Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, pada bulan Januari 2010 sampai dengan Maret 2012.
Bahan dan Alat Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel kopi beras dengan jenis Coffea arabica pada berbagai kelas mutu yang diperoleh dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (ICCRI) di Jember. Biji kopi beras yang dimaksud adalah biji kopi beras yang sudah siap diperdagangkan di pasar internasional berupa biji kopi kering yang sudah terlepas dari daging buah, kulit tanduk dan kulit arinya.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat sistem pengolah citra yang terdiri dari:
1 Perangkat komputer (PC).
2 Dua buah paket kamera CMOS digital DFK 21BUC03 dari The Imaging Source yang menggunakan standar perantara USB.
3 Perangkat penyinaran dengan sumber cahaya LED yang dibuat sesuai keperluan dan terintegrasi dengan stasiun pengambilan citra.
4 Alat sortasi dengan konveyor sabuk berlubang dengan konfigurasi matriks 4 x 4.
Perangkat lunak pengambilan citra dan pengolahan citra dibangun menggunakan bahasa C# dari Microsoft Visual Studio. Untuk analisis JST menggunakan program Mathlab versi 2007b dari The Math Works, Inc dan Excel dari Microsoft Corp.
42
Tahapan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian penggunaan dua kamera untuk menangkap citra dari dua sisi yang berseberangan menggunakan konveyor sabuk berlubang dengan konfigurasi matriks 4 x 4. Untuk memenuhi keperluan tersebut maka penelitian dibagi menjadi tiga sub sistem sebagai berikut ini.
1 Sub sistem pengukuran mutu kopi dengan teknik pengolahan citra. 2 Sub sistem kecerdasan buatan dengan jaringan syaraf tiruan.
3 Sub sistem alat sortasi yang terdiri dari stasiun pengambilan citra dan konveyor sabuk berlubang dengan konfigurasi matriks 4 x 4.
Gambar 9 berikut ini adalah diagram alir penelitian yang akan dilakukan.
Gambar 9 Diagram alir penelitian
Pengembangan Sub Sistem Pengukuran Mutu Kopi Beras dengan Teknik Pengolahan Citra
Pada penelitian ini pemutuan kopi dilakukan untuk membagi kopi beras dalam empat kelas mutu yaitu A, B, C, dan Reject (RJ). Pedoman yang digunakan adalah sistem klasifikasi kopi berdasarkan SCAA (Specialty Coffee Association of
Mulai
Menyiapkan sampel Kopi beras
Pengambilan citra kopi dengan perekam citra
Pengolahan Citra
Parameter Mutu dan model JST
sesuai Merancang stasiun pengambilan citra dan matrik sabuk konveyor
Pengujian unjuk kerja sistem pemutuan Hasil sesuai dengan yang diharapkan Ya Laporan akhir Selesai Membangun program pengolahan citra terintegrasi dengan JST secara real time
Parameter Mutu
Training JST
Ya Tidak
43
America).Target mutu yang diharapkan adalah kopi spesialti (specialty grade green coffee). Dengan demikian kelas mutu A, B, dan C merupakan kelas mutu spesialti. Perbedaan antara kelas mutu A, B, dan C adalah ukurannya, dimana kelas mutu A adalah kopi yang tidak lolos ayakan diameter 7.5 mm; kelas mutu B adalah kopi yang lolos ayakan diameter 7.5 mm dan tidak lolos ayakan diameter 6.5 mm; dan kelas mutu C adalah kopi yang lolos ayakan diameter 6.5 mm dan tidak lolos ayakan diameter 5.5 mm. Seluruh kelas mutu A, B, dan C di atas merupakan kopi beras yang bebas cacat. Kelas mutu RJ terdiri atas biji kopi beras berukuran kecil (lolos ayakan 5.5 mm) dan biji kopi beras yang cacat. Alat yang digunakan adalah alat seleksi ukuran dengan lubang bulat.
Prosedur penggolongan kelas mutu kopi beras secara manual adalah sebagai berikut ini.
1 Mempersiapkan sampel biji kopi yang diperoleh dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (ICCRI).
2 Memisahkan biji kopi menurut ukurannya dengan menggunakan alat seleksi ukuran diameter 7.5 mm.
3 Memisahkan biji yang tidak lolos alat seleksi ukuran diameter 7.5 mm berdasarkan kategori cacat dan tidak cacat.
4 Menggolongkan biji yang tidak cacat sebagai kelas mutu A.
5 Menggolongkan biji cacat berdasarkan kategori cacatnya untuk identifikasi. 6 Mengulangi prosedur 2 – 5 pada biji yang lolos alat seleksi ukuran diameter
7.5 mm menggunakan perlakuan alat seleksi ukuran diameter 6.5 mm untuk mendapatkan kelas mutu B, dan alat seleksi ukuran diameter 5.5 mm untuk mendapatkan kelas mutu C.
7 Menggolongkan seluruh biji cacat dan biji yang lolos alat seleksi ukuran 5.5 mm menjadi kelas mutu RJ.
8 Mengulangi seluruh prosedur di atas hingga didapatkan jumlah sample untuk masing-masing kelas mutu A, B, C, dan RJ sebanyak 1024 biji.
Gambar 10 menyajikan diagram alir prosedur penggolongan kelas mutu kopi beras secara manual.
44
Gambar 10 Diagram alir prosedur penggolongan kelas mutu kopi beras secara manual
Parameter Mutu Pengolahan Citra untuk Pengelompokan Mutu Kopi
Kelas mutu kopi beras dibangun berdasarkan sifat-sifat umum dari biji kopi dan cacat yang dialaminya. Menurut Ciptadi (1985) dan Siswoputranto (1993) rangkuman aspek-aspek yang diperhatikan dalam penetapan standar terutama mengenai hal-hal sebagai berikut ini.
1 Keseragaman dalam ukuran, bentuk, dan warnanya.
2 Cacat yang terlihat dari warna yang meliputi: biji hitam, biji berbintik-bintik, dan biji berwarna coklat.
3 Cacat karena biji pipih, biji pecah, dan biji berlubang karena serangan hama. 4 Cacat karena biji berkapang akibat pengeringan biji kopi tidak dilakukan
dengan baik.
5 Permukaan biji yang kisut karena buah yang belum masak.
6 Kebersihan, biji tidak tercampur pecahan kulit dan kotoran yang lain (batu dan serpihan ranting).
Mulai
Menyiapkan sampel kopi beras
Lolos Ayakan
7.5 milimeter Tidak Kelas A
Termasuk
kategori cacat Tidak
Kelas RJ
Lolos Ayakan
6.5 milimeter Tidak Kelas B
Termasuk
kategori cacat Tidak
Kelas RJ Golongkan untuk identifikasi Golongkan untuk identifikasi Lolos Ayakan
5.5 milimeter Tidak Kelas C
Termasuk
kategori cacat Tidak
Kelas RJ Golongkan untuk
identifikasi Selesai Kelas RJ Golongkan untuk identifikasi . Ya Ya Ya Ya Ya Ya
45 Berdasarkan aspek-aspek di atas maka dapat disusun parameter mutu yang menentukan kualitas biji kopi adalah: (1) ukuran; (2) bentuk; (3) warna; (4) cacat; dan (5) kotoran.
Tabel 5 Parameter mutu biji kopi dan parameter pengolahan citra
No Parameter mutu
biji kopi
Parameter mutu
citra Uraian
1 Ukuran Area, panjang,
dan lebar
Sifat ukuran memiliki korelasi dengan parameter mutu citra area dan panjang. Area, panjang , dan lebar biji memiliki dimensi piksel.
2 Bentuk Perimeter Analisa bentuk pada pengolahan citra dikenal
sebagai faktor bentuk yang terdiri atas
roundness dan compactness. Faktor bentuk
merupakan fungsi pada pengolahan citra
dengan perimeter sebagai faktornya.
Parameter mutu yang dapat
merepresentasikan sifat abnormalitas adalah perimeter. Perimeter dinyatakan dalam satuan piksel.
3 Warna r dan g parameter mutu pengolahan citra yang dapat
merepresentasikan warna biji adalah indeks warna merah (r), indeks warna hijau (g), dan indeks warna biru (b). Karena penjumlahan r, g dan b sama dengan satu, maka cukup dua parameter mutu saja yang digunakan, yaitu r dan g (r dan g adalah variabel yang
dimensionless).
4 Cacat Area cacat Parameter mutu yang cocok untuk
merepresentasikan kerusakan adalah area cacat. Area cacat diperoleh berdasarkan
fungsi threshold yang dapat memisahkan
area biji dengan area kerusakan. Area cacat biji memiliki dimensi piksel.
5 Kotoran Area, perimeter,
dan warna
Kotoran memiliki bentuk yang sangat berbeda dengan biji kopi. Selain itu warnanya juga berbeda dengan biji kopi.
Parameter mutu yang dapat
mengidentifikasi kotoran dapat dipilih di antara parameter ukuran, bentuk, warna ataupun gabungan dari ketiganya.
Penjelasan tentang parameter mutu yang dapat merepresentasikan sifat umum biji kopi dijelaskan pada Tabel 5 di atas. Masing-masing kelompok kopi dengan mutu yang berbeda ini dipelajari penampakannya dengan teknik pengolahan citra.
46
1 Area merupakan salah satu ciri umum yang dapat digunakan untuk mengenali obyek. Area merupakan ukuran dari suatu obyek yang dinyatakan dalam satuan piksel. Penentuan area biji dilakukan dengan mencacah seluruh piksel obyek pada citra biner. Citra biner diperoleh dengan melakukan segmentasi pada citra asli dengan nilai batas segmentasi yang diperoleh dari analisis citra. 2 Tinggi biji ditentukan dari citra biner dengan mencari ordinat paling atas piksel obyek dan ordinat paling bawah piksel obyek, kemudian dihitung jaraknya.
3 Lebar biji ditentukan dari citra biner dengan mencari absis paling kiri piksel obyek dan absis paling kanan piksel obyek, kemudian dihitung jaraknya. 4 Perimeter adalah batas daerah yang dimiliki oleh suatu region terhadap
background. Perimeter didapatkan dengan menghitung jumlah piksel pada biji yang berbatasan dengan latar belakang. Prosesnya adalah menentukan piksel perbatasan dari citra biner hingga didapatkan citra perimeter.
5 Area cacat adalah kumpulan piksel-piksel dengan nilai RGB tertentu pada obyek yang memiliki sifat cacat (mengalami kerusakan). Jika sifat piksel cacat diketahui maka dapat dipisahkan dengan obyek. Pemisahan dilakukan dengan metode yang sama dengan penentuan batas segmentasi citra biner, namun yang menjadi fokusnya adalah piksel cacat.
Gambar 11 berikut ini adalah contoh gambar dari parameter mutu di atas:
(a) Citra biner (b) Citra perimeter (c) Citra area cacat
Gambar 11 Citra biner, citra perimeter, dan citra area cacat (Ahmad 2010)
Langkah-langkah Ekstraksi Citra
Sumber data ekstraksi citra adalah citra kopi majemuk yang disusun dengan konfigurasi 4 x 4 dengan resolusi 640 x 480 piksel. Tujuan ekstraksi citra adalah menghasilkan enam parameter mutu citra yang ditetapkan berupa area biji,
47 panjang biji, perimeter, area cacat, r, dan g. Langkah-langkah ekstraksi citra adalah sebagai berikut ini.
1 Melakukan proses capture (obyek dalam keadaan diam) pada citra yaitu merekam nilai R, G, dan B pada keseluruhan piksel citra dan menyimpannya sebagai variabel array dalam memori.
2 Melakukan segmentasi citra, yaitu pemisahan background dengan biji kopi untuk mendapatkan citra biner, dengan cara merubah area background
menjadi berwarna hitam dan biji menjadi berwarna putih (Gambar 12 b).
(a) Citra asli (b) Citra biner
Gambar 12 Citra asli (a) dan citra biner hasil binerisasi (b)
3 Melakukan labelisasi terhadap citra sehingga masing-masing biji memiliki nilai label tertentu dan diperoleh keseluruhan 16 label untuk satu citra. Menyimpan nilai RGB setiap label (berwarna putih) sebagai variabel array
dalam memori.
(a) Citra biner (b) Citra biner satu label
Gambar 13 Citra biner (a) dan citra biner salah satu label (b)
4 Menghitung area biji kopi pada tiap label dengan cara mencacah jumlah piksel citra biner tiap label (Gambar 13 b).
5 Menghitung panjang tiap label dengan cara mencacah jarak panjang piksel tiap label (Gambar 14 a).
Dihitung jumlah piksel yang berwarna putih
48
6 Menghitung lebar tiap label dengan cara mencacah jarak lebar piksel tiap label (Gambar 14 a).
7 Menghitung perimeter tiap label dengan cara mencacah piksel perbatasan antara tiap label dengan background (Gambar 14 b).
(a) Citra biner (b) Citra perimeter satu label
Gambar 14 Citra biner (a) dan citra hasil perimeter salah satu label (b) 8 Menghitung area cacat tiap label dengan proses binerisasi dengan fungsi
threshold pada sinyal RGB yang telah disimpan pada poin 1. Proses
thresholding menjadikan area cacat berwarna hitam. Mencacah piksel area cacat yang berwarna hitam dengan membandingkan dengan data array yang diperoleh pada langkah 3 (Gambar 15 a).
(a) Citra area cacat satu label (b) Perhitungan r dan g
Gambar 15 Citra area cacat (a) dan citra area cacat untuk perhitungan indeks warna merah dan indeks warna hijau (b)
9 Menentukan nilai r dan g yang diperoleh dari nilai rerata indeks warna merah dan indeks warna hijau pada areal label yang tidak cacat (berwarna putih), nilai r dan g area biji yang cacat tidak dimasukkan dalam hitungan (Gambar 15 b).
10 Menyimpan nilai-nilai parameter mutu citra tiap label dalam file text. panjang le ba r Dihitung jumlah piksel yang berwarna putih
Dihitung jumlah piksel yang berwarna hitam yang bukan background
Dihitung indeks warna merah dan indeks warna hijau dari area label berwarna putih
49 11 Memeriksa korelasi setiap parameter dengan kriteria mutu berdasarkan pemisahan manual. Parameter-parameter mutu yang mempunyai korelasi tinggi dengan hasil penilaian manual akan dipakai sebagai input JST.
Penilaian terhadap Korelasi Parameter-Parameter Mutu dengan Kriteria Mutu berdasarkan Pemisahan Manual
Penilaian terhadap korelasi parameter-parameter mutu dengan kriteria mutu berdasarkan pemisahan manual menggunakan ukuran statistik. Ukuran statistik yang dipakai adalah rerata, standar deviasi, Q1 (kuartil pertama), median, Q3 (kuartil ketiga), nilai minimum dan nilai maksimum. Nilai-nilai parameter mutu yang telah ditabulasi, digambarkan dalam grafik boxplot. Tabulasi data dan penggambaran grafik boxplot dilakukan dengan program MS Excel.
Berikut ini adalah persamaan ukuran statistik yang digunakan:
1 Rerata (arithmetic mean): digunakan untuk menentukan ukuran pemusatan suatu data, khususnya yang berhubungan dengan data yang terdistribusi normal. Rerata hitung dihitung dengan persamaan berikut ini :
̅ ∑ (22)
2 Standar deviasi: suatu nilai yang menunjukkan tingkat variasi atau penyebaran. Simpangan baku dihitung dengan persamaan berikut ini :
∑ ̅ (23)
x : data
̅ : rerata data n : jumlah data s : standar deviasi
3 Median (Me / Q2): nilai tengah-tengah dari data yang terobservasi, sesudah data tersebutdiurutkan dari nilai yang besar ke yang kecil atau sebaliknya. Jika jumlah data ganjil, maka nilai Me tepat ditengah-tengah, tetapi jika tidak, maka nilai Me merupakan rerata dari kedua nilai yang di tengah tersebut.
4 Kuartil (Q): nilai data dari kumpulan data yang dibagi 4 bagian yang sama banyaknyasesudah data diurutkan dari nilai terkecil sampai terbesar. Q1 menunjukkan persentil 25% (nilai tengah-tengah dibawah nilai median) dan Q3 menunjukkan persentil 75% (nilai tengah-tengah dibawah nilai median).
50
5 Minimum: nilai data yang terkecil.
Maksimum: nilai data yang terbesar (Supratomo 2006).
Box dan whisker plot adalah cara yang berguna untuk menampilkan data yang diuraikan berdasarkan ringkasan lima angka (the five number summary) yaitu minimum, maksimum, median, Q1, dan Q3. Box dan whisker plot tidak menunjukkan frekuensi dan tidak menunjukkan nilai statistik individu. Boxplot juga berguna untuk menampilkan variabel kuantitatif tunggal dan jika ditampilkan secara berdampingan dapat digunakan untuk membandingkan lebih dari satu variabel kuantitatif (https://onlinecourses.science.psu.edu 2012). Gambar 16 berikut ini adalah menunjukkan boxplot dan komponennya.
Gambar 16 Boxplot (Supratomo 2006)
Berdasarkan uraian diatas, maka boxplot akan mempermudah untuk melihat korelasi dan kecenderungan sebaran data dari parameter mutu. Sifat sebaran data dari parameter mutu akan menentukan apakah data diantara 4 kelas mutu saling tumpang tindih ataupun tidak. Dari sifat tersebut diselidiki apakah suatu parameter mutu dapat dibedakan kelas mutunya. Jika suatu parameter mutu dapat dibedakan dari sifat sebaran datanya, maka parameter mutu tersebut dapat digunakan sebagai
input JST.
Pengambilan dan Pengolahan Citra
Adapun langkah-langkah pengambilan dan pengolahan citra adalah sebagai berikut ini.
1 Mengeksekusi program pengambilan dan pengolahan citra. 2 Menyusun biji kopi pada lubang yang telah tersedia.
Nilai-nilai di atas batas ini adalah nilai ekstrim
Nilai-nilai di bawah batas ini adalah nilai ekstrim Median (Q2) Persentil 75 (Q3) Persentil 25 (Q1) Whi sk er hs pr ead
Nilai-nilai lebih besar atau lebih kecil dari 1.5 hspread disebut sebagai outlayer
51 3 Melakukan eksekusi program pengambilan dan pengolahan citra kopi untuk mendapatkan parameter mutu, berupa area biji, panjang biji, lebar biji, perimeter, area cacat, r, dan g.
4 Menyimpan parameter mutu dalam file teks yang digunakan sebagai input
JST.
5 Mengulangi langkah 2, 3, dan 4 hingga semua sampel citra telah teranalisis.
Pengembangan Sub Sistem Kecerdasan Buatan dengan Jaringan Syaraf Tiruan
Analisis Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam analisis JST adalah data hasil pengolahan citra, yang dibagi dalam dua bagian yaitu 768 data training dan 256 data testing. Data training memiliki nilai target yang dibagi menjadi 4 kelas mutu yaitu Mutu A, Mutu B, Mutu C dan Reject (RJ). Masing-masing data memiliki parameter mutu berupa area biji, panjang biji, lebar biji, perimeter, area cacat, r, dan g. Dengan demikian node pada input JST akan menggunakan parameter- parameter mutu tersebut yang yang memiliki korelasi tinggi dengan kriteria mutu berdasarkan pemisahan manual.
Algoritma Pelatihan
Algoritma pelatihan yang digunakan adalah backpropagation gradient descent dengan momentum, menggunakansatu lapisan tersembunyi. Jumlah node output adalah dua node yang dinyatakan dalam bilangan bipolar (1 dan -1). Perangkat lunak yang digunakan untuk analisa JST adalah Matlab, dan dilakukan secara terpisah dengan perangkat lunak pengolahan citra.
Langkah-Langkah Pengolahan Data JST
1 Normalisasi data input (data training) menggunakan metode metode rerata 0 dan standar deviasi 1. Normalisasi ini diperlukan untuk memenuhi persyaratan penggunaan fungsi aktifasi sigmoid bipolar.
Metode tersebut dirumuskan sebagai berikut ini.
52
dimana:
x’ : data normalisasi x : data asli
̅ : rerata data
s : standar deviasi data (Beale et al. 2012)
2 Node lapisan tersembunyi yang digunakan adalah 10 node, 15 node dan 20
node. Dari ketiga nilai ini dicari yang memberikan hasil pendugaan yang paling baik.
3 Bobot awal pada lapisan input ke lapisan tersembunyi dan dari lapisan tersembunyi ke lapisan output merupakan bilangan acak kecil atau menggunakan metode Nguyen-Widrow. Metode Nguyen-Widrow secara sederhana dapat diimplementasikan dengan prosedur sebagai berikut ini (Kusumadewi 2003).
Jika n : jumlah node pada lapisan input
p : jumlah node pada lapisan tersembunyi
β : faktor penskalaan (= 0.7 (p) 1/n)
a Semua bobot (vji) ditentukan dengan bilangan acak pada kisaran
[-0.5 , 0.5].
b Hitung ║vj║= 2√ (25)
c Bobot ditentukan ulang dengan: vij = βvij/ ║vj║ (26)
d Set bias : bij = bilangan acak antara -β sampai β (27) 4 Kombinasi bilangan (definisi target) pada lapisan output ditentukan untuk
masing-masing kelas mutu. Pasangan bilangan yang digunakan adalah: mutu A (1 , 1) : mutu B (1 , -1) : mutu C (-1 , 1) : dan RJ (-1 , -1).
5 Konstanta momentum 0.9 dan learning rate sebesar 0.1. Fungsi aktifasi sigmoid bipolar digunakan dari lapis input menuju lapis tersembunyi, maupun dari lapis tersembunyi menuju ke output. Persamaan fungsi aktifasi sigmoid bipolar yang digunakan adalah sebagai berikut ini (Kusumadewi 2003).
(28)
Sedangkan turunannya adalah sebagai berikut ini.
53 6 Penghentian iterasi ditentukan berdasarkan prilaku dari jaringan berdasarkan metode trial and error. Dari berbagai metode penghentian iterasi dipilih dua macam metode yaitu menggunakan kinerja tujuan dan jumlah iterasi. Iterasi dihentikan apabila nilai fungsi kinerja sama dengan kinerja tujuan atau jumlah iterasi tertentu telah tercapai. Baik jumlah iterasi maupun kinerja tujuan atau MSE (mean square error) ditetapkan dengan metode trial and eror melalui pengamatan pada kurva kinerja pada saat pelatihan mencapai kekonvergenan. 7 Nilai bobot-bobot yang dihasilkan dikoleksi.
8 Propagasi maju dilakukan terhadap data testing yang telah dinormalisasilkan, nilai bobot yang telah dikoleksi digunakan pada propagasi maju.
9 Bilangan kontinyu pada output propagasi maju dirubah menjadi bilangan bipolar dengan cara dibulatkan. Jika output lebih besar dari 0 dibulatkan menjadi 1, jika output lebih kecil dari 0 dibulatkan menjadi -1.
10 Hasil propagasi maju berupa kelas mutu dibandingkan dengan kelas mutu yang sebenarnya (target).
11 Langkah di atas diulang pada tiap variasi JST.
12 Variasi JST terbaik ditentukan berdasarkan variasi yang menghasilkan pendugaan hasil yang paling mendekati hasil sebenarnya.
13 Hasil koleksi nilai bobot variasi JST terbaik diformulasikan menjadi fungsi propagasi maju.
Langkah 1 hingga langkah 12 dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak matlab. Propagasi maju dilakukan pada data test menggunakan input yang dinormalisasikan. Perhitungan dengan formula tersebut dibulatkan sesuai dengan langkah 10. Pasangan bilangan yang diperoleh (output) digunakan untuk mengidentifikasi kelas mutu biji kopi. Fungsi yang diperoleh pada langkah 13 diintegrasikan dalam perangkat lunak pengolahan citra, sehingga perangkat lunak dapat mengidentifikasi kelas mutu biji kopi.
Arsitektur JST
Dikembangkan 2 arsitektur JST berkaitan dengan nodeinput pada penelitian pemutuan menggunakan dua kamera ini. Input pada arsitektur pertama adalah sebagai berikut: analisis JST dilakukan pada masing-masing kamera dengan data sampel asli dan belum diolah dengan fungsi tertentu. Jumlah node pada arsitektur
54
pertama tergantung dari hasil analisis terhadap korelasi parameter-parameter mutu biji kopi beras pada analisa boxplot. Akurasi prediksi JST kemudian di analisa lebih lanjut dengan confusion matriks. Hasil prediksi variasi terbaik dianalisa lebih lanjut dengan tujuan untuk mendapatkan penilaian berdasarkan kombinasi parameter mutu kamera atas dan bawah. Jadi pada arsitektur yang pertama tidak dilakukan pre-processing pada parameter mutu hasil pengolahan citra.
Pada arsitektur yang kedua, input JST merupakan gabungan penilaian kamera atas dan kamera bawah. Setiap parameter mutu area, tinggi, lebar, perimeter, indeks warna merah, dan indeks warna hijau dari kamera atas dan bawah digabungkan dengan menghitung nilai reratanya. Sedangkan untuk parameter mutu area cacat, hasil pengolah citra kamera atas dijumlahkan dengan hasil pengolahan citra kamera bawah. Karena hanya dilakukan pre-processing
pada input, maka bentuk arsitektur JST tidak akan berubah, hanya saja jumlah
nodeinput yang digunakan disesuaikan dengan hasil penilaian korelasi parameter mutu citra dengan kriteria mutu secara manual. Gambar 17 menunjukkan arsitektur JST yang dikembangkan.
Gambar 17 Arsitektur jaringan syaraf tiruan yang dikembangkan
1 2 3 4 1 2 3 b O1 . . . xi vij wjk
Lapisan Input Lapisan
Tersembunyi Lapisan Output
yk zj 5 6 b O2 area tinggi lebar perimeter g area cacat p
55
Variasi JST
Variasi dari struktur JST yang digunakan adalah berdasarkan jumlah node
lapisan tersembunyi. Dari variasi-variasi tersebut dianalisis karakteristiknya dan dipilih variasi terbaik yang memberikan akurasi tertinggi. Tingkat akurasi pemutuan dapat dihitung dengan persamaan:
(30)
Ak : Tingkat akurasi (%).
: Jumlah data yang diprediksi benar. : Jumlah seluruh data.
Tabel 6 Struktur JST
Karakteristik Spesifikasi
Arsitektur
 Node lapisan input
 Node lapisan tersembunyi
 Node lapisan output
Coba-coba (tergantung dari hasil penilaian korelasi parameter mutu dengan kriteria mutu)
10, 15, 20
2 definisi target
Bobot awal Fungsi aktifasi
Mean Square Error
Laju pembelajaran dan momentum
Nguyen-Widrow atau bilangan acak kecil
Sigmoid bipolar (input–hidden)
Sigmoid bipolar (hidden –output)
Coba-coba 0.1 dan 0.9
Tabel 7 Definisi target neuron lapisan output
Kelas Mutu Target
A (tidak lolos ayakan 7.5 mm, tanpa cacat) 1 1
B (tidak lolos ayakan 6.5 mm, tanpa cacat) 1 -1
C (tidak lolos ayakan 5.5 mm, tanpa cacat) -1 1
RJ (lolos ayakan 5.5 mm, cacat) -1 -1
Variasi terbaik dari analisa JST akan menghasilkan akurasi tertentu. Dengan JST setiap kelas hasil prediksi dapat dilacak pasangan kelas aktualnya. Untuk memperoleh kejelasan tentang kesalahan prediksi yang dihasilkan oleh analisa JST maka digunakan confusion matrix.
Dibidang kecerdasan buatan confusion matrix merupakan tabel yang secara spesifik menunjukkan visualisasi kinerja dari suatu algoritma, terutama pada