• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN BAP (BENZYL AMINO PURIN) DALAM MENINGKATKAN BUNGA BETINA JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DESI AGUSTIANI A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGGUNAAN BAP (BENZYL AMINO PURIN) DALAM MENINGKATKAN BUNGA BETINA JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DESI AGUSTIANI A"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN BAP (BENZYL AMINO PURIN) DALAM

MENINGKATKAN BUNGA BETINA JARAK PAGAR

(Jatropha curcas L.)

DESI AGUSTIANI

A24070072

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(2)

DALAM MENINGKATKAN BUNGA BETINA JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

Utilizing BAP ( Benzyl Amino Purin ) to Increase Female Flowers of Jatropha curcas L. Desi Agustiani1, Endah Retno Palupi2, dan Misnen3

1

Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB (A24070072)

2

Dosen Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB

3

Asisten Riset Pengembangan Jarak Pagar Abstract

Jatropha curcas seed is a potential candidate as source of biodiesel. Seed yield, the determining factor of jatropha oil production, is highly associated with female flowers development.. However, little is known regarding floral development in this species. This study was undertaken to determine the effects of plant growth regulator Benzyl Amino Purin (BAP) on floral development of Jatropha curcas. The experiment was carried out in March through December 2011 at Cikabayan Experimental station, using Dompu accession.The treatment consisted of six concentration of BAP, i.e. 0. 40, 80, 120, 160, and 200 ppm. The experiment was arranged in randomized complete block design with three replicates, and each replicate consisted of three trees. The result show that application of BAP 160 ppm significantly increased the total number of female flowers per inflorescence up to over 7fold (from 3.30 - 23.67 flowers ) in the green house, where as outside the rumah kaca it reached over 5 fold (from 3.30 to 16 flowers).The number of male flowers was not affected by the treatment. As a result, the sex ratio between female and male flowers decreased from 1:15 to 1:3. Unfortunately, the increasing number of female flowers in the rumah kaca was followed by the low fruit set of 40% as opposed to those outside rumah kaca of 80%. It was possible that the low fruit set was due to lack of pollinators. There was indication that the developmental stage of flower bud determined the increase number of female flowers following the BAP treatment. The developmental stage 1 and 2 were the best time for application of BAP.

(3)

RINGKASAN

DESI AGUSTIANI. Penggunaan BAP (Benzyl Amino Purin) dalam Meningkatkan Bunga Betina Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). (Dibimbing oleh ENDAH RETNO PALUPI dan MISNEN)

Minyak biji jarak pagar berpotensi untuk dijadikan bahan baku pembuatan biodiesel, sehingga dapat dijadikan bioenergi alternatif yang dikenal dengan bahan bakar nabati (BBN). Namun upaya pengembangan jarak pagar masih terkendala dengan produktivitasnya yang rendah. Salah satu komponen penting yang mempengaruhi produktivitas jarak pagar adalah jumlah bunga betina per malai. Jarak pagar di Indonesia menghasilkan kurang dari 10 bunga betina per malai, sehingga diperlukan teknik budidaya tertentu untuk memacu pertambahan bunga betina agar jumlah buah yang terbentuk meningkat.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh BAP terhadap pembentukan bunga betina jarak pagar (Jatropha curcas L) genotipe Dompu. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca dan di Kebun Percobaan Cikabayan dari Maret hingga Desember 2011.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) satu faktor. Penelitian ini terdiri atas dua percobaan yang terpisah. Percobaan pertama dilaksanakan di rumah kaca dan percobaan ke dua dilaksanakan di lapang. Kedua tempat tersebut dilakukan penyemprotan jarak pagar menggunakan BAP yang dilaksanakan saat kuncup bunga masih sangat kecil atau masih berupa malai yang menyatu. Penyemprotan dilakukan sampai kuncup bunga basah dan terlihat ada tetesan air yang jatuh dari malai. Penyemprotan ini dilakukan tiga kali selama tiga hari berturut-turut sebelum pkl. 08.00 WIB dengan enam taraf perlakuan konsentrasi BAP, B0: BAP 0 ppm;

B1: BAP 40 ppm; B2: BAP 80 ppm; B3: BAP 120 ppm; B4: BAP 160 ppm, dan

B5; BAP 200 ppm. Tiap perlakuan diulang tiga kali dan setiap ulangan terdiri atas

tiga tanaman, sehingga diperlukan 108 tanaman untuk dua percobaan tersebut. Perkembangan kuncup bunga jarak pagar di bagi dalam empat fase. Fase I dicirikan dengan malai yang masih rapat dan bersatu, dan bagian-bagian bunga

(4)

belum terbentuk; fase II, malai sudah mulai terpisah dan bagian-bagian bunga sudah mulai terbentuk; fase III, bagian-bagaian bunga telah lengkap dan sudah dapat dibedakan antara bunga betina yang bentuk kuncupnya lonjong dengan bunga jantan yang kuncupnya membulat; fase IV mahkota bunga sudah mekar sempurna dan kelenjar nektar sudah mulai mengeluarkan bau yang khas. Melihat ciri-ciri yang terbentuk dari setiap fase, maka waktu terbaik untuk aplikasi zat pengatur tumbuh adalah pada fase I, pada saat organ reproduksi (putik dan benang sari) belum terbentuk.

BAP dengan konsentrasi 160 ppm merupakan perlakuan yang menghasilkan jumlah bunga betina terbanyak yaitu 23.67 bunga betina/malai di rumah kaca dan 16 bunga betina/malai di lapang. Jumlah bunga jantan per malai cenderung meningkat dengan perlakuan BAP. BAP juga dapat menurunkan rasio bunga betina dan bunga jantan hingga 1:2-3 pada perlakuan BAP 160 ppm. Aplikasi BAP diduga dapat meningkatkan jumlah percabangan malai dan memicu pembentukan bunga betina. Persentase pembentukan buah di lapang berkisar 80-89 % sedangkan di rumah kaca 24-44%.

(5)

PENGGUNAAN BAP (BENZYL AMINO PURIN) DALAM

MENINGKATKAN BUNGA BETINA JARAK PAGAR

(Jatropha curcas L.)

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

DESI AGUSTIANI

A24070072

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(6)

Judul :

PENGGUNAAN BAP (BENZYL AMINO PURIN)

DALAM MENINGKATKAN BUNGA BETINA

JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

Nama :

DESI AGUSTIANI

NIM :

A24070072

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr.Ir. Endah Retno Palupi MSc. Misnen S.P, M.Si

NIP: 19580518 198903 2 002 NIK: 1227076

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr. NIP. 19611101 198703 1 003

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Cianjur pada tanggal 17 Agustus 1989. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Hendang Haryono dan Almarhumah Ibu Ratna Suminar.

Riwayat pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1995-2001 di SDN Sukamukti Cianjur. Penulis melanjutkan pendidikan ke SLTPN 1 Cibeber pada tahun 2001-2004 dan SMAN 1 Cibeber pada tahun 2004-2007. Penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007.

Penulis mendapatkan beasiswa pendidikan selama tiga tahun dari Beastudi Etos, Lembaga Pengembangan Insani, Dompet Dhuafa dan beasiswa penyelesaian tugas akhir dari Yayasan Karya Salemba Empat (KSE). Penulis aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan diantaranya sebagai Bendahara Departemen Inventarisasi dan Keinternalan Badan Eksekutif Mahasiwa (BEM) Fakultas Pertanian, staf divisi Perekonomian di LDK Al-Hurriyah, juga Sekretaris di Beastudi Etos Community. Penulis juga sempat diamanahi sebagai koordinator Acara Festival Anak Shaleh ke 4 se-Kota dan Kabupaten Bogor pada tahun 2010.

Beberapa prestasi yang didapat penulis antara lain, delegasi IPB dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) di UB Malang pada tahun 2009 dengan meraih penghargaan setara perak kategori poster dan meraih penghargaan setara perunggu kategori presentasi pada ajang PIMNAS 2010 di UNMAS Denpasar, Bali. Pada tahun 2010 penulis menjadi finalis lomba Inovasi Bisnis Pemuda dari Kementrian Pemuda dan Olah Raga (KEMENPORA) RI.

Hingga saat ini penulis dan rekan-rekannya merintis usaha produk pertanian kreatif dalam Creative Shop (CRESH) serta jasa pelatihan peningkatan kreativitas anak usia dini di bidang pertanian dalam Rumah Pendidikan Pertanian Kreatif (RPPK).

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas ridho dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi yang berjudul “Penggunaan BAP (Benzyl Amino Purin) dalam Meningkatkan Bunga Betina Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)”. Penelitian ini dilaksanakan terdorong oleh keinginan untuk meningkatkan potensi produksi jarak pagar di Indonesia.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam penyusunan skripsi ini, dan secara khusus kepada:

1. Dr.Ir. Endah Retno Palupi MSc dan Misnen S.P, M.Si yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi.

2. Dr.Ir. Hariyadi MS sebagai Dosen penguji sidang atas masukan, kritik, dan sarannya untuk perbaikan skripsi.

3. Orang tua dan keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan doa, moral, dan material selama menjalani pendidikan.

4. PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk dalam penyediaan bahan tanam. Mas Warid, Staf Kebun Percobaan Cikabayan, serta Labolatorium Kultur Jaringan 3 yang telah membantu pelaksanaan penelitian.

5. Seluruh dosen Departemen Agronomi dan Hortikultura atas ilmu dan bimbingan selama perkuliahan di Institut Pertanian Bogor.

6. Keluarga Besar Etos Bogor, Lembaga Pengembangan Insani, Dompet Dhuafa yang telah memberikan beasiswa sekaligus keluarga selama di Bogor, juga Yayasan Karya Salemba Empat (KSE) atas bantuan beasiswa penyelesaian tugas akhir serta beasiswa kewirausahaan.

7. Sahabat-sahabat tercinta Blue-G, Nini, Dijah, Sumi Arrofi S.Gz, Umro, Uta, Atha, sahabat Lentera (FA 44) dan Keluarga AGH 44 bersatu, atas cinta, kasih sayang dan semangatnya.

Semoga hasil penelitian ini berguna bagi yang memerlukan.

Bogor, Juli 2012

(9)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 Hipotesis ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Tanaman Jarak Pagar ... 3

Pembungaan Jarak Pagar ... 5

Pertumbuhan dan Perkembangan Buah ... 8

Perkecambahan ... 10

BAHAN DAN METODE ... 11

Tempat dan Waktu ... 11

Bahan dan Alat ... 11

Metode Penelitian ... 11

Pelaksanaan Penelitian ... 12

Pengamatan ... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

Kondisi Umum ... 15

Perkembangan Bunga ... 17

Pengaruh Konsentrasi BAP terhadap Pembungaan ... 21

KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

Kesimpulan ... 29

Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Perkembangan Kuncup Bunga Jarak Pagar ... 19 2. Pengaruh BAP terhadap Pembungaan dan Pembuahan Jarak Pagar dalam

Rumah Kaca dan Lapang ... 22 3. Pengaruh Perlakuan BAP terhadap Daya Berkecambah, Bobot Basah Biji,

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Tunas Generatif ... 15

2. Bagian Bunga Jarak Pagar ... 16

3. Kelopak Bunga Jarak Pagar ... 16

4. Hama dan Penyakit yang Menyerang Jarak Pagar. ... 17

5. Perkembangan Kuncup Bunga Jarak Pagar ... 20

6. Posisi Bunga Betina dalam Malai ... 25

7. Pengaruh Perlakuan BAP terhadap Periode Mekar Bunga Jantan dan Betina per Malai Jarak Pagar ... 25

8. Perkembangan Diameter Buah ... 26

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Rata-Rata Curah Hujan dan Suhu Selama Penelitian ... 35 2. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi BAP terhadap Jumlah Bunga

Betina di Rumah Kaca ... 35 3. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi BAP terhadap Jumlah Bunga

Betina di Lapang ... 36 4. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi BAP terhadap Jumlah Bunga

Jantan di Rumah Kaca ... 36 5. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi BAP terhadap Jumlah Bunga

Jantan di Lapang ... 36 6. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi BAP terhadap Rasio Bunga

Betina : Jantan di Rumah Kaca ... 36 7. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi BAP terhadap Rasio Bunga

Betina : Jantan di Lapang ... 37 8. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi BAP terhadap Persentasi

Pembuahan di Rumah Kaca ... 37 9. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi BAP terhadap Persentasi

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Konsumsi energi global saat ini mencapai 1,6 milyar barel minyak per tahun. Konsumsi ini akan terus meningkat hingga tahun-tahun mendatang seiring dengan peningkatan populasi penduduk serta pertumbuhan ekonomi. Peningkatan konsumsi (permintaan) akan menyebabkan harga minyak tidak stabil, ketidakstabilan harga minyak sangat berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi dunia.

Konsumsi BBM dalam negeri yang mencapai 1,3 juta barel/hari tidak seimbang dengan produksi nasional sekitar 1 juta barel/hari sehingga terdapat defisit yang harus dipenuhi melalui impor. Dalam rangka menjamin pasokan energi dalam negeri dan untuk mengurangi impor, telah diterbitkan Peraturan Presiden RI No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Dalam Peraturan Presiden tersebut antara lain disebutkan bahwa penyediaan bahan bakar nabati (BBN) pada tahun 2025 minimal 5% dari kebutuhan energi nasional.

Beberapa tanaman yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai sumber biodiesel (bahan bakar nabati) adalah kelapa sawit, kelapa, kapuk dan jarak pagar. Menurut Mahmud et al. (2006), pemilihan jarak pagar sebagai bahan biodiesel merupakan pilihan tepat dibandingkan dengan tanaman lain, karena tanaman ini bukan tanaman pangan sehingga tidak berkompetisi dengan kebutuhan konsumsi manusia. Salah satu genotipe jarak pagar yang berpotensi untuk dikembangkan adalah genotipe Dompu yang mempunyai toleransi tinggi terhadap kekeringan (Misnen, 2010), sehingga dapat ditanam pada wilayah dengan curah hujan yang rendah, toleran terhadap hama dan penyakit, tidak membutuhkan banyak pupuk dan dapat berproduksi hingga umur 25-30 tahun.

Upaya pengembangan jarak pagar saat ini terkendala oleh produktivitasnya yang rendah. Salah satu komponen produktivitas yang penting adalah jumlah bunga betina per malai. Beberapa genotipe jarak pagar di Indonesia memproduksi bunga betina berkisar 4-12 per malai (Hartati, 2006; Nurnasari dan Djumali, 2010). Dengan rata-rata 6-9 bunga betina per malai (Afandi, 2009) produktivitas yang dicapai sekitar 540 kg/ha pada tahun pertama. Agar biodiesel

(14)

dapat diproduksi secara ekonomis, maka produktivitas tanaman perlu ditingkatkan menjadi sekitar 8-10 ton/ha pada tahun ke lima, dengan perkiraan 16-20 bunga betina per malai, dengan tiga malai per cabang dan 50 cabang produktif per tanaman serta jarak tanam 2 m x 2 m.

Salah satu cara untuk meningkatkan pembentukan bunga betina pada tanaman jarak pagar adalah dengan menggunakan zat pengatur tumbuh (ZPT) dari golongan sitokinin. Pan dan Xu (2010) menggunakan benzyladenin untuk meningkatkan jumlah bunga betina jarak pagar, sedangkan Kartika (2011) menggunakan benzyl amino purin (BAP) senyawa isomer fungsi dengan benzyladenin karena lebih mudah diperoleh. Penggunaan kedua senyawa tersebut secara umum dapat meningkatkan jumlah bunga betina/hermafrodit dalam satu malai jarak pagar. BAP dengan konsentrasi 50 ppm menghasilkan bunga betina/hermafrodit paling banyak dibandingkan dengan konsentrasi 30, 35, 40, dan 45 ppm.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh BAP terhadap pembentukan bunga betina jarak pagar (Jatropha curcas L) genotipe Dompu.

Hipotesis

BAP pada konsentrasi lebih dari 50 ppm dapat meningkatkan jumlah bunga betina per malai.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Jarak Pagar

Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman jarak antara lain jarak kepyar (Ricinus communis), jarak bali (Jatropha podagrica), jarak ulung (Jatropha

gossypifolia L.), dan jarak pagar (Jatropha curcas L.). Diantara jenis tanaman

jarak tersebut yang memiliki potensi sebagai penghasil bahan bakar (biofuel) adalah jarak pagar (Jatropha curcas) karena biji jarak pagar memiliki kadar minyak berkisar 28-30% (Hambali et al., 2007).

Jarak pagar sudah lama dikenal oleh masyarakat sebagai tanaman obat dan penghasil minyak lampu, bahkan sewaktu penjajahan Jepang minyaknya diolah untuk bahan bakar pesawat terbang (Mahmud et al., 2006). Jarak pagar merupakan tanaman toleran kekeringan, dan tumbuh dengan cepat, sehingga dapat digunakan untuk mereklamasi lahan-lahan tererosi atau sebagai pagar hidup di pekarangan dan kebun karena tidak disukai oleh ternak. Tanaman ini termasuk tanaman yang serbaguna karena seluruh bagian tanamannya dapat dimanfaatkan, mulai dari akarnya yang dapat digunakan sebagai penawar gigitan ular, kulit batang yang dapat dijadikan pewarna kain alami, getah mengandung jatriphine yang merupakan zat anti kanker dan mengobati rematik, daunnya sebagai antiseptik dan makanan ulat sutra, hasil samping dari ekstraksi minyak biji jarak pagar yaitu bungkil biji dapat dijadikan pupuk organik (Nurcholis dan Sumarsih, 2007).

Jarak pagar berasal dari daerah tropis di Meksiko, Amerika Tengah. Jarak pagar dibawa ke Indonesia dan ditanam-paksakan di era penjajahan Jepang, karena akan dijadikan BBN oleh tentara Jepang. Jarak pagar menyebar di Indonesia, terbukti dengan terdapat berbagai nama lokal (daerah) antara lain, jarak kosta dan jarak budge (Sunda); jarak gundul dan jarak pager (Jawa); kalekhe pagar (Madura); jarak pager (Bali); lulu mau, paku kese, dan jarak pageh (Nusa Tenggara); kuman nema (Alor); jarak kosta, jarak wolanda, bindalo, bintalo, dan tondo utomene (Sulawesi); serta ai huwa kamala, balacai, dan kadoto (Maluku) (Priyanto, 2007).

(16)

Tanaman jarak pagar termasuk dalam famili Euphorbiaceae, dengan ciri-ciri hampir semua bagian tubuhnya mengandung getah, berupa perdu dengan tinggi 1-7 m, bercabang tidak teratur, dan batangnya berkayu berbentuk silindris (Tjitrosoepomo, 2007). Tanaman jarak berdaun tungal berlekuk dan bersudut tiga atau lima. Panjang daun berkisar antara 5-15 cm dengan tulang daun menjari. Buah tanaman jarak berupa buah kotak berbentuk bulat telur dengan diameter 2-4 cm. Panjang buah 2 cm dengan ketebalan sekitar 1 cm. Buah jarak terbagi menjadi tiga ruang, masing-masing ruang berisi satu biji. Biji berbentuk bulat lonjong dan berwarna hitam ketika masak (Hariyadi, 2005).

Jarak pagar dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 1000 m dpl, dengan curah hujan berkisar antara 300 – 2 380 mm/tahun. Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman jarak adalah 20-260C. Tanaman jarak memiliki sistem perakaran yang mampu menahan air sehingga tahan terhadap kekeringan. Tanaman ini dapat tumbuh di atas tanah berpasir, tanah berbatu, tanah lempung, atau tanah liat. Tanaman ini juga beradaptasi pada tanah yang

kurang subur, memiliki drainase baik, tidak tergenang, dan pH tanah 5,0-6,5 (Mahmud et al., 2006). Penelitian Sudaryono dan Mawardi (2006) menyebutkan

bahwa jarak pagar juga berpotensi untuk menyerap logam berat kromium (Cr) sehingga dapat digunakan untuk revegetasi lahan bekas tambang.

Jarak pagar (Jatropha curcas L.) dikenal sebagai tanaman yang beracun dan dapat digunakan sebagai pestisida. Tetapi hasil penelitian menunjukkan adanya beberapa hama dan penyakit telah menyerang tanaman ini dan bahkan dapat menimbulkan kerugian ekonomis pada perkebunan jarak pagar. Hama yang dapat menimbulkan kerusakan tanaman yang besar pada perkebunan jarak pagar diantaranya adalah: 1) Ulat tanah dan Agrothis spp menyerang tanaman muda, 2)

Spodoptera litura, Helicoverpa armigera, Valanga nigricornis, Nezara viridula, Crysochoris javanus, Tetranychus sp., Parasa lepida, dan Ferrisia virgata

menyerang bagian daun, 3) Chrysochoris javanus menyerang buah, dan 4)

Ostrinia fumacalis menyerang cabang dan batang jarak pagar (Dadang, 2006).

Penyakit yang turut merusak tanaman jarak pagar adalah cendawan Oidium sp yang menginfeksi batang, daun, bunga dan buah. Cendawan Botrytis ricini penyebab busuk botrytis pada bakal bunga, cendawan Rhizoctonia solani yang

(17)

menyebabkan kanker pada batang, Fusarium solani yang menyebabkan nekrotik (kematian jaringan) pada batang dan fitoplasma yang menyebabkan penyakit witche’s broom (Suastika, 2006).

Perbanyakan jarak pagar dapat dilakukan secara vegetatif maupun generatif. Secara vegetatif dapat dilakukan dengan menggunakan stek. Tanaman jarak pagar dapat diperbanyak dengan stek batang atau stek pucuk. Penggunaan stek sebagai bahan perbanyakan dapat dilakukan dengan cara menanam langsung di kebun (stek batang) atau pada lokasi pembibitan (stek pucuk dan stek batang) (Wawo, 2010).

Bila dipelihara dengan baik, tanaman jarak pagar dapat hidup lebih dari 20 tahun. Produktivitas tanaman jarak berkisar antara 2-4 kg biji/pohon/tahun. Produksi akan stabil setelah tanaman berumur lebih dari 5 tahun. Dengan tingkat populasi tanaman 2 500 pohon/ha maka tingkat produktivitas antara 5-10 ton biji/ha. Bila rendemen minyak sebesar 30 % maka setiap hektar lahan dapat diperoleh minyak 1.5-3 ton minyak/ha/tahun (Hambali, 2007).

Pembungaan Jarak Pagar Morfologi Bunga

Bunga jarak pagar tersusun dalam malai yang berbentuk dikasium berganda (Raju dan Ezradanam, 2002). Bentuk malai seperti ini mempunyai ciri-ciri tiap bunga bertangkai, melekat pada tangkai malai, terbentuk pada ujung setiap tangkai utama, dan cabang malai bercabang lagi seperti tangkai utama bercabang (Tjitrosoepomo, 2007).

Bunga jarak pagar mempunyai lima sepal dan lima petal yang berwarna hijau kekuningan. Jarak pagar merupakan tanaman berumah satu (monoecious) yaitu bunga jantan dan bunga betina terdapat pada struktur yang berbeda tetapi masih dalam satu tanaman. Bunga jantan memiliki 10 benang sari yang tersusun dalam dua lingkaran yang masing-masing berisi lima benang sari yang menyatu berbentuk tabung. Bunga betina memiliki tiga tangkai putik (stilus) yang melekat pada ujung ovarium dan setiap tangkai putik mempunyai kepala putik di ujung stilus yang bercabang dua sehingga terdapat enam cabang (Ahmad, 2008).

(18)

Bunga jantan dan betina dapat dibedakan terutama berdasarkan bagian bunga, ukuran, bentuk atau waktu mekar. Bunga jantan memiliki benang sari yang berwarna kuning, ukuran bunga jantan lebih kecil daripada bunga betina dengan bentuk kuncup bunga bulat, sementara bunga betina memiliki putik yang berwarna hijau dengan ukuran kuncup lebih besar dari pada bunga jantan. Kadang kala muncul bunga hermafrodit yang berbentuk cawan berwarna hijau kekuningan. Hasnam (2006) menyatakan bahwa di Jawa barat rasio bunga betina dan jantan jarak pagar adalah 1:16 per malai ; Suherman (2009) 1:9; Nurnasari dan Djumali (2010) 1:15 per malai serta Rianti et al. (2010) 1:33 per malai.

Tahap Perkembangan Bunga

Utomo (2008) mengelompokkan tahap perkembangan bunga jarak pagar dengan empat fase yaitu: 1) fase kuncup, 2) fase mekar, 3) fase rontok dan 4) fase pembentukan buah. Fase kuncup merupakan tahap perkembangan kuncup bunga, saat bunga jarak pagar mulai muncul pada tanaman yang berumur 3-4 bulan setelah tanam. Fase awal pembungaan jarak pagar dimulai dengan pembentukan kuncup pada ujung tunas terminal, kuncup bunga meruncing dengan dikelilingi struktur menyerupai daun kecil berjumlah antara 3-10 helai, pada bagian bawah masing-masing kuncup bunga sudah terbentuk tangkai. Jumlah kuncup bervariasi sekitar 1-7 kuncup. Pada bulan April – Agustus 2007, di Kebun Induk Jarak Pagar (KIJP) Pakuwon fase ini berlangsung 2-6 hari. Kuncup bunga membesar dan lebih bulat dalam 3-7 hari. Perkembangan kuncup terjadi dengan cepat disertai terbentuknya cabang-cabang malai, sehingga kuncup individu bunga mulai tampak. Jumlah kuncup yang terbentuk dalam satu malai bervariasi antara 50-190 kuncup. Struktur menyerupai daun kecil yang terlihat awal munculnya kuncup berangsur-angsur berubah menjadi kelopak. Fase mekar, memasuki fase ini umumnya kuncup bunga yang berada di ujung malai utama mekar lebih dahulu dari pada kuncup lain. Kuncup bunga betina atau hermafrodit yang akan mekar didahului dengan ujung stigma menembus mahkota yang masih menutup. Bunga hermafrodit mekar antara pukul 07.00-08.30, saat cuaca cerah. Antera bunga hermafrodit pecah hampir bersamaan waktunya dengan antera pada bunga jantan. Ujung mahkota bunga betina mulai membuka antara pukul 07.00-08.00 dan mekar penuh antara pukul 08.00-09.00, saat cuaca cerah. Sekitar pukul 09.00-10.00 tepat

(19)

didasar bunga betina dijumpai nektar yang cukup banyak dan menarik serangga untuk hinggap. Fase rontok, menjelang rontok bunga jantan akan menghitam termasuk mahkota, kelopak, antera, dan tangkainya, bunga menjadi mengkerut dan rontok pada 3-4 hari setelah mekar. Bunga betina atau hermafrodit meskipun mahkotanya layu atau rontok, umumnya pistil masih segar hingga membentuk buah. Fase pembentukan buah ditandai dengan pembesaran ovarium yang mulai dapat diamati pada 4-5 hari setelah antesis (HSA).

Masa Berbunga

Mahmud (2006) menyatakan bahwa malai terdiri atas 100 bunga atau lebih, yang terdiri atas bunga jantan dan bunga betina atau bunga jantan dan bunga hermafrodit. Bunga betina mekar 1-2 hari lebih dahulu dari bunga jantan dengan jangka pembungaan 10-15 hari per malai. Bunga betina jarak pagar memasuki masa reseptif ketika telah mekar sempurna, stigma jarak pagar memiliki masa reseptif tiga hari. Semua bunga dalam malai mekar dalam 11 hari. Biasanya bunga yang tidak terserbuki akan rontok dalam empat hari. Ketika bunga mekar maka di dasar bunga akan muncul nektar yang menarik serangga. Penyerbukan bunga jarak pagar dibantu oleh serangga. Beberapa jenis serangga yang sering mengunjungi bunga jarak adalah semut, kupu-kupu, ngengat, dan kumbang. Penelitian Raju dan Ezradanam (2002) di India menunjukkan bahwa pengunjung bunga jantan jarak pagar paling tinggi adalah semut (61%) diikuti oleh lebah (34%) dan lalat (5%). Pada bunga betina persentase kunjungan ketiga serangga tersebut secara berturut-turut sebesar 70%, 28%, dan 2% dari total kedatangannya. Lebah dan ngengat mengumpulkan polen dan nektar dari sejumlah bunga jantan yang dikunjungi, sedangkan semut dan ngengat hanya mengumpulkan nektar saja, baik dari bunga jantan maupu bunga betina.

Pengaruh Hormon terhadap Kelamin Bunga

Perubahan tunas vegetatif menjadi tunas generatif merupakan perubahan yang sangat besar, karena struktur jaringan keduanya berbeda. Perubahan yang besar ini merupakan cerminan dari aktivasi skelompok gen yang berperan dalam pembentukan bunga dan penghambatan kelompok gen yang berperan dalam perkembangan organ vegetatif.

(20)

Senyawa kimia tertentu (substrat) dapat dikonversi menjadi morfogen vegetatif (mv) atau morfogen pembungaan (mf), tergantung enzim atau kelompok enzim yang terpacu aktivitasnya. Jika enzim vegetatif (ev) yang terpacu aktivitasnya, maka morfogen vegetatif akan terakumulasi; sebaliknya jika enzim pembungaan (ef) yang terpacu aktivitasnya, maka morfogen pembungaan yang akan terakumulasi. Morfogen vegetatif yang terakumulasi akan menghambat aktivitas enzim pembungaan. Demikian sebaliknya, morfogen pembungaan akan berperan menghambat aktivitas enzim vegetatif (Lakitan, 1996). Salah satu subtrat yang dimaksud adalah hormon pembungaan. Hormon tersebut diproduksi oleh tanaman namun pada beberapa spesies, aktivitasnya perlu dipicu oleh senyawa eksogen yang disebut zat pengatur tumbuh (Srivastava, 2002).

Zat pengatur tumbuh yang dapat digunakan untuk memicu pembungaan salah satunya dari golongan sitokinin. Penelitian yang dilakukan oleh Pan dan Xu (2010) di China, menunjukkan peningkatan jumlah bunga betina pada malai jarak pagar yang diberi perlakuan 6-Benzyladenin (BA). Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Kartika (2011) di Citereup, Bogor terdapat golongan sitokinin lain yaitu Benzyl Amino Purin yang lebih mudah diperoleh dan murah juga dapat meningkatkan jumlah bunga betina/hermafrodit pada jarak pagar aksesi Dompu.

Pertumbuhan dan Perkembangan Buah

Pembentukan buah pada jarak pagar memerlukan waktu 90 hari dari pembungaan sampai biji masak (Hartati, 2007). Menurut Hambali (2007) biji masak dicirikan dengan kulit buah berubah warna dari hijau muda menjadi kuning kecoklatan atau hitam dan mengering. Ciri lainnya yaitu kulit buah terbuka sebagian secara alami. Ketika kulit buah membuka, berarti biji dibagian dalam telah masak.

Kandungan minyak biji jarak pagar berubah sesuai dengan tingkat kemasakannya. Penelitian yang dilakukan oleh Hartono dan Wanita (2007) menunjukkan bahwa pengaruh tingkat kemasakan dan waktu panen buah jarak pagar dari masa antesis berpengaruh nyata terhadap kadar minyak biji jarak pagar (crude jatropha oil). Berdasarkan warna kulitnya, biji jarak pagar memiliki kandungan minyak paling tinggi pada buah yang telah berwarna hitam, dengan

(21)

kandungan minyak sebesar 23,68%, sedangkan terendah ditemui pada buah yang masih berwarna hijau dengan kadar minyak sebesar 10,93%. Berdasarkan umur buah setelah antesis, buah jarak pagar yang dipanen pada umur 50 hari setelah antesis memiliki kandungan minyak tertinggi sebesar 26.91% dan terendah ditemui ketika buah dipanen saat umur 35 hari setelah antesis kadar minyaknya sebesar 15.19%.

Tingkat kemasakan buah jarak pagar juga berpengaruh terhadap mutu benih yang dihasilkannya. Menurut Adikarsih dan Hartono (2007) benih jarak pagar dengan mutu terbaik diperoleh ketika buah dipanen saat berwarna kuning atau dipanen setelah buah berumur 50 hari setelah antesis. Benih jarak pagar yang dipanen saat buahnya berwarna kuning menghasilkan benih yang memiliki vigor dan viabilitas terbaik. Warna kuning pada kulit buah jarak pagar dapat digunakan sebagai standar untuk melakukan panen. Cara yang paling efektif untuk melakukan panen adalah dengan panen individu pada buah jarak yang telah berwarna kuning.

Produksi bunga dan biji jarak pagar dipengaruhi oleh curah hujan dan unsur hara. Kekurangan unsur hara akan menyebabkan produksi biji berkurang. Bila dalam setahun hanya tedapat satu kali musim hujan maka pembuahan biasanya hanya terjadi sekali dalam setahun. Namun, bila tanaman diberi pengairan maka pembuahan akan terjadi sampai tiga kali dalam setahun.

Salah satu komponen produksi buah jarak pagar adalah jumlah bunga betina per malai. Genotipe terbaik yang dikeluarkan Balai Penelitian dan Perkembangan Perkebunan (IP-3A dan IP-3P), baru bisa menghasilkan bunga betina sebanyak 3-9 bunga per malai, dengan asumsi ada 3 malai tiap cabang, 40 cabang produktif di tahun ke-4, akan dihasilkan 360 – 1 080 buah per tanaman. Dengan populasi 2 500 tanaman/ha, maka biji yang dihasilkan sekitar 1.8-5.4 ton/ha. Menurut Martono (2009) produksi ideal yang diperlukan agar jarak pagar dapat menguntungkan secara ekonomi adalah 10 ton/ha/tahun dengan jumlah bunga betina sebanyak 16-20 bunga per malai. Penelitian Pan dan Xu (2010) di China menunjukkan bahwa aplikasi 6-Benzyladenin pada malai jarak pagar meningkatkan jumlah bunga betina >100 bunga per malai artinya produksi jarak pagar berpotensi mencapai > 10 ton/ha/tahun.

(22)

Perkecambahan

Perkecambahan biji jarak pagar merupakan tipe epigeal yaitu plumula dan kotiledon terangkat ke permukaan tanah. Pengaturan posisi benih saat penanaman tidak berpengaruh nyata terhadap persentase atau daya berkecambah biji, posisi biji telungkup, posisi biji dengan mikropil di bawah maupun posisi miring merupakan posisi yang baik bagi terjadinya perkecambahan dengan kecepatan berkecambah dan semai vigor yang tinggi (Santoso et al, 2007). Media perkecambahan yang cocok untuk pengujian daya berkecambah pada benih jarak pagar adalah campuran antara pasir dan tanah 1:1 dengan keadaan benih utuh (Rahmasyahraini, 2008)

Kecambah normal dicirikan dengan endosperma belum/sudah terlepas, plumula belum/mulai muncul/sudah terbuka, panjang hipokotil lebih dari 4 kali panjang benih, akar adventif minimal ada 4, dan akar primer berkembang baik dengan bulu akar sedikit/banyak (Wulandari, 2008). Penghitungan pertama dalam pengujian daya berkecambah dilakukan pada hari ke delapan setelah tanam, sedangkan penghitungan ke dua dilakukan pada hari ke-22 setelah tanam (Rahmasyahraini, 2008). Benih yang baru dipanen umumnya mempunyai daya berkecambah yang tinggi, sekitar 95 % (Ahmad, 2008); 82 % (Afandi, 2009) dan 98 % (Kartika, 2011).

(23)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, dengan ketinggian 207 m dpl, suhu harian 26.7oC, rata-rata curah hujan 302.9 mm/bulan (Lampiran 1). Tanaman diletakkan di dua lingkungan tumbuh yang berbeda, yaitu di rumah kaca berukuran 12 m x 8 m dengan suhu berkisar antara 22–48oC, kelembaban 19-91%, dan di luar rumah kaca dengan suhu harian 23,8-27oC dan kelembaban 73-84%. Penelitian dilaksanakan dari Maret hingga Desember 2011 pada akhir dan awal musim hujan yang merupakan puncak masa pembungaan (Hasnam, 2006a).

Bahan dan Alat

Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi pohon jarak pagar aksesi Dompu yang ditanam dari biji, berumur dua tahun sebanyak 108 pohon, larutan zat pengatur tumbuh Benzyl Amino Purin (BAP) dengan konsentrasi 0, 40, 80, 120, 160, dan 200 ppm. Media tanam yang digunakan berupa campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Bahan lain yang dipergunakan adalah polibag ukuran 60 cm x 60 cm, benang dan plastik untuk pelabelan. Alat-alat yang digunakan antara lain cangkul, sprayer, sekop, gunting, termo-higrometer, jangka sorong dan untuk pengamatan struktur bunga digunakan mikroskop cahaya tipe BX 15 SP dengan software DP2-BSW.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dalam dua tahap percobaan yang terpisah. Masing-masing percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) satu faktor. Percobaan pertama dilaksanakan di rumah kaca dan percobaan ke dua dilaksanakan di lapang. Kedua tempat tersebut dilakukan penyemprotan jarak pagar dengan enam taraf perlakuan konsentrasi BAP, B0: 0 ppm, B1: 40 ppm,

(24)

tiga kali dan setiap ulangan terdiri atas tiga tanaman, sehingga diperlukan 108 tanaman untuk dua percobaan tersebut.

Analisis statistika yang digunakan adalah sidik ragam dengan model Rancangan Kelompok Lengkap Teracak sebagai berikut:

Yij = µ + αi + βj + εij

dimana :

Yij = nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ = nilai rata-rata umum αi = pengaruh taraf BAP ke-i

βj = pengaruh ulangan ke-j

εij = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

i = 1,2,3,4,5,6 j = 1,2,3

Apabila hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata pada taraf α = 5 %, maka uji statistik dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan atau Duncan

Multiple Range Test (DMRT). Untuk membandingkan pengaruh konsentrasi BAP

di rumah kaca dan lapang dilakukan uji-t. Pengolahan data menggunakan software Microsoft® Excel , SAS 9.1, dan Minitab.

Pelaksanaan Penelitian Persiapan Tanam

Tanaman jarak pagar dari aksesi Dompu yang ditanam dari biji, berumur dua tahun (diperoleh dari PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk), dipangkas pada ketinggian 40 cm, kemudian dipindahkan dari lapangan ke dalam polibag berukuran 60 cm x 60 cm dengan campuran media tanah dan kompos perbandingan 1:1. Tanaman diletakkan di lapang hingga muncul tunas generatif.

Akitivitas pemeliharaan berupa penyiraman sehari sekali di pagi hari sebelum pkl. 08.00 WIB. Pemupukan dilaksanakan setiap dua minggu sekali dengan pupuk NPK mutiara yang dicairkan dengan konsentrasi 0.5 gr/L dengan penyiraman 3 L/polybag. Penanganan OPT dilakukan secara mekanik berupa penyiangan gulma dan secara kimiawi dengan menggunakan pestisida Sevin dengan konsentrasi 1g/L.

(25)

Tanaman jarak pagar yang telah menghasilkan kuncup bunga (pucuk generatif) yang masih sangat kecil dimasukkan ke dalam rumah kaca, agar kondisi lingkungan lebih seragam.

Penentuan tahap perkembangan bunga

Sampel kuncup bunga yang diberi perlakuan BAP berupa kuncup malai yang menyatu, dan bagian-bagian bunga belum berkembang. Penyemprotan dilakukan sampai kuncup malai basah dan terlihat ada tetesan air yang jatuh dari malai. Penyemprotan ini dilakukan tiga kali selama tiga hari berturut-turut sebelum pkl. 08.00 WIB.

Pemanenan dan perkecambahan benih

Pemanenan buah jarak pagar dilaksanakan setelah kulit buah berwarna kuning merata. Pengecambahan dilakukan setelah biji diestraksi dari buah dan dikeringanginkan. Media pengecambahan yang digunakan adalah tanah dan kompos dengan perbandingan 1:1.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pengamatan perkembangan kuncup bunga untuk menentukan fase perkembangan yang tepat untuk aplikasi BAP. Pada tahap ke dua dilakukan pengamatan pengaruh perlakuan terhadap pembungaan dan pembuahan jarak pagar.

1. Perkembangan kuncup bunga jarak pagar

Perkembangan kuncup bunga diamati sejak kuncup generatif yang muncul dapat diidentifikasi. Pengamatan dilakukan pada tanaman yang di simpan di lapang. Komponen pengamatan berupa ukuran kuncup dan bagian-bagian bunga dengan cara membelah secara membujur dan mengamati di bawah mikroskop. 2. Pengaruh BAP tehadap pembungaan dan pembuahan jarak pagar

Kuncup generatif yang telah diidentifikasi diberi perlakuan BAP dengan konsentrasi sesuai perlakuan dan diulang tiga kali berturut-turut. Setelah kuncup berkembang dan mekar dilakukan pengamatan terhadap variabel sebagai berikut:

(26)

a. Jumlah bunga betina dan bunga jantan yang muncul per malai

Jumlah bunga betina dan jantan dihitung ketika bunga telah mekar. Bunga diamati pada tiga malai pertama. Pengamatan dilaksanakan pada 5-7 hari setelah perlakuan (HSP) terakhir. Rasio bunga betina : jantan dihitung berdasarkan jumlah bunga yang muncul dalam satu malai, sejak bunga mekar pertama sampai terakhir.

b. Pembuahan

Perkembangan buah diamati dengan mengukur diameter buah yang terbentuk mulai 14 hari setelah bunga mekar (HSM) sampai buah mencapai masak fisiologis. Pembentukan buah dihitung berdasarkan persentase bunga betina yang muncul dalam satu malai.

c. Daya berkecambah benih

Kecambah normal (KN) dicirikan dengan tinggi kecambah antara 7-10 cm dari permukaan tanah pada 7 hari setelah pengecambahan, daun primer sudah membuka penuh dan bibit terlihat kuat tanpa kerusakan (Afandi, 2009). Evaluasi kecambah normal dilakukan pada 7 dan 14 hari setelah pengecambahan (Ahmad, 2008). Daya berkecambah (DB) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

( )

d. Kadar air benih

Kadar air benih merupakan persentase selisih berat basah dan berat kering terhadap berat basah. Benih diambil dari buah yang telah berwarna kuning merata (sekitar 56 HSM), jumlah benih yang digunakan 108 benih. Masing-masing benih di timbang untuk mengetahui bobot basahnya kemudian dikeringkan dengan oven suhu rendah konstan 103 ± 200C selama 24 jam. Dalam satu ulangan digunakan 36 butir benih.

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Tanaman yang digunakan merupakan jarak pagar aksesi (asal) Dompu yang berumur dua tahun. Untuk penyeragaman pertumbuhan, tanaman di pangkas terlebih dahulu. Tanaman memunculkan tunas vegetatif pada 7 hari setelah pemangkasan. Tunas generatif muncul setelah daun ke 11-14 pada rentang waktu yang beragam antara 30-60 hari setelah pemangkasan. Diakhir masa vegetatif tunas yang terbentuk dari tiga cabang yang dipertahankan dalam pemangkasan berkisar antara 4 - 40 dengan jumlah daun masing-masing berkisar 3-15 helai. Dari tunas yang terbentuk sekitar 3-22 (55%-75%) tunas yang akhirnya berkembang menjadi tunas generatif.

Kuncup bunga umumnya terbentuk di ujung tunas, walaupun ada juga yang muncul di ketiak daun (Gambar 1). Tunas generatif akan berkembang menjadi malai. Dalam penelitian ini malai jarak pagar yang terbentuk terdiri atas bunga betina dan jantan. Akan tetapi, Ahmad (2008) melaporkan bahwa ada kalanya malai terdiri atas bunga hermafrodit dan jantan, sedangkan Afandi (2009) menyatakan adanya malai yang hanya terdiri atas bunga jantan saja atau bunga betina saja.

Gambar 1. Tunas Generatif (malai yang baru muncul)

Sejak munculnya kuncup bunga hingga malai berkembang penuh dan bunga pertama mekar diperlukan waktu sekitar 3-14 hari. Diameter bunga jantan berkisar antara 0.45 – 0.95 cm sedangkan diameter bunga betina berkisar antara

(28)

0.50 – 1 cm. Baik bunga betina maupun jantan memproduksi nektar untuk menarik serangga (Gambar 2). Periode mekar bunga jantan 14-21 hari sedangkan bunga betina 3-7 hari tergantung pada jumlah bunga yang dihasilkan dalam satu malai. Dalam satu malai bunga mekar pertama sampai terakhir (jantan dan betina) berkisar 14-30 hari. Pada beberapa tanaman aplikasi BAP mengakibatkan kelopak bunga membesar menyerupai daun (Gambar 3).

Gambar 2. Bagian Bunga Jarak Pagar : a) betina b) jantan

Gambar 3. Kelopak Bunga Jarak Pagar: a) normal b) melebar

Meskipun getah jarak pagar mengandung curcin yang bersifat phytotoxin sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati (Heliyanto dan Asbani, 2007), pada kenyataannya masih banyak hama dan penyakit yang ditemukan di lapang dan mengganggu pertumbuhan serta perkembangan tanaman. Berdasarkan informasi dari Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (SBRC), terdapat beberapa hama yang teridentifikasi dalam penelitian ini seperti Helicoverpa

armigera Hubner (Gambar 4a) atau yang terkenal dengan penggerek tongkol

ditemukan pada tanaman yang baru dipangkas, hama ini belum sempat merusak tanaman karena langsung diberantas secara manual. Hama lainnya adalah

b a tangkai putik kepala sari kepala putik ovulum nectarium mahkota tangkai sari a b

(29)

Chrysochoris javanus Westw (Gambar 4b) menyerang daun, buah serta bunga

dengan gejala menghitamnya bagian yang terserang, hama ini diberantas secara manual. Hama berikutnya adalah Valanga nigricornis Burmeister yang merupakan belalang berukuran besar dan menyerang daun (Gambar 4c). Hama yang paling mengganggu materi penelitan adalah kutu putih (Gambar 4d) yang menyerang seluruh tanaman yang diletakkan di dalam rumah kaca. Hama kutu putih ini diberantas dengan pestisida Sevin. Hama lain yang menyerang jarak pagar adalah tungau (Polyphagotarsonemus latus) dengan gejala mengkerutnya daun (Gambar 4e). Tanaman jarak pagar di dalam rumah kaca juga terkena infeksi cendawan Oidium sp (Gambar 4f), yang menyebabkan bunga gagal berkembang karena diselimuti hifa cendawan yang berwarna putih kelabu.

fg

Gambar 4. Hama dan Penyakit yang Menyerang Jarak Pagar :a) Helicoverpa

armigera Hubner; b) Chrysochoris javanus Westw; c) Valanga nigricornis Burmeister; d) kutu putih; e) gejala serangan tungau;

f) jelaga Oidium sp.

Perkembangan Bunga

Perkembangan bunga jarak pagar telah diamati secara mikroskopis menggunakan scanning electron microscopy (SEM) oleh Wu et al.(2011) di

a b c

(30)

China, dalam pengamatannya perkembangan kuncup bunga jarak pagar dibagi dalam 12 fase. Akan tetapi ciri morfologis dari setiap fase belum dideskripsikan dengan jelas sehingga temuan ini perlu disempurnakan agar dapat dimanfaatkan untuk menentukan fase perkembangan kuncup generatif yang tepat untuk aplikasi zpt. Oleh karena itu pengamatan ciri morfologis kuncup generatif jarak pagar dilakukan pada awal penelitian. Perkembangan bunga jarak pagar dari kuncup bunga hingga mekar dibagi menjadi empat fase.

Fase pertama merupakan fase dimana tunas generatif baru muncul berupa malai bunga yang rapat dan menyatu (Gambar 5 fase I), terkadang sulit membedakan dengan kuncup daun karena ukurannya yang sangat kecil antara 1–1.5 mm. Bagian-bagian bunga pada fase ini belum terbentuk. Fase kedua merupakan fase dimana tunas generatif sudah mulai membesar berkisar 2–2.5 mm sehingga sudah dapat dibedakan dengan tunas vegetatif. Malai sudah terbentuk dengan cabang-cabang yang jelas menyerupai sapu, dan bagian-bagian bunga sudah mulai terbentuk namun belum bisa dibedakan antara kuncup bunga jantan dan betina (Gambar 5 fase II). Fase ketiga ditandai dengan telah terbentuknya bagian-bagian bunga seperti kelopak, mahkota, kelenjar madu, putik, tangkai putik dan ovulum pada bunga betina serta kepala sari dan tangkai sari pada bunga jantan. Pada fase ini malai sudah mulai terpisah membentuk kuncup-kuncup bunga secara individual. Kuncup bunga betina sudah dapat dibedakan dengan kuncup bunga jantan berdasarkan bentuk dan ukuran kuncup. Kuncup bunga betina berbentuk lonjong dan ukuran yang lebih besar antara 4-4.5 mm, sedangkan kuncup bunga jantan mempunyai bentuk membulat dengan ukuran yang lebih kecil berkisar 3-4 mm (Gambar 5 fase III). Fase keempat merupakan fase antesis dimana bagian-bagian bunga telah matang, mahkota bunga sudah mekar sempurna dan kelenjar nektar sudah mulai mengeluarkan bau yang khas. Bunga berbentuk seperti cawan dengan bunga betina yang mempunyai kepala putik berwarna hijau sedangkan bunga jantan mempunyai kepala sari berwarna kuning sehingga lebih mudah membedakannya. Diameter bunga betina 5 –10 mm lebih besar dari bunga jantan antara 4.5-9.5 mm. Periode mekar bunga dalam satu malai berlangsung antara 3-7 hari untuk bunga betina dan 14-21 hari untuk bunga jantan

(31)

(Gambar 5 fase IV). Secara singkat perkembangan kuncup bunga jarak pagar ini dapat dijelaskan dalam Tabel 1.

Berdasarkan hasil pengamatan (Tabel 1 dan Gambar 5), diduga fase yang terbaik untuk aplikasi zpt adalah fase I. Pada fase tersebut organ reproduksi (pistil dan benang sari) belum terbentuk, sehingga masih memungkinkan untuk memanipulasi organ reproduktif. Aplikasi zpt dari golongan sitokinin (BAP) pada fase ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah bunga betina, sesuai dengan pernyataan Pan dan Xu (2010) bahwa induksi sitokinin mempunyai peran positif dalam regulasi aktivitas meristem malai sehingga meningkatkan jumlah bunga betina pada jarak pagar. Kendala yang dihadapi dalam mengidentifikasi tahap perkembangan fase I adalah pada fase tersebut tunas generatif masih sulit dibedakan dari tunas vegetatif. Aplikasi BAP pada fase perkembangan yang lebih lanjut diduga kurang efektif dalam meningkatkan jumlah bunga betina karena organ-organ reproduksi telah terbentuk.

Tabel 1 Perkembangan Kuncup Bunga Jarak Pagar di Lapang

Fase ke- Keterangan

I Fase muncul kuncup malai, berupa malai yang rapat dan menyatu, dan bagian - bagian bunga belum terbentuk.

II Pada fase ini malai sudah terbentuk dengan cabang-cabang yang jelas, dan bagian-bagian bunga sudah mulai terbentuk namun belum bisa dibedakan antara kuncup jantan dan betina.

III Pada fase ini, bagian-bagaian bunga telah lengkap terbentuk yaitu mahkota (petal), kelopak (calix), alat perkembangbiakan seperti putik (pistilum), bakal buah (ovarium), dan kelenjar nektar pada bunga betina serta benang sari (stamen) dan tangkai sari (filamen) pada bunga jantan. Bentuk kucup lonjong untuk bunga betina dan bulat untuk bunga jantan.

IV Fase bunga mekar, mahkota bunga sudah mekar sempurna dan kelenjar madu (nektarium) sudah mulai mengeluarkan bau yang khas. Bunga berbentuk cawan dan kepala putik berwarna hijau dan kepala sari berwarna kuning. Masa bunga mekar berlangsung antara 3-7 hari untuk bunga betina dan 14-21 hari untuk bunga jantan

(32)

Gambar 5. Perkembangan Kuncup Bunga Jarak Pagar

Malai Kuncup Bunga

Penampang Kuncup Bunga Fase III (♀) Fase I Fase II Fase III (♂) Fase IV (♂) Fase IV (♀)

(33)

Pengaruh BAP terhadap Pembungaan dan Pembuahan Jarak Pagar Aplikasi BAP pada konsentrasi 40-200 ppm yang diulang tiga kali berturut-turut selama tiga hari pada kuncup generatif, mempengaruhi jumlah bunga betina per malai, jumlah bunga jantan, rasio bunga betina dan jantan, pembentukan buah, bobot biji, serta jumlah biji per buah.

Jumlah Bunga Betina

Penggunaan BAP cenderung meningkatkan jumlah bunga betina jarak pagar. Konsentrasi BAP 160 ppm (B4) di dalam rumah kaca merupakan perlakuan yang memiliki jumlah bunga terbanyak yaitu 23.67 bunga tiap malainya, meningkat tujuh kali lipat dari tanaman kontrol (3.30 bunga/malai), konsentrasi BAP 120 dan 200 ppm secara statistik tidak berbeda nyata, tetapi jumlah bunga betina pada perlakuan BAP 120 ppm (B3) 14.33 bunga dan pada perlakuan BAP 200 ppm (B5) terdapat 11 bunga betina per malai meningkat 3-4 kali lipat dari tanaman kontrol (3.30 bunga/malai). Konsentrasi BAP 40 ppm (B1) dan BAP 80 ppm (B2) tidak meningkatkan jumlah bunga betina (Tabel 2) (Lampiran 2).

Perlakuan yang dilaksanakan di lapang memberikan pengaruh terhadap jumlah bunga yang hampir sama dengan perlakuan di rumah kaca (Lampiran 3). Peningkatan jumlah bunga betina juga terjadi pada tanaman dengan perlakuan BAP 160 ppm (16 bunga betina per malai) setara dengan perlakuan BAP 200 ppm (16.3 bunga betina per malai), sedangkan perlakuan BAP 40 ppm dan BAP 80 ppm menghasilkan bunga betina sebanyak 6.30 bunga per malai, lebih besar dari kontrol sebanyak 3.30 bunga. Di China, Pan dan Xu (2010) menggunakan senyawa serupa yaitu benzyl adenine dengan konsentrasi 160 ppm dan memperoleh jumlah bunga betina jarak pagar hingga 156 bunga betina per malai. Rendahnya respon jarak pagar dalam penelitian ini diduga terkait dengan perkembangan bunga yang sudah melewati fase I pada saat BAP diaplikasikan. Aplikasi BAP pada saat inisiasi bunga, diduga mempengaruhi proses morfogenesis sehingga memicu enzim pembungaan untuk mengakumulasi morfogen pembungaan dan meningkatkan jumlah bunga.

(34)

Tabel 2. Pengaruh BAP terhadap Pembungaan dan Pembuahan Jarak Pagar dalam Rumah Kaca dan Lapang

Peubah Perlakuan Rumah kaca Lapang Uji-t

Jumlah Bunga Betina B0 ( 0 ppm) 3.30 b 3.30 b tn B1 (40 ppm) 5.67 b 6.30 b tn B2 (80 ppm) 4.00 b 6.30 b tn B3 (120 ppm) 14.33 ab 11.30 ab tn B4 (160 ppm) 23.67 a 16.00 a tn B5 (200 ppm) 11.00 ab 16.30 a tn KK 26.08 (x) 20.79 (x) Jumlah Bunga Jantan B0 ( 0 ppm) 40.33 c 59.00 tn B1 (40 ppm) 74.00 a 86.00 tn B2 (80 ppm) 64.00 ab 63.67 tn B3 (120 ppm) 46.67 bc 82.33 * B4 (160 ppm) 55.67 abc 83.00 tn B5 (200 ppm) 45.00 bc 71.00 tn KK 18.16 20.11 Jumlah Total Bunga per malai B0 ( 0 ppm) 43.63 c 62.30 tn B1 (40 ppm) 79.67 a 92.30 tn B2 (80 ppm) 68.00 ab 69.97 tn B3 (120 ppm) 61.00 abc 93.63 * B4 (160 ppm) 79.34 a 99.00 tn B5 (200 ppm) 56.00 bc 87.30 tn KK 18.47 19.38 Rasio ♀:♂ B0 ( 0 ppm) 1: 8 bc 1:14 b tn B1 (40 ppm) 1:14 c 1:12-13 ab tn B2 (80 ppm) 1:16 c 1:9 ab tn B3 (120 ppm) 1:3 ab 1:7 ab tn B4 (160 ppm) 1:2-3a 1:4 ab tn B5 (200 ppm) 1: 4 abc 1: 3 a tn KK 7.15 (x) 26.00 Persentase Pembuahan (%) B0 ( 0 ppm) 42.67 85.30 tn B1 (40 ppm) 24.33 86.00 ** B2 (80 ppm) 44.67 89.00 ** B3 (120 ppm) 43.67 88.00 tn B4 (160 ppm) 14.33 80.00 ** B5 (200 ppm) 44.33 86.00 ** KK 40.79 (x) 9.77 Keterangan :

1. Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada α= 5%

2. KK = koefisien keragaman, (x) hasil transformasi (tn) tidak berbeda nyata, (*) berbeda nyata pada taraf 5%, (**) berbeda nyata pada taraf 1%.

Hasil uji-t menunjukkan pengaruh BAP pada tanaman di rumah kaca dan di lapang menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Respon jarak pagar

(35)

terhadap aplikasi BAP di rumah kaca lebih besar dari pada di lapang, diduga disebabkan kondisi rumah kaca yang lebih terkendali serta ternaungi dari pada di lapang yang terbuka pada beberapa kesempatan aplikasi pagi hari diikuti dengan hujan pada siang atau sore hari, sehingga ada kemungkinan terjadi pencucian terhadap BAP yang diaplikasikan.

Jumlah Bunga Jantan

Aplikasi BAP berpengaruh nyata terhadap rataan jumlah bunga jantan pada tanaman yang diletakkan di rumah kaca (Lampiran 4). Rata-rata jumlah bunga jantan per malai yang dihasilkan dari perlakuan aplikasi BAP 40, 30, 120, 160, dan 200 ppm berturut-turut adalah 74, 64, 55.7, 46.7, dan 45, sedangkan kontrol menghasilkan 40.3 bunga jantan per malai. Jumlah bunga jantan di lapang tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata (Lampiran 5), namun rata-rata jumlah bunga jantan tiap malai lebih banyak berkisar 59-86 bunga/malai dibandingkan dengan tanaman di rumah kaca hanya berkisar 40-74 bunga/malai. Hasil uji-t menunjukkan bahwa jumlah bunga jantan di rumah kaca lebih sedikit daripada di lapang, yang merupakan indikasi bahwa respon terhadap pembentukan bunga jantan di lapang lebih tinggi (Tabel 2).

Jumlah Total Bunga per Malai

Aplikasi BAP mempengaruhi total bunga yang terbentuk tiap malai pada tanaman yang disimpan di rumah kaca. Jumlah bunga terbanyak diperoleh dari perlakuan BAP 40 dan 160 ppm ( 79.67 dan 79.34 per malai), selanjutnya perlakuan BAP 80, 120, dan 200 ppm berturut-turut adalah 68, 61, dan 56 bunga per malai, sedangkan BAP 0 ppm menghasilkan jumlah bunga paling sedikit yaitu 43.63 bunga per malai. Jumlah keseluruhan bunga di lapang tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata berkisar 62.3-99 bunga per malai. Data ini menunjukkan bahwa respon perlakuan BAP lebih nampak pada kondisi terkontrol (rumah kaca). Rasio Bunga Betina dan Bunga Jantan

Meningkatnya jumlah bunga betina berpengaruh terhadap rasio bunga jantan dan bunga betina (Lampiran 6 dan 7). Pada tanaman yang ditempatkan dalam rumah kaca perlakuan B4 memperlihatkan rasio bunga betina dan bunga jantan 1:2-3 per malai, jauh lebih rendah dari kontrol (K) 1: 8 per malai. Rasio

(36)

bunga betina dan jantan yang diperoleh dari penelitian ini lebih kecil daripada beberapa penelitian yang dilaksanakan di Jawa Barat oleh Hasnam (2006) 1:16 per malai; Suherman (2009) 1:9 per malai; Rianti et al. (2010) 1:15 per malai.

Pertambahan jumlah bunga betina pada tanaman yang ditempatkan di lapang juga dapat menurunkan rasio bunga betina dan jantan. Perlakuan BAP 0, 40, 80, 120, 160 dan 200 ppm, menghasilkan rasio berturut-turut :14; 1:12-13; 1:9; 1:7; 1:4; dan 1:3 per malai (Tabel 2).

Penurunan rasio bunga betina dan jantan di rumah kaca diduga disebabkan oleh bertambahnya percabangan tiap malai sebagaimana ditunjukkan oleh jumlah bunga jantan serta total jumlah bunga per malai yang meningkat karena aplikasi BAP (Tabel 2). Selain itu perubahan kelamin bunga dari jantan menjadi betina di Lapang diduga juga terjadi sebagai akibat dari aplikasi BAP yang merubah kelamin bunga. Umumnya letak bunga betina dikelilingi oleh bunga jantan karena bunga betina muncul pada tangkai utama (Gambar 6a) (Utomo, 2008). Pada beberapa malai dengan bunga betina banyak ditemukan bunga betina yang dikelilingi oleh bunga betina yang lain (Gambar 6b). Perubahan kelamin ini diduga terjadi pada saat jaringan meristem generatif dalam kuncup bunga berdiferensiasi dan primordial stamen mengalami aborsi sehingga pistil yang berkembang. Wu et al. (2011) membagi perkembangan bunga jarak pagar dalam beberapa fase, pada fase awal teridentifikasi bahwa primordia bunga memiliki potensi untuk berkembang menjadi bunga jantan atau bunga betina, namun pada fase perkembangan lebih lanjut terjadi dominansi yang mengalahkan salah satunya sehingga muncul bunga jantan atau betina atau dominansi yang seimbang sehingga yang muncul adalah bunga hermafrodit.

Periode Bunga Mekar

Pengaruh BAP pada masa mekar bunga jantan dan bunga betina dalam satu malai tidak nyata. Lama mekar bunga jantan pada kontrol hampir sama dengan bunga yang diberi perlakuan. Lama mekar bunga jantan pada malai yang diberi perlakuan 0, 40, 80, 120, 160 dan 200 ppm berturut-turut adalah 14, 15, 18, 15, 16, dan 21 hari. Lama mekar bunga betina lebih pendek dari pada bunga jantan. Pada perlakuan yang sama, lama mekar bunga betina berturut-turut adalah

(37)

5.7 4.3 7.3 3.3 7.0 6.3 14.3 15.0 18.0 15.3 16.7 20.7 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 B0 B1 B2 B3 B4 B5 Hari Jantan Betina

5, 4, 7, 3, 7 dan 6 hari (Gambar 7). Lama mekar baik bunga jantan maupun betina lebih dipengaruhi jumlah bunga yang terbentuk tiap malai.

Gambar 6. Posisi Bunga Betina dalam Malai: a) bunga betina dikelilingi bunga jantan (BAP 0 ppm), b)bunga betina berdekatan dengan bunga betina yang lain (BAP 160 ppm)

Gambar 7. Pengaruh Perlakuan BAP terhadap Periode Mekar Bunga Jantan dan Betina per Malai Jarak Pagar a . b

(38)

Persentase Pembentukan Buah

Pembentukan buah dari tanaman yang diletakkan dalam rumah kaca berkisar 14-44 % pada seluruh perlakuan termasuk control (Lampiran 8), sedangkan tanaman yang diletakkan di lapang berkisar 80-89 % bunga berkembang menjadi buah (Lampiran 9). Rendahnya persentase pembentukan buah dalam rumah kaca walaupun bunga betina cukup banyak diduga karena bunga betina di dalam rumah kaca tidak terserbuki mengingat kondisi lingkungan rumah kaca yang tertutup sehingga minim bahkan tidak ada serangga penyerbuk. Penyerbukan jarak pagar diduga tidak dibantu oleh angin karena polen jarak pagar yang lengket dan menggerombol, sehingga tidak mudah diterbangkan angin. Tanaman yang berada di lapang terbuka terhadap berbagai serangga yang dapat membantu penyerbukan.

Perkembangan Buah

Perlakuan BAP tidak mempengaruhi diameter buah, diameter buah dapat diukur pada 14 hari setelah mekar (HSM) dimana stigma telah mengering dan rontok. Ukuran buah sebesar 0.3-0.5 cm, dan berwarna hijau muda. Diameter buah terus meningkat hingga 42 HSM pada saat diameter buah mencapai 2.5-3 cm dan berwarna hijau tua, bertekstur keras (Gambar 8).

Gambar 8. Perkembangan Diameter Buah

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 0 10 20 30 40 50 60 Dia m et er B ua h ( Cm )

Hari Setelah Mekar (HSM)

B1 B2 B3 B4 B5 B0

(39)

0 10 20 30 40 50 60 70 B1 B2 B3 B4 B5 B0 K a da r Air P a nen (%) Perlakuan

Pada 56 HSM warna kulit telah kuning merata dengan tekstur yang lunak, yang merupkan indikasi buah siap untuk di panen. Buah yang dipanen pada 56 HSM menunjukkan biji dengan kadar air yang masih tinggi pada seluruh perlakuan yaitu sebesar 40-60% (Gambar 9). Menurut Hasnam (2006b) benih jarak pagar merupakan benih ortodoks yaitu benih yang untuk dapat disimpan lama, harus disimpan dalam kondisi kadar air rendah. Kadar air yang diperlukan untuk mempertahankan mutu benih selama penyimpanan adalah kurang dari 7%, sedangkan bila biji akan diekstraksi menjadi minyak maka kadar air yang disyaratkan maksimal 11% .

Gambar 9. Kadar Air Biji Jarak Pagar Saat Panen Daya Berkecambah, Bobot Basah Biji, dan Jumlah Biji

Rendahnya persentase buah yang terbentuk pada jarak pagar yang disimpan dalam rumah kaca menyebabkan biji yang tersedia juga sedikit sehingga tidak mencukupi untuk dilakukan uji daya berkecambah, bobot biji serta jumlah biji. Oleh karena itu informasi mengenai pengaruh perlakuan BAP terhadap daya berkecambah, bobot biji serta jumlah biji jarak pagar dilakukan pada tanaman yang disimpan di lapang.

Daya berkecambah benih yang di beri perlakuan BAP dengan taraf konsentrasi 0-200 ppm menunjukan pengaruh yang tidak nyata, namun persentase dari keseluruhan perlakuan menunjukan DB dibawah 62%, termasuk kontrol hanya 55.57% dengan koefisien keragaman (kk) yang tinggi (Tabel 3). Hasil ini

(40)

jauh lebih rendah dari penelitian Kartika (2011) dimana perlakuan BAP 30-50 ppm pada jarak pagar menunjukan daya berkecambah sebesar 97.3-100 %.

Tabel 3. Pengaruh Perlakuan BAP di Lapang terhadap Daya Berkecambah (DB), Bobot Basah Biji, dan Jumlah Biji jarak pagar

Perlakuan Rata-rata Bobot Biji (gram) Jumlah Biji (butir) DB (%) B0 (0 ppm) 1.11 2.7 55.6 B1 (40 ppm) 1.13 2.6 61.1 B2 (80 ppm) 1.07 2.8 27.8 B3 (120 ppm) 1.18 2.2 47.2 B4 (160 ppm) 1.15 2.2 58.9 B5 (200 ppm) 1.21 2.5 44.4 Uji-f tn tn tn KK 6.51 11.47 47.77

Keterangan: DB = Daya berkecambah, KK = Koefisien keragaman, tn = tidak nyata

Rata-rata jumlah biji tiap buah pada seluruh perlakuan juga tidak berpengaruh nyata, 2-3 biji per buah dengan bobot rata-rata 1 gram per biji. Persentase pembentukan buah pada perlakuan BAP di lapang yang tinggi (Tabel 2) menyebabkan kompetisi akumulasi cadangan makanan sehingga pengisian biji tidak optimum.

(41)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Fase terbaik untuk aplikasi zpt diduga pada fase I yaitu pada saat bagian-bagian bunga belum terbentuk. Perlakuan BAP dapat meningkatkan jumlah bunga betina jarak pagar yang ditanam dalam rumah kaca dan lapang. Konsentrasi BAP 160 ppm menghasilkan jumlah bunga betina terbanyak 23.67 bunga betina per malai dalam rumah kaca dan 16 bunga betina per malai di lapang, dan meningkatkan jumlah bunga jantan per malai. BAP juga menurunkan rasio bunga betina:jantan hingga 1:2-3 pada perlakuan BAP 160 ppm. Persentase pembentukan buah di lapang berkisar 80-89 % sedangkan di rumah kaca 14-44%.

Saran

Kriteria fase perkembangan kuncup bunga yang tepat untuk aplikasi BAP perlu diteliti lebih rinci terkait ciri-ciri morfologisnya. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut terhadap kualitas benih serta kadar minyak biji.

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Adikarsih, R., dan J. Hartono. 2007. Pengaruh kemasakan buah terhadap mutu benih jarak pagar (Jatropha curcas L). Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar Jatropha curcas L., Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Vol 2: 143-148

Ahmad, A.S. 2008. Keberhasilan reproduksi dan system perkawinan jarak pagar (Jatropha curcas L.): Genotipe Lampung, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Skripsi. Progam Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Afandi, R. 2009. Keberhasilan reproduksi jarak pagar (Jatropha curcas L): penyerbukan alami dan buatan. Skripsi. Progam Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dadang. 2006. Pengenalan Hama Utama dan Potensial Tanaman Jarak Pagar. Prosiding Workshop Hama dan Penyakit Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn): Potensi Kerusakan dan Teknik Pengendaliannya. Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (SBRC) Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor (LPPM-IPB). Bogor. hlm 8-16.

Gomez, K.A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian (diterjemahkan dari : Statistical Procedures for Agriculture Research, penerjemah : E. Sjamsudin dan J.S. Baharsjah). Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 698 hlm.

Hambali, E. 2007. Peran perguruan tinggi dan lembaga penelitian dalam pengembangan pemafaatan hasil samping industri biodiesel dan bioetanol. Prosiding Konferensi Nasional 2007 Pemanfaatan Hasil Samping Industri Biodiesel dan Industri Etanol serta Peluang Pengembangan Industri Integratednya. Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (SBRC) Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor (LPPM-IPB). Bogor. hlm 7-21.

Hambali, E., A. Suryani, Dadang, Hariyadi, H. Hanafie,I.K. Reksowardojo, M. Rivai, P. Suryadarma, S.Tjitrosemito, T.H. Soerawidjaya, T. Prawitasari, T. Prakoso, W. Purnama. 2007. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Penebar Swadaya, Jakarta.

Hartono, J. dan Y. P. Wanita. 2007. Pengaruh kemasakan buah terhadap kadar minyak jarak pagar ( Jatropha curcas L.) Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar Jatropha curcas L., Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Vol 2: 177-180.

(43)

Hartati, Rr. S. 2006. Persentase bunga betina sebagai salah satu faktor penentu produksi benih jarak pagar (Jatropha curcas L.). Infotek Jarak Pagar. 1(5): 17

Hariyadi. 2005. Budidaya Tanaman Jarak (Jatropha curcas) sebagai Sumber Bahan Alternatif Biofuel. http://www.indobiofuel.com. [12 Maret 2011] Hasnam. 2006a. Biologi bunga jarak pagar (Jatropha curcas L). Infotek Jarak

Pagar (Jatropha curcas L). 1(4):13.

Hasnam. 2006b. Status perbaikan dan penyediaan bahan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L). Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. hlm 7-15.

Heliyanto, B. dan N. Asbani. 2007. Gayas (uret), hama utama pada wilayah pengembangan jarak pagar di Jember. Infotek Jarak Pagar (Jatropha

curcas L). 2(10):38.

Kartika. 2011. Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh untuk Menyerempakkan Mekar Bunga dan Masak Buah Jarak Pagar (Jatropha curcas L). Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Mahmud, Z. 2006. Anda bertanya? Kami menjawab!. Infotek Jarak Pagar (Jatropha curcas L). 1(5): 20.

Mahmud, Z., A. A. Rivaie dan D. Allelorung. 2006. Petunjuk Teknis Budidaya Jarak Pagar (Jatropha curcas L). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. 35 hlm.

Martono, R. W. A. (2009). Tinjauan keekonomian penetapan harga biji jarak pagar dan evaluasi non-edibility program jarak pagar nasional. J. Ilm. Tek. Energi. 1(8): 66-74.

Misnen. 2010. Penapisan Genotipe Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) untuk Toleransi terhadap Kekeringan. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nurcholis, M. dan S. Sumarni. 2007. Budidaya Jarak Pagar dan Pembuatan Biodiesel. Kanisius. Jakarta. 84 hlm.

Nurmasari, E. dan Djumali. 2010. Aplikasi ZPT pada tanaman jarak pagar untuk memacu pembungaan dan peningkatan produktivitas. Infotek Jarak Pagar (Jatropha curcas L). 2(9):34.

Pambudi, N.A. 2011. Potensi Jarak Pagar Sebagai Tanaman Energi di Indonesia. http://biofuelindonesia.blogspot.com. [10 Maret 2011]

Gambar

Gambar 1. Tunas Generatif (malai yang baru muncul)
Gambar 2. Bagian Bunga Jarak Pagar : a) betina  b) jantan
Gambar 4. Hama dan Penyakit yang Menyerang Jarak Pagar :a) Helicoverpa              armigera Hubner; b) Chrysochoris javanus Westw; c) Valanga
Gambar 5. Perkembangan Kuncup Bunga Jarak Pagar
+4

Referensi

Dokumen terkait

Peran generasi milenial pada tahap perencanaan kegiatan pengelolaan sampah plastik program Program Kemitraan Masayarakat (PKM) dari Unit Pelaksana Teknis (UPT)

Sedangkan perbedaannya adalah pada penelitian tersebut terdapat proses penyusutan terhadap arsip vital, namun pengelolaan arsip vital di Dinas Kependudukan dan

Pada Tabel 1, enam topik yang dijadikan bahan penelitian mempunyai skor rerata lebih rendah daripada skor ideal yang artinya mahasiswa mengalami kesulitan tentang

Hal ini terjadi karena pesaing-pesaing usaha tahu yang lebih modern, dipromosikan dan dijual dengan cara yang lebih modern sedangkan Tahu Cibuntu hanya dijual

Hasil Penelitian : Hasil uji ANOVA didapatkan rerata zona hambatan dengan nilai p < 0,05 yang menunjukkan perbedaan yang signifikan antara keenam kelompok perlakuan yaitu

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bukti empiris bahwa terdapat perbedaan perkembangan personal sosial antara anak yang sekolah di TK full day dan TK

Potensi energi matahari dapat diketahui dengan menggunakan data radiasi matahari yang diperoleh dari Surface meteorology and Solar Energy (SMSE) dari National

penelitian deskriptif kuantitatif. Populasi penelitian ini adalah karyawan yang berjumlah 95 orang dengan sempel 75 orang karyawan diambil dengan teknik simple random