• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

48 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pemasaran Jasa

Saat ini pemasaran jasa merupakan sektor ekonomi yang sangat besar dan tumbuh sangat pesat, karena jasa sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Payne dalam Hurriyati (2010) menyatakan bahwa pemasaran jasa merupakan suatu proses mempersepsikan, memahami, menstimulasi, dan memenuhi kebutuhan pasar sasaran yang dipilih secara khusus dengan menyalurkan sumber-sumber sebuah organisasi untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Dengan demikian manajemen pemasaran jasa merupakan proses penyelarasan sumber-sumber sebuah organisasi terhadap kebutuhan pasar. Pemasaran memberi perhatian pada hubungan timbal balik yang dinamis antara produk dan jasa perusahaan, keinginan dan kebutuhan pelanggan serta kegiatan para pesaing.

Bauran pemasaran jasa merupakan pengembangan bauran pemasaran. Bauran pemasaran (Marketing Mix) produk hanya mencakup 4P, yaitu: (Product, Price,Place dan Promotion). Sedangkan untuk jasa ke 4P tersebut masih kurang mencukupi, sehingga para ahli pemasaran menambahkan tiga unsur, yaitu: People,Process dan Customer Service (Manullang, 2008).

(2)

Pemasaran jasa berbeda dengan pemasaran produk karena:

a. Pemasaran jasa lebih bersifat intangible dan immaterial karena produknya tidak kasat mata dan tidak dapat diraba.

b. Produksi jasa dilakukan ketika konsumen berhadapan langsung dengan petugas sehingga pengawasan kualitas dilakukan dengan segera. Hal ini lebih sulit daripada pengawasan produk fisik.

c. Interaksi antara konsumen dan petugas merupakan bagian penting untuk dapat mewujudkan produk yang dibentuk.

2.2 Kualitas Pelayanan

2.2.1 Pengertian Kualitas Pelayanan

Cara menarik konsumen untuk menggunakan produk jasa adalah dengan memberikan kualitas pelayanan yang baik sehingga konsumen dapat merasakan kepuasan setelah mengkonsumsi jasa tersebut.

Tjiptono (2007) menyatakan bahwa kualitas pelayanan adalah suatu sikap atau cara karyawan dalam melayani konsumen secara memuaskan.Sedangkan Lovelock dan Wright (2007) menjelaskan bahwa kualitas pelayanan harus dimulai dari kebutuhan konsumen dan berakhir pada persepsi konsumen.

Menurut Kotler dan Keller (2009), kualitas adalah jaminan terbaik atas loyalitas pelanggan, bertahan terkuat perusahaan dalam menghadapi persaingan, dan satu-satunya jalan untuk mempertahankan pertumbuhan dan penghasilan.

(3)

Kata kualitas mengandung banyak definisi dan makna karena setiap orang akan berbeda dalam mengartikan, seperti kesesuaian dengan persyaratan atau tuntutan, kecocokan untuk untuk pemakai perbaikan berkelanjutan, bebas dari kerusakan atau cacat, pemenuhan kebutuhan pelanggan, melakukan segala sesuatu yang membahagiakan. Dalam perspektif TQM (Total Quality Management) kualitas dipandang secara lebih luas, yaitu tidak hanya aspek hasil yang ditekankan, tetapi juga meliputi proses, lingkungan dan manusia (Rangkuti, 2006).

Kualitas pelayanan dapat didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan para pelanggan atas layanan yang mereka terima. Kualitas pelayanan dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi para pelanggan atas layanan yang benar-benar mereka terima (Manulang, 2008).

Perusahaan jasa dan pelayanan lebih menekankan pada kualitas proses, karena konsumen biasanya terlibat langsung dalam proses tersebut. Sedangkan perusahaan yang menghasilkan produk lebih menekankan pada hasil, karena konsumen umumnya tidak terlibat secara langsung dalam prosesnya. Untuk itu diperlukan sistem manajemen kualitas yang dapat memberikan jaminan kepada pihak konsumen bahwa produk tersebut dihasilkan oleh proses yang berkualitas.

Kualitas pelayanan sangat dibutuhkan terutama di industri jasa pariwisata mengingat para pengunjung selalu mempunyai keinginan yang ingin dipenuhi dan dipuaskan. Pengunjung selalu mengharapkan untuk

(4)

mendapatkan pelayanan yang maksimal dari para penyedia jasa dengan kata lain mereka ingin diperlakukan secara profesional serta memperoleh sesuatu sesuai dengan yang mereka harapkan.

Kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual layanan setelah memakainya. Bila pelanggan merasa puas maka akan memberikan dorongan yang besar untuk melakukan pembelian ulang begitu pula sebaliknya. Jadi jika layanan yang diterima konsumen lebih dari yang diharapkan, maka layanan dapat dikatakan bermutu. Jika layanan yang diterima konsumen kurang dari yang diharapkan, maka layanan dikatakan tidak bermutu. Tetapi apabila layanan sama dengan harapan, maka layanan disebut memuaskan (Tse and Wilton dalam Tjiptono 2007).

2.2.2 Dimensi Kualitas Pelayanan

Menurut Rangkuti (2006) terdapat sepuluh kriteria umum atau standar yang menentukan kualitas pelayanan, yaitu:

a. Keandalan (Reliability)

b. Ketanggapan (Responsiveness) c. Kemampuan (Competence) d. Mudah diperoleh (Access) e. Keramahan (Courtesy)

(5)

g. Dapatdipercaya (Credibility) h. Keamanan (Security)

i. Memahami pelanggan (Understanding) j. Bukti nyata yang kasat mata (Tangibles)

Kualitas layanan (service quality) merupakan salah satu faktor dari harapan pelanggan yang terdiri atas beberapa elemen. Zeithaml et al dalam Lovelock et al (2010) menyatakan tingkat korelasi yang tinggi antara beberpa variabel, akhirnya mengkonsolidasikannya kedalam dimesi yang luas, yaitu :

a. Berwujud (Tangibles), yaitu yaitu bukti fisik dari jasa yang menunjang penyampaian pelayanan. Diantaranya, penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel, dam materi komunikasi.

b. Kehandalan (Reliability), yaitu kemampuan untuk melakukan pelayanan yang dijanjikan, dapat diandalkan, dan akurat

c. Daya tanggap (Responsiveness), yaitu kesediaan membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat.

d. Jaminan (Assurance), kemampuan para karyawan untuk menumbuhkan rasa percaya konsumen terhadap perusahaan, berupa :

1) Kredibilitas, yaitu kepercayaan, kejujuran penyedia pelayanan. 2) Keamanan, meliputi kebebasan dari bahaya, resiko atau keraguan. 3) Kompetensi, meliputi memiliki keterampilan dan pengetahuan yang

(6)

4) Sopan-santun, meliputi kesopanan, rasa hormat, pertimbangan, dan keramahan personel layanan.

e. Empati (Empathy), yaitu perhatian yang tulus yang diberikan kepada para konsumen, yang meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan dengan konsumen, komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para konsumen, berupa :

1) Akses, meliputi mudah didekati dan mudah untuk dikontak.

2) Komunikasi, meliputi mendengarkan pelanggan dan menjaga agar mereka terinformasikan dalam bahasa yang bisa mengerti.

3) Memahami pelanggan, meliputi membuat upaya untuk mengenali pelanggan dan kebutuhan mereka.

2.3 Emotional Reaction

2.3.1 Pengertian Emotional Reaction

Emosi dapat diartikan sebagai “consciousness of the occurrence of some physiological arousal followed by a behavioral response along with appraised meaning of both” (Sheth, et al., dalam Darsono, 2012). Dari definisi ini mengartikan bahwa emosi terdiri atas tiga komponen yang saling berkaitan diataranya fisiologis, behavioral, dan kognitif. Secara lebih rinci, elemen-elemen emosi ini dapat dijabarkan berdasarkan model fungsional menjadi anteseden (antecedent), penilaian (appraisal), perasaan (feeling), kecenderungan tindakan (action tendency), tindakan (action), dan tujuan (goal) (Roseman, et al., dikutip dalam Edwardson oleh Darsono, 2012).

(7)

Plutchik (dikutip Sheth, et al., oleh Darsono, 2012) mengidentifikasi delapan emosi primer yang masing-masing di antaranya dapat bervariasi intensitasnya: fear, anger, joy, sadness, acceptance, disgust, anticipation, dan surprise. Kombinasi dari emosi primer tersebut menghasilkan beberapa emosi lainnya, misalnya aggressiveness (antara anger dan anticipation), optimism (anticipation dan joy), love (joy dan acceptance), submission (acceptance dan fear), awe (fear dan surprise), disappointment (surprise dan sadness), remorse (sadness dan disgust), dan contempt (disgust dan anger)

Emosi dan mood states memainkan peranan penting dalam proses pengambilan keputusan konsumen, mulai dari identifikasi masalah sampai perilaku purnabeli. Umumnya, setiap produk tangible dan intangible memiliki “makna simbolis” (Belk dalam Holbrook dan Hirschman oleh Darsono 2012). Peranan makna simbolis sangat penting dan dominan dalam berbagai situasi, terutama dalam hedonic consumption. Menurut Hirschman & Holbrook dalam Darsono (2012) mendefinisikan hedonic consumption sebagai sisi perilaku konsumen yang terkait dengan aspek multisensori, fantasi, dan emosi dalam pengalaman seseorang dengan poduk/jasa tertentu. Terdapat empat tipe hedonic consumption menurut Sheth, et al., dalam Darsono (2012), yaitu sensory pleasure (seperti mandi sauna, menggunakan parfum, dan buble bath), aesthetic pleasure (mengunjungi galeri seni, membaca puisi, dan nonton opera), emotional experience (seperti naik roller-coaster, merayakan ulang tahun ke 17 di hotel mewah, megirim kado,

(8)

reuni sekolah, dan menonton telenovela di TV), dan fun and enjoyment (berolah raga, menari, menyanyi karaoke, main video game, dan berlibur).

Emosi juga memainkan peranan penting dalam tahap purnabeli. Krishnan & Olshavsky dalam Darsono (2012) menemukan bahwa emosi memiliki peranan ganda dalam kepuasan pelanggan, yaitu emosi yang timbul dalam persepsi terhadap kinerja dan emosi yang muncul selama proses evaluasi terhadap kinerja. Ditinjau dari sudut pandang model fungsional terhadap emosi, cognition appraisal merupakan bagian dari respons emosional dalam kepuasan pelanggan (Edwardson dalam Darsono, 2012). Jadi, dalam tahap purna beli konsumen tidak hanya merasakan kepuasan/ketidakpuasan, namun juga berbagai emosi lainnya, seperti marah, jengkel, kesal, sedih dan lain-lain. Dengan kata lain, konsumen bukan sekadar “attribute accountants” yang membandingkan harapan dan kinerja produk berdasarkan atribut-atribut kunci dalam penilaian kepuasan mereka (Swan dan Bowers dalam Darsono, 2012).

Dengan demikian, faktor emosional tidak boleh diabaikan dalam analisis perilaku konsumen. Pemahaman mengenai sisi rasional dan emosional konsumen dapat memberikan manfaat berupa gambaran yang lebih utuh mengenai perilaku konsumen secara keseluruhan (Darsono, 2012).

(9)

2.3.2 Dimensi Emotional Reaction

Oliver dalam Lache dan Trifu (2011) menunjukkan klasifikasi kepuasan dibuat berdasarkan tipe atau jenis reaksi emosional sebagai berikut:

a. The Content, yaitu mencerminkan reaksi emosional tentang rasa ketidakpuasan dan dapat dilihat sebagai bentuk keterlibatan yang lemah. b. The Pleasure, yaitu mencerminkan reaksi emosional atas kesesuaian

pembelian atau konsumsi sebuah produk, seperti kunjungan ke objek wisata.

c. The Relief, yaitu mencerminkan keadaan emosional seseorang yang berhasil menghindari terjadinya pengalaman negatif, karena minimnya informasi, dengan perbedaan kognitif atau tujuan lain atau faktor-faktor subyektif.

d. The Newness, yaitu mencerminkan tingkat yang kebutuhan epistemik puas, dimana pembelian harus memenuhi kebutuhan untuk memiliki sesuatu yang baru, berbeda dari produk atau pengalaman sebelumnya. e. The Surprise, yaitu membedakan dari keadaan sebelumnya, dengan

melihat kenyataan bahwa konsumen menerima sesuatu yang tidak mereka harapkan atau melihat fakta-fakta yang ada.

(10)

2.4 Revisit Intention

2.4.1 Pengertian Revisit Intention

Dalam perspektif proses konsumsi, perilaku pengunjung di objek wisata dibagi menjadi tiga tahap, yaitu pra kunjungan, selama kunjungan, dan pasca kunjungan. Perilaku pengunjung dapat di amati dari proses penetapan tujuan, evaluasi dan rencana perilaku masa depan.

Evaluasi yang dilakukan mengenai pengalaman perjalanan atau nilai yang dirasakan dan kepuasan pengunjung secara keseluruhan. Sedangkan rencana perilaku masa depan terlihat dari pertimbangan pengunjung dalam meninjau keinginan untuk kembali ke tujuan yang sama dan kesediaannya untuk merekomendasikan hal ini kepada orang lain (Rayan, 2002; William & Buswell, 2003; Chen & Tsai, 2007 dalam Som et al, 2012).

Beberapa penelitian sebelumnya mengidentifikasi bahwa pengunjung yang merasakan kepuasan dan pengalaman perjalanan yang menyenangkan berpengaruh positif pada rencana revisit (Jang & Feng , 2007; Alexandris et al, 2006; Chi & Qu, 2008 dalam Som et al, 2012). Namun Beigne et al, dalam Assaker (2011), berpendapat bahwa dalam pasar yang kompetitif, pengunjung yang puas juga bisa beralih ke rival karena kesempatan untuk mendapatkan kepuasan dan pengalaman yang lebih baik. Dalam pandangan lain, Cronin et al dalam Assaker (2011) menyatakan bahwa nilai yang dirasakan dapat menjadi prediktor yang lebih baik untuk rencana pembelian kembali (revisit) daripada sekedar kepuasan atau kualitas .

(11)

Sejumlah peneliti telah menggunakan tipologi wisatawan untuk memahami rencana pengunjung dari waktu ke waktu. Oppermann dalam Assaker (2011) mengidentifikasi tentang tipe-tipe pengunjung, yaitu somewhat loyal (tidak sering), loyal (setidaknya setiap tiga tahun) dan very loyal (tahunan dan dua tahunan).

Oppermann dalam Assaker (2011) memperdalam tipologi untuk mewakili seluruh penduduk dengan memperkenalkan jenis pengunjung lainnya, seperti non-purchasers (pengunjung yang tidak menyadari tujuannya), unstable purchasers (pengunjung yang memiliki tujuan teratur) dan disloyal purchasers (pengunjung yang tidak pernah datang kembali).

Terinspirasi oleh temuan tersebut, Feng dan Jang dalam Assaker (2011) mengusulkan segmentasi dibagi atas tiga bagian yang berpusat pada tujuan sementara revisit pengunjung :

a. Continuous repeaters, yaitu pengunjung yang memiliki konsisten tinggi dalam melakukan revisit dari waktu ke waktu.

b. Deferred repeaters, yaitu pengunjung yang memiliki keinginan rendah untuk melakukan revisit dalam jangka pendek. Namun memiliki keinginan untuk melakukan revisit dalam jangka menengah dan jangka panjang.

c. Continuous switchers, yaitu wisatawan yang memiliki konsisten rendah dalam melakukan revisit dari waktu ke waktu.

(12)

Feng dan Jang dalam Assaker (2011) juga mengelompokan waktu kunjungan kedalam tiga bagian, yaitu jangka pendek (kurang dari 1 tahun), jangka menengah (1 sampai 3 tahun) dan jangka panjang (3 sampai 5 tahun).

2.4.2 Dimensi Revisit Intention

Menurut Bahthiar dan Hariadi (2011) dimensi revisit intention dapat diklasifikasikan menjadi tiga dimensi, yaitu :

a. Continue purchasing, yaitu pengunjung yang berniat melakukan pembelian secara kontinyu atau berkala.

b. Purchase additional service, yaitupengunjung berniat membeli jasa layanan tambahan.

c. Test new services, yaitu pengunjung yang berniat untuk menguji jasa layanan baru.

2.5 Willingness to Recommendation

2.5.1 Pengertian Willingness to Recommendation

Shanka et al dalam Som (2012) menyatakan bahwa informasi mulut ke mulut dalam pemilihan tujuan wisata memberikan efek yang positif. Rekomendasi dari orang lain merupakan salah satu sumber informasi yang membuat orang tertarik untuk melakukan perjalanan atau kunjungan. Rekomendasi dari mulut ke mulut berperan penting dalam pemasaran pariwisata karena dapat diandalkan dan merupakan salah satu sumber

(13)

informasi yang paling dicari oleh para pengunjung potensial (Yoon & Uysal dalam Som, 2012).

Pengunjung berulang dapat meningkatkan word-of-mouth dan memberikan efek rekomendasi pada pengunjung potensial. Pengunjung yang puas terhadap objek wisata tersebut, biasanya lebih memilih untuk merekomendasikan kepada orang lain daripada melakukan revisit di masa depan (Wong & Kwong, 2004; Hui et al, 2007 dalam Som, 2012).

Menurut Tse dan Wilton dalam Tjiptono (2007), kepuasan atau ketidakpuasan konsumen adalah respon konsumen terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya (norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Terciptanya kepuasan konsumen dapat memberikan manfaat, diantaranya membentuk rekomendasi untuk menggunakan produk yang dimaksud. Konsumen yang merasa puas bahkan sangat puas atau sangat senang (delighted customer) cenderung akan menjadi duta organisasi (Apostles of a firm) dan menyebarkan berita yang baik tentang produk atau perusahaan.

2.5.2 Dimensi Willingness to Recommendation

Willingness to Recommendation merupakan kesediaan pengunjung untuk merekomendasikan berkunjung ke tempat objek wisata tersebut kepada orang lain. Bahthiar dan Hariadi (2011) mengungkapkan dimensi dari niat merekomendasikan adalah sebagai berikut :

(14)

a. Berbagi informasi (share information), yaitu memberikan informasi kepada orang lain mengenai objek wisata.

b. Berkata positif (say positive things), yaitu menginformasikan atau menyatakan hal- hal positif kepada orang lain tentang objek wisata. c. Rekomendasi (recommended friends), yaitu meyakinkan kepada orang

lain untuk berkunjung ke objek wisata.

2.6 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Nama

Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

Ida Manullang (2010) Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap kepuasan Pelanggan Jasa Penerbangan PT. Garuda Indonesia Airlines di Bandara Polonia Medan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan yang dilihat dari 5 dimensi: Tangibles, Reliability, Responsiveness, Assurance, dan Empathy secara simultan maupun parsial berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan jasa penerbangan PT. Garuda Indonesia Airlines di Bandara Polonia Medan. Variabel yang dominan memiliki pengaruh signifikan adalah reliability.

Grienda Agustin (2011) Pengaruh Persepsi Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Konsumen Pada Minat Pembelian Ulang (Study Pada Konsumen Toserba Luwes Palur)

Hasil penelitian yang telah dicapai dalam penelitian ini terbukti bahwa kualitas jasa tidak berpengaruh signifikan pada kepuasan konsumen (p > 0,05). Dan kepuasan konsumen berpengaruh signifikan secara langsung terhadap repurchase intention (p < 0,05)

pengunjung/konsumen Toserba Luwes Palur.

(15)

Ridho Bahthiar, Pramono Hariadi (2011) Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Niat Merekomendasikan Dan Mengulangi Kunjungan Yang Di Mediasi Oleh Kepuasan Pengunjung (Pemecahan Masalah Fenomena Bisnis Owabong)

Fasilitas Owabong waterpark tidak berpengaruh terhadap kepuasan pengunjungnya.

Empati staf Owabong waterpark tidak berpengaruh terhadap kepuasan pengunjung. Kesigapan staf Owabong waterpark berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pengunjungnya,

Keamanan Owabong waterpark berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kepuasan pengunjungnya

Kebermanfaatan Owabong waterpark berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pengunjungnya,. Owabong waterpark berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat pengunjung merekomendasikan pelayanan Owabong waterpark. Kepuasan pengunjung Owabong waterpark berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat pengunjung mengulangi kunjungan ke Owabong waterpark.

2.7 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Model Penelitian

Revisit Intention Emotional Reaction Kualitas Pelayanan Willingness to Recommendation

Gambar

Tabel 2.1  Nama
Gambar 2.1 Model Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Teknik pengolahan data yang dilakukan yaitu pemeriksaan (editing), (coding), dan tabulasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis tabel frekuensi

yang mudah didapat dalam masakan kuliner juga tersedia dalam aplikasi dan panduan sekitar cara pengolahan bahan-bahan yang akan dimasak tersebut. Resep Masakan Khas Kalimantan

31 BPP-S3/S3DN/1294/Diktis/2016 ZAINAL ARIFN STAI AL-QODIRI JEMBER - IV UNIVERSITAS NEGERI MALANG 32 BPP-S3/S3DN/13/Diktis/2016 MASTUR INSTITUT AGAMA ISLAM PANGERAN DIPONEGORO

Hal itu adalah untuk mengurangi ketidaknyamanan visual dan postur kerja, desain suatu perkakas kerja (handtools) untuk mengurangi kelelahan kerja, desain suatu peletakan instrumen

Kegiatan pembelajaran berikutnya yaitu membaca teks mengenai anggota tubuh hewan dan fungsinya. Salah satu siswa membacakan teks di buku pegangan siswa yang ditunjuk oleh guru

Kuadran ini merupakan prestasi Divisi Jasa Layanan Laboratorium LT- IPB Bogor dalam memberikan pelayanan dan karenanya atribut-atribut kualitas jasa yang mempengaruhi

Dalam bukunya Adi Kusrianto mengungkapkan: “Desain Komunikasi Visual adalah suatu disiplin ilmu yang bertujuan mempelajari konsep-konsep komunikasi serta ungkapan

Dengan terbentuknya beberapa Satlat di luar negeri tersebut maka peluang Tarung Derajat untuk menjadi salah satu cabang beladiri yang dipertandingkan di tingkat