ABSTRACT
ANALYSIS OF WATER QUALITY OF THE WAY TULANG BAWANG RIVER ESTUARY WITH TSS AND CHEMICAL PARAMETERS OF
NON-METALS
By
YUDIYANSYAH
The study of water quality from the estuary river of Way TulangBawang have been done at Sub-District Dente Teladas, District TulangBawang. Some parameters were measured such as DO (dissolved oxygen), pH, Temperature, TSS (Total Suspended Solid), COD (Chemical Oxygen Demand), BOD (Biologycal Oxygen Demand), Nitrate, Phosfate. The some methods are used to investigated the quality water such as Titrimetry for COD, grafity method tested TSS and also spectrometer uv-vis for nitrate and phosfate. To find out the water quality we used Index Pollution (IP) method compared with quality standard based on the Ministry of Environment in its 2003 decree No. 115. The result shows that the river has IP 1,960 (slight polluted), esturary has IP 5, 480 (moderate) and the slight – polluted also found at the sea which indicated with IP 2,497.
ABSTRAK
ANALISIS KUALITAS PERAIRAN MUARA SUNGAI WAY TULANG BAWANG DENGAN PARAMETER TSS DAN KIMIA NON LOGAM
Oleh
Yudiyansyah
Telah dilakukan analisis kualitas perairan Muara sungai Way Tulang Bawang yang berlokasi di Kecamatan Dente Teladas Kabupaten Tulang Bawang. Parameter yang diukur DO (Dissolved Oxygen), pH, Suhu, TSS (Total Suspended Solid), COD (Chemical Oxygen Demand), BOD (Biologycal Oxygen Demand) , Nitrat dan fosfat, analisis ini dilakukan dengan menggunakan metode titrimetri untuk uji COD, metode gravimetri untuk uji TSS, fosfat dan nitrat menggunakan spektrofotometer uv-vis. Untuk mengetahui status mutu perairan mura sungai menggunakan metode Indeks Pencemaran (IP) kemudian dibandingkan dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003. Hasil analisis menunjukkan IP perairan sungai 1,860 kondisi tercemar ringan, perairan muara 5,480 tercemar sedang dan perairan laut 2,497 kondisi tercemar ringan.
ANALISIS KUALITAS PERAIRAN MUARA SUNGAI WAY TULANG BAWANG DENGAN PARAMETER TSS DAN KIMIA NON LOGAM
Oleh
YUDIYANSYAH
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar MAGISTER SAINS
Pada
Program Pascasarjana Magister Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG
ANALISIS KUALITAS PERAIRAN MUARA SUNGAI WAY TULANG BAWANG DENGAN PARAMETER TSS DAN KIMIA NON LOGAM
(Tesis)
Oleh YUDIYANSYAH
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG
iv DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Karakter salinitas tiap profil kedalaman (bawah) dan penampang
melintang salinitas (atas) di estuari ... 11
2. Kampung-kampung pesisir di kecamatan Dente Teladas ... 12
3. Lokasi pengambilan sampel ... 43
4. Rata-rata DO pada masing-masing stasiun ... 46
5. Rata-rata pH pada muara Sungai Way Tulang Bawang ... 48
6. Rata-rata Suhu pada muara Sungai Way Tulang Bawang ... 49
7. Rata-rata TSS pada muara Sungai Way Tulang Bawang ... 51
8. Rata – rata COD pada muara sungai Way Tulang Bawang ... 52
9. Rata-rata BOD5 pada muara sungai Way Tulang Bawang ... 54
10. Hasil pindai panjang gelombang maksimum Nitrat ... 56
11. Rata-rata nitrat muara sungai Way Tulang Bawang ... 57
12. Grafik hasil pindai panjang gelombang maksimum fosfat ... 59
i DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... .. ... i
DAFTAR TABEL ... ... ii
DAFTAR GAMBAR ... ... iv
I. PENDAHULUAN ... ... 1
A. Latar Belakang dan Masalah ... 1
B. Tujuan Penelilitian ... 4
C. Manfaat Penelitian ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ... ... ... 5
A. Sungai Tulang Bawang ... 5
B. Muara Sungai ... 8
C. Pencemaran Air Sungai ... 13
D. Parameter Kualitas Air ... 18
E. Material Padatan Tersuspensi (TSS) ... 27
F. Status Mutu Air dengan Metode Indeks Pencemaran ... 30
G. Spektrofotometer ... 32
III. METODELOGI PENELITIAN ... ... 35
A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 35
B. Alat dan Bahan Penelitian ... 35
ii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43
A. Pengambilan Sampel ... 43
B. Hasil Pengukuran Secara Langsung (in situ) ... 44
C. Hasil Pengukuran di Laboratorium ... 44
D. Pembahasan ... 45
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 62
B. Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... ... 64
iii DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Jumlah panjang sungai di Kabupaten Tulang Bawang ... 7
2. Status kualitas air berdasarkan kadar oksigen terlarut ... 22
3. Status kualitas air berdasarkan kadar BOD5 ... 23
4. Status kualitas air berdasarkan kandungan nitrit ... 25
5. Indeks pencemaran (IP)... 31
6. Nilai rata-rata parameter yang diukur pada masing-masing lokasi ... 44
7. Hasil analisis rata-rata parameter fisika – kimia ... 45
Bukanlah
Kesabaran
Jika masih mempunyai batas
Dan
Bukanlah
Keikhlasan
PERSEMBAHAN
Sebuah karya sederhana ini penulis persembahkan teruntuk:
Ayahanda Tercinta Bapak, Ibuku Tercinta
Yang selalu memberikan kasih sayangnya, tak pernah lelah. Teristimewa
untuk Istriku Tercinta yang sudah mendampingi dan memberikan motivasi,
Kakak, Adik-adikku, anak-anakku dan Keponakan
–
keponakanku
Tersayang
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Menggala, Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang pada tanggal 29 Oktober 1981. Penulis merupakan anak ketiga dari
empat bersaudara dari pasangan Hi. Japar Jupri dan Hj. Enniwati.
Penulis mulai mengenal dunia pendidikan di Pendidikan Sekolah Dasar Negeri I Menggaala, diselesaikan pada tahun 1993 Penulis melanjutkan pendidikan dan
tercatat lulus dari SLTP Negeri I Menggala pada tahun 1996. Setelah itu, penulis menyelesaikan pendidikan di SMU Negeri I Menggala pada tahun 1999. Pada
tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dan diterima sebagai mahasiswa di Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi Dosen di Universitas Megow
Pak Tulang Bawang (UMPTB) pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Pada tahun 2008 penulis juga bekerja menjadi Pegawai Negeri Sipil di
Lingkungan Pemerintah Kabupaten Way Kanan sebagai Guru di SMA Negeri I Negeri Besar Kecamatan Negeri Besar. Pada Tahun 2013 penulis pindah ke Kabupaten Tulang Bawang dan saat ini menjadi Guru di SMAN 3 Menggala
SANWACANA
Alhamdulilah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT
yang Maha Indah dan Mencintai Keindahan, atas Rahmat dan Hidayah-Nya telah memberikan kemampuan penulis untuk menyelesaikan tesis yang berjudul : “Analisis Kualitas Perairan Muara Sungai Way Tulang Bawang dengan Parameter TSS dan Kimia Non Logam”.
Penelitian dan penulisan tesis ini tidak terwujud tanpa izin Alloh SWT, serta bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan segala ketulusan dan
kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Ibu Dr. Rinawati, selaku Pembimbing Utama sekaligus Pembimbing Akademik yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, pikiran serta selalu bersabar hati dan penuh perhatian dalam memberikan bimbingan,
ilmu, arahan dan dukungan dalam menyelesaikan tesis ini.
2. Bpk Dr. Hardoko Insan Qudus, M.S, selaku Pembimbing Kedua yang
3. Bapak Dr. Rudy T.M.Situmeang, M.Sc, selaku dosen penguji yang telah
banyak memberikan masukan, koreksi, kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini.
4. Prof. Sutopo Hadi, Ph.D, selaku Ketua Program Pascasarjana Magister
Kimia Universitas Lampung.
5. Seluruh dosen dan karyawan Jurusan Kimia FMIPA Unila.
6. Pak Drs. Supriyanto, M.S dan pak Diky Hidayat, M.Sc. yang sudah membantu dalam penyelesaian Tesis
7. Prof. Suharso, Ph.D., selaku Dekan Fakultas MIPA Universitas Lampung. 8. Staf administrasi FMIPA Unila (Mas Udin, Mbk Iin, Mbk Nora dan Pak
Gani
9. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, selaku Rektor Universitas Lampung.
10.Ayahanda tersayang Hi. Japar Jupri dan Ibunda tersayang Hj. Enniwati., atas segala doa yang tak henti menyemai bibit kasih sayang, perhatian, pengertian dan semangat.
11.Istriku tercinta Tita Mulyawati R, M.M, anak-anaku tersayang Farhan Haziq SM, Alya Khoirunnisa SM dan Aulia Azzahra SM yang senantiasa
memberikan doa dan motivasi.
12.Ses Evi, Aci Eva Linda, S.Pd dan Adikku tercinta Elliza Sri Kurniawati, Amd.Kep, keponakanku tersayang Via, Alvin, Putri, Adzam dan Daffa
13.Teman seperjuangan di Laboratorium Analitik : Bu Novita, Pak Armanto,
Bu Ika, Kristi, Juni, dan Setyo Terima kasih untuk kebersamaan, bantuannya, kisah dan semangat yang sungguh luar biasa.
14.Teman – teman di Magister Kimia Universitas Lampung angkatan 2013: Yulistia Anggraini, Devy Cendekia, Viqqi Kurnianda, M.Si., Bapak Irwan Sudarmanto, Ibu Sri Muwartiningsih, Ibu Tati Fatimah, Tutik, Raffel
Stevano, Septhian Try Sulistiyo, Laila Susanti, Rina Mediasari, Rodhiansyah, Iip Sugiharta, Wiria Saputri, Nanik Suwarso, Nopiani,
Syamsinar, Nurhaeni, Ni Putu Naris Berdianti, Sigit Mariyanto, Iwan Sariyanto, Nuris Salam, Bambang Kaidi, Hastin Kurniasih, Loecy Antari, Tri Endah, Widyastuti, Novi Akam Sabrina, Suparwati, Terima kasih atas
kebersamaan, kerja sama, semangat, keceriaan dan bantuannya.
15.Pak Hermono, S.Pd selaku Kepala Sekolah SMAN 3 Menggala, mas
sahmin dan syahrodi yang telah membantu dan memberikan motivasinya. 16.Teman – teman magister kimia angkatan 2014. Terima kasih atas
kebersamaannya.
Semoga kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan yang berlipat ganda dari
Alloh SWT. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat diharapkan.
Bandar Lampung, Januari 2016 Penulis
1
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sungai Way Tulang Bawang adalah Sungai yang melintas di Kabupaten Tulang Bawang yang panjangnya sekitar 165 km (BLHD Kab Tulang Bawang, 2013).
Keberadaan sungai tersebut sangat bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat dan sebagai lingkungan akuatik bagi makhluk hidup disekitarnya (Astuti
dan Damayanti, 2012). Namun dengan adanya peningkatan aktifitas manusia akhir-akhir ini di sepanjang aliran sungai telah memberikan pengaruh terhadap ekosistem perairan tersebut. Penduduk di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) banyak
memanfaatkan lahan dan air sungai untuk kegiatan perkebunan, industri, peternakan, dan budidaya ikan dengan sistem keramba, selain itu DAS sering digunakan untuk membuang limbah padat dan cair dari kegiatan industri maupun rumah tangga, serta
hasil proses erosi sebagai hasil kegiatan pembukaan hutan di DAS. Aliran sungai tersebut pada akhirnya akan bertemu dengan laut di muara. Semua bahan buangan
yang berasal dari sepanjang aliran sungai way tulang bawang dan dari laut yang terbawa oleh pergerakan arus akan terakumulasi di muara sungai.
Wilayah Muara Sungai memiliki karakteristik yang berbeda dengan laut maupun
2
serta mampu mengencerkan polutan dan membawanya ke laut saat surut. Sehingga
selain berfungsi sebagai penyimpanan zat hara wilayah ini juga sangat potensial terkena potensi sampah dan limbah, seperti muara sungai yang ada di Jawa Tengah
yaitu Sungai Babon yang kondisi bagian hulu dan hilir berdasarkan parameter kimianya (DO, Amoniak dan fenol) masuk kriteria tercemar (Harsono, 2002). Muara
sungai way Belau Bandar Lampung konsentrasi nitrat dan fosfat yaitu 0,11 - 0,29 mg/L dan 1,62 - 3,23 mg/L (Riena, 2012), konsentrasi ini melebihi baku mutu yang ditetapkan oleh Kementrian Negara Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004.
Limbah-limbah dari aktifitas manusia disekitar DAS Tulang Bawang, baik dari
pemukiman penduduk, aktifitas pertanian dan industri baik yang telah melalui perlakuan instalasi maupun yang belum pada umumnya dibuang ke aliran sungai,
hingga pada akhirnya terbawa oleh aliran menuju ke muara. Peningkatan kandungan limbah buangan indusri ini, rumah tangga (pemukiman) dan kegiatan pertanian (agro industri) pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas air sungai tersebut.
Peningkatan kandungan nutrien seperti N dan P, juga BOD (Biological Oxigen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand) yang terjadi pada perairan sungai
merupakan akibat dari ketiga aktifitas tersebut. Pencemaran air sungai ini pada akhirnya dapat mempengaruhi kualitas air laut sebagai muaranya. Konsentrasi nitrat dan nitrit berlebih akan mengakibatkan terganggunya proses pengikatan oksigen oleh
hemoglobin darah yang selanjutnya membentuk methemoglobin yang tidak mampu mengikat oksigen. Di samping itu, nitrit juga menimbulkan nitrosamin yang bisa
3
perairan) (Kemka et al., 2006). Pengaruh negatif dari eutrofikasi di perairan adalah
terjadinya perubahan keseimbangan antara tanaman air dengan hewan air, sehingga spesies ikan akan musnah (Darmono, 2001).
Parameter lain yaitu padatan tersuspensi berupa debu, pasir ,tanah liat yang masuk
ke sungai dan laut menyebabkan perairan ini menjadi keruh dan coklat, sedangkan partikel-parikel yang berukuran lebih besar dan berat akan mengendap di muara
sungai dan sekitarnya. Proses dinamika yang terjadi di perairan ini dapat menyebabkan pendangkalan, penyempitan mulut muara sungai (perubahan bentuk muara) dan juga berpotensi terjadi penurunan kualitas air di muara sungai (Anonim,
2002). Untuk keperluan rehabilitas maupun pengembangan perairan sungai way Tulang Bawang terutama di muara Sungai Way Tulang Bawang diperlukan suatu
penelitian yang akan memberikan informasi-informasi yang diperlukan dalam menyusun kebijakan pengembangan dan pengelolaan wilayah tersebut. Selama ini informasi tentang kondisi muara sungai Tulang Bawang masih sangat sedikit dan
tidak kontinyu untuk itu, dalam penelitian ini akan dilakukan kajian tentang kualitas air di muara sungai Way Tulang Bawang berdasarkan parameter fisik (TSS, pH dan
4
B. Tujuan penelitian
1. Menentukan konsentrasi TSS, pH dan suhu di muara sungai Way Tulang Bawang.
2. Menentukan konsentrasi nitrat, fosfat, COD dan BOD.
3. Mengetahui tingkat pencemaran di perairan muara sungai Way Tulang
Bawang berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 115 Tahun 2003 tentang status mutu air.
C. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai kondisi muara
5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sungai Tulang Bawang
Kabupaten Tulang Bawang terletak antara 3o45’’ – 4o40’’ Lintang Selatan 104o55’’
– 105o55’’ Bujur Timur, dan secara fisiografi daerah Tulang Bawang merupakan
dataran dengan ketinggian 0 – 39 meter di atas permukaan laut Wilayah ini terletak
di bagian hilir dari aliran 2 sungai besar yaitu Way Mesuji dan Way Tulang Bawang yang bermuara ke Laut Jawa yang berada di bagian Timur wilayah Tulang Bawang.
Daerah Kabupaten Tulang Bawang dengan kantor pusat Pemerintahan di Kota Menggala, yang diresmikan menjadi ibukota Kabupaten Tulang Bawang oleh Menteri Dalam Negeri pada tahun 1997 (BLHD Kabupaten Tulang Bawang, 2007).
Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kabupaten Tulang Bawang dibagi menjadi 3 sistem utama yaitu :
1. DAS Way Seputih
Way Seputih mengalir di sebelah selatan wilayah Kabupaten Tulang Bawang
6 2. DAS Way Tulang Bawang
Way Tulang Bawang dan anak sungainya dibagian tengah dan selatan wilayah Kabupaten Tulang Bawang
3. DAS Way Mesuji
Way Mesuji dan anak-anak sungai mengalir dibagian utara wilayah Kabupaten Tulang Bawang dan sekaligus batas administrasi dengan wilayah Provinsi
Sumatera Selatan.
Ketiga sungai tersebut bermuara di laut Jawa dengan jarak antar muara sekitar 35 km. Dipandang dari sistem sungai, maka dapat diidentifikasi bahwa konsentrasi
penduduk dan aktivitas kehidupannya lebih terkonsentrasi di daerah pedalaman atau daerah tangkapan hujan. Kondisi tersebut akan menyebabkan sumberdaya air akan
lebih banyak ancaman atau gangguan dari segi konflik kepentingan alam budidaya lahan maupun sumber daya airnya. Tingkat kekeruhan air bertambah tinggi karena erosi tanah. Kegiatan reboisasi belum dapat mengimbangi laju penggundulan hutan.
Hanya sedikit yang sudah diketahui dampak degradasi pada sungai-sungai dan morfologi pesisir (debit, endapan, erosi pantai dan pelumpuran). Way Tulang
Bawang, Way Seputih membawa komponen tanah yang besar. Dari Way Seputih saja terangkut sekitar 10,5 juta ton endapan ke laut setiap tahunnya (Sumber : Dinas Perairan Kab. Tuba, 2006). Jumlah dan panjang sungai di Kabupaten Tulang
7 Tabel 1. Jumlah dan panjang sungai di Kabupaten Tulang Bawang
Sumber: Dinas pengairan Kabupaten Tulang Bawang, 2007
Sungai sangat penting dalam pengelolaan kewilayahan karena fungsi fungsinya
untuk transportasi, sumber air bagi masyarakat, perikanan, pemeliharaan hidrologi rawa, dan lahan basah. Sebagai alat angkut, sungai membawa sedimen (lumpur, pasir), sampah, dan limbah serta zat hara, melalui wilayah pemukiman ke terminal
akhirnya, yaitu laut. Dampaknya adalah terciptanya dataran berlumpur, pantai berpasir dan bentuk pantai lainnya. Dengan berkurangnya debit sungai dan semakin besarnya beban penggunaan, maka pengaruh terhadap kualitas air semakin jelas
terlihat. Kesehatan masyarakat dan lingkungan akan terancam bilamana penurunan kualitas air sungai terus berlanjut hingga di bawah baku mutu yang ditetapkan.
No Sungai Anak sungai Panjang (Km) 4 Sungai yang menginduk sungai mesuji
8 B. Muara Sungai (Estuaria)
Estuaria adalah perairan semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar (Pickard, 1970). Percampuran akan terjadi bila kedua massa air tersebut bersentuhan, air tawar
akan terapung diatas air laut karena densitas air tawar lebih ringan dibandingkan dengan densitas air laut (Nyabakken, 1992). Densitas air laut dipengaruhi oleh
salinitas dan suhu akan tetapi di estuari, salinitas perairan dalam proses percampuran lebih dominan dibandingkan suhu karena dua alasan, yaitu : (1) kisaran salinitas yang lebih besar dibandingkan kisaran suhu dan (2) kedalaman yang relatif dangkal
sehingga percampuran di estuari dipengaruhi perbedaan salinitas dibandingkan perbedaan suhu. Pengaruh kombinasi air laut dan air tawar tersebut akan
menghasilkan suatu komunitas yang khas antara lain
a. Tempat bertemunya arus sungai dan arus pasang surut yang berlawanan menyebabkan suatu pengaruh yang kuat terhadap sedimentasi, pencampuran
air, dan ciri-ciri fisik lainnya, serta mempngaruhi besar biotanya.
b. Pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan suatu sifat fisika
lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun sifat air laut.
c. Perubahan yang terjadi akibat adanya pasang surut mengharuskan komunitas
mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya. d. Tingkat kadar garam di daerah estuari tergantung pada pasang surut air laut,
9 Secara umum estuari mempunyai peran ekologis penting antara lain ; sebagai sumber
zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang surut, penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan yang bergantung pada estuaria sebagai tempat
berlindung dan tempat mencari makan (feeding ground) dan sebagai tempat untuk bereproduksi dan/tempat tumbuh besar (nursery ground) terutama bagi sejumlah ikan
dan udang. Perairan estuaria secara umum dimanfaatkan manusia untuk tempat pemukiman, tempat penangkapan dan budidaya ikan, jalur transportasi, pelabuhan, dan kawasan industri (Bengen, 2000).
Aktifitas yang ada dalam rangka memanfaatkan potensi yang terkandung di wilayah
pesisir, seringkali saling tumpang tindih, sehingga tidak jarang pemanfaatan sumberdaya tersebut justru menurunkan atau merusak potensi yang ada. Hal ini
karena aktifitas-aktifitas tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, mempengaruhi kehidupan organisme di wilayah pesisir, melalui perubahan lingkungan di wilayah tersebut. Sebagai contoh, adanya limbah buangan baik dari
pemukiman maupun aktifitas industri, walaupun limbah ini mungkin tidak mempengaruhi tumbuhan atau hewan utama penyusun ekosistem pesisir di atas,
namun kemungkinan akan mempengaruhi biota penyusun lainnya. Logam berat, misalnya mungkin tidak berpengaruh terhadap kehidupan tumbuhan bakau (mangrove), akan tetapi sangat berbahaya bagi kehidupan ikan dan udang
10 Stomel (1951), diacu dalam Pickard dan Emery (1970) mengklasifikasikan sirkulasi
dan pola stratifikasi di estuari kedalam 4 tipe yaitu :
1. Estuari yang bercampur secara vertikal atau sempurna (vertically mixed estuary,
Gambar 1a), biasanya dangkal dan airnya bercampur secara vertikal sehingga
massa airnya menjadi homogen dari permukaan sampai kedasar sepanjang estuari. Salinitas meningkat dengan jarak sepanjang estuari dari hulu sampai ke mulut atau
hilir. Pada tipe estuari bercampur sempurna, energi pasut lebih besar daripada debit sungai dan mengakibatkan suatu proses pengadukan dan percampuran yang sangat efektif. Airnya bercampur secara vertikal (Brown,1989).
2. Estuari stratifikasi sebagian (partially stratified estuary, Gambar 1B). Terjadi pada suatu wilayah yang mempunyai debit sungai lebih kecil atau setara dengan energi pasut (Riley and Skirrow, 1975). Energi pasang akan menstimulir terjadi
pengadukan dan percampuran kedua massa air sungai dan air laut diestuari, tipe estuari tercapur sebagian mempunyai sifat antara lain : salinitas meningkat dari kepala sampai ke mulut pada semua kedalaman, massa air masing-masing berada
pada 2 lapisan, dimana lapisan atas sedikit lebih rendah dibandingkan yang lebih dalam, tidak terbentuk gradien densitas (Diane, et al. 1999).
3. Estuari stratifikasi tinggi (highly stratified estuary, Gambar 1c), lapisan atas
salinitas meningkat dari dekat nol pada sungai sampai mendekati laut diluar mulut perairan yang lebih dalam. Pada estuari ini ada halocin diantaranya perairan atas
11 4. Estuari baji garam (salt wedge,Ggambar 1d), air bersalinitas tinggi menyusup dari
laut seperti baji dibawai air sungai. Estuari baji garam mempunyai penampakan yang hampir sama dengan estuari stratifikasi sedang dan tinggi. Ada gradien
horisontal sari salinitas di dasar seperti pada estuari stratifikasi sebagian dan sebuah gradien salinitas vertikal seperti estuari stratifikasi tinggi. Tipe estuari biji
garam umunya terjadi di wilayah yang mempunyai aliran air sungai lebih dominan dari pada energi pasut, sehingga sirkulasi massa air didominasi oleh energi massa air yang masuk dari dan mengakibatkan terbentuknya gradien densitas nyata pada
batas pertemuan massa air sungai dan massa air laut yang disebut baji garam. Adanya gradien densitas menyebabkan proses pengadukan dan percampuran
kurang efektif (Brown, 1989). Karakter sirkulasi dan pola stratifikasi terlihat pada Gambar 1.
12 Muara sungai way tulang Bawang terletak di Kabupaten Tulang Bawang bagian
utara kecamatan Dente Teladas yang berbatasan dengan laut jawa. Di sekitar muara tersebut sebagian besar merupakan kampung-kampung pesisir dan terdapat tambak
udang dalam jumlah yang cukup luas. Kampung - kampung di wilayah Kecamatan Dente Teladas yaitu : Teladas, Kekatung, kuala teladas, Mahabang, Sungai Nibung,
Pasiran Jaya, Bratasena Adiwarna dan Bratasena Mandiri. Diwilayah ini juga terdapat industri budidaya udang modern milik PT Central Pertiwi Bahari (PT CPB), Kampung- kampung di daerah pesisir kecamatan Dente Teladas dapat dilihat pada
Gambar 2.
13 C. Pencemaran Air Sungai
Air dapat tercemar oleh komponen-komponen anorganik, diantaranya berbagai logam berat yang berbahaya. Komponen-komponen logam berat ini berasal dari
kegiatan industri Kegiatan industri yang melibatkan penggunaan logam berat antara lain industri tekstil, pelapisaan logam, cat/ tinta warna, percetakan, dan bahan
agrokimia, beberapa logam berat tersebut ternyata telah mencemari air, melebihi batas yang berbahaya bagi kehidupan (Wisnu, 2004).
Selain aktifitas industri, pencemaran air sungai juga berasal dari aktifitas masyarakat seperti aktifitas rumah tangga, dan aktifitas pertanian. Dalam aktifitasnya,
masyarakat menggunakan bahan kimia seperti sabun, detergen, dan pestisida. Limbah bahan kimia tersebut dibuang dan dihanyutkan ke dalam badan air, sehingga
air semakin tercemar. Pencemaran badan air yang disebabkan oleh unsur hara yang berlebih dapat menyebabkan eutrofikasi. Biomassa dari vegetasi ini setelah mati akan mengalami proses pembusukan/dekomposisi yang dilakukan oleh bakteri dan
berlangsung secara aerob, artinya proses tersebut membutuhkan oksigen terlarut. Jika ketersediaan oksigen terlarut semakin sedikit, maka proses penguraian akan
berjalan secara anaerob yang menghasilkan berbagai senyawa yang bersifat toksik dan menimbulkan bau yang busuk seperti amoniak (Soemarwoto, 2004).
Tiga jenis limbah rumah tangga yaitu limbah pertama berupa sampah, limbah ke dua berupa air limbah yang dihasilkan dari kegiatan mandi dan mencuci, kemudian
14 limbah ini jika tidak dikelola dengan baik, dapat berpotensi mencemari lingkungan
sekitar. a. Sampah
Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhir suatu proses. Sampah didefinisikan oleh manusia menurut derajat keterpakaiannya,
dalam proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada produk-produk setelah dan selama proses alam tersebut berlangsung. Akan tetapi dalam kehidupan manusia didefinisikan konsep lingkungan maka sampah dapat dibagi
menurut jenis-jenisnya yaitu sampah alam, manusia, konsumsi, nuklir, industri dan sampah pertambangan.
Berdasarkan sifatnya :
1. Sampah organik dapat terurai (degredable)
Sampah organik adalah sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan, sayuran, daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat
diolah lebih lanjut menjadi kompos.
2. Sampah anorganik tidak dapat terurai (indegradable)
Sampah anorganik adalah sampah yang tidak mudah membusuk, seperti plastik, wadah pembungkus makanan, kertas, plastik mainan, botol dan gelas minuman, kaleng, kayu dan sebagainya. Sampah ini dapat dijadikan sampah
komersil atau sampah yang laku dijual untuk dijadikan produk lainnya.
b. Air limbah
Air limbah adalah air buangan yang dihasilkan dari suatu produksi industri
15 dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai
ekonomis. Dalam konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama kesehatan manusia sehingga
perlu dilakukan penanganan terhadap limbah.
c. Sampah manusia
Sampah manusia (human waste) adalah istilah yang biasa digunakan terhadap
hasil-hasil pencernaan manusia, seperti feces dan urin. Sampah manusia dapat menjadi bahaya yang serius bagi kesehatan karena dapat digunakan sebagai sarana perkembangan penyakit yang disebabkan karena virus dan bakteri. Salah satu
perkembangan utama pada dialektika manusia adalah pengurangan penularan penyakit melalui sampah manusia dengan cara hidup yang higienis dan sanitasi.
Permasalahan ekologis yang menjadi perhatian utama adalah menurunnya kualitas
perairan oleh masuknya bahan pencemar yang berasal dari kegiatan manusia seperti, sampah pemukiman, sedimentasi, industri, pemupukan dan pestisida. Bahan pencemar yang berasal dari pemukiman pada umunya dalam bentuk limbah (organik
dan anorganik) dan sampah. Bahan pencemar yang terdapat dalam air limbah dapat berupa bahan terapung, padatan tersuspensi atau padatan terlarut. Selain itu limbah
juga mengandung mikroorganisme seperti virus, bakteri dan protozoa. Komposisi air limbah domestik sangat bervariasi tergantung pada tempat, sumber dan waktu. (Mara, 2004).
16 nitrogen, fosfor, sulfur dan mineral lainnya (Porpraset, 1989). Limbah organik yang
masuk ke dalam perairan dalam bentuk padatan akan langsung mengendap menuju dasar perairan, jika tidak dimanfaatkan oleh fauna perairan lain, seperti ikan,
kepiting, bentos dan lainnya, maka akan segera dimanfaatkan oleh mikroba, baik mikroba aerobik maupun anaerobik ataupun mikroba fakultatif (Garno, 2002).
Kegiatan dalam bidang pertanian, secara langsung maupun tidak langsung dapat menyebabkan kualitas perairan menjadi menurun. Hal ini disebabkan karena residu dari penggunaan pupuk dan pestisida akan mengalir ke badan air sungai. Residu
pestisida yang masuk ke perairan akan terserap pada partikel tersuspensi dan partikel yang diam atau terpisah ke dalam substrat organik. Residu tersebut umumnya
mempunyai sifat afinitas yang kuat terhadap komponen lipid dan bahan organik yang hidup. Bahan aktif pestisida sukar dihilangkan setelah masuk ke badan perairan, karena memiliki tingkat kestabilan yang cukup tinggi. Bahan aktif tersebut tidak
mudah larut dalam air, tetapi larut dalam lemak serta menempel pada partikel-partikel halus. Akibatnya residu pestisida akan terkumpul dan terakumulasi dalam perairan, sehingga menyebabkan perairan menjadi tercemar dan merusak ekosistem
di dalamnya (Connel and Miller, 1995).
Residu pupuk yang tidak terserap tanaman, mengandung unsur nitrogen dan fosfor yang cukup tinggi, sehingga dapat merangsang pertumbuhan alga dan tanaman air
lainnya. Kelimpahan hara nutrisi ini dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi (penyuburan perairan) (Kemka et al., 2006). Pengaruh negatif dari eutrofikasi di
17 Kegiatan budidaya perikanan dengan teknik keramba jaring apung yang berlangsung
di badan air, merupakan kegiatan yang langsung berhubungan dengan perairan sungai, sehingga berdampak langsung terhadap perairan sungai yaitu penurunan
kualitas perairan. Limbah yang dihasilkan oleh kegiatan tersebut pada umunya berupa limbah organik berupa sisa pakan (pellet). Pakan yang tidak termanfaatkan
dari kegiatan budidaya ikan intensif merupakan suatu hal yang dapat mengganggu lingkungan perairan serta dapat menyebabkan terpacunya eutrofikasi (kesuburan periran) di ekosistem perairan sungai.
Begitu juga halnya dengan kegiatan peternakan yang terdapat di sempadan sungai,
merupakan penghasil limbah organik berupa kotoran hewan dan sisa pakan yang masuk ke badan air sungai. Walaupun sebagian besar limbahnya tergolong limbah
padat, tetapi saluran pembuangan limbah dari kegiatan peternakan akan membawa limbah cair organik dengan kandungan zat tersuspensi yang tinggi. Di samping itu, limbah ternak dapat merupakan sumber nitrogen dan fosfor yang dapat
mengakibatkan terjadinya eutrofikasi pada badan air. Keadaan ini dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan ekologis dan bahkan dapat menyebabkan
kematian biota perairan serta merusak estetika perairan.
D. Parameter Kualitas Air
Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan
18 Parameter fisik menyatakan kondisi fisik air atau keberadaan bahan yang diamati
secara visual/kasat mata, yang termasuk parameter fisik ini adalah TSS (Total Suspended Solid), warna, rasa, bau, suhu.
Parameter Kimia menyatakan kandungan unsur/senyawa kimia dalam air, seperti kandungan oksigen, bahan organik (dinyatakan dengan BOD, COD, TOC), mineral
atau logam, derajat keasaman, nutrient/hara, dan kesadahan.
Parameter mikrobiologis menyatakan kandungan mikroorganisme dalam air, seperti bakteri, virus, dan mikroba pathogen lainnya. Berdasarkan hasil pengukuran atau
pengujian, air sungai dapat dinyatakan dalam kondisi baik atau tercemar. Sebagai acuan dalam menyatakan kondisi tersebut adalah baku mutu air, sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2004.
1. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktifitas ion hidrogen dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat
keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilah pH = 7 adalah netral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7
dikatakan kondisi perairan bersifat basa (Effendi, 2003). Adanya karbonat, bikarbonat dan hidroksida akan menaikkan kebasaan, sementara adanya asam-asam mineral bebas dan asam-asam karbonat menaikkan keasam-asaman suatu perairan.
Nilai pH dapat mempengaruhi spesiasi senyawa kimia dan toksisitas dari unsur-unsur renik yang terdapat di perairan, sebagai contoh H2S yang bersifat toksik
19 2. Senyawa-senyawa nitrogen
Nitrogen di perairan terdapat dalam bentuk gas N2, NO2-, NO3-, NH3 dan NH4+ serta sejumlah N yang berikatan dalam kompleks organik (Haryadi, 2003).
Sumber nitrogen terbesar berasal dari udara, sekitar 80% dalam bentuk nitrogen bebas yang masuk melalui sistem biologis dalam kondisi aerobik.
Menurut Chester (1990), keberadaan nitrogen di perairan dapat berupa nitrogen anorganik dan organik. Nitrogen anorganik terdiri atas ion nitrit (NO2-), ion nitrat (NO3-), ammonia (NH3), dan ion ammonium (NH4+), sedangkan nitrogen organik
berupa protein, asam amino dan urea akan mengendap dalam air. Effendi (2003) bentuk-bentuk nitrogen tersebut mengalami transformasi (ada yang melibatkan
mikrobiologi dan ada yang tidak) sebagai bagian dari siklus nitrogen, transformasi nitrogen secara mikrobiologi mencakup hal-hal sebagai berikut : a) Asimilasi nitrogen anorganik (nitrat dan ammonium) oleh tumbuhan dan
mikroorganisme (bakteri autotrof) untuk membentuk nitrogen organik misalnya asam amino dan protein
b) Fiksasi gas nitrogen menjadi amonia dan nitrogen oleh mikroorganisme.
Fiksasi gas nitrogen secara langsung dapat dilakukan oleh beberapa jenis alga Cynophyta (alga biru) dan bakteri
N2 + 3H2 2 NH3 (ammonia); atau NH4+ (ion ammonium)
Ion ammonium yang tidak berbahaya adalah bentuk nitrogen hasil hidrolisis ammonia yang berlangsung dalam kesetimbangan seperti reaksi berikut :
-20 Kondisi pada pH tinggi (suasana basa) akan menyebabkan ion ammonium
menjadi ammoniom hidroksida yang berdisosiasi dan bersifat racun (Goldman dan Horne, 1989)
c) Nitrifikasi yaitu oksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat dapat dilakukan oleh bakteri aerob. Nitrifikasi berjalan secara optimum pada pH 8 dan
berkurang secara nyata pada pH < 7 NH4+ + 3/2O2 2H+ + NO2- + H2O NO2- + ½ O2 NO3
-Hasil oksidasi ini sangat reaktif dan mudah sekali larut, sehingga dapat langsung digunakan dalam proses biologis (Henderson and Markland, 1987).
d) Amonifikasi nitrogen organik untuk menghasilkan ammonia selama proses
dekomposisi bahan organik. Proses ini banyak dilakukan oleh mikroba dan jamur yang membutuhkan oksigen untuk mengubah senyawa organik menjadi karbondioksida (Hederson dan Markland, 1987). Selain itu, autolisasi atau
pecahnya sel dan ekskresi ammonia oleh zooplankton dan ikan juga berperan sebagai pemasok ammonia.
e) Denitrifikasi yaitu reduksi nitrat menjadi nitrit (NO2-), dinitrogen oksida (N2O)
dan molekul (N2). Proses reduksi nitrat berjalan optimal pada kondisi anoksik (tidak ada oksigen). Dinitrogen oksida adalah utama dari denitrifikasi pada perairan dengan kadar oksigen sangat rendah, sedangkan molekul nitrogen (N2)
adalah produk utama dari proses denitrifikasi pada kondisi anaerob. Proses denitrifikasi akan berkurang atau lambat pada kondisi pH dan suhu rendah,
21 3. Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen,DO)
Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terlarut dalam air. Okigen terlarut dalam air merupakan faktor penting sebagai pengatur metabolisme tubuh
organisme untuk tumbuhan dan berkembang biak. Sumber okesigen terlarut dalam air berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer, arus atau aliran air
melalui air hujan serta aktifitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton (Novonty and Olem, 1994). Difusi oksigen atmosfer ke air bisa terjadi secara langsung pada kondisi air diam atau terjadi karena agitasi atau pergolakan massa
air akibat adanya gelombang atau angin. Difusi oksigen dari atmosfer ke perairan pada hakekatnya berlangsung relatif lambat, meskipun terjadi pergolakan massa
air atau gelombang. Semakin banyak jumlah DO, maka kualitas air semakin baik. Jika kadar oksigen terlarut rendah maka akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degredasi anaerobik yang mungkin saja terjadi, satuan DO dinyatakan
dalam persentase saturasi (Salmin, 2000)
Kekurangan oksigen dapat dialami karena terhalangnya difusi akibat stratifikasi salinitas yang terjadi. Rendahnya kandungan DO dalam air berpengaruh buruk
terhadap kehidupan ikan dan kehidupan akuatik lainnya, dan jika tidak ada sama sekali DO mengakibatkan munculnya kondisi anaerobik dengan bau busuk dan
permsalahan estetika (Sumeru, 2008).
Dalam sungai yang jernih dan deras, kepekatan oksigen mencapai kejenuhan. Faktor pembatas kepekatan oksigen terlarut bergantung kepada : suhu, kehadiran
tanaman fotosintesis, tingkat penetrasi cahaya, tingkat kederesan aliran air, dan jumlah bahan organik yang diuraikan dalam air seperti sampah, ganggang mati
22 Tabel 2. Status kualitas air berdasarkan Kadar Oksigen Terlarut (Jeffries and Mills, 1996)
4. BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Kebutuhan oksigen biologi suatu bdan air adalah banyaknya oksigen yang
dibutuhkan organisme yang terdapat didalamnya untuk bernafas selama lima hari. Untuk itu perlu diukur kadar oksigen terlarut pada saat pengambilan contoh air
(DO0 hari) dan kadar oksigen terlarut dalam contoh air yang tersimpan selama lima hari (DO5 hari). Selama dalam penyimpanan itu harus tidak ada penambahan oksigen melalui proses fotosintesis, dan selama lima hari itu semua organisme
yang berada dalam contoh air bernafas menggunakan oksigen yang ada dalam contoh air tersebut (Suin, 2002)
BOD5 merupakan salah satu indikator pemcemaran organik pada suatu perairan.
Perairan dengan nilai BOD5 tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar oleh bahan organik. Bahan organik akan distabilkan secara biologik dengan
23 pengurai aerobik dalam suatu volume limbah pada suhu 20 cC. Hasilnya
dinyatakan dalam bpj (ppm). Jadi BOD sebesar 200 ppm berati bahwa 200 mg oksigen akan dihabiskan oleh contoh sebanyak satu liter dalam waktu lima hari
pada suhu 20 oC (Sastrawijaya, 2000)
Jika jumlah bahan organik dalam air hanya sedikit, maka bakteri aerob mudah memecahkannya tanpa mengganggu keseimbangan oksigen dalam air. Tetapi jika
jumlah bahan organik itu banyak, maka bakteri pengurai ini akan berlipat ganda karena banyak makanan dan menyebabkan kekurangan oksigen. Oksigen aerobik dapat menyebabkan penurunan oksigen terlarut di perairan sampai pada tingkat
rendah, sehingga kondisi perairan menjadi anaerob yang dapat mengakibatkan kematian organisme akuatik (Lee et al,1978)
Tabel 3. Status Kualitas Air Berdasarkan Nilai BOD5 (Lee et al.,1978)
No Nilai BOD 5
5. COD (Chemical Oxygen Demand)
COD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dinyatakan dalam mg O2/L. Dengan mengukur nilai COD maka akan
24 maupun terhadap yang sukar atau tidak bisa diuraikan secara biologis (Suryanti
dkk, 2013).
COD erat kaitannya dengan BOD. Banyak zat organik yang tidak mengalami
penguraian biologi secara cepat berdasarkan pengujian BOD5. Tetapi senyawa-senyawa organik itu tetap menurunkan kualitas air. Karena itu perlu diketahui
konsentrasi organik dalam limbah dan setelah masuk dalam perairan. Pengujian COD dilakukan dengn mengambil contoh dengan volume tertentu kemudian dipanaskan dengan larutan kalium dikromat dengan kepekatan tertentu. Dengan
katalis asam sulfat diperlukan waktu dua jam, maka kebanyakan zat organik telah teroksidasi. Dengan penentuan jumlah kalium dikromat yang dipakai, maka COD
contoh dapat dihitung. Dalam pengujian ini tiga hal yang perlu diperhatikan :
a. Zat organik yang dapat mengalami biodegredasi yang biasanya dapat diuraikan oleh bakteri dalam uji BOD5
b. Zat organik yang dapat mengalami biodegredasi yang tidak dapat diuraikan
bakteri dalam kurun waktu lima hari, tetapi akhirnya akan terurai dan menurunkan kulitas air
c. Zat organik yang tidak dapat mengalami biodegredasi (Sastrawijaya, 2000)
25 Cr2O72- + Fe2+ Cr3+ + Fe3+ ………... . (2)
(merah kecoklatan)
Perak nitrat ditambahkan sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi, sedangkan merkuri sulfat ditambahkan untuk menghilangkan gangguan klorida
yang pada umumnya ada dalam air buangan.
6. Kandungan nitrat
Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat tumbuh dan berkembang, sementara nitrat merupakan senyawa toksik yang dapat
mematikan organisme air. Keberadaan nitrat di perairan sangat dipengarui buangan yang dapat berasal dari industri, bahan peledak, pirotehnik, dan pemupukan. Secara alamiah kadar nitrat biasanya rendah namun kadar nitrat
dapat menjadi tinggi sekali dalam air tanah di daerah yang diberi pupuk nitrat, nitrogen (Alaerts, 1987).
Keberadaan senyawa nitrat dalam perairan dengan kadar yang berlebih dapat
menimbulkan permasalahan pencemaran. Kandungan nitrogen yang tinggi disuatu perairan dapat disebabkan pleh limbah yang berasal dari limbah domestik, pertanian, peternakan, dan industri. Hal ini berpengaruh terhadap kelimpahan
fitoplankton. Kadar nitrogen yang tinggi dalam perairan dapat merangsang pertumbuhan algae secara terkendali (blooming). Konsentrasi nitrit yang tinggi
26 Tabel 4. Status Kualitas Air Berdasarkan Kandungan Nitrit
No Kadar nitrit (mg/L) Status Kualitas Air
1 1 > 0,03 Tidak tercemar sampai tercemar sangat ringan
2 0,003 – 0,014 Tercemar sedang
3 >0,014 Tercemar berat
7. Kandungan Fosfat
Sepertinya halnya nitrogen, fosfor merupakan unsur penting dalam suatu ekosistem air. Zat-zat organik terutama protein mengandung gugus fospor,
misalnya ATP, yang terdapat didalam sel makhluk hidup dan berperan penting dalam penyediaan energi. Dalam ekosistem fosfor terdapat dalam tiga bentuk
yaitu senyawa fospor anorganik seperti ortofosfat, senyawa organik dalam protoplasma dan sebagai senyawa organik terlarut yang terbentuk dari proses penguraian tubuh organisme (Barus, 2004). Keberadaan fosfor di perairan sangat
penting terutama befungsi dalam pembentukan protein dan metabolisme bagi organisme. Fosfor juga berperan dalam pembentukan transfers energi didalam sel
misalnya adenosin triphosfate (ATP) dan adenosin diphospate (ADP). Ortofospat yang merupakan produk ionisasi dari asam ortofosfat adalah bentuk yang paling sederhana di perairan (Boyd, 1982)
Ortofosfat merupakan bentuk fosfat yang dapat dimanfaatkan secara langsung
oleh tumbuhan akuatik, sedangkan polifosfat harus mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan sebagai
27 lebih dari 0,1 mg/l, kecuali pada perairan yang menerima limbah dari rumah
tangga dan industri tertentu, serta dari daerah pertanian yang mendapat pupuk fosfat. Oleh karena itu, perairan yang mendukung kadar fosfat tinggi yang
melebihi kebutuhan normal organisme akuatik menyebabkan terjadinya eutrofikasi (Perkins, 1974)
E. Material Padatan Tersuspensi (TSS) di Estuari
Zat padat tersuspensi adalah bahan-bahan tersuspensi yang digolongkan sebagai
partikel diskrit (diameter > 1 µm)yang tertahan pada saringan milipore dengan diameter pori 0,45 m. TSS terdiri dari lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik
terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa kedalam badan air. Masuknya TSS kedalam perairan dapat menimbulkan kekeruhan air. Hal ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktifitas
primer perairan menurun, dan pada akhirnya dapat menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makanan.
Menurut Fardiaz (1992), TSS akan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam air,
sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosisntesis dan turbidity
(kekeruhan) air juga semakin meningkat. Mahida (1993) mendefinisikan turbidity
(kekeruhan) sebagai intensitas kegelapan di dalam air yang disebabkan oleh
bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan perairan umumnya disebabkan oleh adanya partikel-partikel suspensi seperti tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik terlarut,
28 Kekeruhan yang terjadi pada perairan seperti sungai lebih banyak disebabkan oleh
bahan tersuspensi berupa koloid dan parikel-partikel halus. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunnya sistem osmeregulasi seperti pernafasan dan
daya lihat organisme akuatik serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Menurut Koesoebiono (1979), pengaruh kekeruhan yang utama adalah penurunan
penetrasi cahaya secara mencolok, sehingga aktivitas fotosintesis fitoplankton dan alga menurun, akibatnya produktivitas perairan menjadi turun. Di samping itu (Effendi, 2003), menyatakan bahwa tingginya nilai kekeruhan juga dapat
menyulitkan usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air. Kekeruhan perairan sangat dipengaruhi oleh keberadaan TSS, zat-zat
terlarut, partikel-partikel dan warna air. Pengaruh kandungan lumpur yang dibawa oleh aliran sungai dapat mengakibatkan tingkat kekeruhan air meningkat, sehingga dapat menurunkan nilai produktivitas perairan (Nybakken, 1992).
Zat padat tersuspensi dapat dianalisis atau ditentukan secara gravimetri. Metode ini
digunakan untuk menentukan residu tersuspensi yang terdapat dalam contoh uji air dan air limbah secara gravimetri. Metode ini tidak termasuk penentuan bahan yang
mengapung, padatan yang mudah menguap dan dekomposisi garam mineral. Prinsip pengujian TSS dengan metode ini adalah dengan penyaringan contoh uji yang telah homogen dengan kertas saring yang telah ditimbang. Residu yang tertahan pada
saringan dikeringkan sampai mencapai berat konstan pada suhu 103ºC sampai dengan 105ºC. Kenaikan berat saringan mewakili padatan tersuspensi total (TSS).
29 Untuk memperoleh estimasi TSS, dihitung perbedaan antara padatan terlarut total
dan padatan total.
Sumber material padatan tersuspensi di estuari berasal dari
1. Sungai
Material ini berasal dari pelarutan batuan (seperti quartz, clay mineral), bahan-bahan organik di daratan (contoh sisa-sisa tanaman, material humic) da berbagai macam polutan (sewage)
2. Atmosfer
Bahan pencemar di udara yang melayang sebagai debu.
3. Laut
Berasal dari komponen biogeous yang berasal dari organisme laut (skeletal debri/tulang, material organik) dan komponen anorganik (berasal dari sedimen maupun yang terbentuk dalam kolam air laut itu sendiri)
4. Estuari itu sendiri
Material ini merupakan hasil dari proses-proses yang terjadi di estuari antara lain :
Flocculation, presipitasi, dan adanya proses produksi biologi yang menghasilkan material organik.
30 komponen organik maupun anorganik, termasuk didalamnya karena adanya clay
mineral tersuspensi yang dibawa oleh air sungai, spesies koloid dari besi (Fe) dan material organik yang terlarut seperti material humic. Distribusi dari material
partikulat di estuari dipengaruhi oleh proses-proses fisika seperti pola sirkulasi air, adanya gravitasi yang menyebabkan penenggelaman sehingga membentuk deposit
sedimen serta adanya resuspensi
F. Status Mutu air dengan Metode Indeks Pencemaran
Keputusan menteri lingkungan hidup nomor 115 Tahun 2003 pasal 1, status mutu air adalah tingkat kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air yang diukur
dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu dengan membandingkan baku mutu air yang ditetapkan.
Indeks pencemaran (IP) berbeda dengan Indeks Kualitas Air, indeks pencemaran ditentukan untuk suatu peruntukan kemudian dapat dikembangkan untuk beberapa
peruntukan bagi seluruh bagian badan air atau sebagian dari suatu sungai. Pengelolaan kualitas air atas dasar indeks pencemaran dapat memberikan masukan
pada pengambil keputusan agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar.
Definisi dari indeks pencemaran adalah apabila Lij menyatakan konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam Baku Peruntukan air (j) dan Ci
31 Rumus yang digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran pada sungai
digunakan persamaan 3 :
………. (3)
Dimana
Lij = Konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan pada baku mutu peruntukan air
Ci = Konsentrasi parameter kualitas air dilapangan
Pij = Indeks pencemaran bagi peruntukan (Ci/Lij)m = Nilai Ci/Lij maksimum
(Ci/Lij)R = Nilai Ci/Lij rata-rata
Metode ini dapat langsung menghubungkantingkat ketercemaran dengan dapat atau tidaknya sungai terpakai untuk penggunaan tertentu dan dengan nilai parameter-parameter tertentu, seperti ditunjukkan pada Tabel 5
Tabel 5. Indeks Pencemaran (IP)
Nilai IP Mutu Perairan
0 - 1,0 Kondisi baik
1,1 – 5,0 Cemar ringan
5,0 - 10 Cemar sedang
10 Cemar berat
32 G. Spektrofotometer
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer merupakan alat untuk mengukur intensitas yang
ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara reaktif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau
diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dibandingkan dengan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating
ataupun celah optis.
Pada fotometer filter, tidak mungkin diperoleh panjang gelombang yang benar-benar monokromatis, melainkan suatu trayek panjang gelombang 30 – 40 nm. Sedangkan
pada spektrofotometer, panjang gelombang yang benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber-sumber spektrum tampak yang kontinyu,
monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel atau blanko ataupun pembanding.
a. Sumber
Sumber yang biasa digunakan pada spektroskopi adalah lampu wolfram. Arus
33 0,2% pada sumber DC, misalkan baterai. Lampu hidrogen atau lampu deuterium
digunakan untuk sumber pada daerah UV.
b. Monokromator
Digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis. Alatnya dapat
berupa prisma ataupun grating. Untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian dapat digunakan celah. Jika celah posisinya tetap, maka prisma atau gratingnya yang dirotasikan untuk mendapatkan panjang
gelombang yang diinginkan
c. Sel absorpsi
Pada pengukuran didaerah tampak kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel
kuarsa karena tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvet adalah 10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan. Sel yang bisa digunakan berbentuk persegi, tetapi bentuk silinder juga dapat
digunakan
d. Detektor
Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang. Pada spektrofotometer, tabung pengganda elektron
yang digunakan prinsip kerjanya telah diuraikan (Khopkar, 2003).
34 membentuk senyawa kompleks berwarna kuning. Warna kuning yang terjadi
diukur intensitasnya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm.
Untuk fosfat akan bereaksi dengan amonium molibdat membentuk senyawa komples amoniumfosfomolibdat dan direduksi dengan asam askorbat membentuk
warna biru sehingga bisa diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 880 nm (Radojevic, 1998)
35 BAB III. METODE PENELITIAN
A.Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015
yang meliputi kegiatan di lapangan dan di laboratorium. Lokasi pengambilan sampel terletak disekitar perairan muara Sungai Way Tulang Bawang di Kecamatan Dente Teladas Menggala Kabupaten Tulang Bawang. Pengukuran
beberapa parameter dilakukan langsung dilokasi penelitian seperti pH, temperatur dan DO (dissolve oxygen), sedangkan analisa contoh air dilakukan di
Laboratorium FMIPA Kimia Analitik Universitas Lampung.
B.Alat dan bahan penelitian 1. Alat-alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : pH meter portable,
Vandorm/water sampler, Dissolve Oxygen (DO) meter portable, Neraca analitik, botol Winkler, Kertas saring, Spatula, Buret, Inkubator, Pemanas
36 2. Bahan-bahan yang digunakan
Sampel yang berasal dari Muara Sungai Way Tulang Bawang, Kristal Brusin, Kristal asam sulfanilat, NaCl 30%, HCl (p), H2SO4 (p), akuabides, FAS (Ferro
Amonium Sulfat), Indikator Feroin, K2Cr2O7, Ag2SO4, HgSO4, Kalium antimonil tartrat, Asam Askorbat, Amonium Molibdat
C.Prosedur Penelitian
a. Lokasi pengambilan sampel
Penentuan lokasi pengambilan sampel ditentukan berdasarkan keadaan perairan. Secara umum lokasi pengambilan sampel dibagi menjadi 3 zona:
a. Zona 1 didominasi air sungai, meliputi stasiun 1, 2 dan 3
b. Zona II yaitu daerah peralihan atau daerah pertemuan massa air laut dan air
tawar meliputi stasiun 4, 5 dan 6.
c. Zona III didominasi air laut, meliputi stasiun 7, 8, 9.
Sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam botol polyethylen dan disimpan ke
dalam kotak es (ice box) untuk dianalisis lebih lanjut di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA Unila.
b. Pengukuran secara langsung
Pengukuran secara langsung di lapangan mencakup parameter-parameter pH suhu dan DO (dissolve oxygen),
1. Pengukuran temperatur.
Contoh air diambil sebanyak 100 ml dimasukkan dalam wadah gelas, kemudian termometer elektronik dimasukkan dalam contoh air dan dicatat
37 2. Pengukuran pH (keasaman)
Sampel air diambil sebanyak 100 ml dimasukkan dalam wadah gelas, kemudian pH meter portable dimasukkan dalam contoh air dan dicatat
hasil yang terbaca pada alat.
3. Pengukuran DO
Contoh air diambil sebanyak 100 ml dimasukkan dalam wadah gelas,
kemudian DO Meter Portable dimasukkan dalam contoh air dan dicatat hasil yang terbaca pada alat.
c. Analisis di Laboratorium
a. Pembuatan Larutan Pereaksi Analisis COD 1. Pembuatan larutan FAS
- Ditimbang 9,75 gram FAS
- Di larutkan kedalam 5 ml H2SO4, selanjutnya ditambahkan 250
ml aquades
2. Pembuatan Larutan kalium dikromat (K2Cr2O7) 0,25 N 0,3064 gram K2Cr2O7 ditambahkan 25 ml akuades.
3. Pembuatan larutan asam sulfat – perak sulfat (Ag2SO4) 0,6 gram Ag2SO4 dilarutkan kedalam 60 ml H2SO4
b. Pembuatan larutan pereaksi analisis ion nitrat dan fosfat
1. Campuran brusin dan asam sulfanilat (analisis ion nitrat) - Ditimbang 1 gram brusin sulfat
- Ditambahkan 0,1 gram asam sulfanilat
38 - Ditambahkan 3 ml HCl (p), dikocok dan didinginkan
- Ditambahkan akuades hingga tanda batas
2. Pembuatan larutan campuran (analisis ion fosfat)
- Dimasukkan 50 ml H2SO4 5 N ke dalam beaker glass
- Ditambahkan 5 ml larutan kalium antimonil tartrat - Ditambahkan 15 ml ammonium molibdat
- Ditambahkan 30 ml larutan asam askorbat
3. Pembuatan Kalium Antimonil Tartrat (K(SbO)C4H4O6.1/2H2O) - Dilarutkan 1,3715 gram kalium antimonil tartrat dalam 400 ml
akuades - Dihomogenkan
4. Pembuatan Amonium Molibdat ((NH4)6Mo7O24.4H2O)
- Dilarutkan 20 gram ammonium molibdat dalam 500 ml akuades - Dihomogenkan
5. Pembuatan asam askorbat (C6H8O6 0,1 M)
- Dilarutkan 1,76 gram asam askorbat dalam 100 ml akuades - Dihomogenkan
c. Prosedur pengukuran TSS dengan Gravimetri
Metode analisa TSS berdasarkan SNI 06 – 6989. 3 - 2004
- Kertas saring dipanaskan di oven pada suhu sekitar 105oC selama 1 jam
39 - 250 ml sampel yang sudah dihomogenkan, dipindahkan secara kuantitatif
kedalam corong penyaring yang sudah ada filter kertas didalamnya. - Kemudian disaring dengan sistem vakum.
- Filter diletakkan diatas cawan arloji, kemudian dimasukkan kedalam oven, kemudian dipanaskan pada suhu 105 oC selama 1 jam
- Filter kertas didinginkan dalam desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang dengan cepat
- Diulangi pemanasan dan penimbangan sampai beratnya konstan atau
berkurangnya berat sesudah pemanasan, kurang dari 0,5 mg - Perlakuan diulang sebanyak 2 kali
Rumus perhitungan TSS terlihat pada Persamaan 4:
………. .. (4)
a = berat kertas saring dan residu sesudah pemanasan (gr) b = berat kertas saring sesudah pemanasan (gr)
c = volume sampel air (l)
d. Prosedur pengukuran COD
- Sampel yang telah disiapkan dihomogenkan
- Dipipet 5 ml sampel kemudian dipindahkan ke dalam tabung COD.
- Ditimbang 0,1 gram HgSO4 kemudian dimasukkan kedalam tabung COD.
40 - Ditambahkan 2,5 ml larutan baku kalium bikromat 0,250 N dan batu
didih ke dalam tabung COD.
- Tabung ditutup rapat dan dioven selama 2 jam pada suhu 150 oC lalu
didinginkan dan dipindahkan kedalam Erlenmeyer.
- Ditambahkan 2 – 3 tetes indikator feroin, selanjutnya kelebihan kalium
bikromat dititrasi dengan larutan baku ferro amonium sulfat 0,25 N sampai terjadi perubahan warna yang jelas dari hijau-biru menjadi coklat kemerah-merahan
- Diulangi prosedur diatas untuk penetapan blangko - Perlakuan diatas dilakukan sebanyak 2 kali
e. Penentuan kadar ion nitrat (NO3-) pada sampel SNI 06-6989.9-2004
- Dipipet 10 ml sampel dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250 ml - Ditambahkan 2 ml larutan NaCl dan 1 ml larutan campuran Brusin-asam
sulfanilat diaduk perlahan-lahan.
- Ditambahkan 10 ml H2SO4 (p) diaduk perlahan-lahan dan dibiarkan sampai dingin.
- Dimasukkan ke dalam kuvet dan diukur dengan alat spektrofotometer - Dicatat angka absorbansinya.
f. Penentuan kadar ion fosfat pada sampel
Metode analisa ion fosfat berdasarkan SNI 06 – 6989. 31- 2005
- Dipipet 50 ml sampel air dan dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 ml - Ditambahkan 1 tetes indikator Phenolphthalein
41 - Didiamkan selama 10 menit.
- Masing – masing larutan standar dimasukkan ke dalam kuvet kemudian dilakukan pengukuran absorbansi pada spektrofotometri dengan panjang
gelombang 880 nm
- Dicatat masing-masing absorbansi larutan
g. Pembuatan Kurva Kalibrasi
1. Larutan standar ion Nitrat
- Dioptimalkan alat spekrofotometri sesuai dengan petunjuk penggunaan alat untuk pengujian kadar nitrat
- Dipipet 10 ml larutan standar nitrat 0 ; 0,5 ;1; 2 ; 3 ; 4 ppm, kemudian dimasukkan masing-masing kedalam Erlenmeyer 250 ml
- Ditambahkan 2 ml larutan NaCl dan 1 ml larutan campuran Brusin-asam sulfanilat diaduk perlahan-lahan.
- Ditambahkan 10 ml H2SO4 (p) dibiarkan sampai dingin.
- Dimasukkan blanko kedalam kuvet lalu diukur absorbansinya pada
λ 410 nm
- Dibilas kuvet kedua lalu masukkan sampel kemudian ukur
absorbansinya pada λ 410 nm.
- Dicatat absorbansinya.
2. Larutan Standar ion Fosfat (PO43-)
- Dipipet masing-masing 50 ml larutan seri standar PO43- 0 ; 0,2 ; 0,4 ;
0,6 ; 0,8; 1 ppm dimasukkan kedalam 4 erlenmeyer 100 ml - Ditambahkan 1 tetes indikator phenolphthalein.
42 - Didiamkan selama 10 menit.
- Masing-masing larutan standar dimasukkan kedalam kuvet kemudian dilakukan pengukuran absorbansi dengan menggunakan blangko pada
spektrofotometri pada panjang gelombang 880 nm. - Dicatat masing-masing absorbansi larutan.
62 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Rata – rata konsentrasi DOo, pada air sungai, muara dan air laut adalah 4,58
ppm, 3,42 ppm dan 4,85 ppm, pH pada air sungai, muara dan air laut 6,93 ,
7,6 dan 8,03 suhu pada air sungai, muara dan air laut adalah 31,3 oC,
29,9 oC dan 29,4 oC
2. Rata – rata konsentrasi TSS pada air sungai, muara dan laut adalah 10.35 ppm, 28,7 ppm, 22,3 ppm, konsentrasi COD 16,4 ppm, 187,2 ppm, 198,2
ppm, BOD5 dengan konsentrasi 3,43 ppm, 17 ppm, 31,2 ppm, konsentrasi nitrat 0,10 ppm, 0,129 ppm, 0,22 ppm, konsentrasi fosfat sebesar 0,017 ppm, 0,007 ppm dan 0,016 ppm.
3. Tingkat pencemaran di perairan muara sungai Way Tulang Bawang dengan
Metode Indeks Pencemaran (IP) berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 115 Tahun 2003 tentang status mutu air, IP perairan sungai, muara dan laut adalah 1,860 ; 5,480 ; 2,497 dengan kondisi perairan tercemar ringan
63 B.Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh selanjutnya disarankan :
1. Perlu adanya pengkajian lebih lanjut tentang beban cemaran yang ada di muara sungai Way Tulang Bawang secara keseluruhan baik kimia logam
maupun non logam.
2. Perlu adanya pengkajian lebih lanjut tentang tingkat pencemaran berdasarkan perbedaan musim (musim hujan dan musim kemarau), serta perbedaan tingkat pencemaran berdasarkan kondisi pasang-surut air laut.
3. Perlu dilakukan analisis secara berkala untuk mengetahui peningkatan
64 DAFTAR PUSTAKA
Alaerts, G. dan S. S. Santika., 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional, Surabaya. Hlm 149.
Astuti, D.A. 2012. Status Mutu Air Sungai Suwatudi Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati. Jurnal Litbang 8 (2). Hlm. 110 – 116.
Bahri dan Faizal, A. 2006. Analisis Kandungan Nitrat dan Fosfat pada sedimen
mangrove yang termanfaatkan di Kecamatan Mallusetasi Kabupaten Barru. Oleh Masyarakat Di Desa Bulucindea Kecamatan Bungoro Kabupaten Pangkep. Asosiasi Konservator Lingkungan : Makassar.Hlm. 29 – 32.
Bryan, G. W. 1976. Heavy metals contamination in The Sea. In Johnston (Ed):
Marine Pollution. Academic Press, London New York. Pp 122 – 135.
Brown, J. 1989. Waves,Tides, and Shallower Water Processes. Pergamon Press in
association with The Open University , U.K. Pp. 180 – 187.
Bengen, D.G., 2004, Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem
Mangrove, Pusat kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB, Bogor.Hlm 13-26 .
Boyd, C.E. 1982. Water Quality In Warm Water Fish Pond. Auburn University Agricultural Experimenta Station. Auburn Alabama. Pp. 310 - 318.
Connel, D. W. dan G. J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Yanti Koestoer, penerjemah; Sahati, pendamping. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia Cetakan (UI-Press). Terjemahan dari Chemistry and Ecotoxycology off Pollution. Hlm. 515 - 520.
Chester R. 1990. Marine Geochemistry. London : Unwin Hyman Ltd. Pp. 346 – 383.
Dojildo, J.R., and G.A . Best. 1992. Chemistry of Water and Water Pollution. Ellis Horwood Limited. New York. Pp. 17-19.