistem pelumasan batas turunan fosfat, maka senyawa Zn-dialkilditiofosfat adalah yang paling umum digunakan, namun karena pertimbangan lingkungan terhadap senyawa-senyawa fosfor akhir-akhir ini, maka senyawa-senyawa dialkilditiokarbamat digunakan sebagai alternatif pengganti senyawa dialkilditiofosfat tersebut.

Pengembangan komplek logam-ditiokarbamat sebagai aditif pelumas menggantikan aditif ditiofosfat dan aditif konvensional campuran senyawa sulfur, posfat dengan logam ternyata menunjukkan kinerja anti friksi yang lebih baik. Stabilitas komplek logam-ditiokarbamat memungkinkan penggunaannya pada sistem suhu tinggi tanpa mengalami degradasi.

(44)

Zn-Mo-ditiokarbamat, (Nakanishi et al. 2000). Kombinasi Mo dengan gugus amina, alkohol, phosphine, eter, asam karboksilat rantai panjang yang membentuk komplek mono-trinuklir Mo juga dilaporkan memiliki aktifitas sebagai aditif multi fungsi pada sistem pelumasan (Stiefel et al. 2001, Gatto et al. 2003).

Saat ini kebanyakan pelumas setidaknya mengandung zat tambahan antioksidan untuk meningkatkan stabilitas dan meningkatkan performa mesin. Sejak oksidasi diidentifikasi sebagai penyebab utama penurunan kualitas pelumas, hal ini menjadi aspek yang sangat penting untuk meningkatkan stabilitas oksidasi dengan adanya kehadiran antioksidan dalam pelumas. Oksidasi merupakan proses yang berbahaya yang biasanya menyebabkan menurunnya performa pelumas, memperpendek usia pelumas, dan hal yang paling ekstrim adalah dapat merusak mesin. Oksidasi ditandai dengan adanya interaksi hidrokarbon pada pelumas dasar dengan oksigen dan adanya panas, dan prosesnya dapat meningkat cepat dengan kehadiran logam transisi seperti cobalt, besi, nikel, dan lainnya (Rudnick 2009). Aditif antioksidan ditambahkan untuk mencegah oksidasi dan pembentukan lumpur sehingga mesin tetap bersih. Banyak senyawa yang dapat digunakan sebagai aditif pelumas, diantaranya logam ditiokarbamat, amina, senyawa fenolik, dan logam ditiofosfat (Gogoi & Sonowal 2005).

Analisis Nilai Tambah

Nilai tambah (added value) merupakan salah satu kriteria dalam perancangan dan pengembangan suatu produk. Menurut Gittinger (1985), nilai tambah adalah jumlah nilai ekonomi yang tercipta atau ditimbulkan dari suatu kegiatan yang dilakukan di dalam setiap satuan produksi dalam perekonomian. Nilai tambah dapat juga berarti suatu nilai yang tercipta dari kegiatan dengan cara mengubah input pertanian menjadi produk pertanian, atau nilai yang tercipta dari kegiatan mengolah hasil pertanian menjadi produk akhir.

Gambar

Tabel 2 Perbandingan produksi negara penghasil utama minyak sawit dan minyak    kelapa
Gambar 1. Neraca bahan proses pengolahan minyak sawit
Gambar 4 Jalur sintesis garam ammonium posfatida dari gliserida nabati.
Tabel 4 Pita serapan penting spektrum IR pada senyawa alkylditiocarbamate
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun metil ester yang digunakan dalam penelitian ini adalah metil ester hasil esterifikasi Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) dengan metanol menggunakan katalis

Konversi minyak kelapa sawit menjadi bentuk metil ester asam lemak atau biodiesel melalui reaksi transesterifikasi minyak kalapa sawit dengan metanol serta penambahan

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk komponen biodiesel lebih dikehendaki metil ester asam lemak jenuh seperti yang terdapat dalam fraksi stearin minyak sawit.. Minyak

Penggunaan minyak kelapa sebagai bahan dasar pembuatan trigliselida dengan proses yang didasarkan pada reaksi interesterifikasi antara trigliserida dengan metil ester dari asam

Adapun metil ester yang digunakan dalam penelitian ini adalah metil ester hasil esterifikasi Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) dengan metanol menggunakan katalis

Asam ini diubah menjadi metil ester asam lemak (misalnya, biodiesel), dengan reaksi transesterifikasi dengan metanol, yang membuat minyak sawit bahan baku yang sangat

Biodiesel adalah senyawa ester asam lemak yang dihasilkan dari reaksi alkoholisis (transesterifikasi dan esterifikasi) asam lemak yang berasal dari minyak nabati

Menyiapkan produk selulosa hidroksi metil ester lemak sawit yang berbahan baku senyawa epoksi dari Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) dan selulosa asetat dari Tandan Kosong Kelapa