• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi Sampel Kopi Beras Sampel Kopi Beras

Sampel kopi beras yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel kopi beras dengan jenis Coffea arabica pada berbagai kelas mutu yang diperoleh dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (ICCRI) di Jember. Sampel kopi beras tersebut digolongkan menjadi empat kelompok A, B, C dan RJ sesuai dengan kriteria yang telah disebutkan dalam metode penelitian. Kopi kelas mutu RJ digolongkan lagi menjadi beberapa kelompok untuk dibedakan jenis cacatnya kemudian dipilih secara proporsional untuk proses pemutuan.

Jumlah seluruh sampel kopi beras adalah 1024 biji, terdiri atas masing- masing 256 biji kelas mutu A, B, C, dan RJ. Sampel dipersiapkan untuk diambil citranya pada matriks bijian pada konveyor sabuk. Hasil dari citra tersebut dianalisis dengan JST dengan perincian 768 biji untuk data training dan 256 biji untuk data testing. Jadi untuk setiap masing-masing kelas mutu sejumlah 192 biji untuk data training dan 64 biji untuk data testing. Gambar 19 dan Gambar 20 berikut ini adalah gambar dari kopi yang telah dipisahkan berdasarkan kelas mutunya.

( a ) ( b ) ( c )

62

( a ) ( b ) ( c )

( d ) ( e ) ( f )

( g ) ( h ) ( i )

( j )

Gambar 20 Biji kopi beras pada kelas mutu RJ: buah kering (a), kulit (b), hitam (c), biji berkulit tanduk-floater (d), cacat bentuk–malformed (e), biji kecil (f), biji pecah (g), gigitan serangga (h), hitam sebagian (i), dan biji hijau (j)

Ukuran Sampel Kopi Beras

Proses pemisahan sampel kopi beras berdasarkan ukuran (untuk menentukan kelas mutu A, B, dan C) menggunakan tiga buah alat sortasi ukuran

63 dengan diameter lubang masing-masing 7.5 mm, 6.5 mm, dan 5.5 mm. Kelas mutu A adalah kopi yang tidak lolos ayakan diameter 7.5 mm; kelas mutu B adalah kopi yang lolos ayakan diameter 7.5 mm dan tidak lolos ayakan diameter 6.5 mm; dan kelas mutu C adalah kopi yang lolos ayakan diameter6.5 mm dan tidak lolos ayakan diameter 5.5 mm. Seluruh kelas mutu A, B, dan C di atas merupakan kopi beras yang bebas cacat. Kelas mutu RJ terdiri atas biji kopi beras berukuran kecil (lolos ayakan 5.5 mm) dan biji kopi beras yang cacat.

Untuk menggantikan ayakan lubang bulat digunakan alat seleksi ukuran dari bahan besi tahan karat (nampan) yang dilubangi menggunakan mesin bor tangan dengan ukuran mata bor masing-masing 7.5 mm, 6.5 mm, dan 5.5 mm. Gambar 21 adalah gambar alat seleksi ukuran dengan lubang bulat.

Gambar 21 Alat seleksi ukuran dengan lubang bulat untuk kopi beras Kopi yang dihasilkan dari alat seleksi ukuran tersebut diukur kembali dengan menggunakan jangka sorong, hingga diperoleh jumlah sampel sebanyak 256 biji pada setiap kelas mutu. Hal ini dilakukan karena alat seleksi ukuran bukan merupakan peralatan standar, sehingga prosedur pengukuran menggunakan jangka sorong perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang akurat. Pengukuran dengan jangka sorong dilakukan pada lebar biji kopi, karena faktor utama penyebab biji kopi beras lolos dari lubang adalah lebar biji. Sebelum dilakukan pengambilan data dilakukan pengukuran berat sampel kopi beras. Berdasarkan pengukuran berat kopi beras kelas mutu A, B, dan C hasil ayakan yang diulang sebanyak tiga kali adalah: kelas mutu A 23.64 gram / 100 biji, kelas mutu B 20.05 gram / 100 biji, dan kelas mutu C 14.98 gram / 100 biji. Pengukuran berat

64

dilakukan dengan timbangan analitis digital merk ADAM PW 184. Sedangkan untuk kelas RJ yang memiliki ukuran bervariasi tidak dilakukan pengukuran berat. Pengukuran panjang dan lebar sampel biji kopi beras juga dilakukan dengan menggunakan jangka sorong, dan dilakukan sebanyak 20 biji pada setiap kelas mutu kecuali kelas mutu RJ dengan ukuran statistik seperti pada Tabel 9 berikut ini.

Tabel 9 Ukuran statistik dimensi biji kelas mutu A, B, dan C

Kelas Mutu A B C

Ukuran statistik lebar panjang lebar panjang lebar Panjang

(mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)

Rerata 7.89 9.80 7.15 9.55 6.15 8.91

Standar deviasi 0.31 0.86 0.22 0.49 0.21 0.49

Minimal 7.57 8.26 6.74 8.58 5.74 7.95

Maksimal 8.57 11.65 7.44 10.05 6.44 9.42

Berdasarkan Tabel 9 di atas ukuran biji menunjukkan kesesuaian dengan kriteria kelas mutu. Dari kelas mutu A yang terbesar, kemudian berturut-turut kelas mutu B dan C semakin mengecil. Nilai rerata, minimal, dan maksimal dari variabel lebar menunjukkan tidak ada data yang saling tumpang tindih, sedangkan pada variabel panjang menunjukkan adanya data yang saling tumpang tindih antara kelas mutu A, kelas mutu B, dan kelas mutu C. Hal ini terjadi karena sifat dari biji kopi beras yang memiliki rasio panjang dan lebar dalam rentang 1.3 – 1.5, sehingga biji kopi dengan lebar yang sama mungkin memiliki panjang yang berbeda. Sifat variabel panjang dan pada tabel ini tidak dapat digunakan sebagai acuan untuk penentuan parameter mutu yang akan digunakan sebgai input JST. Parameter mutu yang digunakan adalah parameter mutu yang diekstraksi dari pengolahan citra yang kemungkinan memiliki sifat yang berbeda dengan pengukuran secara manual.

Deskripsi Alat Kamera dan Lensa

Kamera yang digunakan adalah kamera CMOS dengan seri 21BUC03 dari The Imaging Source, merupakan kamera dengan format ukuran sensor 1/3 inchi (persegi) dengan mounting lensa type C dengan standar perantara (interface) USB.

65 Lensa yang digunakan adalah lensa varifocal dengan seri T4Z2813CS dari Computar, memiliki focal length variabel dari 2.9 mm hingga 12 mm, rasio pembukaan diafragma (aperture ratio 1:1.3). Kamera ini memiliki tiga buah cincin (ring) pengaturan yaitu: fokus, pembukaan diafragma (iris), dan pembesaran (zoom) yang hanya dapat diatur secara manual.

Untuk mendapatkan citra yang baik dari kamera maka diperlukan pengaturan beberapa parameter berikut ini.

1 Exposure (pencahayaan kamera) terdiri atas:

Aperture (diafragma) atau disebut juga iris, adalah perangkat yang digunakan untuk mengatur banyaknya sinar yang masuk pada lensa. Iris

berfungsi seperti pupil manusia, jika dibuka dengan lebar maka jumlah sinar yang masuk pada lensa semakin besar.

Shutter speed adalah kecepatan membuka jendela di depan sensor kamera, semakin besar shutter speed maka kamera mendapat cahaya semakin besar, sehingga citra yang diperoleh semakin terang (satuan detik).

Gain, digunakan apabila pengambilan gambar dalam keadaan kurang cahaya, yang apabila dengan keadaan normal dengan bukaan aperture (f-stop) maksimal (f/1.3) masih under exposure. Dengan gain exposure

bisa ditingkatkan secara digital, konsekuensinya gambar menjadi agak pecah (satuan dB).

2 Zoom adalah gerakan lensa mendekati atau menjauhi obyek secara optik, dengan mengubah panjang fokal lensa dari sudut pandang sempit (telephoto) ke sudut lebar (wide angle), dengan memutar cincin zoom pada lensa.

3 Focus adalah pengaturan lensa yang tepat untuk jarak tertentu. Gambar dikatakan fokus apabila proyeksi gambar yang dihasilkan oleh lensa jatuh di permukaan sensor kamera jelas dan tajam.

Karena tidak ada penanda yang menyatakan besarnya penambahan atau pengurangan ukuran pada ketiga cincin lensa, maka prosedur image acquisition

untuk pengaturan lensa diatur secara manual dengan menetapkan jarak obyek dengan kamera sebesar 11 cm, kemudian dilakukan pengaturan ketiga cincin tersebut hingga diperoleh citra yang optimal, dalam arti tidak berbayang, tidak mengalami pencahayaan berlebih, dan sebisa mungkin menampilkan citra seperti

66

aslinya. Sedangkan kamera diatur pada ukuran seperti pada Tabel 10 sebagai berikut ini.

Tabel 10 Parameter pengaturan kamera

Pengaturan Kamera atas Kamera bawah

Shutter speed 1/769 detik 1/99 detik

Gain 63 dB 63 dB

Resolusi 640 x 480 piksel 640 x 480 piksel

Refresh Rate 30 fps (frame / detik) 30 fps (frame / detik)

Shutter speed pada kamera bawah diatur pada nilai yang tinggi dan berbeda dengan kamera atas, hal ini disebabkan karena perbedaan konstruksi pada penempatan kamera atas dan bawah. Walaupun memiliki jarak kamera dengan obyek yang sama, namun konstruksi pada kamera bawah cenderung memberikan pengaruh lebih gelap daripada penempatan kamera atas. Karena pengaturan cincin

iris tidak mampu mengatasi hal tersebut maka dilakukan modifikasi pada shutter speed.

Pencahayaan LED

Pencahayaan pada penelitian ini menggunakan sumber cahaya LED yang disusun sedemikian rupa agar tidak terjadi efek pemantulan. Efek pemantulan sangat mungkin terjadi karena penggunaan alas kaca. Penggunaan alas kaca yang bertujuan agar dapat diambil citra dari dua permukaan membutuhkan metode khusus agar tidak terjadi pemantulan cahaya. Jika digunakan lampu neon (flouresence) berwarna putih maka cahaya akan disebarkan ke segala arah dan dipantulkan kembali oleh kaca ke kamera sehingga citra yang diperoleh menjadi tidak lengkap. Hal ini terjadi karena cahaya yang masuk ke lensa kamera terlalu kuat sehingga menciptakan berkas berwarna putih yang mengakibatkan citra kopi beras tertutup oleh warna putih tersebut.

Penggunaan sumber cahaya LED dengan sinar kuat yang terkonsentrasi dapat mengurangi efek tersebut. Metode yang dilakukan adalah menempatkan berkas cahaya LED di antara lubang matriks, sehingga cahaya tersebut tidak mengenai bijian. Pantulan cahaya LED oleh kaca menuju kamera merupakan cahaya yang terkonsentrasi sehingga tidak mempengaruhi citra biji kopi beras.

Pencahayaan dibuat dengan menyusun 44 buah LED dengan berkas cahaya berwarna putih yang terkonsentrasi dalam bentuk matriks 9 x 5. LED disusun dengan jarak kolom yang sama dengan matriks bijian, dan diposisikan sedemikian

67 rupa sehingga berkas cahaya yang terkonsentrasi tidak mengenai biji kopi beras (berada tepat di antara kolom matriks bijian). Hasil pengukuran dengan Lux meter menunjukkan nilai 1000 Lux di tengah matriks bijian dan 900 Lux di tepi matriks bijian dengan jarak pencahayaan 11 cm.

Pencahayaan LED dibuat dengan menyusun LED dengan tegangan 3 Volt secara paralel dan masing-masing LED disusun seri dengan hambatan 470 ohm dengan menggunakan PCB berlubang. Rangkaian tersebut dilekatkan pada lembaran mika berwarna putih dengan ukuran 25 x 25 cm. Lembaran mika tersebut diberi lubang tepat pada posisi LED berada. Ditengah lembaran mika tersebut diberi lubang tempat lensa kamera dengan diameter sedikit lebih besar dari diameter lensa kamera.

Rangkaian tersebut dicatu dengan sumber tegangan variabel yang dapat diatur tegangannya dari 3 Volt hingga 9 Volt. Pada penelitian ini tegangan yang digunakan adalah tegangan maksimal yaitu 9 Volt.

Gambar 22 Perangkat pencahayaan dengan sumber cahaya LED

Pengembangan Sistem Stasiun Pengambilan Citra

Stasiun pengambilan citra terdiri atas bagian utama berupa 2 kamera CMOS dengan seri 21BUC03 dari The Imaging Source. Kedua buah kamera dihubungkan dengan PC melalui standar perantara USB. Prosedur image acquisition dilakukan untuk mendapatkan hasil citra kopi yang terbaik. Proses ini didahului dengan penentuan jarak kamera dan penentuan proses penyinaran hingga didapatkan penyinaran yang seragam dan optimal. Metode penentuan image aquisition adalah

trial and error. Apabila proses ini berhasil maka citra yang ditangkap kamera digital dan ditampilkan oleh monitor komputer sama atau mendekati aslinya,

68

sedikit timbul bayangan, dan tidak ada cahaya berlebih yang mempengaruhi warna obyek. Gambar 23 berikut ini adalah skema pemeriksaan mutu kopi menggunakan dua kamera.

Gambar 23 Skema pemeriksaan mutu kopi menggunakan pengolahan citra Kamera dipasang pada tiang penyangga kamera yang terletak pada tengah bidang mendatar prototipe sistem sortasi kopi beras. Dengan jarak terhadap masing-masing kamera terhadap obyek adalah 11 cm.

Sistem Konveyor Sabuk

Konveyor sabuk sebagai alat pembawa dirancang berdasarkan metode pengambilan citra secara majemuk. Sabuk didesain berlubang dengan diameter 11 mm. Lubang-lubang tersebut membentuk matrik 4 x 4 dengan ukuran yang disesuaikan dengan biji kopi. Gambar 24 berikut ini adalah gambar potongan konveyor sabuk.

Gambar 24 Rancangan konveyor sabuksistem sortasi biji kopi

Kamera yang digunakan memiliki resolusi 640 x 480 pixel, sehingga untuk menyusun lubang-lubang matriks diperlukan proporsi yang sama dengan resolusi kamera. Jika ditentukan 4 baris matriks dengan jarak antar baris 25 mm, maka

Kamera bawah Plat penapis cahaya LED putih Kamera atas LED putih Matriks bijian Matriks bijian 3

Lubang biji kopi Konveyor sabuk

69 lebar baris matriks dari pusat lubang adalah (3 mm x 25 mm) 75 mm. Berdasarkan proporsi resolusi kamera sebesar 1.33 (640 piksel / 480 piksel), maka diperlukan lebar kolom sebesar 100 mm. Sehingga dapat ditentukan jarak antar kolom dari pusat lubang adalah 33.3 mm. Dengan jarak horizontal antara pusat lubang dirancang dengan ukuran 33.3 mm, dan jarak vertikal antara pusat lubang 25 mm.

Berdasarkan dari ukuran maksimal biji yang belum kupas kulit adalah 15 mm, maka diharapkan ukuran di atas bisa menghindarkan posisi biji yang saling tumpang tindih. Acuan 15 mm digunakan karena dalam sistem ini juga mempertimbangkan biji kopi beras dengan kelas mutu RJ, sedangkan ukuran lubang sebesar 11 mm diharapkan jika panjang biji kopi beras melebihi ukuran lubang, maka biji tersebut bisa dikeluarkan dengan mudah dari lubang matriks bijian, hal ini berkaitan dengan pengembangan sistem sortasi ini di masa mendatang. Ukuran lebar sabuk yang digunakan adalah 150 mm dengan ketebalan 5 mm, berwarna putih dan memiliki kualitas food grade. Gambar 25 berikut ini adalah dimensi dari rancangan sabuk.

Gambar 25 Dimensi rancangan koveyor sabuk sistem sortasi biji kopi Proses penentuan mutu biji kopi beras dilakukan perkolom. Untuk itu diperlukan gerakan berupa step dengan jeda waktu tertentu. Antara kolom bijian terdapat jarak 33 mm dengan waktu tempuh yang direncanakan adalah 0.5 detik (tk). Sedangkan antara matriks bijian 1 dan matriks bijian 2 terdapat jarak sebesar 233.3 mm. Jika gerakan tiap 33 mm merupakan 1 step (selanjutnya disebut sebagai step konveyor) dan kolom 1 baris 1 matriks bijian 1 berada di titik A

33.3mm. 133.4mm. 25m m . 150m m . 25m m . Ø 10 mm 25 m m . 75m m . 100m m . 5m m . 11 mm 25m m . 233.3mm. 99.9mm. Arah gerakan

70

adalah start, maka kolom 1 baris 1 (1 1) matriks bijian 2 akan berada pada titik A setelah 7 step konveyor atau dalam waktu 3.5 detik. Jika ditambahkan dengan waktu pengambilan citra selama 0.5 detik, maka jeda waktu yang dibutuhkan tiap matriks menempati posisi yang sama adalah 4 detik. Jeda waktu inilah yang akan digunakan untuk melakukan pengambilan citra, melakukan pengolahan citra, melakukan analisa JST (propagasi maju untuk prediksi) untuk menentukan kelas mutu individual dari biji kopi beras.

Langkah kedua adalah menentukan ukuran (diameter) dari puli konveyor berdasarkan penjelasan sebagai berikut ini.

Motor stepper dengan spesifikasi 0.72 derajat per step (deg/step pada full step

selanjutnya disebut sebagai step motor), dan direncanakan motor stepper

dihubungkan dengan as puli menggunakan kopling (tanpa reduksi). Jumlah step motor yang diperlukan untuk menghasilkan 33 mm (1 step konveyor) divariasikan, maka besarnya jari-jari puli yang dibutuhkan pada setiap variasi jumlah step motor mengikuti persamaan berikut ini.

Jarak pergeseran puli

r = 33.3 mm / [ 2π * (n * 0.72o/360 o) ]

dari persamaan: (n * 0.72o/360o) * 2π * r = 33.3 mm

(32)

Jika n adalah jumlah step motor untuk menghasilkan 1 step konveyor, 0.72o adalah resolusi dari steping motor, 360o adalah sudut lingkaran penuh, dan r adalah jari-jari puli, maka nilai diameter puli seperti pada Tabel 11 berikut ini. Tabel 11 Penentuan diameter puli

Jumlah step motor (n) 1 10 20 30 40 42 43

Jari-jari puli (mm) 2651.27 265.13 132.56 88.38 66.28 63.07 61.60

Diameter puli (mm) 5302.55 530.25 265.13 176.75 132.56 126.14 123.20

Diameter puli (inchi) 208.76 20.88 10.44 6.96 5.22 4.97 4.88

Jika waktu yang direncanakan untuk 1 step konveyor adalah 0.5 detik (tk), maka berdasarkan Tabel 11 di atas dapat dilakukan perhitungan untuk menentukan kecepatan putar puli konveyor berdasarkan persamaan berikut ini.

Jumlah step motor satu putaran penuh (N) = 360o/0.72o = 500 step motor/putaran Waktu tiap putaran = [N / n] * tk (detik / putaran)

71 RPM = 60 / waktu tiap putaran (rpm)

Berdasarkan persamaan di atas maka disusun Tabel 12 berikut ini. Tabel 12 Penentuan kecepatan putar motor

Jumlah step motor (n) 1 10 20 30 40 42 43

Diameter puli (mm) 5302.55 530.25 265.13 176.75 132.56 126.14 123.20

Diameter puli (inchi) 208.76 20.88 10.44 6.96 5.22 4.97 4.88

Waktu tiap putaran (detik) 250.00 25.00 10.00 8.93 8.33 7.81 7.14

Kecepatan putar (RPM) 0.24 2.40 6.00 6.72 7.20 7.68 8.40

Berdasarkan Tabel 12 di atas, maka pemilihan disain puli yang cocok berdasarkan aspek fungsional dan ekonomis adalah desain diameter puli 123.2 mm atau 4.88 inchi yaitu dengan 43 step motor tiap step konveyor.

Langkah berikutnya adalah menentukan panjang konveyor sabuk. Kemiringan titik sudut alas pada puli penggerak sebesar 35o, sesuai dengan besar

angle of repose biji kopi beras pada kadar air 12% (Chandrasekar& Viswanathan 1999). Berdasarkan hasil perhitungan ukuran konveyor sabuk beserta dimensi alat sortasi yang disajikan pada Lampiran 1, permukaan sabuk terdiri atas 14 matriks bijian dan 14 jarak antar matriks dengan ukuran total masing-masing 233.33 mm, berdasarkan uraian ini maka panjang sabuk adalah 14 * 233.33 = 3266.62 mm.

Agar kamera dapat mengambil citra dari kedua permukaan yang berseberangan maka dilakukan pemotongan pada penyangga konveyor sabuk. Potongan tersebut berbentuk bujursangkar berdimensi 150 x 150 mm dan pada lubang tersebut dipasang kaca dengan ukuran yang sama. Kaca tersebut diletakkan di tengah permukaan mendatar pada kontruksi alat sortasi (Lampiran 2). Tiang penyangga kamera juga diletakkan pada posisi yang sama.

Kerangka dibuat dari baja tahan karat (ST304) dengan ketebalan 1.2 mm. Kerangka tersebut disokong dengan 4 buah kaki yang dapat diatur derajat kemiringannya untuk menjamin kerangka berada dalam posisi horizontal. Tinggi kerangka beserta kaki adalah 80 cm, jika ditambahkan dengan tiang penyangga kamera maka tingginya mencapai 130 cm.

Perangkat Lunak Pengolahan Citra

Perangkat lunak pengolahan citra dikembangkan menggunakan bahasa C# dengan program SharpDeveloped 4.1. Program yang dibuat menampilkan empat

72

buah picture box dengan perincian: dua buah picture box khusus antara muka kamera TIS yang menampilkan pemandangan kamera atas dan kamera bawah pada resolusi 640x480 pada ke dalaman warna RGB 32 bit, dan dua buah picture boxyang menampilkan citra hasil segmentasi, perimeter, area cacat dan hasil analisis resolusi 640x480 yang di screcth secara bergantian (toggle).

Program tersebut telah dilengkapi dengan barisan tombol (button) untuk melakukan operasi pengambilan dan pengolahan citra serta kotak teks (textbox) untuk melihat nilai-nilai analisis parameter mutu citra. Selain itu juga dilengkapi fasilitas penyimpanan 2 buah file dalam bentuk teks untuk menulis parameter- parameter mutu kopi beras hasil analisis pengolahan citra. Dua buah file teks tersebut masing-masing digunakan untuk menulis hasil analisis pengolahan citra kamera atas dan kamera bawah. Isi dari file teks ini digunakan untuk analisa JST baik untuk pembelajaran (training) maupun test.

Kondisi pencahayaan kamera atas dan bawah menggunakan pencahayaan LED yang sama dan diisolasi dari cahaya dari luar. Kendati demikian kamera atas dan bawah tidak menghasilkan citra yang sama baiknya, disebabkan karena kontruksi dari stasiun pengambilan citra yang berbeda antara atas dan bawah. Kamera bawah lebih cenderung gelap dan ada pengaruh pemantulan cahaya yang harus diatur sedemikian rupa hingga tidak merusak citra yang diperoleh. Oleh karena itu diperlukan pengaturan yang berbeda pada parameter-parameter kamera dan lensa supaya diperoleh hasil yang baik, dan telah dijelaskan di atas.

Penentuan Nilai Batas Segmentasi (Treshold)

Nilai batas segmentasi (treshold) ditentukan untuk mengetahui apakah suatu piksel merupakan obyek ataukah latar belakang. Nilai ambang batas biasanya ditentukan berdasarkan parameter warna RGB atau fungsi yang diturunkan dari nilai RGB seperti model warna HSI ataupun HSV.

Salah satu kendala dalam penentuan nilai batas segmentasi pada penelitian ini adalah konveyor sabuk berlubang yang menggunakan alas kaca akan memberikan latar belakang gelap. Hal ini disebabkan karena pencahayaan menggunakan prinsip front light sehingga pencahayaan dilakukan bergantian tergantung dari kamera mana yang akan mengambil citra. Karena penggunaan alas kaca maka latar belakang (dalam lubang tersebut) cenderung berwarna gelap.

73 Sedangkan biji kopi beras terutama yang cacat dominan berwarna hitam. Oleh karena itulah penentuan nilai batas segmentasi sulit diperoleh. Metode pencacahan dengan nilai RGB tidak berhasil memperoleh nilai batas segmentasi.

Berdasarkan teori bahwa nilai value dalam model warna HSV adalah atribut yang menyatakan banyaknya cahaya yang diterima oleh mata tanpa memperdulikan warna. Berdasarkan konsep tint jika pencahayaan dari LED dianalogikan sebagai penambahan warna putih, dan shade jika warna dari latar belakang dianggap sebagai penambahan warna hitam, maka nilai value dapat digunakan sebagai acuan untuk penentuan nilai batas segmentasi. Nilai value yang digunakan adalah nilai dengan kisaran 0 hingga 100, diperoleh dari persamaan sebagai berikut ini.

(33)

Untuk mendapatkan nilai batas segmentasi berdasarkan nilai value, maka dilakukan pencacahan terhadap nilai-nilai value pembentuk warna kopi beras (obyek) dan warna lain selain obyek. Ada lima warna utama yang dapat diamati pada citra yang dihasilkan antara lain warna biji (baik – tanpa cacat), latar belakang (background pada lubang konveyor sabuk disekeliling biji), hitam (biji cacat), coklat (biji cacat), dan putih (konveyor sabuk). Gambar 26 berikut ini adalah citra grey level yang dihasilkan dari nilai value, sedangkan grafik pada gambar 27 berikut ini adalah grafik penentuan nilai batas segmentasi berdasarkan nilai value untuk kamera atas.

(a) (b)

Gambar 26 Citra grey level dari nilai value: kelas mutu A (a) dan kelas mutu RJ (b) kamera atas

Berdasarkan Gambar 27 berikut maka ditentukan kisaran nilai value yang digunakan untuk nilai batas segmentasi untuk kamera atas. Karena biji berwarna

74

hitam dan coklat juga merupakan obyek, maka penentuan nilai harus mempertimbangkan hal tersebut. Warna latar masih saling bertumpuk dengan biji baik, biji hitam, dan biji coklat. Dengan menggunakan nilai 19 sebagai batas bawah maka ada konsekuensi sebagian biji hitam dan biji coklat akan hilang pada proses segmentasi. Akan tetapi hal ini tidak bisa dihindarkan karena keterbatasan kondisi pengambilan citra. Untuk batas atas ditentukan nilai value 89 untuk memisahkan biji dengan warna putih dari konveyor sabuk,sehingga formula untuk nilai batas segmentasi adalah jika value piksel < 19 OR value piksel > 89 maka tampilkan hitam (R=G=B=0), lainnya putih (R=G=B=255). Dalam hal ini warna putih (255) merepresentasikan obyek.

Gambar 27 Grafik penentuan nilai batas segmentasi berdasarkan nilai value untuk kamera atas

Dengan cara yang sama ditentukan pula nilai batas segmentasi untuk kamera bawah, dan diperoleh persamaan jika value piksel < 21 OR value piksel > 78 maka tampilkan hitam (0), lainnya putih (255). Nilai value pada citra kamera bawah berbeda dengan kamera atas, karena cenderung lebih gelap. Oleh karena itu latar belakang hitam menjadi lebih legam sehingga batas bawah menjadi naik, dan batas atas menjadi turun.

Operasi Opening

Hasil dari proses di atas masih memerlukan pengolahan lebih lanjut, karena citra biji kopi beras (obyek) masih belum bisa dipisahkan dengan baik. Proses binerisasi belum mampu memisahkan obyek dengan baik karena terdapat cincin

Dokumen terkait