• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan sistem pemutuan berbasis pengolahan citra dan jaringan syaraf tiruan untuk alat sortasi kopi beras tipe konveyor sabuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan sistem pemutuan berbasis pengolahan citra dan jaringan syaraf tiruan untuk alat sortasi kopi beras tipe konveyor sabuk"

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGEMBANGAN SISTEM PEMUTUAN BERBASIS

PENGOLAHAN CITRA DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN

UNTUK ALAT SORTASI KOPI BERAS TIPE KONVEYOR SABUK

DEDY WIRAWAN SOEDIBYO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

ii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan Judul: Pengembangan Sistem Pemutuan Berbasis Pengolahan Citra dan Jaringan Syaraf Tiruan untuk Alat Sortasi Kopi Beras Tipe Konveyor Sabuk adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Mei 2012

Dedy Wirawan Soedibyo

(4)
(5)

iii

ABSTRACT

DEDY WIRAWAN SOEDIBYO. Development of grading system based on image processing and artificial neural network for green coffee sorting equipment with belt konveyor type. Under supervision of USMAN AHMAD, KUDANG BORO SEMINAR, and I DEWA MADE SUBRATA.

The objective of this research was to develop a grading system which consisted of a computer program of image processing and artificial neural network to identify quality of green coffee namely A, B, C, and RJ (reject). Two images of the green coffee from top and bottom captured by two cameras were analyzed to get six quality parameters which matched the green coffee quality criteria namely length, area, perimeter, defect area, index of red color, and index of green color. Those six quality parameters were used as training data inputs (75% - 768 kernel) of the developed artificial neural network (ANN). Eighteen variations of ANN were developed for ANN training purposes. The weight of the selected ANN architecture were used to identify the quality class of testing data (25%), and then integrated with image processing program so the program could identify green coffee quality class automatically. The total accuracy of ANN was 67% from top camera with A 59%, B 53%, C 70%, RJ 84%, and the total accuracy was 71% from bottom camera with A 75%, B 45%, C 73%, and RJ 92% based from 256 testing data. The total accuracy of ANN from combination of both cameras was 68%. New training was developed in order to increase prediction accuracy by modified ANN inputs. Prediction accuracy produced by the new ANN weight were A 78%, B 53%, C 70%, RJ 98%, and the total accuracy was 75%

(6)
(7)

iv

RINGKASAN

DEDY WIRAWAN SOEDIBYO. Pengembangan Sistem Pemutuan Berbasis Pengolahan Citra dan Jaringan Syaraf Tiruan untuk Alat Sortasi Kopi Beras Tipe Konveyor Sabuk. Dibimbing oleh USMAN AHMAD, KUDANG BORO SEMINAR, dan I DEWA MADE SUBRATA.

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil dan pengekspor kopi utama ke tiga di dunia setelah Brazil dan Vietnam. Komoditi kopi sangat prospektif sebagai salah satu motor pembangunan agribisnis dan agroindustri Indonesia, asalkan ditangani secara baik dan profesional. Pemantauan dan peningkatan mutu kopi yang diperdagangkan, terutama untuk pasar ekspor merupakan suatu syarat penting dalam penanganan produk kopi.

Pemutuan kopi sebagai komoditas bijian secara mekanik di Indonesia saat ini masih terbatas pada pemutuan berdasarkan ukuran dan densitas. Beberapa alat sortasi secara visual menggunakan pengolahan citra telah dikembangkan di Indonesia seperti untuk jeruk, manggis, dan mangga telah dapat menyeleksi berdasarkan ukuran dan warna dengan optimal. Sedangkan alat sortasi secara visual untuk bijian masih belum dikembangkan di Indonesia. Pengolahan citra menggunakan sistem visual berdasarkan sensor elektro-optika mempunyai kemampuan yang lebih peka, tepat, dan obyektif daripada kemampuan visual manusia.

Pengenalan pola (pattern recognition) adalah proses mengenali suatu objek secara independen ataupun berdasarkan kemiripan dengan data-data yang telah ada sebelumnya. Jaringan syaraf tiruan (artificial neural network) adalah salah satu metode pengenalan pola, merupakan sebuah struktur komputasi yang dikembangkan dari jaringan syaraf biologi dalam otak.

Berdasarkan penanganan bijian ada dua tipe yang dilakukan, yaitu tipe konveyor sabuk (belt) dan tipe meluncur (chute). Tipe sabuk memiliki keterbatasan hanya dapat memeriksa obyek pada satu sisi saja, dan memiliki keunggulan yaitu memungkinkan pemisahan mutu lebih dari dua kategori. Sedangkan tipe luncur hanya dapat memisahkan mutu dalam dua katagori saja (accept dan reject) dan memiliki keunggulan yaitu dapat memeriksa dua sisi permukaan obyek, karena konstruksinya memungkinkan untuk penempatan kamera yang berseberangan.

Penelitian ini berusaha untuk menggabungkan keunggulan dan meminimalisir kekurangan yang dimiliki oleh dua metode (belt dan chute), dan dilakukan secara real time, serta dengan objek majemuk. Penanganan kopi beras menggunakan konveyor tipe sabuk yang berlubang dengan konfigurasi matriks, dan pengambilan citra menggunakan dua kamera yang diletakkan secara berseberangan.

Harapan dari penelitian ini adalah sistem pemutuan dengan tipe konveyor sabuk ini mampu memeriksa seluruh permukaan kopi beras, sehingga menjamin pemutuan yang lebih akurat, selain itu juga diharapkan mampu mengidentifikasi kopi beras dalam empat kelas mutu. Kombinasi dua hal inilah yang diajukan sebagai novelty dalam penelitian ini.

(8)
(9)

v diameter 6.5 mm dan tidak lolos ayakan diameter 5.5 mm. Seluruh kelas mutu A, B, dan C di atas merupakan kopi beras yang bebas cacat. Kelas mutu RJ terdiri atas biji kopi beras berukuran kecil (lolos ayakan 5.5 mm) dan biji kopi beras yang cacat.

Sumber data yang digunakan dalam analisis JST adalah data hasil pengolahan citra, yang dibagi dalam dua bagian yaitu 768 data training dan 256 data testing. Data training memiliki nilai target yang dibagi menjadi 4 kelas mutu yaitu mutu A, B, C dan reject (RJ). Masing-masing data memiliki enam parameter mutu berupa area biji, panjang biji, lebar biji, perimeter, area cacat, dan indeks warna hijau. Dengan demikian pada input JST terdapat enam node. Algoritma pelatihan yang digunakan adalah backpropagation gradient descent dengan momentum, menggunakan satu lapisan tersembunyi. Jumlah node output adalah dua node yang dinyatakan dalam bilangan bipolar (1 dan -1). Delapan belas variasi JST yang diuji untuk tiap-tiap kamera yaitu kombinasi dari variasi jumlah node pada lapisan tersembunyi (10, 15, dan 20) dengan variasi jumlah iterasi (20 000, 40 000, dan 60 000). Dari 18 macam variasi itu ditentukan yang terbaik, dalam arti mampu memberikan hasil dugaan yang mendekati hasil sebenarnya.

Variasi dengan kinerja terbaik adalah variasi dengan 10 node lapisan tersembunyi pada kamera atas dan 10 node lapisan tersembunyi pada kamera bawah dengan jumlah iterasi 40 000. Akurasi prediksi kelas mutu dari citra hasil kamera atas menggunakan JST adalah: untuk kelas mutu A 59%, B 53%, C 70%, dan RJ 84%, dengan akurasi total: 67%. Sedangkan akurasi prediksi kelas mutu dari citra hasil kamera bawah menggunakan JST adalah: untuk kelas mutu A 75%, B 45%, C 73%, dan RJ 92%, dengan akurasi total: 71%. Hasil identifikasi mutu berdasarkan gabungan pasangan prediksi kamera atas dan bawah menggunakan kaidah ketiga yaitu jika pasangan prediksi menunjukkan nilai yang sama atau dipilih kelas mutu yang terburuk dari pasangan prediksi dua kamera menunjukkan akurasi total 68%.

Analisa JST dengan menggabungkan parameter mutu hasil pengolahan citra kamera atas dan bawah dilakukan untuk mendapatkan peningkatan kinerja JST. Penggabungan tersebut dilakukan dengan menghitung nilai rerata parameter mutu area, tinggi, lebar, indeks warna hijau (g), sedangkan parameter mutu area cacat dihitung dengan menjumlahkan area cacat kamera atas dengan kamera bawah. Kelima parameter mutu tersebut menjadi input pada JST yang dianalisis menjadi sembilan variasi, yaitu kombinasi dari variasi jumlah node pada lapisan tersembunyi (10, 15, dan 20) dengan variasi jumlah iterasi (20 000, 40 000, dan 60 000).

Variasi dengan kinerja terbaik adalah variasi dengan 10 node lapisan tersembunyi dengan jumlah iterasi 40 000. Akurasi prediksi kelas mutu JST hasil penggabungan input adalah: untuk kelas mutu A 78%, B 53%, C 70%, dan RJ 98%, dengan akurasi total: 75%.

(10)
(11)

vi

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau

tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(12)
(13)

vii

PENGEMBANGAN SISTEM PEMUTUAN BERBASIS

PENGOLAHAN CITRA DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN

UNTUK ALAT SORTASI KOPI BERAS TIPE KONVEYOR SABUK

DEDY WIRAWAN SOEDIBYO

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)

viii

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr. Dr. Ir. Agus Buwono, M.Si., M.Kom. Penguji pada Ujian Terbuka: Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr.

(15)

ix

Judul Disertasi : Pengembangan Sistem Pemutuan Berbasis Pengolahan Citra dan Jaringan Syaraf Tiruan untuk Alat Sortasi Kopi Beras Tipe Konveyor Sabuk

Nama : Dedy Wirawan Soedibyo

NIM : F164070111

Program Studi : Ilmu Keteknikan Pertanian

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr. Ketua

Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, M.Sc. Dr. Ir. I Dewa Made Subrata, M.Agr.

Anggota Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Keteknikan Pertanian

Dr. Wawan Hermawan, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(16)
(17)

x

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah teknik sortasi berbasis mesin visual dan kecerdasan buatan dengan judul Pengembangan Sistem Pemutuan Berbasis Pengolahan Citra dan Jaringan Syaraf Tiruan untuk Alat Sortasi Kopi Beras Tipe Konveyor Sabuk, merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada Bapak Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr. selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, M.Sc., dan Bapak Dr. Ir. I Dewa Made Subrata, M.Agr. selaku anggota komisi pembimbing atas segala perhatian, kepercayaan, kesabaran, bimbingan, arahan, wawasan ilmu yang diberikan, kritik, saran, serta waktu yang disediakan selama penulisan proposal, pelaksanaan penelitian, penulisan disertasi, mempersiapkan seminar, dan ujian hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan disertasi serta menyelesaian studi program doktor di Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Rektor Universitas Negeri Jember, Dekan Fakultas Teknologi Pertanian, dan Ketua Jurusan Ilmu Keteknikan Pertanian, atas izin yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan program Doktor di Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Terima kasih juga kami sampaikan kepada kepala dan staf Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor atas segala fasilitas dan bahan yang penulis gunakan selama penelitian.

Akhirnya penulis menyampaikan terima kasih kepada ayah, bunda, istri, anak, dan keluarga besar atas pengorbanan, pengertian, dorongan, dan doa yang tak pernah putus. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi.

Bogor, Mei 2012

(18)
(19)

xi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jember, Jawa Timur pada tanggal 7 Juli 1974, anak ke dua dari pasangan Bapak Soedibyo Ramelan Elhar dan Ibu Sri Hardini. Menikah pada tahun 1998 dengan Rr. Ika Wahyurini putri dari Bapak Muh. Nurhatip (Alm) dengan Ibu Indahwati, dan sekarang dikarunia 2 orang putra Muhammad Farhan Binashrillah dan Muhammad Taqiyuddin Al Farras. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Negeri Jember dari tahun 1993-1998. Pada tahun 1999, penulis diangkat menjadi staf pengajar di Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Negeri Jember. Pada tahun 2002 penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan S2 di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor di Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian dengan Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS DIKTI), dan selesai pada tahun 2006. Pada tahun 2007 penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan S3 di tempat yang sama dengan Beasiswa IMHERE Universitas Negeri Jember. Beberapa karya ilmiah yang berkaitan dengan disertasi, telah diterbitkan diantaranya:

a. Soedibyo DW, Ahmad U, Seminar KB dan Subrata IDM. 2009. Pengembangan algoritma pengolahan citra untuk pemutuan kopi beras. J. Agro-Techno 8:489-499

(20)
(21)

xii

Pengembangan Sub Sistem Pengukuran Mutu Kopi Beras dengan Teknik Pengolahan Citra ... 42

Pengembangan Sub Sistem Kecerdasan Buatan dengan Jaringan Syaraf Tiruan ... 51

Pengembangan Sub Sistem Alat Sortasi Biji Kopi Beras ... 57

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Sampel Kopi Beras ... 61

Deskripsi Alat ... 64

Perangkat Lunak Pengolahan Citra ... 71

Sifat Kelas Mutu berdasarkan Hasil Ekstraksi Citra ... 81

Pendugaan Kelas Mutu Kopi Beras dengan Jaringan Syaraf Tiruan dengan Input Terpisah ... 91

Analisa Jaringan Syaraf Tiruan dengan Input Penggabungan Kamera Bawah dan Kamera Atas ... 99

SIMPULAN DAN SARAN ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 109

(22)
(23)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Nilai cacat berdasarkan klasifikasi SCAA ... 10 2 Penentuan besarnya nilai cacat biji kopi ... 10 3 Syarat mutu umum SNI ... 11 4 Syarat mutu khusus SNI ... 11 5 Parameter mutu biji kopi dan parameter pengolahan citra ... 45 6 Struktur JST... 55 7 Definisi target neuron lapisan output ... 55 8 Confusion matrix (NRCan 2012) ... 56 9 Ukuran statistik dimensi biji kelas mutu A, B, dan C ... 64 10 Parameter pengaturan kamera ... 66 11 Penentuan diameter puli ... 70 12 Penentuan RPM motor ... 71 13 Ukuran statistik parameter mutu area... 82 14 Ukuran statistik parameter mutu tinggi ... 83 15 Ukuran statistik parameter mutu lebar ... 85 16 Ukuran statistik parameter mutu perimeter ... 86 17 Ukuran statistik parameter mutu area cacat ... 87 18 Ukuran statistik parameter mutu indeks warna merah ... 89 19 Ukuran statistik parameter mutu indeks warna hijau ... 90 20 Akurasi prediksi variasi JST ... 93 21 Confusion matrix untuk kamera atas ... 95 22 Confusion matrix untuk kamera bawah ... 95 23 Hasil pencacahan kamera atas dan bawah kaidah ketiga ... 97 24 Confusion matrix pencacahan kaidah ketiga ... 98 25 Akurasi prediksi variasi JST input penggabungan kamera bawah dan

kamera atas ... 103 26 Confusion matrix prediksi JST dengan input penggabungan kamera

(24)
(25)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Mesin sortasi bijian tipe sabuk ... 12 2 Mesin sortasi bijian tipe luncur ... 15 3 Proses kegiatan pengenalan pola (Belanche &Nebot 2002) ... 26 4 Proses kegiatan pengenalan pola (Shih 2010) ... 26 5 Skema fisiologis neuron ... 29 6 Skema neuron untuk JST... 30 7 Diagram threshold logic unit (Mc Culloch &Pitts1943) ... 30 8 JST multilayer ... 32 9 Diagram alir penelitian ... 42 10 Diagram alir prosedur penggolongan kelas mutu kopi beras secara

manual ... 44 11 Citra biner, citra perimeter, dan citra area cacat ... 46 12 Citra asli (a) dan citra biner hasil binerisasi (b) ... 47 17 Arsitektur jaringan syaraf tiruan yang dikembangkan ... 54 18 Skema kerangka dan konveyor sabuk ... 60 19 Biji kopi beras pada kelas mutu A ( a ), B ( b ), dan C ( c ) ... 61 20 Biji kopi beras pada kelas mutu RJ: buah kering (a), kulit (b), hitam

(c), biji berkulit tanduk - floater (d), cacat bentuk – malformed (e), biji kecil (f), biji pecah (g), gigitan serangga (h), hitam sebagian (i), dan biji hijau (j) ... 62 21 Alat seleksi ukuran dengan lubang bulat untuk kopi beras ... 63 22 Perangkat pencahayaan dengan sumber cahaya LED ... 67 23 Skema pemeriksaan mutu kopi menggunakan pengolahan citra ... 68 24 Rancangan koveyor sabuk sistem sortasi biji kopi ... 68 25 Dimensi rancangan konveyor sabuk sistem sortasi biji kopi ... 69 26 Citra grey level dari nilai value ... 73 27 Grafik penentuan nilai batas segmentasi berdasarkan nilai value

untuk kamera atas ... 74 31 Citra cincin hasil binerisasi erosi tiga tahap dan dilasi satu tahap (a)

dan citra hasilnya (b) ... 77 32 Citra perimeter ... 78 33 Sebaran nilai R (a); G (b); dan B (c) untuk pembentuk cacat dan biji

(26)
(27)

xv

34 Area cacat dari biji kopi beras yang dihasilkan dari program pengolah citra ... 80 35 File teks hasil program pengolahan citra... 81 36 Boxplot parameter mutu area kopi beras pada empat kelas mutu hasil

kamera atas (a) dan kamera bawah (b) ... 82 37 Boxplot parameter mutu tinggi kopi beras pada empat kelas mutu

hasil kamera atas (a) dan kamera bawah (b) ... 84 38 Boxplot parameter mutu lebar kopi beras pada empat kelas mutu hasil

kamera atas (a) dan kamera bawah (b) ... 85 39 Boxplot parameter mutu perimeter kopi beras pada empat kelas mutu

hasil kamera atas (a) dan kamera bawah (b) ... 87 40 Boxplot parameter mutu area cacat kopi beras pada empat kelas mutu

hasil kamera atas (a) dan kamera bawah (b) ... 88 41 Boxplot parameter mutu indeks warna merah kopi beras pada empat

kelas mutu hasil kamera atas (a) dan kamera bawah (b) ... 89 42 Boxplot parameter mutu indeks warna hijau kopi beras pada empat

kelas mutu hasil kamera atas (a) dan kamera bawah (b) ... 90 43 Kurva kinerja JST (a) analisa kamera atas (b) analisa kamera bawah . 94 44 Boxplot parameter mutu area (a) dan tinggi (b) kopi beras pada

analisa JST dengan input penggabungan kamera bawah dan kamera atas ... 100 45 Boxplot parameter mutu lebar (a) dan perimeter (b) kopi beras pada

analisa JST dengan input penggabungan kamera bawah dan kamera atas ... 101 46 Boxplot parameter mutu area cacat kopi beras pada analisa JST

dengan input penggabungan kamera bawah dan kamera atas ... 101 47 Boxplot parameter mutu indeks warna merah (a) dan indeks warna

hijau (b) kopi beras pada analisa JST dengan input penggabungan kamera bawah dan kamera atas ... 102 48 Kurva kinerja JST dengan input penggabungan kamera bawah dan

(28)
(29)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Prosedur perhitungan dimensi belt ... 115 2 Dimensi alat sortasi kopi beras ... 118 3 Foto alat sortasi kopi beras ... 119 4 Citra hasil binerisasi dan opening ... 120 5 Gambar pola sebaran parameter mutu kopi beras pada empat kelas

mutu hasil kamera atas ... 121 6 Gambar pola sebaran parameter mutu kopi beras pada empat kelas

mutu hasil kamera bawah ... 124 7 Bobot-bobot jst kamera atas ... 127 8 Bobot-bobot jst kamera bawah ... 128 9 Hasil pencacahan kelas mutu kopi beras ... 129 10 Ukuran statistik analisa parameter mutu dengan input

penggabungan kamera bawah dan kamera atas ... 131 11 Bobot-bobot jst dengan input penggabungan kamera bawah dan

(30)
(31)

xvii

Notasi

A kopi beras kelas mutu A (tanpa dimensi) B kopi beras kelas mutu B (tanpa dimensi) C kopi beras kelas mutu C (tanpa dimensi) RJ kopi beras kelas mutu reject (tanpa dimensi)

r indeks warna merah (tanpa dimensi) g indeks warna hijau (tanpa dimensi) b indeks warna biru (tanpa dimensi)

V value dalam model warna HSV (tanpa dimensi) xi masukan

vij nilai pembobot antara lapisan i dan lapisan j (lapisan masukan dan lapisan

tersembunyi)

zj keluaran pada simpul j (pada lapisan tersembunyi)

wjk nilai pembobot antara lapisan j dan lapisan k (lapisan tersembunyi dan

lapisan keluaran)

yk keluaran dari simpul k (lapisan keluaran)

σ konstanta persamaan sigmoid (tanpa dimensi)

tk keluaran sebenarnya (target)

α konstanta learning rate (tanpa dimensi)

(32)
(33)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kopi adalah bijian yang dipersiapkan dengan cara disangrai dan dihancurkan sebagai bubuk, kemudian diseduh sebagai sejenis minuman yang biasanya dihidangkan panas (Chandrasekar & Viswanathan 1999). Saat ini kopi merupakan komoditas nomor dua yang paling banyak diperdagangkan setelah minyak bumi. Total 5.17 juta ton kopi diekspor pada tahun 2003 dan terus meningkat hingga pada tahun 2006 menjadi 5.49 juta ton. Dari tahun 2007 hingga tahun 2011 tercatat ekspor kopi mengalami peningkatan berturut-turut sebesar 5.76 juta ton (2007), 5.84 juta ton (2008), 5.76 juta ton (2009), 5.81 juta ton (2010), dan 6.22 juta ton (2011) (ICO 2012).

(34)

2

Pemutuan kopi sebagai komoditas bijian secara mekanik (artificial) di Indonesia saat ini masih terbatas pada pemutuan berdasarkan ukuran dan densitas. Beberapa alat sortasi secara visual menggunakan pengolahan citra telah dikembangkan di Indonesia seperti untuk jeruk, manggis, dan mangga telah dapat menyeleksi berdasarkan ukuran dan warna dengan optimal. Sedangkan alat sortasi secara visual untuk bijian masih belum dikembangkan di Indonesia. Pengolahan citra menggunakan sistem visual berdasarkan sensor elektro-optika mempunyai kemampuan yang lebih peka, tepat, dan obyektif daripada kemampuan visual manusia (Ahmad 2005).

Metode pemutuan kopi Specialty Coffee Association of America (SCAA) menyatakan bahwa terdapat 11 macam cacat yang dimiliki oleh kopi. Untuk memisahkan kopi dengan mutu baik dari 11 macam cacat tersebut memerlukan algoritma pengolahan yang baik dan akurat (www.coffeeresearch.org 2012). Pengenalan pola (pattern recognition) adalah proses mengenali suatu obyek secara independent ataupun berdasarkan kemiripan dengan data-data yang telah ada sebelumnya. Prinsip kerja pengenalan pola adalah meniru kemampuan manusia mengenali obyek-obyek berdasarkan ciri-ciri dan pengetahuan yang pernah diamati dari obyek-obyek tersebut, dengan cara mengklasifikasikan obyek ke dalam kategori/kelas tertentu berdasarkan beberapa parameter yang telah disimpan dan ditentukan sebelumnya (Belanche & Nebot 2002).

Jaringan syaraf tiruan (artificial neural network) adalah salah satu metode pengenalan pola, merupakan sebuah struktur komputasi yang dikembangkan dari jaringan syaraf biologi dalam otak. Keuntungan dari metode jaringan syaraf tiruan (JST) adalah dapat membangun fungsi non linier dan hanya memerlukan data masukan dan keluaran tanpa perlu mengetahui dengan jelas proses yang terjadi dalam jaringan. Salah satu kegunaan dari JST adalah klasifikasi patern, yaitu mengklasifikasikan pasangan input dan output (Suroso 2003). Introduksi jaringan syaraf tiruan merupakan salah satu solusi dalam proses pemutuan kopi.

Perumusan Masalah

(35)

3

dalam hal ekspor, karena akan menghilangkan kepercayaan mitra dagang di luar negeri. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem pemutuan biji kopi berdasarkan pemeriksaan secara visual. Untuk mencapai sasaran tersebut, diperlukan penelitian dan pengembangan teknik pemeriksaan mutu kopi secara visual berbasis pengolahan citra dan JST sehingga dapat memprediksi mutu kopi secara akurat, cepat dan efisien berdasarkan teknik pengenalan pola.

Berdasarkan penanganan bijian ada dua tipe yang dilakukan, yaitu tipe konveyor sabuk (belt) dan tipe meluncur (chute). Tipe sabuk memiliki keterbatasan hanya dapat memeriksa obyek pada satu sisi saja, dan memiliki keunggulan yaitu memungkinkan pemisahan mutu lebih dari dua kategori. Sedangkan tipe luncur hanya dapat memisahkan mutu dalam dua kategori saja (accept dan reject) dan memiliki keunggulan yaitu dapat memeriksa dua sisi permukaan obyek. Karena konstruksinya memungkinkan untuk penempatan kamera yang berseberangan.

Penelitian ini berusaha untuk menggabungkan keunggulan dan meminimalisir kekurangan yang dimiliki oleh dua metode tersebut (belt dan

chute), dan dilakukan secara real time, serta dengan obyek majemuk (jumlah obyek lebih dari satu). Penanganan kopi beras menggunakan konveyor tipe sabuk

berlubang dengan konfigurasi matriks, dan pengambilan citra menggunakan dua kamera yang diletakkan secara berseberangan.

Harapan dari penelitian ini adalah sistem pemutuan dengan tipe konveyor sabuk ini mampu memeriksa seluruh permukaan kopi beras, sehingga menjamin pemutuan yang lebih akurat, selain itu juga diharapkan mampu mengidentifikasi kopi beras dalam empat kelas mutu. Kombinasi dua hal inilah yang diajukan sebagai novelty dalam penelitian ini.

Tujuan Penelitian

(36)

4

akurasi pemutuan berdasarkan parameter mutu secara visual dari dua sisi biji kopi beras.

Manfaat Penelitian

Penelitian sistem pemutuan yang mampu mendeteksi mutu biji kopi beras secara visual dapat digunakan untuk mengembangankan alat sortasi tipe konveyor sabuk menggunakan dua kamera. Sistem pengukuran yang memiliki sifat tepat dan obyektif ini dapat meningkatkan efisiensi penanganan pascapanen kopi dalam usaha meningkatkan volume dan nilai ekspor komoditas pertanian. Sasaran pengguna hasil riset ini adalah pedagang besar, eksportir, industri pembuatan alat dan mesin pertanian, dan koperasi yang bergerak di bidang perdagangan kopi.

Kebaruan Penelitian

Kebaruan dari penelitian ini adalah sebagai berikut ini.

1 Sistem pemutuan biji kopi beras tipe konveyor sabuk yang dapat mengidentifikasi mutu biji kopi beras menjadi empat kelas mutu berdasarkan parameter mutu secara visual belum pernah dilakukan.

(37)

TINJAUAN PUSTAKA

Kopi

Biji kopi terdapat di dalam buah kopi yang dipanen dari tanaman genus Coffea, yang banyak ditanam di Amerika Latin, Asia Tenggara dan Afrika. Ada dua spesies kopi yang umum tumbuh di dunia yaitu Coffea canephora (kopi robusta) dan Coffea arabica. Kopi dinikmati dalam bentuk seduhan kopi yang merupakan salah satu jenis minuman perangsang yang dikonsumsi secara luas di seluruh dunia. Sebagai bahan seduhan adalah bubuk kopi yang disiapkan dari biji kopi yang dihancurkan setelah disangrai. Kopi arabika dianggap lebih nikmat daripada kopi robusta, karena kopi robusta cenderung berasa lebih pahit dan kurang beraroma jika dibandingkan dengan kopi arabika (Chandrasekar & Viswanathan 1999).

Biji kopi robusta dan arabika dapat dibedakan dengan nyata secara makroskopis. Panjang biji kopi arabika sekitar 8 - 12 mm dan lebar 6 - 8 mm, rasio panjang dan lebar berkisar 1.3 - 1.5. Sedangkan kopi robusta mempunyai panjang 6 - 8 mm dan lebar 6 - 7 mm dengan rasio 1.0 - 1.15. Buah kopi mempunyai kisaran berat antara 100 mg sampai lebih dari 200 mg dan densitas antara 1.15 – 1.42 gr/cm3 (Asiedue 1989).

Biji kopi yang sudah siap diperdagangkan adalah berupa biji kopi kering yang sudah terlepas dari daging buah, kulit tanduk dan kulit arinya, butiran biji kopi yang demikian ini disebut kopi beras (coffee beans) atau green coffee atau

market coffee (Clarke & Macrae 1987). Berdasarkan hasil survey hampir 70% produksi kopi Indonesia dipasarkan ke luar negeri dan hanya sekitar 30% yang digunakan untuk konsumsi domestik. Hampir seluruh kopi ekspor Indonesia adalah dalam bentuk kopi beras (green coffee). Sekitar 85% kopi Indonesia adalah jenis robusta dan di pasar internasional Indonesia dikenal sebagai produsen kopi robusta, sedangkan kopi arabika yang mempunyai nilai lebih tinggi dipasarkan sebagai Indonesian Specialty Coffee (Herman 2003).

(38)

6

masih banyak yang berpotensi sebagai kopi spesialti seperti: Bali Coffee, Aceh Highland Coffee, Flores Coffee dan Balliem Haighland Coffee (Herman 2003).

Kopi spesialti asal Indonesia makin populer mulai akhir tahun 1980-an terutama di kalangan masyarakat Amerika Serikat dan Eropa Barat. Pada tahun 1997, Indonesia menjadi pemasok kopi spesialti terbesar ketiga setelah Kolombia dan Meksiko dengan pangsa 10% dari total impor kopi spesialti Amerika Serikat yang besarnya mencapai 75 ribu ton. Pasar kopi spesialti dunia diperkirakan akan terus meningkat dengan laju 4.5% / tahun (Herman 2003).

Peralatan Pemutuan Kopi

Tujuan grading (pemutuan) adalah menggolongkan kelas mutu dari suatu produk menjadi beberapa kelas. Perbedaan yang muncul dari suatu jenis produk disebabkan karena faktor genetik, lingkungan, dan teknik budidaya. Keseragaman produk merupakan tujuan dari grading, sehingga dari satu kelas mutu yang seragam dapat ditentukan nilai dari kelas mutu tersebut dibandingkan dengan kelas mutu yang lain. Hal ini pulalah yang mendasari bahwa teknik grading akan memberikan acuan antara produsen dan konsumen terhadap harga suatu produk. Variabel yang digunakan untuk menentukan mutu produk antara lain ukuran, bobot, warna, bentuk, kemasakan, kebebasan dari hama penyakit, dan kebebasan dari benda-benda asing. Cara pengklasifikasian suatu produk adalah berdasarkan persyaratan minimal dari masing-masing kelas yang telah ditentukan oleh suatu panitia (Pantastico 1993).

Penyortiran adalah pemilahan biji kopi yang baik dari yang rusak, cacat, dan benda asing lainnya. Sortasi kopi bertujuan untuk mengelompokkan biji kopi sesuai dengan ukuran dan mutu fisiknya. Tahap ini sangat menentukan jenis dan keseragaman mutu fisik dan citarasa seduhan kopi. Sejumlah besar biji kopi mutu baik dapat rusak citarasa seduhannya oleh tercampurnya sedikit saja biji kopi mutu rendah (Pascapanen BUN 2011).

(39)

7

prinsip pneumatik dan gravitasi, mesin ini dikenal dengan nama catador (www.coffeeresearch.org 2012).

Walaupun biji kopi memiliki ukuran yang hampir seragam, biji kopi tetap dipisahkan berdasar ukuran. Banyak negara memisahkan biji kopi berdasarkan ukuran menggunakan saringan atau screen dengan ukuran yang spesifik. Teori yang mendasari ukuran kopi sebagai tolak ukur mutu adalah: semakin tinggi tempat tumbuh kopi, maka ukuran kopi cenderung semakin besar. Kopi dengan ukuran besar memiliki profil cita rasa yang lebih baik. Ukuran screen bervariasi tergantung dari daerah tumbuhnya, ukuran tersebut adalah 20, 19.5, 19, 18.5, 18, 17, 16, 15, 14, 13, 12, 11, 10, 9, dan 8. Ukuran 20 berarti 20/64 inchi, ukuran 19.5 berarti 19.5/64 inchi, ukuran 19 berarti 19/64 inchi, dan seterusnya (www.coffeeresearch.org 2012). Pembagi 64 mempermudah konversi ukuran

screen dalam satuan inchi menjadi ukuran dalam satuan milimeter standar internasional. Ukuran screen 20 sama dengan ukuran 8 mm, ukuran screen 19.5 sama dengan ukuran 7.75 mm, ukuran screen 19 sama dengan ukuran 7.5 mm, dan seterusnya. Selain ukuran screen dengan standar British dikembangkan pula ukuran screen dengan standar internasional (SI) yaitu: ukuran besar untuk biji kopi yang tidak lolos screen 7.5 mm, ukuran sedang untuk biji kopi yang tidak lolos screen 6.5 mm, dan ukuran kecil untuk biji kopi yang tidak lolos screen 5.5 mm (SNI 01-3188-1992). Ini adalah seleksi ukuran yang merupakan tahap kedua.

Proses berikutnya adalah sortasi secara visual yang bertujuan memisahkan bijian yang mengalami fermentasi berlebih, biji berkulit, biji hitam, gigitan serangga, dan kerusakan yang lainnya. Proses ini memisahkan biji secara visual dengan peralatan elektronik (sortex) ataupun menggunakan sortasi tangan dengan biji kopi yang berjalan pada konveyor (Hick 2001).

Selain mesin di atas, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (ICCRI) di Jember telah merekayasa mesin sortasi yang menggunakan rancangan meja getar agar mudah diadopsi oleh perkebunan besar maupun perkebunan rakyat (Widyotomo & Mulato 2005).

Standar Mutu Kopi

(40)

8

berdasar SCAA (Specialty Coffee Association of America) yang sangat baik untuk pemutuan kopi spesialti dan metode klasifikasi green coffee Brazil/New York. Sedangkan standar mutu kopi di Indonesia diatur dalam standar nasional Indonesia biji kopi [SNI] no: 01-2907-2008.

Terdapat berbagai standar mutu kopi yang digunakan di pasar ekspor. Standar tersebut antara lain adalah sebagai berikut ini.

1 SCAA (Specialty Coffee Association of America) 2 Metode klasifikasi green coffee Brazil/New York

3 Standar Nasional Indonesia biji kopi [SNI] no: 01-2907-2008

Standar di atas merupakan standar pemutuan kopi berdasarkan kecacatan pada biji kopi (defect system).

Terdapat lima kelas mutu pada metode klasifikasi SCAA yaitu: (1) Specialty Grade Green Coffee; (2) Premium Coffee Grade; (3) Exchange Coffee Grade; (4)

Below Standard Coffee Grade; dan (5) Off Grade Coffee, berikut ini adalah penjelasannya.

Tiga ratus gram kopi beras yang telah dihilangkan kulit ari dan kulit tanduknya harus sudah disortasi menggunakan screen dengan ukuran 14, 15, 16, 17, dan 18. Kopi beras yang tidak lolos masing-masing screen diukur beratnya dan dicatat proporsi terhadap berat total (dalam persen). Untuk pemeriksaan kopi beras dengan kualitas tinggi dengan sedikit cacat, maka digunakan berat 300 gram. Jika contoh kopi beras merupakan kopi dengan kualitas rendah dengan nilai cacat yang besar, maka berat 100 gram sudah cukup memenuhi syarat klasifikasi yang benar untuk kelas below standard grade atau off grade. Selanjutnya kopi harus disangrai dan dilakukan evaluasi karakteristik cangkir (www.coffeeresearch.org 2012).

1 Specialty Grade Green Coffee;

(41)

9

2 Premium Coffee Grade;

Nilai cacat penuhnya tidak lebih dari 8 setiap 300 gramnya. Diperbolehkan ada cacat primer. Teloransi maksimal ukuran biji hanya terdapat 5% di atas atau di bawah ukuran screen. Harus memiliki minimal satu sifat khusus pada tubuh, rasa, aroma, atau keasaman. Harus bebas dari sifat yang buruk dan diperbolehkan ada 3 quakers. Kadar air di antara 9-13%.

3 Exchange Coffee Grade;

Nilai cacat penuhnya tidak lebih dari 9-23 setiap 300 gramnya. Teloransi maksimal ukuran biji harus terdapat 50% di atas ukuran screen 6 mm (15/64 ukuran inchi). Harus memiliki minimal satu sifat khusus pada tubuh, rasa, aroma, atau keasaman. Harus bebas dari sifat yang buruk dan diperbolehkan ada 5 biji quakers. Kadar air di antara 9-13%.

4 Below Standard Coffee Grade; 24-86 nilai cacat setiap 300 gram. 5 Off Grade Coffee.

Lebih dari 86 nilai cacat setiap 300 gram.

Menurut SCAA, sepuluh kategori cacat (defect) pada biji kopi ditambah dengan kotoran menjadi dasar pemutuan kopi. Cacat tersebut antara lain hitam (black), biji bau (stinkers), biji ringan (floaters), buah kering (dried cherries), pecah (broken), biji kosong (shells), kerusakan karena serangga (insect damage), bentuk tak beraturan (malformed), setengah hitam (half black), dan warna hijau (green). Sedangkan kotoran terdiri atas ranting dan batu. Masing-masing cacat dan kotoran memiliki nilai tertentu. Penentuan kelas mutu kopi pada berbagai metode pemutuan didasarkan atas nilai tersebut dikombinasikan dengan tingkat keseragaman ukuran biji tiap berat 300 gram (www.coffeeresearch.org 2012).

Pada metode klasifikasi SCAA, penentuan kualitas biji kopi didasarkan atas jumlah total cacat yang dimiliki oleh 300 gram biji kopi. Dalam 300 gram tersebut setiap biji diidentifikasi dan dikoleksi nilai cacatnya berdasarkan Tabel 1. Kemudian jika keseluruhan biji sudah diidentifikasi maka dijumlahkan keseluruhan nilai cacat. Kemudian ditentukan mutunya berdasarkan penjelasan di atas (www.coffeeresearch.org 2012).

(42)

10

Tabel 1 Nilai cacat berdasarkan klasifikasi SCAA

Cacat Primer Cacat Sekunder

Cacat Primer

Sedangkan standar mutu berdasarkan Standar Nasional Indonesia [SNI] biji kopi no: 01-2907-2008 ditampilkan pada Tabel 2, Tabel 3, dan Tabel 4.

Tabel 2 Penentuan besarnya nilai cacat biji kopi

No Jenis cacat Nilai cacat

8 1 kulit kopi ukuran kecil 1/5 (seperlima)

9 1 biji berkulit tanduk ½ (setengah)

10 1 kulit tanduk ukuran besar ½ (setengah)

11 1 kulit tanduk ukuran sedang 1/5 (seperlima)

12 1 kulit tanduk ukuran kecil 1/10 (sepersepuluh)

13 1 biji pecah 1/5 (seperlima)

14 1 biji muda 1/5 (seperlima)

15 1 biji berlubang satu 1/10 (sepersepuluh)

16 1 biji berlubang lebih dari satu 1/5 (seperlima)

17 1 biji bertutul-tutul 1/10 (sepersepuluh)

18 1 ranting, tanah, atau batu berukuran besar 5 (lima)

19 1 ranting, tanah, atau batu berukuran sedang 2 (dua)

20 1 ranting, tanah, atau batu berukuran kecil 1 (satu)

(43)

11

nilai cacat, kemudian ditentukan mutu umum dan khususnya berdasarkan Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3 Syarat mutu umum SNI

No Kriteria Satuan Persyaratan

1 Serangga hidup Tidak ada

2 Biji berbau busuk atau berbau kapang Tidak ada

3 Kadar air % fraksi masa Maks 12.5

4 Kadar kotoran % fraksi masa Maks 0.5

Tabel 4 Syarat mutu khusus SNI Mutu Persyaratan

Mutu 1 Jumlah nilai cacat maksimum 11

Mutu 2 Jumlah nilai cacat 12 sampai dengan 25

Mutu 3 Jumlah nilai cacat 26 sampai dengan 44

Mutu 4a Jumlah nilai cacat 45 sampai dengan 60

Mutu 4b Jumlah nilai cacat 61 sampai dengan 80

Mutu 5 Jumlah nilai cacat 81 sampai dengan 150

Mutu 6 Jumlah nilai cacat 151 sampai dengan 225

Review Terhadap Pemutuan dan Mesin Sortasi Bijian

Zayas & Flinn (1998) menggunakan teknik citra digital untuk mengidentifikasi

serangga (Rhyzopertha dominica) dan kotoran pada hamparan sampel gandum. Analisa multispectral (red, green, blue) dikombinasikan dengan teknik pengenalan pola yang digunakan pada penelitian ini berhasil mengidentifikasi serangga, kotoran, dan gandum yang cacat dengan keberhasilan di atas 90%.

Shatadal & Tan (1998) menggunakan pengolahan citra untuk klasifikasi benih

kedelai. Sifat warna red, green, blue digunakan sebagai input JST untuk mengklasifikasikan sampel benih kedelai dalam 4 kriteria yaitu benih baik, cacat karena panas, cacat berwarna hijau, dan cacat karena busuk dan gigitan serangga. 99.6% benih baik dapat diidentifikasi dengan benar, sedangkan untuk cacat karena panas dan warna hijau teridentifikasi 95% dan 90%. Metode di atas tidak bekerja dengan baik untuk kerusakan busuk dan gigitan serangga.

Steenhoek et al. (2000) membangun sistem komputer visual untuk mengevaluasi

faktor kerusakan pada pemutuan jagung. Kerusakan umum jagung di pasar

(44)

12

Federal Grain Inspection Service (FGIS) dan diklasifikasi oleh Board of Appeals and Review. Sistem dapat mengklasifikasikan kerusakan biji bermata biru, kerusakan karena kapang, dan biji yang baik dengan akurasi 88%. Fitur citra yang digunakan adalah warna (red, green, blue) dan area digunakan sebagai input pada algoritma genetik JST probabilistik.

Wan (2002) membangun sistem penanganan bijian otomatis yang terdiri atas

mesin inspeksi otomatis dan unit pengolahan citra. Sistem ini menyediakan bijian yang tersusun dalam pola matriks secara kontinyu untuk diambil gambarnya dengan kamera CCD, memisahkan setiap bijian dengan background (conveyor belt), dan melepaskan bijian menuju kontainer yang ditentukan. Mesin inspeksi memiliki alat penyebar dan pengatur posisi, stasiun pengambilan gambar, alat pemisah paralel, dan konveyor sabuk yang memiliki lubang pembawa bijian. Sistem diuji menggunakan beras, gandum, sorgum, dan jobstear. Sistem pemutuan ini menggunakan tipe sabuk, citra bijian diambil secara majemuk dengan konfigurasi matriks 4 x 6 sehingga memudahkan dalam pemisahan individu bijian. Pemutuan ini memisahkan bijian dalam 6 kelas mutu. Pengujian menujukkan bahwa alat penyebar dan pengaturan posisi memiliki rasio pengisian sebesar 90%, dan peralatan pemisah paralel memiliki akurasi 99%. Sistem ini dapat memproses 1899 biji setiap menit dengan penggunaan satu kamera. Sedangkan pada penggunaan dua kamera kecepatan proses sebesar 1296 biji tiap menit. Gambar 1 berikut ini adalah gambar sistem yang dibangun.

(45)

13

Wan et al. (2002) menguji kinerja sistem inspeksi otomatis untuk klasifikasi mutu

beras. Sistem tersebut melakukan sortasi beras menjadi kategori beras baik, pecah, pucat, tidak matang, pecah, rusak, dan kotoran. Perangkat lunak yang dirancang dalam lingkungan Windows menyediakan antar muka grafis yang user friendly. Sistem dapat mengidentifikasi beras baik, pucat, dan pecah dengan akurasi 95%, 92%, dan 87%., dengan kecepatan proses sistem lebih dari 1200 biji per menit.

Rachmasari (2004) menggunakan image processing dan JST dalam pendugaan

jenis cacat kopi robusta. Image processing digunakan untuk mendapatkan data berupa nilai panjang, lebar per partisi (20 partisi), selisih lebar per partisi, selisih luas, lebar maksimum, keliling, luas, dan roundness yang merupakan input data

dalam artificial neural network. Dengan 38 input layer, 76 lapisan tersembunyi, dan 4 output layer dihasilkan akurasi tahap training sebesar 97.15% untuk biji utuh, 94.38% untuk biji pecah, 100% untuk biji berlubang, dan 98.45% untuk benda asing. Pada proses validasi didapatkan akurasi sebesar 48.77% untuk biji utuh, 51.43% untuk biji pecah, 77.71% untuk biji berlubang, dan 83.78% untuk benda asing.

Sari (2004) menggunakan image processing dan fuzzy logic dalam pendugaan biji

kopi utuh, pecah, berlubang, dan benda asing. Image processing digunakan untuk mendapatkan data berupa nilai panjang, lebar maksimum, lebar minimum, selisih lebar, keliling, luas, dan roundness. Parameter tersebut diolah menggunakan fuzzy logic untuk mendefinisikan kelompok kerusakan butiran kopi. Akurasi dalam proses penentuan batas fuzzifikasi adalah 55.67%, sementara tingkat akurasi dalam proses validasi adalah 56.19%.

Sofi’i et al. (2005) mengembangkan sistem penentuan jenis cacat biji kopi dengan pengolahan citra dan JST. Analisa dilakukan terhadap biji kopi berdasarkan dua puluh lima jenis cacat dan keberadaan benda asing. Analisa menggunakan dua model JST dengan variasi node input. Model JST pertama menggunakan sepuluh

node input berupa luas, panjang roundness, compactness, indeks red, indeks

(46)

14

pertama memiliki akurasi 72.60% dan model JST kedua memberikan akurasi 68.10%.

Purwanto (2005) mendesain bagian pengumpan dan ban berjalan pada perangkat

penilaian mutu beras. Mekanisme alat pengumpan yang digunakan menggunakan motor DC yang memutar ban berjalan secara periodik selama 1.8 detik dan berhenti selama 2 detik untuk pengambilan gambar. Butiran beras pada hopper

akan jatuh secara acak ke permukaan ban berjalan untuk diambil gambarnya. Dirancang dua jenis hopper masing-masing hopper 16 lubang dengan kapasitas bersih 1.08 kg per jam dan hopper 32 lubang dengan kapasitas bersih 1.53 kg per jam. Didapat rasio beras yang dapat dianalisis 49.45% pada hopper 16 lubang dan 40.54% pada hopper 32 lubang.

Pearson (2006) mengembangkan sistem pencitraan rendah biaya untuk

menginspeksi dan mensortasi bijian berkecepatan tinggi (40 bijian per detik) peralatan menangkap citra bi-chromatis dari dua sisi yang saling berhadapan dan memproses citra secara real time menggunakan mikrokontroler berkecepatan tinggi. Sampel berupa gandum baik dan gandum dengan kerusakan biji kosong (keropeng) dapat dipisahkan dengan akurasi 95%. Analisa yang digunakan adalah statistik citra sederhana dan histogram citra. Proses penangkapan citra untuk tiap biji gandum membutuhkan waktu 15 milidetik, 5 milidetik berikutnya digunakan untuk pengolahan citra dan klasifikasi. Seluruh bagian sistem membutuhkan biaya US$ 2,000. Sistem yang dibangun adalah mesin sortasi bijian tipe luncur (chute) dengan dua buah kamera sehingga dapat dianalisis citra bijian dari dua permukaan. Pemutuan mampu memberikan dua katagori mutu yaitu reject dan

(47)

15

Gambar 2 Mesin sortasi bijian tipe luncur

Kawamura (2007) melakukan penelitian untuk mengembangkan teknik baru

pada sortasi halus gabah (brown rice) dengan menggunakan kombinasi antara pemutu ketebalan (sieve-saringan) dan penyortir warna untuk meningkatkan jumlah hasil sortasi dan meningkatkan kualitas gabah. Peningkatan ini diperoleh dengan mengurangi diameter lubang saringan 0.1 mm dari ukuran standar. Dengan demikian akan diperoleh lebih banyak gabah yang tidak lolos saring. Gabah tersebut merupakan gabah yang baik akan tetapi masih mengandung biji yang tidak matang, rusak, dan cacat warna. Cacat tersebut akan disortasi dengan menggunakan penyortir warna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan metode ini hasil sortasi akan meningkat sebanyak 4% – 6% atau secara nasional (Jepang) terjadi peningkatan 12 – 13 kilo ton yang berpotensi meningkatkan pendapatan US$ 12 juta.

(48)

16

Berdasarkan jumlah bijian yang diperlakukan ada dua metode pemeriksaan yang dilakukan yaitu pemeriksaan secara tunggal dan pemeriksaan secara majemuk. Untuk pemeriksaan bijian, pemeriksaan secara tunggal kurang dapat diandalkan, karena untuk jumlah yang banyak diperlukan waktu yang lama. Sedangkan pemeriksaan majemuk dapat mengurangi waktu pemeriksaan. Faktor pembatas dalam pemeriksaan secara majemuk adalah kompleksitas pengolahan citra, karena walaupun bijian yang diolah dalam jumlah banyak, akan tetapi analisa yang dilakukan tetap secara individual (Ahmad 2005). Oleh karena itu pengaturan bijian mutlak dilakukan, bijian dalam bentuk tumpukan tidak disarankan karena kompleksitasnya sangat tinggi. pengolahan citra lebih membutuhkan waktu lebih banyak untuk memisahkan biji-biji yang saling berhimpit daripada mengolah fitur citra yang ditentukan. Oleh karena itu untuk tipe sabuk pengaturan posisi dalam bentuk matriks disarankan dalam pemeriksaan secara majemuk.

Berdasarkan penanganan bijian ada dua tipe yang dilakukan, yaitu tipe sabuk (belt) dan tipe meluncur (chute). Tipe sabuk memiliki keterbatasan pada sisi pemeriksaan yang hanya diperiksa pada satu sisi saja. Sedangkan keunggulannya adalah memungkinkan pemisahan mutu lebih dari dua kategori. Sedangkan tipe luncur hanya dapat memisahkan mutu dalam dua katagori saja (accep dan reject). Sedangkan keunggulannya adalah pemeriksaan dilakukan pada dua sisi permukaan bijian. Karena kontruksinya memungkinkan untuk penempatan kamera yang berseberangan. Dari sisi kapasitas, pada tipe luncur kapasitas prosesnya dapat lebih dari 1500 biji per menit (Pearson 2006), sedangkan pada tipe sabuk dilaporkan tertinggi hanya 1899 biji per menit (Wan 2002). Dari segi kompleksitas, tipe luncur membutuhkan kamera dengan kecepatan tinggi yang mahal harganya dan menuntut penggunaan mikrokontroler berkecepatan tinggi tanpa operating sistem (PC) untuk mengimbangi kecepatan proses (Pearson 2006). Sedangkan pada tipe sabuk penggunaan PC untuk mengolah sistem pemeriksaan masih dapat dilakukan (Wan 2002).

Pengolahan Citra Digital

(49)

17

atau memperkuat informasi khusus pada citra hasil olahan sesuai dengan tujuannya (Ahmad 2005).

Bila teknik pengolahan citra ini diintegrasikan dalam satu unit alat di mana informasi yang didapat dari citra akan digunakan untuk menggerakkan bagian lain dari alat tersebut, maka disebut machine vision. Lebih mudahnya adalah output

dari pengolahan citra adalah sama jenisnya yaitu citra, sedangkan output dari

machine vision adalah bukan citra (Jain et al. 1995).

Teknik pengolahan citra digital adalah salah satu metode yang cukup potensial digunakan untuk pengukuran / pengujian dan klasifikasi suatu bahan secara otomatis, obyektif, dan konsisten, dengan kapasitas besar dan tidak memerlukan banyak tenaga kerja (Ahmad 2005).

Perangkat Keras Pengolahan Citra

Komponen utama dari perangkat keras citra digital adalah komputer dan alat peraga. Proses pengolahan citra umumnya dilakukan dari piksel ke piksel yang bersifat paralel. Perangkat keras pengolahan citra terdiri dari beberapa sub sistem yaitu komputer, masukan video, keluaran video, kontrol proses interaktif penyimpanan berkas citra, dan perangkat keras sistim pengolahan citra. Subsistem masukan video digunakan untuk memasukkan data citra. Data citra berasal dari alat perekam dan pembaca video, hasil foto melalui sistim kamera atau gambar yang diubah menjadi berkas digital (Ahmad 2005).

Sensor citra yang umum digunakan berupa kamera CCD (charge coupled device), kamera ini menghasilkan sebuah sinyal citra yang dapat digambarkan sebagai sinyal analog dari bentuk gelombang listrik. Sinyal analog ini kemudian dikonversi menjadi sinyal digital oleh sebuah analog-digital (A/D) converter. Selanjutnya sinyal digital keluaran A/D converter ditransmisikan kepada memori citra digital. Perangkat lainnya adalah unit display untuk memonitor citra yang ditangkap oleh kamera dan menampilkan citra yang sudah diproses. Selain itu diperlukan peralatan tambahan berupa lampu-lampu khusus untuk mensuplai cahaya yang cukup dan diatur sedemikian rupa sehingga iluminasi merata pada seluruh obyek yang akan ditangkap citranya (Arimurthy & Setiawan 1992).

(50)

18

intensitas di memori komputer. Banyak macam dari sensor citra ini yang digunakan untuk menangkap citra seperti yang kita lihat pada TV yaitu vidicon tube, image orthicon tube, image dissector tube, dan solidstate image sensor. Saat ini solidstate image sensor banyak digunakan karena mempunyai banyak kelebihan seperti konsumsi daya listrik yang kecil, ukurannya kecil dan kompak, tahan guncangan dan sebagainya. Ini sangat diperlukan bila diintegrasikan ke dalam suatu mesin atau sistem robotik agar bentuknya kompak dan padat.

Solidstate image sensor punya sebuah larik elemen foto-electric yang dapat membangkitkan tegangan listrik dari photon ketika menerima sejumlah energi cahaya. Sensor jenis ini dapat diklasifikasikan berdasarkan caranya melakukan

scanning, yang umumnya dibedakan menjadi dua yaitu charge coupled device

(CCD) dan complementary metal-oxide semi-conductor (CMOS). Jenis CCD memiliki kelebihan pada resolusi yang tinggi dan kompensasi dari ketersediaan cahaya yang lemah, sedangkan jenis CMOS mempunyai kelebihan pada bentuk yang kecil dan ringan dengan tetap memberikan hasil citra yang tajam. Tetapi seiring kemajuan teknologi, batas antara kedua macam sensor ini akan semakin kabur kecuali bila kita memerlukan sensor dengan karakteristik ekstrim dari kedua macam sensor yang sudah dijelaskan. Sebuah kamera warna mempunyai tiga sensor citra masing-masing untuk warna hitam, hijau dan biru, atau mempunyai satu sensor yang dilengkapi dengan filter RGB (Ahmad 2005).

Sub sistem berikutnya adalah bagian keluaran video yang mengeluarkan hasil proses pengolahan citra. Hasil proses dapat berupa bentuk cetakan gambar, hasil plotter atau bentuk peragaan melalui layar peraga suatu monitor video. Sub sistem kontrol proses interaktif digunakan untuk melaksanakan komunikasi antara pemakai dan mesin. Sedangkan sub sistem penyimpan berkas citra terdiri dari keping penyimpan berukuran besar maupun kecil yang berfungsi sebagai memori (Ahmad 2005).

Perangkat Lunak Pengolahan Citra

Perangkat lunak (software) yang digunakan pada image processing

(51)

19

image frame grabber, yaitu jenis yang bisa diprogram (programable) dimana pustaka fungsinya disertakan dan cara pemakaian dalam pemrograman dengan bahasa pemrograman tertentu diberikan, dan jenis yang tidak bisa diprogram ( non-programable) yang hanya dilengkapi dengan perangkat lunak jadi siap pakai. Jenis pertama banyak digunakan pada kegiatan penelitian sedangkan jenis kedua banyak dijual sebagai paket untuk kegiatan seni grafis dan pengeditan citra digital serta home user sebagai fasilitas untuk entertainment (Ahmad 2005).

Gambar yang telah tertangkap kamera diubah menjadi citra digital dan ditempatkan dalam memori komputer dalam file berekstension TIFF atau BMP. Selanjutnya data citra diolah kembali atau langsung disimpan pada media penyimpanan data dalam bentuk citra digital (Ahmad 2005).

Komputer merupakan sebuah perangkat digital oleh karena itu fungsi-fungsi yang kontinyu tidak dapat direpresentasikan secara persis oleh komputer. Dari variabel yang kontinyu harus dirubah variabel digital berupa titik-titik yang terbatas dalam komputer. Ini disebut dengan pengambilan sampel dan kuantisasi (Ahmad 2005).

Umumnya citra dibentuk dari kotak-kotak persegi empat yang teratur (piksel). Piksel merupakan elemen citra yang terkecil dengan panjang horizontal dan vertikal antar piksel adalah sama pada seluruh bagian citra. Setiap piksel diwakili oleh sebuah nilai pada 3 komponen warna red, green, dan

blue dalam bilangan bulat (integer). Bilangan bulat tersebut besarnya 8 bit, dengan selang 0 hingga 255. Nilai bilangan 0 hingga 255 merupakan nilai intensitas dari suatu piksel (Ahmad 2005).

Proses merepresentasikan citra dalam suatu nilai bit tertentu disebut dengan proses kuantisasi citra. Suatu proses kuantisasi citra dapat juga dilakukan pada tingkat intensitas 32, 64, 128, dan 512, bahkan untuk bidang kedokteran dapat mencapai 4096 tingkat. Ukuran dari suatu citra merupakan jumlah banyaknya piksel yang dikandung sebuah citra. Ukuran citra dikenal sebagai resolusi dan dinyatakan sebagai ukuran panjang kali lebar dari satuan piksel. Resolusi 65536 piksel merupakan ukuran piksel 256 (lebar) x 256 (pajang) (Ahmad 2005).

(52)

20

citra tersebut dapat diukur. Istilah ini sering disebut dengan ekstraksi citra. Beberapa fitur citra yang sering digunakan adalah sebagai berikut ini.

 Segmentasi Citra

Segmentasi citra adalah proses memisahkan suatu region dengan latar belakang, hasil dari segmentasi citra disebut sebagai citra biner. Region adalah sekumpulan piksel yang terkoneksi satu sama lain dan mempunyai sifat yang secara umum sama. Region penting dalam pengolahan citra, karena region

mungkin berkorespondensi dengan beberapa obyek dalam dunia nyata (Ahmad 2005).

Dalam citra biner hanya ada dua tingkat intensitas, yaitu terang dan gelap. Pada kuantisasi 256 tingkat intensitas, nilai 255 merupakan intensitas yang terang, dan nilai 0 untuk intensitas gelap. Umumnya region diberi tingkat intensitas terang, sedangkan untuk latar belakang diberi intensitas gelap, tetapi tentu saja keadaan ini dapat berubah tergantung dari sisi mana pengamat hendak melakukan analisis (Ahmad 2005).

Teknik sederhana memisahkan region dengan latar belakang pada citra

greyscale (abu-abu) adalah thresholding yang menghasilkan citra biner. Apabila nilai intensitas suatu obyek berada pada suatu interval, dan nilai intensitas latar belakang berada di luar selang interval tersebut, maka operasi thresholding

dapat dilakukan dengan memberikan nilai batas minimal atau maksimal selang intensitas obyek yang berdekatan dengan selang interval latar belakang (threshold

metode manual) (Ahmad 2005).

Citra dengan karakteristik pencahayaan tertentu memiliki nilai threshold

yang spesifik. Oleh karena itu suatu nilai threshold tidak dapat digunakan pada semua citra, tergantung pada pengamatan citra yang disegmentasi. Demikian pula dengan citra yang komplek, adakalanya proses threshold sederhana sulit dilakukan. Oleh karena itu dikembangkan metode threshold yang lain sebagai berikut ini.

1 Threshold dengan Metode P-Tile

(53)

21

persentase region terhadap keseluruhan citra perlu diketahui. Metode ini sangat terbatas penggunaannya.

2 Threshold dengan Metode Iterasi

Metode Iterasi dibangun dengan cara memilih nilai kira-kira untuk threshold

citra dengan secara berturut-turut memperbaikinya. Diharapkan nilai threshold

yang baru akan memberikan nilai pemisahan yang lebih baik dari nilai sebelumnya (Ahmad 2005).

Proses perhitungan dari beberapa fitur pengolahan citra dilakukan pada citra biner, seperti pengukuran area, jarak, titik pusat, dan faktor bentuk. Oleh karena itu sebelum dilakukan pengukuran variabel di atas, proses segmentasi perlu dilakukan (Ahmad 2005).

 Area

Area merupakan salah satu ciri umum yang dapat digunakan untuk mengenali obyek. Area merupakan ukuran dari suatu obyek yang dinyatakan dalam satuan piksel. Pengetahuan tentang area sangat membantu dalam mengidentifikasikan obyek jika dibandingkan dengan noise. Noise umumnya memiliki ukuran yang jauh lebih kecil daripada obyek. Dalam pengolahan citra digital, area dapat digunakan pula sebagai salah satu penentuan standar mutu produk (Ahmad 2005).

 Perimeter

Perimeter adalah batas daerah yang dimiliki oleh suatu region terhadap

background. Jika S merupakan region dan S’ merupakan background, maka batas daerah merupakan sekumpulan piksel dari S yang mempunyai 4 – tetangga dari

S’. Bagian dalam region yang bukan merupakan batas daerah disebut dengan interior (Ahmad 2005).

 Pengolahan Warna

(54)

22

(kandungan warna dari cahaya yang menyinari permukaan), dan (3) spectral response (kemampuan merespon warna dari sensor dalam imaging system).

Model warna telah banyak dikembangkan oleh para ahli seperti model RGB (red, green, blue), model CMYK (cyan, magenta, yellow, black), YCbCr (luminase dan dua komponen krominasi Cb dan Cr) dan HSI (hue, saturation, intensity). Model warna RGB merupakan model warna pokok aditif dimana warna dibentuk dengan mengkombinasikan energi cahaya dari ketiga warna pokok dalam berbagai perbandingan. Display komputer menggunakan model warna RGB (Ahmad 2005).

Salah satu cara menghitung nilai warna dan menafsirkan hasilnya dalam model warna RGB adalah dengan melakukan normalisasi terhadap ketiga sinyal warna tersebut. Normalisasi dilakukan bila sejumlah citra ditangkap dengan penerangan yang berbeda-beda. Hasil perhitungan tiap sinyal warna pokok yang telah dinormalisasi akan menghilangkan pengaruh penerangan, sehingga nilai setiap sinyal warna dapat dibandingkan satu sama lainnya walaupun berasal dari citra dengan kondisi penerangan yang tidak sama, asalkan tidak ekstrim perbedaannya (Ahmad 2005).

Jika indeks warna merah (r), indeks warna hijau (g), dan indeks warna biru (b) adalah notasi untuk normalisasi sinyal warna, maka dirumuskan persamaan sebagai berikut ini(Ahmad 2005).

r = R / (R+G+B) g = G / (R+G+B) b = B / (R+G+B)

(1)

(55)

23

buah, dan sebagainya. Oleh karena sifatnya yang demikian, sistem seperti ini disebut sebagai mesin visual, karena menghasilkan aksi yang berbeda, bukan lagi citra yang baru. Dengan demikian real-time program lebih kompleks dari program yang bersifat tunda, selain memiliki modul-modul pengolahan citra, juga dilengkapi dengan modul-modul interfacing yang berhubungan dengan bagian atau peralatan lain dari sistem yang diperlukan untuk melakukan aksi yang diinginkan (Ahmad 2005).

HSL dan HSV adalah dua sistem koordinat silinder yang paling umum merepresentasikan piksel dalam model warna RGB, mengatur ulang geometri RGB dalam upaya untuk mendapatkan persepsi yang lebih relevan daripada representasi koordinat kartesian. Model warna HSV mendefinisikan warna dalam terminologi hue, saturation dan value. Hue menyatakan warna sebenarnya, seperti merah, biru, dan kuning. Hue digunakan untuk membedakan warna-warna dan menentukan kemerahan (redness), kehijauan (greeness), kebiruan (blueness) dari cahaya. Hue berasosiasi dengan panjang gelombang cahaya. Saturation

menyatakan tingkat kemurnian suatu warna, yaitu mengindikasikan seberapa banyak warna putih diberikan pada warna. Value adalah atribut yang menyatakan banyaknya cahaya yang diterima oleh mata tanpa memperdulikan warna (www.wikipedia 2012).

Sistem koordinat silinder HSL dan HSV menunjukkan hue, pada sisi angular, dimulai dari warna pokok merah pada 0°, warna pokok hijau pada 120°, dan warna pokok biru pada 240°, kemudian kembali menjadi warna pokok merah pada 360°. Pada kedua model warna, titik pusat sumbu vertikal menunjukkan warna netral (tidak mengandung warna - achromatic), atau warna abu-abu. Pada dasar bidang kedua model warna memiliki kisaran nilai dari hitam pada lightness

0 atau value 0, dan pada puncaknya berwarna putih pada lightness 1 atau value 1. Pada kedua model warna ini, warna-warna pokok additive dan warna sekunder yaitu merah, hijau, cyan, biru, magenta, dan warna campuran dari komposisi tertentu dari warna tersebut yang sering disebut sebagai warna murni (pure color), tersusun pada sisi luar silinder dengan nilai saturasi 1 (www.wikipedia 2012).

(56)

24

mencampur warna murni dengan putih akan menghasilkan sesuatu yang disebut dengan tints dan mengurangi nilai saturasinya, sedangkan mencampur dengan warna hitam akan menghasilkan sesuatu yang disebut dengan shades tanpa mengurangi nilai saturasinya. Pada model warna HSL baik tints dan shades

memiliki nilai saturasi penuh. Sedangkan mencampur warna murni dengan warna abu-abu disebut sebagai tones memiliki nilai saturasi kurang dari 1 (www.wikipedia 2012).

Value adalah nilai maksimal dari R, G, atau B pada suatu piksel. Persamaan yang digunakan untuk menetukan nilai value dari model warna HSV adalah sebagai berikut ini (www.wikipedia 2012).

V = max (R, G, B) (2)

Bahasa Pemrograman C# (C Sharp) SharpDeveloped

C# didesain oleh program disigner Microsoft, Anders Hajlsberg. C# (C sharp) sering dianggap sebagai bahasa penerus C ++ atau versi canggih dari C++ . C# adalah sebuah bahasa pemrograman yang sangat menjanjikan, merupakan bahasa pemrograman berorientasi obyek yang dikembangkan oleh Microsoft dan merupakan bahasa yang mendukung .Net programming melalui Visual Studio (Wahana Komputer 2008).

C# didasarkan pada bahasa pemrograman C++, C# juga memiliki kemiripan dengan bahasa pemrograman lain seperti Visual Basic, Java, Delphi, dan C++, akan tetapi lebih sederhana dari bahasa-bahasa tersebut, sehingga lebih mudah dikuasai oleh programmer (Wahana Komputer 2008).

.Net adalah suatu teknologi yang diciptakan oleh microsoft untuk pengembangan program-program yang berorientasi obyek. Keistimewaan teknologi ini adalah para developer tidak hanya dapat mengembangkan program aplikasi biasa, tetapi juga dapat mengembangkan aplikasi internet. Dengan .Net program yang aplikasi biasa maupun internet atau keduanya dapat dijalankan pada

(57)

25

SharpDeveloped 4.1 merupakan perangkat lunak open source yang dapat membuat, mengelola, memodifikasi, serta meng-compile bahasa pemrograman C#. Aplikasi desktop ini dapat digunakan untuk pemrograman pengolahan citra (Wahana Komputer 2008).

Pengenalan Pola

Pengenalan pola (pattern recognition) adalah proses mengenali suatu obyek secara independent ataupun berdasarkan kemiripan dengan data-data yang telah ada sebelumnya. Prinsip kerja pengenalan pola adalah meniru kemampuan manusia mengenali obyek-obyek berdasarkan ciri-ciri dan pengetahuan yang pernah diamati dari obyek-obyek tersebut, dengan cara mengklasifikasikan obyek ke dalam kategori/kelas tertentu berdasarkan beberapa parameter yang telah disimpan dan ditentukan sebelumnya (Belanche & Nebot 2002). Sedangkan menurut Ahmad (2009), pengenalan pola adalah suatu proses atau rangkaian pekerjaan yang bertujuan mengklasifikasikan data numerik dan simbol. Banyak teknis statistik dan sintaksis yang telah dikembangkan untuk klasifikasi pola dan teknik-teknik ini memainkan peran yang penting dalam sistem visual untuk pengenalan obyek yang biasanya memerlukan banyak teknik. Bentuk-bentuk obyek tertentu dalam dunia nyata yang sangat kompleks dapat dibandingkan dengan pola-pola dasar dalam citra sehingga penggolongan obyek yang bersangkutan bisa dilakukan dengan lebih mudah.

(58)

26

Gambar 3 Proses kegiatan pengenalan pola (Belanche & Nebot 2002) Menurut Shih (2010), proses pengenalan pola dapat ditinjau dari dua kegiatan yaitu mengembangkan aturan pengambilan keputusan berdasarkan pengetahuan manusia (pembelajaran) lalu menggunakannya untuk membuat keputusan terhadap pola yang tidak diketahui (klasifikasi). Pembahasan pengenalan pola dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah studi yang berhubungan dengan mekanisme pengenalan pola dari manusia dan mahluk hidup yang lain. Hal ini mencakup bidang ilmu seperti psikologi, fisologi, biologi, dan lain-lain. Bagian kedua berhubungan dengan mengembangkan teori dan teknik untuk mendisain peralatan yang dapat melakukan pengenalan pola secara otomatis.

Aplikasi pengenalan pola dapat digolongkan sebagai berikut: komunikasi manusia dengan mesin (man-machine communication), aplikasi biomedis, aplikasi fisika, deteksi kriminal (forensik), aplikasi militer, aplikasi industri, serta robot dan kecerdasan buatan(artificial intelligence). Gambar 4 berikut ini adalah proses kegiatan pengenalan pola menurut Shih (2010).

Gambar 4 Proses kegiatan pengenalan pola (Shih 2010)

Beberapa metode yang sering digunakan pengenalan pola dalam pengolahan citra adalah: algoritma clustering tidak terawasi (unsupervised clustering algorithm, UCA), pengklasifikasi Bayes (bayes classifier), dan neural networks

Gambar

Tabel 1 Nilai cacat berdasarkan klasifikasi SCAA
Gambar 2 Mesin sortasi bijian tipe luncur
Gambar 9 berikut ini adalah diagram alir penelitian yang akan dilakukan.
Gambar 10 Diagram alir prosedur penggolongan kelas mutu kopi beras secara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Ibu Hamil untuk Memilih Persalinan dengan Metode Sectio Caesarea Tanpa Indikasi Medis di Rumah Sakit Umum Bali Royal

Teori – teori yang pernah digunakan dalam penelitian sebelumnya dapat digunakan untuk mendukung penelitian tentang Peramalan Penjualan Mobil di Indonesia Menggunakan Metode Fuzzy

7. Semua asuhan yang diberikan telah didokumentasikan pada buku KIA ibu dan buku register Puskesmas Pasir Panjang... Menginformasikan kepada ibu semua hasil pemeriksaan

deng an an sifat-sif sifat-sifat at yang menguntu yang menguntungkan lebih ngkan lebih berpel berpeluang uang besar besar berep bereproduk roduksi, si, sehingga

Sinergis, terjadi bila campuran obat atau beberapa obat yang diberikan bersama- sama dengan aksi proksimat yang sama menimbulkan efek yang lebih besar dari jumlah efek

Perusahaan memiliki beberapa hotel diantaranya Aston Rasuna Hotel & Residence dengan tingkat hunian ratarata di tahun 2013 sebesar 85,8% atau lebih tinggi dari rata-rata

Pemerintah di Wilayah Perwakilan BPKP Provinsi Riau.. melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dengan berpedoman pada Sistem Pengendalian Intern

Berdasarkan hasil uji linearitas pada variabel dukungan sosial orang tua dan prestasi belajar, dapat diketahui bahwa nilai F beda adalah 0.979 dengan signifikansi 0.516