• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum

Tanaman yang digunakan merupakan jarak pagar aksesi (asal) Dompu yang berumur dua tahun. Untuk penyeragaman pertumbuhan, tanaman di pangkas terlebih dahulu. Tanaman memunculkan tunas vegetatif pada 7 hari setelah pemangkasan. Tunas generatif muncul setelah daun ke 11-14 pada rentang waktu yang beragam antara 30-60 hari setelah pemangkasan. Diakhir masa vegetatif tunas yang terbentuk dari tiga cabang yang dipertahankan dalam pemangkasan berkisar antara 4 - 40 dengan jumlah daun masing-masing berkisar 3-15 helai. Dari tunas yang terbentuk sekitar 3-22 (55%-75%) tunas yang akhirnya berkembang menjadi tunas generatif.

Kuncup bunga umumnya terbentuk di ujung tunas, walaupun ada juga yang muncul di ketiak daun (Gambar 1). Tunas generatif akan berkembang menjadi malai. Dalam penelitian ini malai jarak pagar yang terbentuk terdiri atas bunga betina dan jantan. Akan tetapi, Ahmad (2008) melaporkan bahwa ada kalanya malai terdiri atas bunga hermafrodit dan jantan, sedangkan Afandi (2009) menyatakan adanya malai yang hanya terdiri atas bunga jantan saja atau bunga betina saja.

Gambar 1. Tunas Generatif (malai yang baru muncul)

Sejak munculnya kuncup bunga hingga malai berkembang penuh dan bunga pertama mekar diperlukan waktu sekitar 3-14 hari. Diameter bunga jantan berkisar antara 0.45 – 0.95 cm sedangkan diameter bunga betina berkisar antara

0.50 – 1 cm. Baik bunga betina maupun jantan memproduksi nektar untuk menarik serangga (Gambar 2). Periode mekar bunga jantan 14-21 hari sedangkan bunga betina 3-7 hari tergantung pada jumlah bunga yang dihasilkan dalam satu malai. Dalam satu malai bunga mekar pertama sampai terakhir (jantan dan betina) berkisar 14-30 hari. Pada beberapa tanaman aplikasi BAP mengakibatkan kelopak bunga membesar menyerupai daun (Gambar 3).

Gambar 2. Bagian Bunga Jarak Pagar : a) betina b) jantan

Gambar 3. Kelopak Bunga Jarak Pagar: a) normal b) melebar

Meskipun getah jarak pagar mengandung curcin yang bersifat phytotoxin sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati (Heliyanto dan Asbani, 2007), pada kenyataannya masih banyak hama dan penyakit yang ditemukan di lapang dan mengganggu pertumbuhan serta perkembangan tanaman. Berdasarkan informasi dari Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (SBRC), terdapat beberapa hama yang teridentifikasi dalam penelitian ini seperti Helicoverpa

armigera Hubner (Gambar 4a) atau yang terkenal dengan penggerek tongkol

ditemukan pada tanaman yang baru dipangkas, hama ini belum sempat merusak tanaman karena langsung diberantas secara manual. Hama lainnya adalah

b a tangkai putik kepala sari kepala putik ovulum nectarium mahkota tangkai sari a b

Chrysochoris javanus Westw (Gambar 4b) menyerang daun, buah serta bunga

dengan gejala menghitamnya bagian yang terserang, hama ini diberantas secara manual. Hama berikutnya adalah Valanga nigricornis Burmeister yang merupakan belalang berukuran besar dan menyerang daun (Gambar 4c). Hama yang paling mengganggu materi penelitan adalah kutu putih (Gambar 4d) yang menyerang seluruh tanaman yang diletakkan di dalam rumah kaca. Hama kutu putih ini diberantas dengan pestisida Sevin. Hama lain yang menyerang jarak pagar adalah tungau (Polyphagotarsonemus latus) dengan gejala mengkerutnya daun (Gambar 4e). Tanaman jarak pagar di dalam rumah kaca juga terkena infeksi cendawan Oidium sp (Gambar 4f), yang menyebabkan bunga gagal berkembang karena diselimuti hifa cendawan yang berwarna putih kelabu.

fg

Gambar 4. Hama dan Penyakit yang Menyerang Jarak Pagar :a) Helicoverpa

armigera Hubner; b) Chrysochoris javanus Westw; c) Valanga nigricornis Burmeister; d) kutu putih; e) gejala serangan tungau;

f) jelaga Oidium sp.

Perkembangan Bunga

Perkembangan bunga jarak pagar telah diamati secara mikroskopis menggunakan scanning electron microscopy (SEM) oleh Wu et al.(2011) di

a b c

China, dalam pengamatannya perkembangan kuncup bunga jarak pagar dibagi dalam 12 fase. Akan tetapi ciri morfologis dari setiap fase belum dideskripsikan dengan jelas sehingga temuan ini perlu disempurnakan agar dapat dimanfaatkan untuk menentukan fase perkembangan kuncup generatif yang tepat untuk aplikasi zpt. Oleh karena itu pengamatan ciri morfologis kuncup generatif jarak pagar dilakukan pada awal penelitian. Perkembangan bunga jarak pagar dari kuncup bunga hingga mekar dibagi menjadi empat fase.

Fase pertama merupakan fase dimana tunas generatif baru muncul berupa malai bunga yang rapat dan menyatu (Gambar 5 fase I), terkadang sulit membedakan dengan kuncup daun karena ukurannya yang sangat kecil antara 1–1.5 mm. Bagian-bagian bunga pada fase ini belum terbentuk. Fase kedua merupakan fase dimana tunas generatif sudah mulai membesar berkisar 2–2.5 mm sehingga sudah dapat dibedakan dengan tunas vegetatif. Malai sudah terbentuk dengan cabang-cabang yang jelas menyerupai sapu, dan bagian-bagian bunga sudah mulai terbentuk namun belum bisa dibedakan antara kuncup bunga jantan dan betina (Gambar 5 fase II). Fase ketiga ditandai dengan telah terbentuknya bagian-bagian bunga seperti kelopak, mahkota, kelenjar madu, putik, tangkai putik dan ovulum pada bunga betina serta kepala sari dan tangkai sari pada bunga jantan. Pada fase ini malai sudah mulai terpisah membentuk kuncup-kuncup bunga secara individual. Kuncup bunga betina sudah dapat dibedakan dengan kuncup bunga jantan berdasarkan bentuk dan ukuran kuncup. Kuncup bunga betina berbentuk lonjong dan ukuran yang lebih besar antara 4-4.5 mm, sedangkan kuncup bunga jantan mempunyai bentuk membulat dengan ukuran yang lebih kecil berkisar 3-4 mm (Gambar 5 fase III). Fase keempat merupakan fase antesis dimana bagian-bagian bunga telah matang, mahkota bunga sudah mekar sempurna dan kelenjar nektar sudah mulai mengeluarkan bau yang khas. Bunga berbentuk seperti cawan dengan bunga betina yang mempunyai kepala putik berwarna hijau sedangkan bunga jantan mempunyai kepala sari berwarna kuning sehingga lebih mudah membedakannya. Diameter bunga betina 5 –10 mm lebih besar dari bunga jantan antara 4.5-9.5 mm. Periode mekar bunga dalam satu malai berlangsung antara 3-7 hari untuk bunga betina dan 14-21 hari untuk bunga jantan

(Gambar 5 fase IV). Secara singkat perkembangan kuncup bunga jarak pagar ini dapat dijelaskan dalam Tabel 1.

Berdasarkan hasil pengamatan (Tabel 1 dan Gambar 5), diduga fase yang terbaik untuk aplikasi zpt adalah fase I. Pada fase tersebut organ reproduksi (pistil dan benang sari) belum terbentuk, sehingga masih memungkinkan untuk memanipulasi organ reproduktif. Aplikasi zpt dari golongan sitokinin (BAP) pada fase ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah bunga betina, sesuai dengan pernyataan Pan dan Xu (2010) bahwa induksi sitokinin mempunyai peran positif dalam regulasi aktivitas meristem malai sehingga meningkatkan jumlah bunga betina pada jarak pagar. Kendala yang dihadapi dalam mengidentifikasi tahap perkembangan fase I adalah pada fase tersebut tunas generatif masih sulit dibedakan dari tunas vegetatif. Aplikasi BAP pada fase perkembangan yang lebih lanjut diduga kurang efektif dalam meningkatkan jumlah bunga betina karena organ-organ reproduksi telah terbentuk.

Tabel 1 Perkembangan Kuncup Bunga Jarak Pagar di Lapang

Fase ke- Keterangan

I Fase muncul kuncup malai, berupa malai yang rapat dan menyatu, dan bagian - bagian bunga belum terbentuk.

II Pada fase ini malai sudah terbentuk dengan cabang-cabang yang jelas, dan bagian-bagian bunga sudah mulai terbentuk namun belum bisa dibedakan antara kuncup jantan dan betina.

III Pada fase ini, bagian-bagaian bunga telah lengkap terbentuk yaitu mahkota (petal), kelopak (calix), alat perkembangbiakan seperti putik (pistilum), bakal buah (ovarium), dan kelenjar nektar pada bunga betina serta benang sari (stamen) dan tangkai sari (filamen) pada bunga jantan. Bentuk kucup lonjong untuk bunga betina dan bulat untuk bunga jantan.

IV Fase bunga mekar, mahkota bunga sudah mekar sempurna dan kelenjar madu (nektarium) sudah mulai mengeluarkan bau yang khas. Bunga berbentuk cawan dan kepala putik berwarna hijau dan kepala sari berwarna kuning. Masa bunga mekar berlangsung antara 3-7 hari untuk bunga betina dan 14-21 hari untuk bunga jantan

Gambar 5. Perkembangan Kuncup Bunga Jarak Pagar

Malai Kuncup Bunga

Penampang Kuncup Bunga Fase III (♀) Fase I Fase II Fase III (♂) Fase IV (♂) Fase IV (♀)

Pengaruh BAP terhadap Pembungaan dan Pembuahan Jarak Pagar Aplikasi BAP pada konsentrasi 40-200 ppm yang diulang tiga kali berturut-turut selama tiga hari pada kuncup generatif, mempengaruhi jumlah bunga betina per malai, jumlah bunga jantan, rasio bunga betina dan jantan, pembentukan buah, bobot biji, serta jumlah biji per buah.

Jumlah Bunga Betina

Penggunaan BAP cenderung meningkatkan jumlah bunga betina jarak pagar. Konsentrasi BAP 160 ppm (B4) di dalam rumah kaca merupakan perlakuan yang memiliki jumlah bunga terbanyak yaitu 23.67 bunga tiap malainya, meningkat tujuh kali lipat dari tanaman kontrol (3.30 bunga/malai), konsentrasi BAP 120 dan 200 ppm secara statistik tidak berbeda nyata, tetapi jumlah bunga betina pada perlakuan BAP 120 ppm (B3) 14.33 bunga dan pada perlakuan BAP 200 ppm (B5) terdapat 11 bunga betina per malai meningkat 3-4 kali lipat dari tanaman kontrol (3.30 bunga/malai). Konsentrasi BAP 40 ppm (B1) dan BAP 80 ppm (B2) tidak meningkatkan jumlah bunga betina (Tabel 2) (Lampiran 2).

Perlakuan yang dilaksanakan di lapang memberikan pengaruh terhadap jumlah bunga yang hampir sama dengan perlakuan di rumah kaca (Lampiran 3). Peningkatan jumlah bunga betina juga terjadi pada tanaman dengan perlakuan BAP 160 ppm (16 bunga betina per malai) setara dengan perlakuan BAP 200 ppm (16.3 bunga betina per malai), sedangkan perlakuan BAP 40 ppm dan BAP 80 ppm menghasilkan bunga betina sebanyak 6.30 bunga per malai, lebih besar dari kontrol sebanyak 3.30 bunga. Di China, Pan dan Xu (2010) menggunakan senyawa serupa yaitu benzyl adenine dengan konsentrasi 160 ppm dan memperoleh jumlah bunga betina jarak pagar hingga 156 bunga betina per malai. Rendahnya respon jarak pagar dalam penelitian ini diduga terkait dengan perkembangan bunga yang sudah melewati fase I pada saat BAP diaplikasikan. Aplikasi BAP pada saat inisiasi bunga, diduga mempengaruhi proses morfogenesis sehingga memicu enzim pembungaan untuk mengakumulasi morfogen pembungaan dan meningkatkan jumlah bunga.

Tabel 2. Pengaruh BAP terhadap Pembungaan dan Pembuahan Jarak Pagar dalam Rumah Kaca dan Lapang

Peubah Perlakuan Rumah kaca Lapang Uji-t

Jumlah Bunga Betina B0 ( 0 ppm) 3.30 b 3.30 b tn B1 (40 ppm) 5.67 b 6.30 b tn B2 (80 ppm) 4.00 b 6.30 b tn B3 (120 ppm) 14.33 ab 11.30 ab tn B4 (160 ppm) 23.67 a 16.00 a tn B5 (200 ppm) 11.00 ab 16.30 a tn KK 26.08 (x) 20.79 (x) Jumlah Bunga Jantan B0 ( 0 ppm) 40.33 c 59.00 tn B1 (40 ppm) 74.00 a 86.00 tn B2 (80 ppm) 64.00 ab 63.67 tn B3 (120 ppm) 46.67 bc 82.33 * B4 (160 ppm) 55.67 abc 83.00 tn B5 (200 ppm) 45.00 bc 71.00 tn KK 18.16 20.11 Jumlah Total Bunga per malai B0 ( 0 ppm) 43.63 c 62.30 tn B1 (40 ppm) 79.67 a 92.30 tn B2 (80 ppm) 68.00 ab 69.97 tn B3 (120 ppm) 61.00 abc 93.63 * B4 (160 ppm) 79.34 a 99.00 tn B5 (200 ppm) 56.00 bc 87.30 tn KK 18.47 19.38 Rasio ♀:♂ B0 ( 0 ppm) 1: 8 bc 1:14 b tn B1 (40 ppm) 1:14 c 1:12-13 ab tn B2 (80 ppm) 1:16 c 1:9 ab tn B3 (120 ppm) 1:3 ab 1:7 ab tn B4 (160 ppm) 1:2-3a 1:4 ab tn B5 (200 ppm) 1: 4 abc 1: 3 a tn KK 7.15 (x) 26.00 Persentase Pembuahan (%) B0 ( 0 ppm) 42.67 85.30 tn B1 (40 ppm) 24.33 86.00 ** B2 (80 ppm) 44.67 89.00 ** B3 (120 ppm) 43.67 88.00 tn B4 (160 ppm) 14.33 80.00 ** B5 (200 ppm) 44.33 86.00 ** KK 40.79 (x) 9.77 Keterangan :

1. Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada α= 5%

2. KK = koefisien keragaman, (x) hasil transformasi (tn) tidak berbeda nyata, (*) berbeda nyata pada taraf 5%, (**) berbeda nyata pada taraf 1%.

Hasil uji-t menunjukkan pengaruh BAP pada tanaman di rumah kaca dan di lapang menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Respon jarak pagar

terhadap aplikasi BAP di rumah kaca lebih besar dari pada di lapang, diduga disebabkan kondisi rumah kaca yang lebih terkendali serta ternaungi dari pada di lapang yang terbuka pada beberapa kesempatan aplikasi pagi hari diikuti dengan hujan pada siang atau sore hari, sehingga ada kemungkinan terjadi pencucian terhadap BAP yang diaplikasikan.

Jumlah Bunga Jantan

Aplikasi BAP berpengaruh nyata terhadap rataan jumlah bunga jantan pada tanaman yang diletakkan di rumah kaca (Lampiran 4). Rata-rata jumlah bunga jantan per malai yang dihasilkan dari perlakuan aplikasi BAP 40, 30, 120, 160, dan 200 ppm berturut-turut adalah 74, 64, 55.7, 46.7, dan 45, sedangkan kontrol menghasilkan 40.3 bunga jantan per malai. Jumlah bunga jantan di lapang tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata (Lampiran 5), namun rata-rata jumlah bunga jantan tiap malai lebih banyak berkisar 59-86 bunga/malai dibandingkan dengan tanaman di rumah kaca hanya berkisar 40-74 bunga/malai. Hasil uji-t menunjukkan bahwa jumlah bunga jantan di rumah kaca lebih sedikit daripada di lapang, yang merupakan indikasi bahwa respon terhadap pembentukan bunga jantan di lapang lebih tinggi (Tabel 2).

Jumlah Total Bunga per Malai

Aplikasi BAP mempengaruhi total bunga yang terbentuk tiap malai pada tanaman yang disimpan di rumah kaca. Jumlah bunga terbanyak diperoleh dari perlakuan BAP 40 dan 160 ppm ( 79.67 dan 79.34 per malai), selanjutnya perlakuan BAP 80, 120, dan 200 ppm berturut-turut adalah 68, 61, dan 56 bunga per malai, sedangkan BAP 0 ppm menghasilkan jumlah bunga paling sedikit yaitu 43.63 bunga per malai. Jumlah keseluruhan bunga di lapang tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata berkisar 62.3-99 bunga per malai. Data ini menunjukkan bahwa respon perlakuan BAP lebih nampak pada kondisi terkontrol (rumah kaca). Rasio Bunga Betina dan Bunga Jantan

Meningkatnya jumlah bunga betina berpengaruh terhadap rasio bunga jantan dan bunga betina (Lampiran 6 dan 7). Pada tanaman yang ditempatkan dalam rumah kaca perlakuan B4 memperlihatkan rasio bunga betina dan bunga jantan 1:2-3 per malai, jauh lebih rendah dari kontrol (K) 1: 8 per malai. Rasio

bunga betina dan jantan yang diperoleh dari penelitian ini lebih kecil daripada beberapa penelitian yang dilaksanakan di Jawa Barat oleh Hasnam (2006) 1:16 per malai; Suherman (2009) 1:9 per malai; Rianti et al. (2010) 1:15 per malai.

Pertambahan jumlah bunga betina pada tanaman yang ditempatkan di lapang juga dapat menurunkan rasio bunga betina dan jantan. Perlakuan BAP 0, 40, 80, 120, 160 dan 200 ppm, menghasilkan rasio berturut-turut :14; 1:12-13; 1:9; 1:7; 1:4; dan 1:3 per malai (Tabel 2).

Penurunan rasio bunga betina dan jantan di rumah kaca diduga disebabkan oleh bertambahnya percabangan tiap malai sebagaimana ditunjukkan oleh jumlah bunga jantan serta total jumlah bunga per malai yang meningkat karena aplikasi BAP (Tabel 2). Selain itu perubahan kelamin bunga dari jantan menjadi betina di Lapang diduga juga terjadi sebagai akibat dari aplikasi BAP yang merubah kelamin bunga. Umumnya letak bunga betina dikelilingi oleh bunga jantan karena bunga betina muncul pada tangkai utama (Gambar 6a) (Utomo, 2008). Pada beberapa malai dengan bunga betina banyak ditemukan bunga betina yang dikelilingi oleh bunga betina yang lain (Gambar 6b). Perubahan kelamin ini diduga terjadi pada saat jaringan meristem generatif dalam kuncup bunga berdiferensiasi dan primordial stamen mengalami aborsi sehingga pistil yang berkembang. Wu et al. (2011) membagi perkembangan bunga jarak pagar dalam beberapa fase, pada fase awal teridentifikasi bahwa primordia bunga memiliki potensi untuk berkembang menjadi bunga jantan atau bunga betina, namun pada fase perkembangan lebih lanjut terjadi dominansi yang mengalahkan salah satunya sehingga muncul bunga jantan atau betina atau dominansi yang seimbang sehingga yang muncul adalah bunga hermafrodit.

Periode Bunga Mekar

Pengaruh BAP pada masa mekar bunga jantan dan bunga betina dalam satu malai tidak nyata. Lama mekar bunga jantan pada kontrol hampir sama dengan bunga yang diberi perlakuan. Lama mekar bunga jantan pada malai yang diberi perlakuan 0, 40, 80, 120, 160 dan 200 ppm berturut-turut adalah 14, 15, 18, 15, 16, dan 21 hari. Lama mekar bunga betina lebih pendek dari pada bunga jantan. Pada perlakuan yang sama, lama mekar bunga betina berturut-turut adalah

5.7 4.3 7.3 3.3 7.0 6.3 14.3 15.0 18.0 15.3 16.7 20.7 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 B0 B1 B2 B3 B4 B5 Hari Jantan Betina

5, 4, 7, 3, 7 dan 6 hari (Gambar 7). Lama mekar baik bunga jantan maupun betina lebih dipengaruhi jumlah bunga yang terbentuk tiap malai.

Gambar 6. Posisi Bunga Betina dalam Malai: a) bunga betina dikelilingi bunga jantan (BAP 0 ppm), b)bunga betina berdekatan dengan bunga betina yang lain (BAP 160 ppm)

Gambar 7. Pengaruh Perlakuan BAP terhadap Periode Mekar Bunga Jantan dan Betina per Malai Jarak Pagar a . b

Persentase Pembentukan Buah

Pembentukan buah dari tanaman yang diletakkan dalam rumah kaca berkisar 14-44 % pada seluruh perlakuan termasuk control (Lampiran 8), sedangkan tanaman yang diletakkan di lapang berkisar 80-89 % bunga berkembang menjadi buah (Lampiran 9). Rendahnya persentase pembentukan buah dalam rumah kaca walaupun bunga betina cukup banyak diduga karena bunga betina di dalam rumah kaca tidak terserbuki mengingat kondisi lingkungan rumah kaca yang tertutup sehingga minim bahkan tidak ada serangga penyerbuk. Penyerbukan jarak pagar diduga tidak dibantu oleh angin karena polen jarak pagar yang lengket dan menggerombol, sehingga tidak mudah diterbangkan angin. Tanaman yang berada di lapang terbuka terhadap berbagai serangga yang dapat membantu penyerbukan.

Perkembangan Buah

Perlakuan BAP tidak mempengaruhi diameter buah, diameter buah dapat diukur pada 14 hari setelah mekar (HSM) dimana stigma telah mengering dan rontok. Ukuran buah sebesar 0.3-0.5 cm, dan berwarna hijau muda. Diameter buah terus meningkat hingga 42 HSM pada saat diameter buah mencapai 2.5-3 cm dan berwarna hijau tua, bertekstur keras (Gambar 8).

Gambar 8. Perkembangan Diameter Buah

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 0 10 20 30 40 50 60 Dia m et er B ua h ( Cm )

Hari Setelah Mekar (HSM)

B1 B2 B3 B4 B5 B0

0 10 20 30 40 50 60 70 B1 B2 B3 B4 B5 B0 K a da r Air P a nen (%) Perlakuan

Pada 56 HSM warna kulit telah kuning merata dengan tekstur yang lunak, yang merupkan indikasi buah siap untuk di panen. Buah yang dipanen pada 56 HSM menunjukkan biji dengan kadar air yang masih tinggi pada seluruh perlakuan yaitu sebesar 40-60% (Gambar 9). Menurut Hasnam (2006b) benih jarak pagar merupakan benih ortodoks yaitu benih yang untuk dapat disimpan lama, harus disimpan dalam kondisi kadar air rendah. Kadar air yang diperlukan untuk mempertahankan mutu benih selama penyimpanan adalah kurang dari 7%, sedangkan bila biji akan diekstraksi menjadi minyak maka kadar air yang disyaratkan maksimal 11% .

Gambar 9. Kadar Air Biji Jarak Pagar Saat Panen Daya Berkecambah, Bobot Basah Biji, dan Jumlah Biji

Rendahnya persentase buah yang terbentuk pada jarak pagar yang disimpan dalam rumah kaca menyebabkan biji yang tersedia juga sedikit sehingga tidak mencukupi untuk dilakukan uji daya berkecambah, bobot biji serta jumlah biji. Oleh karena itu informasi mengenai pengaruh perlakuan BAP terhadap daya berkecambah, bobot biji serta jumlah biji jarak pagar dilakukan pada tanaman yang disimpan di lapang.

Daya berkecambah benih yang di beri perlakuan BAP dengan taraf konsentrasi 0-200 ppm menunjukan pengaruh yang tidak nyata, namun persentase dari keseluruhan perlakuan menunjukan DB dibawah 62%, termasuk kontrol hanya 55.57% dengan koefisien keragaman (kk) yang tinggi (Tabel 3). Hasil ini

jauh lebih rendah dari penelitian Kartika (2011) dimana perlakuan BAP 30-50 ppm pada jarak pagar menunjukan daya berkecambah sebesar 97.3-100 %.

Tabel 3. Pengaruh Perlakuan BAP di Lapang terhadap Daya Berkecambah (DB), Bobot Basah Biji, dan Jumlah Biji jarak pagar

Perlakuan Rata-rata Bobot Biji (gram) Jumlah Biji (butir) DB (%) B0 (0 ppm) 1.11 2.7 55.6 B1 (40 ppm) 1.13 2.6 61.1 B2 (80 ppm) 1.07 2.8 27.8 B3 (120 ppm) 1.18 2.2 47.2 B4 (160 ppm) 1.15 2.2 58.9 B5 (200 ppm) 1.21 2.5 44.4 Uji-f tn tn tn KK 6.51 11.47 47.77

Keterangan: DB = Daya berkecambah, KK = Koefisien keragaman, tn = tidak nyata

Rata-rata jumlah biji tiap buah pada seluruh perlakuan juga tidak berpengaruh nyata, 2-3 biji per buah dengan bobot rata-rata 1 gram per biji. Persentase pembentukan buah pada perlakuan BAP di lapang yang tinggi (Tabel 2) menyebabkan kompetisi akumulasi cadangan makanan sehingga pengisian biji tidak optimum.

Dokumen terkait