• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Kondisi Umum

Keadaan tanaman secara umum seragam dan dapat tumbuh dengan baik, walaupun pertumbuhan tanaman tidak terlalu tinggi (75-100 cm) bila dibandingkan dengan pertumbuhan tanaman tomat di daerah dataran tinggi (mencapai 100-200cm). Suhu harian rata-rata di lapang adalah 34°C dengan kelembaban 66,21% Kondisi suhu lapang yang tinggi dan kelembaban yang rendah menyebabkan stress air yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman.

Gejala bercak coklat mulai terlihat di lapang pada umur tana man 4 MST dengan keparahan penyakit yang masih rendah dan berkembang pada minggu-minggu berikutnya. Penyakit lain yang banyak ditemukan di lapang ialah penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh cendawan Fusarium sp. Penyakit ini menyerang tanaman ketika umur 3-4 MST dengan kejadian penyakit sekitar 17,86% (pada 5 MST). Ketika tanaman mulai berbuah terlihat juga adanya penyakit yang menyerang buah. Gejala yang terlihat ialah pembusukan pada buah tomat yang berwarna kecoklatan, kadang ditemukan adanya massa spora cendawan yang berwarna merah muda yang membentuk lingkaran konsentris pada buah. Dapat diduga bahwa penyakit ini merupakan penyakit antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum sp. (CPC 1991).

15

Pengaruh Tepung Cangkang Rajungan dan Tepung Jamur Merang Terhadap Keparahan Penyakit Bercak Coklat

Gejala bercak coklat di lapang terlihat ketika tanaman berumur 4 minggu setelah tanam (MST) atau 7 minggu setelah semai (MSS) dengan keparahan penyakit yang masih rendah. Gejala ini muncul secara alami di lapang, kemungkinan penularan terjadi melalui angin, air hujan, terbawa benih atau dari tanaman sumber inokulum.

Berdasarkan hasil analisis ragam, perlakuan pemberian tepung cangkang rajungan cenderung menurunkan keparahan penyakit bercak coklat walaupun tidak berbeda nyata dengan kontrol, sebaliknya perlakuan pemberian tepung jamur merang dengan konsentrasi 1% cenderung meningkatkan keparahan penyakit bercak coklat. Namun perlakuan tepung cangkang rajungan memberikan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan tepung jamur merang konsentrasi 1% pada 1 MSA. Sedangkan pada 2 MSA dan 3 MSA pemberian tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang tidak berbeda nyata.

Perlakuan tepung cangkang rajungan denga n konsentrasi 0,04%, 0,2% dan 1% serta perlakuan tepung jamur merang 0,04% tidak berbeda nyata dengan kontrol namun menunjukan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan tepung jamur merang konsentrasi 1% pada 1 MSA. Walaupun tidak berbeda nyata, perlakuan tepung cangkang rajungan 0,04% menghasilkan keparahan penyakit bercak coklat yang paling rendah diantara perlakuan lainnya. Sedangkan pada perlakuan tepung jamur merang 1%, keparahan penyakitnya lebih tinggi dibandingkan kontrol, hal ini diduga karena nutrisi dari tepung jamur merang yang diberikan lebih banyak digunakan oleh cendawan patogen untuk tumbuh. Cendawan lebih banyak memanfaatkan karbon dari senyawa organik sebagai sumber nutrisi (Pelczar 1995). Sehingga pada kondisi tertentu bahan alami dapat menekan keparahan penyakit dan dapat pula mendukung pertumbuhan patogen. Keparahan penyakit meningkat pada minggu berikutnya.

Penggunaan bahan alami yang berasal dari tepung cangkang rajungan lebih efektif dalam menekan keparahan penyakit bercak coklat dibandingkan dengan tepung jamur merang. Pada 2 MSA dan 3 MSA, baik yang diberi perlakuan maupun kontrol ternyata perkembangan penyakit yang terjadi hampir sama

16

keparahannya. Walaupun tidak ada pengaruh yang nyata pada 2 MSA dan 3 MSA namun keparahan penyakit pada perlakuan tepung cangka ng rajungan 0,04% lebih rendah dibandingkan pada perlakuan yang lain dan juga kontrol. Besarnya keparahan penyakit selama tiga minggu pengamatan dapat dilihat dari nilai AUDPC (Area Under Diseases Progress Curve), pada perlakuan tepung cangkang rajungan 0,04% nilai AUDPC lebih rendah dibandingkan kontrol.

Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi besarnya keparahan penyakit bercak coklat. Pada pengamatan 2 MSA dan 3 MSA hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata, hal ini mungkin dipengaruhi oleh kondisi lapang seperti suhu, kelembaban dan curah hujan. Keparahan penyakit bercak coklat akan meningkat pada daerah yang curah hujannya tinggi, ketika percobaan dilakukan curah hujan yang terjadi sangat rendah sehingga me mpengaruhi terhadap perkembangan penyakit dan berpengaruh pula pada aktivitas mikroorganisme filoplan dalam menekan penyakit akibat pemberian bahan alami . Interaksi antara patogen, inang, agens antagonis dan mikroflora alami dalam perkembangan penyakit sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (Edwards et al 1994).

Tabel 3 Pengaruh tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang terhadap keparahan penyakit bercak coklat

Perlakuan Konsentrasi Keparahan penyakit (%)1 AUDPC (% minggu) 1 MSA 2 MSA 3 MSA

T. c. rajungan 1% 16,97b 23,31a 29,34a 34,81a 0,2% 15,19b 22,73a 35,06a 36,49a 0,04% 13,39b 13,79a 24,51a 25,85a T.jamur merang 1% 31,45a 31,36a 45,00a 53,91a 0,2% 23,32ab 25,68a 32,47a 40,74a 0,04% 15,08b 23,37a 33,28a 33,39a Kontrol 20,36ab 23,34a 30,98a 36,09a

1

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf nyata 5%.

17

Keparahan penyakit bercak coklat pada tiga bagian tanaman yaitu pada kanopi atas, tengah dan bawah menunjukan persentase penyakit yang berbeda dalam satu tanaman. Keparahan penyakit pada kanopi bawah selalu lebih tinggi dibandingkan pada kanopi atas. Hasil analisis ragam menunjukan tidak ada pengaruh perlakuan pemberian tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang terhadap keparahan penyakit pada tiga bagian kanopi tanaman.

Tabel 4 Keparahan penyakit bercak coklat pada tiga bagian kanopi tanaman1

Perlakuan Konsentrasi Keparahan penyakit (%)2

Kanopi atas Kanopi tengah Kanopi bawah T. c. rajungan 1% 2,29 20,47 64,38 0,2% 3,11 29,19 68,30 0,04% 0 17,11 54,43 T. jamur merang 1% 13,13 46,25 75,63 0,2% 9,22 25,36 54,97 0,04% 0 27,14 50,18 Kontrol 2,08 21,00 70,63 1

Pengamatan 3 MSA (minggu setelah aplikasi) 2

Uji Anova menyatakan tidak ada pengaruh nyata perlakuan tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang terhadap keparahan penyakit bercak coklat pada tiga bagian kanopi tanaman.

Pengaruh Tepung Cangkang Rajungan dan Tepung Jamur Merang Terhadap Populasi Mikroorganisme Filoplan

Perhitungan jumlah koloni dilakukan untuk mengetahui populasi total dari mikroorganisme yang ada di permukaan daun. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan alat hand counter. Pengamatan koloni bakteri dan cendawan dilakukan 24-36 jam setelah isolasi.

Dari hasil isolasi diperoleh jenis mikroorganisme bakteri dan cendawan. Koloni bakteri diperoleh dari medium King’s B dan NA sedangkan pada medium Martin Agar diperoleh koloni cendawan. Jumlah koloni bakteri lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah koloni cendawan begitu pula dengan keragamannya.

18

Pertumbuhan bakteri pada medium King’s B dan NA lebih cepat (24 jam) dibandingkan dengan pertumbuhan koloni cendawan (36-48 jam).

Jumlah koloni bakteri pada medium NA lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah koloni bakteri pada medium King’s B dan pada minggu ke-2 setelah aplikasi jumlahnya semakin meningkat. Populasi mikroorganisme filoplan pada daun tomat dengan adanya pemberian bahan alami tidak jauh berbeda dengan populasi mikroorganisme yang tidak diberi perlakuan (kontrol). Namun bila dilihat pada Tabel 5 mikroorganisme yang diberi perlakuan tepung cangkang rajungan populasinya lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberi perlakuan tepung jamur merang.

Tabel 5 Pengaruh tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang terhadap populasi mikroorganisme filoplan pada daun tomat ( 4 MST dan 5 MST)

Perlakuan Konsen-trasi

Populasi mikroorganisme filoplan (log cfu/g daun)

1 MSA 2 MSA Cendawan Bakteri Cendawan Bakteri King’s B NA King’s B NA T. c. rajungan 1% 0,83 6,45 7,42 2,33 6,72 7,70 0,2% 0,93 6,28 7,50 1,84 6,77 7,75 0,04% 2,33 6,32 7,29 3,36 6,75 7,74 T.jamur merang 1% 0 6,32 7,47 2,37 6,53 7,48 0,2% 2,25 6,39 7,51 1,65 6,45 7,45 0,04% 0,83 6,62 7,31 1,50 6,67 7,60 Kontrol 2,25 6,38 7,57 1,58 6,64 7,48

19

Pengaruh Tepung Cangkang Rajungan dan Tepung Jamur Merang Terhadap Keragaman Mikroorganisme Filoplan

Isolasi mikroorganisme daun dilakukan satu minggu setelah perlakuan. Untuk melihat keragaman mikroorganisme yang tumbuh maka dilakukan pengamatan terhadap ciri-ciri koloni yang tumbuh yang meliputi bentuk koloni, tepi, elevasi, warna dan ukuran koloni. Koloni dengan ciri-ciri yang berbeda diasumsikan merupakan jenis bakteri atau cendawan yang berbeda.

Tabel 6 menunjukanbahwa jenis bakteri yang tumbuh memiliki keragaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis cendawan yang tumbuh. Umumnya jenis bakteri yang tumbuh pada setiap perlakuan hampir sama keragamannya, begitupun dengan jenis cendawan yang tumbuh pada media martin agar. Keragaman yang tinggi mungkin disebabkan karena pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan yang heterogen menyebabkan tumbuhnya mikroorganisme dengan keragaman yang tinggi.

Jenis bakteri yang tumbuh pada medium NA memiliki keragaman yang tinggi bila dibandingkan dengan jenis bakteri yang tumbuh pada medium King’s B (pada pengamatan 2 MSA). Bakteri yang tumbuh pada medium King’s B terdiri dari bakteri jenis A, C, D, H, F,dan G, sedangkan bakteri yang tumbuh pada medium NA ialah jenis A, B, C, D, E, J dan H. Bekteri jenis A merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada medium King’s B dan NA pada setiap perlakuan dengan jumlah koloni yang banyak dan paling mendominasi.

Pada medium martin agar, cendawan yang umumnya tumbuh ialah cendawan jenis X yang memiliki ciri-ciri koloni cendawan (miselium) berwarna putih dengan tepian yang menyebar. Sedangkan pada medium King’s B umumnya koloni bakteri yang tumbuh bersifat flouresen, namun ada jenis lain yang bersifat nonflouresen. Bakteri yang bersifat flouresen juga ditemukan pada medium NA namun jumlahnya lebih sedikit.

Tabel 6 Pengaruh tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang terhadap keraga man mikroorganisme filoplan Perlakuan konsentrasi Jumlah dan jenis mikroorganisme filoplan

1 MSA 2 MSA

Cendawan Bakteri Cendawan Bakteri

MA King’s B NA MA King’s B NA T. c. rajungan 1% 2 (X, R) 7 (A,H,F,G,D,C,J) 4 (A,J,E,B) 2 (X, Y) 4 (A,H,D,I) 4 (A,J,D,H) 0,2% 3 (Q, Y, Z) 5 (H,C,G,D,J) 5 (A,B,C,J,F) 2 (X, Z) 4 (A,H,J,I) 5 (A,H,J,C,D) 0,04% 3 (X, R, Y) 4 (C,J,D,H) 6 (A,B,E,C,D,J) 2 (X, Y) 4 (A,H,J,I) 4 (A,C,J,I) T. jamur merang 1% - 2 (J,H) 4 (A,F,B,J) 1 (X) 4 (A,H,J,D) 6 (A,J,I,C,D,H) 0,2% 2 (X, Y) 4 (A,H,J,D) 5 (A,B,H,C,J) 2 (X, Y) 5 (A,I,H,C,D) 6 (A,J,H,D,C,I) 0,04% 1 (X) 3 (J,H,C) 4 (A,E,J,H) 1 (X) 4 (A,H,J,I) 5 (A,J,D,H,C) Kontrol - 2 (X, Y) 6 (J,H,C,A,D,G) 6 (A,H,J,B,D,C) 1 (X) 4 (A,H,J,I) 5 (A,J,D,H,B)

21

Ciri-ciri koloni bakteri:

A = Bentuk koloni bulat, dengan tepian licin, elevasi cembung dan berwarna putih B = Bentuk koloni konsentris, tepian tidak beraturan, elevasi timbul dan berwarna putih

C = Bentuk koloni filiform, tepian tidak beraturan, elevasi timbul dan berwarna kuning

D = Bentuk koloni bundar dengan tepian menyebar, elevasi timbul dan bersifat flouresen

E = Bentuk koloni bundar, tepian siliat, elevasi timbul dan berwarna kuning F = Bentuk koloni bundar dengan tepian karang, bercabang elevasi timbul dan berwarna kuning

G = Bentuk koloni keriput, tepian berombak, elevasi timbul dan berwarna kuning H = Bentuk koloni bundar, tepian siliat, elevasi timbul dan bersifat flouresen I = Bentuk tidak beraturan, tepian tidak beraturan, elevasi berbukit-bukit dan bersifat flouresen

J = Bentuk koloni bundar, tepian licin, elevasi timbul dan berwarna putih

Ciri-ciri koloni cendawan :

X = miselium berwarna putih dengan pusat koloni berwarna putih

Y = miselium berwarna putih dan tidak memiliki pusat koloni, pertumbuhan koloni sangat cepat.

Z = hijau kebiruan dengan pusat koloni hijau pusat, adanya pertumbuhan spora. Q = miselium berwarna putih dengan pusat koloni berwarna merah muda. R = hijau kebiruan dengan area kuning pada permukaannya

22

Kejadian Penyakit Layu Fusarium

Penyakit layu fusarium merupakan penyakit yang sangat merugikan pada tanaman tomat. Penyakit ini ditemukan di lapang dengan kejadian penyakit sekitar 17,86% atau 242 tanaman yang terserang layu fusarium dari total tanaman (1.355 tanaman). Gejala khas dapat dilihat pada pangkal batang yang membusuk dan berwarna coklat. Jika pangkal batang ini dipotong maka terlihat warna coklat yang berbentuk cincin pada berkas pembuluhnya (Chupp 1960). Tanaman yang terserang penyakit ini akan mengalami kelayuan dan akan menyebabkan kematian. Kelayuan dimulai dari tangkai daun kemudian menyebar ke seluruh tanaman.

Gambar 3 Gejala penyakit layu fusarium yang menyerang tanaman tomat Tabel 7 Pengaruh tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang terhadap

kejadian penyakit layu fusarium.

Perlakuan konsentrasi Kejadian Penyakit (%)1

4 MST 5 MST 6 MST T. c. rajungan 1% 8,13 9,38 14,38 0,2% 6,63 8,50 15,25 0,04% 3,50 6,50 10,50 T. jamur merang 1% 7,00 11,50 17,00 0,2% 5,00 8,00 11,50 . 0,04% 5,00 6,00 8,50 Kontrol 6,31 9,31 16,86 1

Uji Anova menyatakan tidak ada pengaruh nyata antara perlakuan terhadap kejadian penyakit layu fusarium.

23

Tabel 7 menunjukan bahwa pemberian tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang tidak berpengaruh terhadap kejadian penyakit layu fusarium, hal ini disebabkan karena aplikasi perlakuan lebih ditujukan untuk menekan perkembangan penyakit yang disebabkan oleh patogen daun (air borne) dengan aplikasi penyemprotan melalui daun, sedangkan layu fusarium disebabkan oleh patogen Fusarium sp. yang merupaka n patogen tular tanah (soil borne).

Penyakit Lain yang Ditemukan di Lapang

Penyakit yang Diduga Disebabkan oleh Virus.

Virus yang banyak menyerang tanaman tomat di lapang adalah virus yang menimbulkan gejala mosaik pada daun dan gejala keriting (Devi 1996). Virus yang menimbulkan gejala mosaik pada tomat antara lain CMV dan TMV, dan merupakan virus yang umum menyerang tanaman tomat (Walker 1952).

Gejala penyakit ini terlihat jelas pada daun. Terlihat adanya gejala mosaik pada bagian daun, sisi daun berwarna hijau muda sedangkan pada bagian tengah daun berwarna hijau tua. Permukaan daun menjadi tebal dan kaku, dan pertumbuhan tanaman terhambat. Kejadian penyakit ini masih tergolong rendah, karena dari seluruh tanaman di lapang hanya 4 tanaman yang menunjukan gejala (dari 1.355 tanaman). Di Kabupaten Malang, gejala penyakit ini cukup merugikan karena bila tanaman yang menunjukan penyakit ini, buah yang dihasilkan jumlahnya lebih sedikit bila dibandingkan dengan tanaman sehat (Wiyono 1983).

24

Tanaman yang terserang oleh TMV dan CMV hampir sama gejalanya, namun gejala yang ditimbulkan oleh CMV menyebabkan daun-daun cenderung menjadi sempit, bahkan kadang menyerupai tali sepatu yang bahasa inggrisnya disebut shoestring (Semangun 2000). Sedangkan gejala yang ditemukan di lapang hampir mirip dengan gejala TMV yaitu belang hijau muda atau kuning yang tidak teratur, bagian yang berwarna hijau muda tidak dapat berkembang dengan baik sehingga daun menjadi berkerut atau terpuntir (Semangun 2000).

Penyakit Rebah Kecambah (damping off)

Penyakit ini ditemukan di lapang ketika tanaman berumur 2-3 MST. Gejala yang terlihat ialah pada bagian pangkal batang yang dekat dengan permukaan tanah terjadi pembusukan berwarna kecoklatan. Kadang terlihat adanya miselium disekitar pangkal batang. Tanaman yang terserang penyakit ini menjadi rebah dan perakaran sedikit. Biasanya penyakit ini menyerang ketika tanaman berada di pembibitan hingga tanaman dewasa.

Gambar 5 Gejala penyakit rebah kecambah (damping off)

Penyakit rebah kecambah dapat disebabkan oleh cendawan Pythium sp. atau Rhizoctonia sp. Apabila suhu rendah Pythium lebih aktif menyerang namun apabila suhunya agak panas maka Rhizoctonia-lah yang paling banyak menyerang (Walker 1952). Jika dilihat dari kondisi lapang dengan suhu yang tinggi dan kelembaban tanah yang relatif rendah maka diduga cendawan yang menyerang ialah Rhizoctonia sp.

25

Penyakit Antraknosa (Colletotrichum sp.)

Ketika pembentukan buah, terlihat adanya penyakit yang menyerang buah tomat. Penyakit ini merupakan penyakit yang disebabkan oleh cendawan, karena terlihat adanya massa cendawan di sekitar gejala serangan. Gejala yang ditimbulkan berupa pembusukan pada buah berwarna kecoklatan yang dapat menurunkan kualitas buah. Infeksi biasanya terjadi pada buah yang sudah masak, namun dapat juga menyerang buah yang masih hijau. Di sekitar gejala dipenuhi oleh massa cendawan yang berwarna merah muda yang tumbuh secara konsentris.

Gejala ini hampir mirip dengan deskripsi gejala antraknosa, yaitu adanya lesio berwarna agak gelap pada permukaan buah (dengan diameter 12 mm), terdapat pembentukan cincin konsentris, pada keadaan yang basah terlihat adanya massa spora berwarna merah muda disekitar lesio (CPC 1991). Penyebab penyakit ini yaitu Colletotrichum sp., merupakan patogen yang memiliki kisaran inang yang luas.Suhu yang tinggi dan kelembaban yang rendah atau pada musim hujan adalah faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit serta sangat berperan dalam menyebabkan epidemi (Chupp 1960). Patogen dapat bertahan di dalam sisa tanaman sakit dan dapat terbawa oleh benih.

Gambar 6 Gejala penyakit Antraknosa pada buah tomat

Penyakit Kapang Daun (Cladosporium fulvum)

Penyakit kapang daun atau disebut juga Leaf mold merupakan penyakit yang banyak dijumpai pada pertanaman tomat. Gejala penyakit ini hampir mirip dengan gejala bercak coklat yang disebabkan oleh A. solani. Penyebab penyakit ini yaitu Cladosporium fulvum. Gejala dapat dilihat pada daun yaitu adanya

26

daerah klorosis berwarna kuning dan diikuti dengan warna kuning kehijauan seperti beludru di bawah permukaan daun (Semangun 2000). Dibawah daerah klorosis (dibalik daun) terbentuk spora-spora yang mula-mula berwarna kelabu muda kemudian menjadi coklat atau hijau kekuning-kuningan. Penyakit ini mula-mula menyerang daun-daun bagian bawah, kemudian menjalar ke daun sebelah atas dan akhirnya seluruh tanaman terserang dan mati. Serangan penyakit ini terjadi apabila iklimnya lemb ab dengan suhu yang tinggi, dan biasanya menyerang tanaman di rumah kaca (Harjadi & Sunaryono 1989).

Adanya penyakit ini dapat diketahui dari pengamatan jumlah konidia C. fulvum di dawah mikroskop. Adanya konidia ini menunjukan bahwa tanaman tomat yang berada di lapang juga terinfeksi oleh C. fulvum.

27

Pembahasan

Pengaruh Tepung Cangkang Rajungan dan Tepung Jamur Merang Terhadap Keparahan Penyakit Bercak Coklat

Perlakuan pemberian tepung cangkang rajungan cenderung menurunkan keparahan penyakit bercak coklat walaupun tidak berbeda nyata dengan kontrol, sebaliknya perlakuan pemberian tepung jamur merang dengan konsentrasi 1% cenderung meningkatkan keparahan penyakit bercak coklat. Namun perlakuan tepung cangkang rajungan dengan konsentrasi 0,04%, 0,2% dan 1% serta tepung jamur merang konsentrasi 0,04% memberikan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan tepung jamur merang konsentrasi 1% pada 1 MSA. Sedangkan pada 2 MSA dan 3 MSA pemberian tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang tidak berbeda nyata.

Keparahan penyakit bercak coklat meningkat pada pengamatan berikutnya dan pemberian bahan alami antara lain tepung cangkang rajungan maupun tepung jamur merang tidak berpengaruh nyata pada minggu berikutnya (2 MSA dan 3 MSA). Hal ini mungkin disebabkan karena pada 1 MSA atau 2 minggu setelah aplikasi pertama, pemberian bahan alami secara tidak langsung dapat dengan segera menghambat pertumbuhan patogen baik melalui mekanisme kompetisi nutrisi, degradasi khitin maupun terjadi induksi resistensi tanaman (meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan patogen). Menurut Benhamou et al. (1992) khitosan (senyawa turunan dari khitin) yang diberikan dengan penyemprotan lewat akar dan daun, ternyata dapat menurunkan jumlah akar yang rusak karena cendawan dan secara drastis meningkatkan pembentukan penghambatan fisik dalam jaringan akar yang terinfeksi.

Bahan-bahan alami yang mengandung khitin dari cangkang rajungan dan jamur merang dapat digunakan untuk mengendalikan beberapa patogen tanaman. Dalam penelitian ini penggunaan bahan alami yang berasal dari tepung cangkang rajungan mampu menekan keparahan penyakit lebih tinggi dibandingkan tepung jamur merang. Pada perlakuan tepung cangkang rajungan dengan konsentrasi 0,04% menghasilkan keparahan penyakit bercak coklat paling rendah selama tiga minggu pengamatan. Hal ini diduga karena adanya kompetisi sumber nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroorganisme filoplan dengan cendawan patogen.

28

Mikroorganisme filoplan dapat menjadi antagonis bagi patogen apabila mampu berkompetisi dengan patogen dalam menghambat kolonisasi dan perkembangan patogen pada permukaan daun (Khaeruni 1998).

Tepung cangkang rajungan mengandung khitin, protein, CaCO3, serta sedikit MgCO3 dan pigmen astaktin (Hirano & Upper 1989), sedangkan tepung jamur merang mengandung khitin, protein, karbohidrat, kalsium, posfor dan beberapa senyawa lain (Setiawan 1986 dalam Julianti 1997), sehingga Pemberian tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang merupakan salah satu sumber khitin, yang merupakan sumber nutrisi bagi mikroorganisme filoplan untuk tumbuh karena khitin mengandung karbon dan nitrogen yang merupakan senyawa yang dibutuhkan bagi mikroorganisme untuk tumbuh (Clifton 1958). Selain sebagai sumber nutrisi, pemberian khitin juga berperan dalam proses degradasi khitin yang melibatkan enzim khitinase. Adanya aktivitas khitinase ternyata dapat digunakan untuk pengendalian fungi patogen (Fujianto 2001).

Menurut Khaeruni (1998) penambahan khitin dalam suspensi biokontrol yang mengandung bakteri Aeromonas caviae WS7b akan menginduksi bakteri tersebut untuk menghasilkan enzim kitinase yang berperan dalam mengendalikan cendawan-cendawan yang sensitif terhadap kitinase pada permukaan daun. Enzim khitinase dapat mendegradasi khitin yang merupakan komponen penting pada dinding sel cendawan, integumen serangga dan kerangka luar golongan hewan arthropoda, moluska, nematoda dan protozoa (Natawigena 1990). Dengan demikian aktifitas khitinase mampu menghambat perkembangan penyakit tanaman. Sehingga banyak penelitian yang memanfaatkan khitin untuk pengendalian patogen penyakit pada tanaman.

Pada 2 MSA dan 3 MSA pemberian tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang tidak berpengaruh nyata terhadap keparahan penyakit bercak coklat, diduga karena faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban dan curah hujan yang selalu berubah menyebabkan mikroorganisme filoplan tidak dapat bekerja secara maksimal. Keparahan penyakit bercak coklat tinggi ketika kelembaban dan curah hujannya tinggi. Pada kondisi curah hujan yang tinggi, patogen dapat dengan cepat menyebar ke tanaman lain dan menginfeksi tanaman lain. Curah hujan yang terjadi di lapang sangat rendah sehingga menghambat perkembangan

29

patogen. Selain menghambat perkembangan patogen, populasi mikroorganisme filoplan pada musim kering lebih sedikit dibandingkan pada musim hujan (Wiyono 1997), sehingga mikroorganisme filoplan tidak mampu berkompetisi dengan patogen. Menurut Abadi (1989) Pertumbuhan mikroflora atau saprob yang baik menyebabkan patogen akan terhalang untuk mengadakan infeksi pada daun. Halangan yang ditimbulka n saprob diduga berupa bahan kimia yang dikeluarkan oleh saprob tersebut yang bersifat menghambat perkembangan patogen.

Walaupun tidak berpengaruh nyata pada 2 MSA dan 3 MSA, pemberian tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang dengan konsentrasi 0,04% memiliki kecendrungan keparahan penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Dengan penambahan bahan alami dalam konsentrasi yang rendah mampu menekan perkembangan penyakit bercak coklat selama tiga minggu pengamatan (dilihat dari nilai AUDPC). Selain itu juga pemberian bahan alami dengan konsentrasi yang rendah mampu menekan kejadian penyakit layu fusarium.

Pada perlakuan pemberian tepung jamur merang 1% menunjukan keparahan penyakit yang lebih tinggi di bandingkan kontrol, hal ini diduga karena nutrisi yang diberikan oleh jamur merang 1% lebih banyak dimanfaatkan oleh patogen untuk berkembang. Berbeda dengan bakteri, cendawan tidak dapat menggunakan senyawa karbon anorganik sebagai sumber nutrisi, karbon yang dapat dimanfaatkan oleh cendawan harus berasal dari senyawa organik (Pelczar 1986). Selain itu jamur merang memiliki kandungan protein dan senyawa karbohidrat yang tinggi yang menguntungkan bagi pertumbuhan cendawan. Sehingga pada kondisi tertentu baha n alami dapat menekan keparahan penyakit dan dapat pula mendukung pertumbuhan patogen.

Keparahan penyakit meningkat dengan meningkatnya umur tanaman. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4 bahwa keparahan penyakit pada kanopi bawah jauh lebih tinggi dibandingkan dengan keparahan penyakit pada kanopi tengah dan atas. Gejala awal pun biasanya muncul pada daun bawah atau umur daun yang lebih tua. Ini menunjukan bahwa kerentanan meningkat seiring dengan

Dokumen terkait