• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang dalam pengendalian penyakit bercak coklat (Alternaria solani) pada tanaman tomat (Lycopersicon esculentum)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang dalam pengendalian penyakit bercak coklat (Alternaria solani) pada tanaman tomat (Lycopersicon esculentum)"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN TEPUNG CANGKANG RAJUNGAN DAN

TEPUNG JAMUR MERANG DALAM PENGENDALIAN

PENYAKIT BERCAK COKLAT (

Alternaria solani

)

PADA TANAMAN TOMAT (

Lycopersicon esculentum

)

SUMARNY

A44102025

PROGRAM STUDI HAMA DAN PEN YAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PENGGUNAAN TEPUNG CANGKANG RAJUNGAN DAN

TEPUNG JAMUR MERANG DALAM PENGENDALIAN

PENYAKIT BERCAK COKLAT (

Alternaria solani

)

PADA TANAMAN TOMAT (

Lycopersicon esculentum

)

SUMARNY

A44102025

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

ABSTRAK

SUMARNY. Penggunaan Tepung Cangkang Rajungan dan Tepung Jamur Merang dalam Pengendalian Penyakit Bercak Coklat (Alternaria solani) pada Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum). Dibimbing oleh SURYO WIYONO.

Tujuan penelitian ini ialah mengetahui pengaruh pemberian bahan alami antara lain tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang dalam mengendalikan penyakit bercak coklat dan pengaruhnya terhadap mikroorganisme filoplan.

Penelitian dilakukan di lahan seluas ± 1.000 m2. Suspensi bahan alami dibuat dari cangkang rajungan dan jamur merang yang telah kering dan dihaluskan hingga menjadi tepung. Konsentrasi yang digunakan adalah 1%, 0,2% dan 0,04% (w/v). Pengujian di lapang dilakukan dengan cara menyemprotkan suspensi tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang pada tanaman tomat. Penye mprotan dilakukan dua kali yaitu ketika tanaman berumur 3 MST dan 4 MST. Tiga hari setelah aplikasi kedua diletakkan sumber inokulum berupa tanaman yang terserang gejala bercak coklat, masing-masing satu tanaman ditengah petak percobaan pada setiap perlakuan. Pengamatan dilakukan terhadap keparahan penyakit bercak coklat dan nilai AUDPC (Area Under Diseases Progress Curve). Pengamatan juga dilakukan terhadap populasi mikroorganisme filoplan pada umur tanaman 4 MST dan 5 MST atau satu minggu setelah aplikasi perlakuan dan kemudian diisolasi pada media Martin Agar, King’s B dan Nutrien Agar dengan pengenceran masing-masing 10-2,10-3,dan 10-4.

(4)

Judul Penelitian : Penggunaan tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang dalam pengendalian penyakit bercak coklat (Alternaria solani) pada tanaman tomat (Lycopersicon esculentum)

Nama : Sumarny NRP : A44102025

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Suryo Wiyono, MSc. Agr. NIP. 132002572

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr. NIP. 130422698

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bogor, Jawa Barat pada tanggal 4 Oktober 1984 sebagai anak ke tiga dari empat bersaudara, dari keluarga Bapak Tata Suwarta dan Ibu Kamisi.

Pada tahun 2002 penulis menyelesaikan studinya di SMUN 7 Bogor dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjabat sebagai pengurus Lingkar Studi Muslim HPT (LSM HPT) pada divisi dana usaha pada tahun 2003. Penulis juga pernah menjadi panitia pada masa perkenalan departeme n (MPD) tahun ajaran 2004 dan panitia pada Jambore Pertanian 2004. Pada tahun 2004/2005 penulis menjadi asisten dosen mata kuliah Nematologi Tumbuhan, Metode Statistika I, dan mata kuliah Hama dan Penyakit Hortikultura. Dan pada tahun 2006, penulis menyelesaikan tugas akhirnya yang berjudul Penggunaan tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang dalam pengendalian penyakit bercak coklat (Alternaria solani) pada tanaman tomat (Lycopersicon esculentum)

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT sebagai pemilik alam semesta atas nikmat, karunia dan ijin-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul Penggunaan tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang dalam pengendalian penyakit bercak coklat (Alternaria solani) pada tanaman tomat (Lycopersicon esculentum). Shalawat beserta salam semoga terlimpah kepada Rosulullah SAW, beserta keluarga, para sahabat dan umatnya hingga akhir jaman.

Penulisan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini telah dilaksana kan dari bulan Februari 2006 hingga April 2006 di Desa Pinangsari, Kecamatan Ciasem, Subang, Jawa Barat, Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, dan Laboratorium Balai Besar Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman Pangan dan Hortikultura Jatisari, Karawang, Jawa Barat.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Suryo Wiyono, MSc.Agr sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan yang diberikan selama penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan sebaik-baiknya. Terima kasih juga kepada Dr. Ir. Nina Maryana, MSi sebagai dosen penguji tamu, kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Nastari dan Balai Besar Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman Pangan dan Hortikultura, Jatisari terima kasih atas kerja samanya. Untuk A.A Hendrayana, Mas Ali dan Ibu Lilik yang selalu setia membantu penulis selama penelitian berlangsung, juga kepada Mas Enno yang selalu memberikan dukungan dan semangat.

Pada kesempatan ini tak lupa penulis ucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua (Ibu dan Bapak) serta keluarga atas semua doa, motivasi dan pengorbanannya. Terima kasih juga kepada keluarga Bapak Endin yang telah bersedia menerima penulis tinggal selama penelitian dan pada warga Desa Pinangsari, Subang. Untuk teman teman HPT39 (apri, maya, mia, ela, nisa dan sinta) terima kasih telah menjadi teman dan sahabat yang baik, juga kepada seluruh teman teman HPT39 yang tidak dapat disebut satu per satu, semoga kita bisa berkumpul kembali. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan saran dan masukan sebagai perbaikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amiin.

Bogor, Mei 2006

(7)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Hasil analisis nutrisi jamur merang di Laboratorium Food and

Nutrion Research Institute Philiphine ... 7 2. Dosis dan waktu pemupukan ta naman tomat ... 12 3. Pengaruh tepung cangkang rajungan dan tepung jamur

merang terhadap keparahan penyakit bercak coklat ... 16 4. Keparahan penyakit bercak coklat pada tiga bagian

kanopi tanaman ... 17 5. Pengaruh tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang

terhadap populasi mikroorganisme filoplan pada daun tomat

( 4 MST dan 5 MST) ... 18 6. Pengaruh tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang

terhadap keragaman mikroorganisme filoplan ... 20 7. Pengaruh tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang

(8)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Struktur khitin ... 5

2. Kondisi lahan pertanaman tomat umur 6 MST ... 14

3. Gejala penyakit layu fusarium pada tanaman tomat ... 22

4. Gejala penyakit yang diduga disebabkan oleh virus ... 23

5. Gejala penyakit rebah kecambah (damping off) ... 24

6. Gejala penyakit Antraknosa ... 25

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Curah Hujan 10 Tahun Terakhir Kecamatan Ciasem ... 40 2. Keparahan penyakit bercak coklat selama 3 minggu

pengamatan ... 41 3. Jumlah mikroorganisme filoplan (log cfu/g daun) ... 42 4. Hasil analisis ragam keparahan penyakit bercak coklat

pada 1 MSA... 42 5. Hasil analisis ragam keparahan penyakit bercak coklat

pada 2 MSA... 43 8. Hasil analisis ragam keparahan penyakit bercak coklat

pada 2 MSA... 43 7. Hasil analisis ragam kejadian penyakit layu fusarium

pada 1 MSA... 44 8. Hasil analisis ragam kejadian penyakit layu fusarium

pada 2 MSA... 44 9. Hasil analisis ragam kejadian penyakit layu fusarium

pada 3 MSA... 44 10. Denah lahan percobaan ... 45 11. Denah petak percobaan ... 45 12. Media biakan bakteri dan cendawan (King’s B, NA, dan

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi lapang ... 3

Botani tomat ... 3

Penyakit bercak coklat ... 4

Kitin... 6

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu ... 8

Metode Persiapan lahan... 8

Pembuatan suspensi bahan alami ... 9

Pembibitan... 9

Sumber inokulum ... 10

Pengujian lapang ... 10

Isolasi mikroorganisme filoplan ... 11

Perawatan tanam ... 12

Rancangan percobaan ... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi umum ... 14

Pengaruh tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang terhadap keparahan penyakit bercak coklat ... 15

Pengaruh tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang terhadap populasi mikroorganisme filoplan ... 17

Pengaruh tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang terhadap keragaman mikroorganisme filoplan ... 19

Kejadian penyakit layu fusarium... 22

Penyakit lain yang ditemukan di lapang ... 23

(11)

PENGGUNAAN TEPUNG CANGKANG RAJUNGAN DAN

TEPUNG JAMUR MERANG DALAM PENGENDALIAN

PENYAKIT BERCAK COKLAT (

Alternaria solani

)

PADA TANAMAN TOMAT (

Lycopersicon esculentum

)

SUMARNY

A44102025

PROGRAM STUDI HAMA DAN PEN YAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(12)

PENGGUNAAN TEPUNG CANGKANG RAJUNGAN DAN

TEPUNG JAMUR MERANG DALAM PENGENDALIAN

PENYAKIT BERCAK COKLAT (

Alternaria solani

)

PADA TANAMAN TOMAT (

Lycopersicon esculentum

)

SUMARNY

A44102025

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(13)

ABSTRAK

SUMARNY. Penggunaan Tepung Cangkang Rajungan dan Tepung Jamur Merang dalam Pengendalian Penyakit Bercak Coklat (Alternaria solani) pada Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum). Dibimbing oleh SURYO WIYONO.

Tujuan penelitian ini ialah mengetahui pengaruh pemberian bahan alami antara lain tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang dalam mengendalikan penyakit bercak coklat dan pengaruhnya terhadap mikroorganisme filoplan.

Penelitian dilakukan di lahan seluas ± 1.000 m2. Suspensi bahan alami dibuat dari cangkang rajungan dan jamur merang yang telah kering dan dihaluskan hingga menjadi tepung. Konsentrasi yang digunakan adalah 1%, 0,2% dan 0,04% (w/v). Pengujian di lapang dilakukan dengan cara menyemprotkan suspensi tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang pada tanaman tomat. Penye mprotan dilakukan dua kali yaitu ketika tanaman berumur 3 MST dan 4 MST. Tiga hari setelah aplikasi kedua diletakkan sumber inokulum berupa tanaman yang terserang gejala bercak coklat, masing-masing satu tanaman ditengah petak percobaan pada setiap perlakuan. Pengamatan dilakukan terhadap keparahan penyakit bercak coklat dan nilai AUDPC (Area Under Diseases Progress Curve). Pengamatan juga dilakukan terhadap populasi mikroorganisme filoplan pada umur tanaman 4 MST dan 5 MST atau satu minggu setelah aplikasi perlakuan dan kemudian diisolasi pada media Martin Agar, King’s B dan Nutrien Agar dengan pengenceran masing-masing 10-2,10-3,dan 10-4.

(14)

Judul Penelitian : Penggunaan tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang dalam pengendalian penyakit bercak coklat (Alternaria solani) pada tanaman tomat (Lycopersicon esculentum)

Nama : Sumarny NRP : A44102025

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Suryo Wiyono, MSc. Agr. NIP. 132002572

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr. NIP. 130422698

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bogor, Jawa Barat pada tanggal 4 Oktober 1984 sebagai anak ke tiga dari empat bersaudara, dari keluarga Bapak Tata Suwarta dan Ibu Kamisi.

Pada tahun 2002 penulis menyelesaikan studinya di SMUN 7 Bogor dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjabat sebagai pengurus Lingkar Studi Muslim HPT (LSM HPT) pada divisi dana usaha pada tahun 2003. Penulis juga pernah menjadi panitia pada masa perkenalan departeme n (MPD) tahun ajaran 2004 dan panitia pada Jambore Pertanian 2004. Pada tahun 2004/2005 penulis menjadi asisten dosen mata kuliah Nematologi Tumbuhan, Metode Statistika I, dan mata kuliah Hama dan Penyakit Hortikultura. Dan pada tahun 2006, penulis menyelesaikan tugas akhirnya yang berjudul Penggunaan tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang dalam pengendalian penyakit bercak coklat (Alternaria solani) pada tanaman tomat (Lycopersicon esculentum)

(16)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT sebagai pemilik alam semesta atas nikmat, karunia dan ijin-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul Penggunaan tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang dalam pengendalian penyakit bercak coklat (Alternaria solani) pada tanaman tomat (Lycopersicon esculentum). Shalawat beserta salam semoga terlimpah kepada Rosulullah SAW, beserta keluarga, para sahabat dan umatnya hingga akhir jaman.

Penulisan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini telah dilaksana kan dari bulan Februari 2006 hingga April 2006 di Desa Pinangsari, Kecamatan Ciasem, Subang, Jawa Barat, Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, dan Laboratorium Balai Besar Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman Pangan dan Hortikultura Jatisari, Karawang, Jawa Barat.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Suryo Wiyono, MSc.Agr sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan yang diberikan selama penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan sebaik-baiknya. Terima kasih juga kepada Dr. Ir. Nina Maryana, MSi sebagai dosen penguji tamu, kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Nastari dan Balai Besar Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman Pangan dan Hortikultura, Jatisari terima kasih atas kerja samanya. Untuk A.A Hendrayana, Mas Ali dan Ibu Lilik yang selalu setia membantu penulis selama penelitian berlangsung, juga kepada Mas Enno yang selalu memberikan dukungan dan semangat.

Pada kesempatan ini tak lupa penulis ucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua (Ibu dan Bapak) serta keluarga atas semua doa, motivasi dan pengorbanannya. Terima kasih juga kepada keluarga Bapak Endin yang telah bersedia menerima penulis tinggal selama penelitian dan pada warga Desa Pinangsari, Subang. Untuk teman teman HPT39 (apri, maya, mia, ela, nisa dan sinta) terima kasih telah menjadi teman dan sahabat yang baik, juga kepada seluruh teman teman HPT39 yang tidak dapat disebut satu per satu, semoga kita bisa berkumpul kembali. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan saran dan masukan sebagai perbaikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amiin.

Bogor, Mei 2006

(17)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Hasil analisis nutrisi jamur merang di Laboratorium Food and

Nutrion Research Institute Philiphine ... 7 2. Dosis dan waktu pemupukan ta naman tomat ... 12 3. Pengaruh tepung cangkang rajungan dan tepung jamur

merang terhadap keparahan penyakit bercak coklat ... 16 4. Keparahan penyakit bercak coklat pada tiga bagian

kanopi tanaman ... 17 5. Pengaruh tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang

terhadap populasi mikroorganisme filoplan pada daun tomat

( 4 MST dan 5 MST) ... 18 6. Pengaruh tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang

terhadap keragaman mikroorganisme filoplan ... 20 7. Pengaruh tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang

(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Struktur khitin ... 5

2. Kondisi lahan pertanaman tomat umur 6 MST ... 14

3. Gejala penyakit layu fusarium pada tanaman tomat ... 22

4. Gejala penyakit yang diduga disebabkan oleh virus ... 23

5. Gejala penyakit rebah kecambah (damping off) ... 24

6. Gejala penyakit Antraknosa ... 25

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Curah Hujan 10 Tahun Terakhir Kecamatan Ciasem ... 40 2. Keparahan penyakit bercak coklat selama 3 minggu

pengamatan ... 41 3. Jumlah mikroorganisme filoplan (log cfu/g daun) ... 42 4. Hasil analisis ragam keparahan penyakit bercak coklat

pada 1 MSA... 42 5. Hasil analisis ragam keparahan penyakit bercak coklat

pada 2 MSA... 43 8. Hasil analisis ragam keparahan penyakit bercak coklat

pada 2 MSA... 43 7. Hasil analisis ragam kejadian penyakit layu fusarium

pada 1 MSA... 44 8. Hasil analisis ragam kejadian penyakit layu fusarium

pada 2 MSA... 44 9. Hasil analisis ragam kejadian penyakit layu fusarium

pada 3 MSA... 44 10. Denah lahan percobaan ... 45 11. Denah petak percobaan ... 45 12. Media biakan bakteri dan cendawan (King’s B, NA, dan

(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi lapang ... 3

Botani tomat ... 3

Penyakit bercak coklat ... 4

Kitin... 6

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu ... 8

Metode Persiapan lahan... 8

Pembuatan suspensi bahan alami ... 9

Pembibitan... 9

Sumber inokulum ... 10

Pengujian lapang ... 10

Isolasi mikroorganisme filoplan ... 11

Perawatan tanam ... 12

Rancangan percobaan ... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi umum ... 14

Pengaruh tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang terhadap keparahan penyakit bercak coklat ... 15

Pengaruh tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang terhadap populasi mikroorganisme filoplan ... 17

Pengaruh tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang terhadap keragaman mikroorganisme filoplan ... 19

Kejadian penyakit layu fusarium... 22

Penyakit lain yang ditemukan di lapang ... 23

(21)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 33

Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

(22)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sayuran merupakan sumber gizi yang penting bagi kesehatan. Kandungan berbagai zat gizi yang ada dalam sayuran sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia dalam pemeliharaan kesehatan. Salah satu sayuran yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia ialah tomat (Lycopersicon esculentum Mill./Syn.) yang memiliki kandungan gizi yang lengkap. Umumnya tomat dikonsumsi sebagai buah segar, bahan tambahan sayuran, minuman, serta dalam bidang industri seperti pembuatan saus, kosmetik dan lain-lain.

Sentra produksi tomat di dunia ialah Taiwan, sedangkan di Indonesia berada di daerah Jawa Barat, Sumatra Utara dan Jawa Timur, dengan produksi menurut provinsi tahun 2004 adalah 240.605 ton, 89.670 ton dan 54.819 ton (Deptan 2005).

Produksi yang tinggi serta kualitas yang baik dari buah tomat sangat tergantung dari cara budidaya, varietas tanaman, faktor lingkungan serta hama dan penyakit yang menyerang. Salah satu penyakit utama pada tanaman tomat adalah penyakit bercak coklat yang disebabkan oleh cendawan Alternaria solani. Penyakit ini merupakan penyakit umum yang tersebar luas di berbagai negara penanam tomat (Semangun 2000).

Pengendalian yang dilakukan untuk mengendalikan penyakit bercak coklat diantaranya ialah rotasi tanaman, penggunaan varietas tahan, pemupukan seimbang dan pengendalian kimia dengan menggunakan fungisida. Beberapa fungisida yang digunakan untuk mengendalikan penyakit bercak coklat ialah khlorothalonil, maneb, mancozeb, dan kaptafol (Cahyono 1998). Masalah yang dihadapi dari adanya penggunaan fungisida yakni bisa menimbulkan dampak yang negatif terhadap lingkungan seperti pencemaran, resistensi patogen dan dampak terhadap organisme non-sasaran, oleh karena itu perlu adanya teknik lain yang lebih ramah lingkungan yang dapat digunakan untuk mengendalikan penyakit tersebut.

(23)

2

untuk mengaktifkan dan merangsang pertumbuhan mikroorganisme filoplan sehingga dapat menjadi antagonis bagi patogen. Penggunaan khitin secara tidak langsung berperan dalam menekan perkembangan penyakit. Khitin merupakan sumber nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroorganisme filoplan untuk tumbuh. Dengan meningkatnya mikroorganisme filoplan di permukaan daun diharapkan dapat berkompetisi dengan mikroorganisme patogen sehingga dapat menekan perkembangan penyakit. Dalam bidang pertanian khitin telah digunakan untuk mengendalikan beberapa patogen penyebab penyakit tumbuhan.

Menurut Benhamou et al. (1992) khitosan (senyawa turunan dari khitin) yang diberikan dengan penyemprotan lewat akar dan daun, ternyata dapat menurunkan jumlah akar yang rusak karena cendawan dan secara drastis meningkatkan pembentukan penghambatan fisik dalam jaringan akar yang terinfeksi. Penelitian yang dilakukan oleh Suyetty (2005) menunjukkan adanya pengaruh senyawa biopolimer salah satunya khitin dalam mengendalikan penyakit bercak ungu pada tanaman bawang merah yang diaplikasikan lewat daun. Mengingat beberapa potensi khitin dalam pengendalian penyakit tumbuhan, maka perlu dilakukan penelitian terhadap bahan-bahan yang mengandung khitin tersebut untuk mengendalikan penyakit bercak coklat pada tanaman tomat.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian bahan alami antara lain tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang dalam mengendalikan penyakit bercak coklat (A. solani) pada pertanaman tomat di lapang dan pengaruhnya terhadap mikroorganisme filoplan.

Manfaat

(24)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Lahan

Percobaan dilakukan di lahan penelitian Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Nastari, di Desa Pinangsari, Kecamatan Ciasem, Subang, Jawa Barat. Desa Pinangsari terlatak pada ketinggian tempat 10 m dpl dengan curah hujan rata-rata per tahun adalah 958,8 mm, kelembaban udara antara 40-60% dan suhu udara rata-rata 30-35 °C (pada siang hari) dan 22-28 °C (pada malam hari). Jenis tanah pada lahan percobaan ialah aluvial dengan pH tanah antara 4,3 – 5,5. Percobaan dilaksanakan pada bulan Februari 2006 hingga April 2006 yang merupakan musim peralihan antara musim hujan dan musim kemarau.

Tanaman padi merupakan tanaman utama yang banyak ditanam oleh petani sekitar. Hampir 70% dari luas wilayah ditanami padi sawah. Selain padi petani juga menanam kacang panjang, mentimun dan emes sebagai komoditas lain. Untuk tanaman sayuran biasanya petani hanya menanam di sekitar pekarangan rumah. Luas lahan untuk bertanam sayuran hanya sekitar 3% dari luas wilayah keseluruhan (UPP 2006).

Botani Tomat

Di dalam taksonomi tumbuhan, tomat diklasifikasikan ke dalam Kelas Dikotyledonae, Famili Solanaceae, Genus Lycopersicon, dan Spesies Lycopersicon esculentum Mill./Syn. Tanaman berbentuk perdu atau semak, berdaun majemuk, anak daun tersusun di kanan-kiri, batang keras, berbulu dan memiliki aroma yang khas. Akar tanaman tomat berbentuk serabut dan menyebar ke segala arah. Kemampuan menembus lapisan tanahnya terbatas, yakni pada kedalaman 30-70 cm (Wiryanta 2002). Bunga tanaman tomat berwarna kuning yang tumbuh secara berkelompok antara 5-10 bunga. Buah tomat berwarna merah menyerupai apel dengan ukuran yang berbeda sesuai dengan varietasnya.

(25)

4

80% (Wiryanta 2002). Kelembaban yang terlalu tinggi dapat menyebabkan tanaman rentan terserang penyakit.

Penyakit Bercak Coklat Arti Penting

Penyakit bercak coklat atau disebut juga sebagai penyakit early blight, yang disebabkan oleh cendawan A. solani banyak ditemukan pada pertanaman tomat di daerah dataran tinggi maupun dataran rendah. Penyakit ini merupakan penyakit umum yang menyerang tanaman terutama tanaman semusim.

Pada tahun 1944, penyakit ini menjadi endemik di negara Inggris bagian selatan (Walker 1952). Di daerah beriklim sedang penyakit ini lebih dahulu menyerang daripada Phytophthora, karena itu disebut “ early blight ” (Harjadi & Sunaryono 1989). Penyakit bercak coklat telah tersebar ke seluruh daerah penanaman kentang di dunia seperti Amerika Serikat, Kanada, Indonesia, Australia, Selandia Baru, dan negara lainnya (Pracaya 2003). Selain menyerang tanaman tomat dan kentang penyakit ini juga dapat menyerang tanaman Crucifer, tanaman hias serta tanaman tahunan seperti jeruk dan apel.

Gejala Penyakit

Gejala penyakit yang disebabkan oleh A. solani yaitu pada permukaan daun terdapat bercak berwarna coklat tua hingga hitam dan memiliki lingkaran klorotik di sekitar bercak (halo). Gejala khas dapat dilihat adanya lingkaran-lingkaran konsentris di sekitar bercak yang biasa disebut target board (Semangun 2000). Bercak awalnya kecil berbentuk bulat dan bersudut kemudian akan berkembang. Gejala lanjut dapat menimbulkan daun mengering dan akhirnya mati. Penyakit ini juga dapat menyebabkan hawar pada kentang, wortel dan tanaman Crucifer lainnya (Agrios 1997).

(26)

5

Siklus Penyakit

Beberapa sifat dari cendawan A. solani antara lain mempunyai miselium berwarna gelap (coklat tua), konidiofor pendek, kaku dengan tunggal atau berangkai. Konidia seperti buah pir dan memiliki sekat me lintang dan membujur (Alexopoulos 1979). Konidia ini akan berkecambah dan menginfeksi tanaman secara langsung atau melalui luka kemudian menginfasi ke dalam jaringan tanaman. Patogen akan berkembang di dalam jaringan tanaman yang akan menyebabkan gejala bercak coklat (Agrios 1997).

Spora akan dihasilkan kembali pada kondisi tertentu. Kondisi yang lembab dan banyak hujan menyebabkan produksi spora berlimpah (Walker 1952). Kemudian spora akan terbawa oleh angin atau percikan air dan akan menginfeksi kembali ke tanaman lainnya. A. solani biasanya bertahan pada sisa tanaman sakit dan pada benih tomat.

Khitin

Khitin adalah senyawa biopolimer dengan ikatan β (1-4) monomer N-asetil glukosamin (C8H12NO5) yang berupa serat mirip selulosa, tidak bercabang, tetapi berupa rantai panjang yang terdiri atas 2.000-5.000 unit monomer. Struktur khitin sama dengan selulosa, dimana ikatan yang terjadi antara monomernya terangkai dengan glukosida pada posisi β (1-4). Perbedaannya dengan selulosa ialah gugus hidroksil yang terikat pada atom no.2 pada khitin digantikan oleh gugus asetamina (-NHCOCH3) sehingga khitin menjadi sebuah polimer berunit N-Asetil glukosamin (Muzzareli dan Joles dalam Setyahadi 2006). Khitin dapat ditemukan pada hewan golongan Mollusca, Nematoda, Anellida, Colenterata dan beberapa kelas serangga (Wibowo 2006).

CH2OH CH2OH

OH OH

n NHCOCH3 NHCOCH3

(27)

6

Khitin telah banyak digunakan dalam bidang industri, bioteknologi dan dalam bidang pertanian, khitin digunakan untuk menekan perkembangan penyakit. Menurut Benhamou et al. (1994) pemberian khitin pada benih tomat dapat menurunkan jumlah akar yang terinfeksi akibat Fusarium oxysporum. Enzim kitinase juga berperan dalam pengendalian penyakit tanaman. Kitinase yang dihasilkan oleh setiap organisme berbeda, tergantung pada substrat dan fungsinya pada organisme tersebut. Pada bakteri kitinase berperan dalam proses metabolisme sumber energi dan melawan parasit, pada cendawan, protozoa dan invetrebrata kitinase berperan dalam morfogenesis sedangkan dalam vertebrata dan tanaman kitinase berperan dalam sistem pertahanan (Patil et al 2000). Aplikasi khitin dapat dilakukan dengan memberikan khitin ke dalam tanah, sebagai seed coating atau diaplikasikan langsung ke daun.

Rajungan

Rajungan (Portunus sp.) merupakan salah satu produk perikanan yang saat ini mengalami peningkatan produksi sehingga volume limbah yang dihasilkan juga meningkat. Limbah cangkang rajungan dapat dimanfaatkan sebagai sumber khitin yang saat ini banyak digunakan sebagai pengendalian patogen penyakit tumbuhan.

Cangkang rajungan memiliki kand ungan mineral yang cukup tinggi, diantaranya Ca, Cu, Fe, Zn, Mn, Mg dan polisakarida berupa khitin. Hewan golongan Crustacea mengandung khitin sebanyak 40-60% bobot keringnya, sedangkan dalam cangkang rajungan sendiri kandungan khitinnya mencapai 70% (Anonim 2005). Pengolahan khitin lebih lanjut melalui proses demineralisasi dan deproteinasi yang bertujuan untuk menghilangkan kandungan mineral dan kandungan protein (Hardjito 2006).

Jamur Merang

(28)

7

untuk masyarakat Asia Tenggara. Komposisi dari jamur merang mengandung lemak, protein dan kandungan air yang tinggi. Khitin juga ditemukan di dalam dinding sel jamur dan cendawan. Kandungan total glukosamin pada batang jamur atau cendawan ialah 7,14% (bobot kering) setelah panen dan kandungan kasar khitin pada jamur yang masih segar berkisar antara 0,65-1,15 % (Anonim 2005).

Jamur merang mempunyai kandungan asam amino yang tinggi. Senyawa-senyawa karbohidrat yang terkandung dalam jamur merang meliputi gula reduksi, gula amino, gula alkohol maupun gula asam. Fraksi protein maupun non protein yang mengandung nitrogen dari jamur sangat mempengaruhi cita rasa jamur (Julianti 1997).

Tabel 1 Hasil analisis nutrisi jamur merang di Laboratorium Food and Nutrion Research Institute Philiphine

Nutrien / 100 g jamur merang

Kondisi segar Dikeringkan 105 °C

Air (%) Energi (kal) Protein Lemak (g)

Total karbohidrat (g) Serat (g) Abu (g) Kalsium (mg) posfor (mg) Besi (mg) Thiamin (mg) Riboflavin (mg) Niacin (mg)

Asam askorbat (mg)

(29)

8

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Nastari di Desa Pinangsari, Kecamatan Ciasem, Subang, Jawa Barat. Untuk pengujian laboratorium dilakukan di Laboratorium Balai Besar Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman Pangan dan Hortikultura Jatisari, Karawang, Jawa Barat. Penelitian dimulai dari bulan Februari 2006 hingga April 2006.

Metode

Persiapan Lahan

Lahan yang digunakan adalah lahan sawah yang diberakan terlebih dahulu selama 2 bulan. Luas lahan tanaman tomat yang diusahakan adalah ± 1.000 m2. Pengolahan lahan meliputi pembersihan lahan, pencangkulan, dan pembuatan bedengan. Pembersihan lahan bertujuan untuk menghilangkan gulma atau tanaman lain yang berada di lahan, pencangkulan dilakukan satu minggu setelah pembersihan lahan, hal ini dimaksudkan untuk menggemburkan tanah dan pembalikan tanah.

(30)

9

Pembuatan Suspensi Bahan Alami

Suspensi Tepung Cangkang Rajungan

Suspensi tepung cangkang rajungan yang digunakan adalah konsentrasi 0,04%, 0,2% dan 1% (w/v). Suspensi ini dibuat dari cangkang rajungan yang dibersihkan terlebih dahulu dan dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering dihaluska n dengan menggunakan blender, ditumbuk dengan mortar kemudian disaring hingga menjadi tepung cangkang rajungan.

Konsentrasi 0,04%; 0,2 % dan 1% masing-masing dibuat dengan menambahkan 0,5 g, 2,5 g dan 12,5 g tepung cangkang rajungan dengan 1,25 L air dan larutan Tween 80 0,2%.

Suspensi Tepung Jamur Merang

Suspensi tepung jamur merang dibuat dari jamur merang yang telah dikeringkan dibawah sinar matahari kemudian diblender dan ditumbuk dengan mortar hingga halus kemudian disaring. Konsentrasi yang digunakan sama dengan konsentrasi suspensi tepung cangkang rajungan yaitu 0,04%; 0,2% dan 1%, dibuat dengan mencampurkan masing-masing 0,5 g; 2,5 g dan 12,5 g tepung jamur merang dengan 1,25 L air dan larutan Tween 80 0,2%.

Pembibitan

Benih yang digunakan adalah varietas Kirana. Pembibitan dilakukan dengan menggunakan wadah plastik yang berukuran 40 cm x 20 cm, polibag ukuran 15 cm x 10 cm, plastik transparant ukuran 5 cm x 10 cm, dan daun pisang dengan diameter 5 cm. Media tanam untuk pembibitan adalah tanah dan pupuk Bokashi dengan perbandingan 2:1.

(31)

10

Sumber Inokulum

Sumber inokulum diperoleh dari inokulasi suspensi A. solani pada tanaman tomat yang berada di dalam polibag. Sebanyak 2 g daun yang menunjukan gejala bercak daun dicampur dengan 1 l air, kemudian dikocok hingga rata. Suspensi ini diinokulasi pada tanaman tomat yang berumur 4 MSS (minggu setelah semai) yang berada dalam polibag berukuran 2 Kg media (tanah dan pupuk bokashi 2:1). Volume semprot adalah 50 ml / tanaman. Penyemprotan dilakukan pada sore hari. Tanaman yang telah diinokulasi disungkup dengan kantung plastik transparan selama 16 jam untuk menjaga kelembaban dan merangsang petogen agar berpenetrasi. Tanama n ini dipindahkan ke lapang setelah umur 6 MST.

Pengujian di Lapang

Pengujian di lapang dilakukan pada lahan pertanaman tomat yang berumur 3 dan 4 MST atau 6 dan 7 MSS dengan disemprot bahan alami (suspensi tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang dengan konsentrasi 1%, 0,2% dan 0,04% (w/v)) dengan 4 ulangan dan air sebagai kontrol, aplikasi penyemprotan dilakukan dua kali yaitu pada umur 3 MST dan 4 MST. Pada umur 5 MST dilakukan Inokulasi A. solani dengan cara meletakan sumber inokulum (tanaman yang terserang A. solani) di tengah petak pada setiap perlakuan masing-masing satu tanaman.

Penyemprotan suspensi tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang dilakukan dengan menggunakan knapsack handsprayer dengan volume semprot 500 l/ha atau 1,25 l / 25 m2. Pengamatan dimulai 1 minggu setelah aplikasi kedua selama 3 minggu berturut-turut dengan menghitung keparahan penyakit bercak coklat, dengan rumus:

KP = ∑ ni x vi x 100% N x V

KP = keparahan penyakit

ni = jumlah contoh dengan nilai numerik kategori ke-i vi = nilai numerik kategori serangan ke-i

(32)

11

Nilai numerik (v) kategori serangan ditentukan berdasarkn persentase bercak (x) pada daun yaitu v=0 bila x=0 (tidak bergejala); v=1 bila 0 < x = 5%; v=2 bila 5 < x = 20%; v=3 bila 20 < x =50% dan v=4 bila x = 50%. Untuk mengetahui besarnya keparahan penyakit selam 3 minggu periode pengamtan maka dihitung juga nilai AUDPC (Area Under Progress Disease Curve) yang dinyatakan dengan % minggu dengan rumus :

AUDPC =

[

S

Dsi x (t i - t i-1 )

]

/ 2

Keterangan :

Dsi

=

keparahan penyakit pada pengamatan ke-i (%)

t i

=

pengamatan ke-i

t i-1 = pengamatan terakhir sebelum pengamatan ke-i.

Isolasi Mikroorganisme Filoplan

Isolasi mikroorganisme filoplan dari daun pada setiap perlakuan dilakukan untuk mengetahui jumlah dan jenis mikroorganisme tersebut pada setiap perlakuan. Daun yang akan diisolasi diambil saat pengamatan intensitas penyakit pada minggu pertama dan kedua setelah aplikasi (1MSA dan 2 MSA). Sebanyak 0,1 g potongan daun dari setiap perlakuan dimasukan ke dalam 10 ml air steril (pengenceran 10-2 ) dan dikocok dengan menggunakan shaker (pengocok) 109 rpm selama 1 jam pengenceran dilakukan hingga konsentrasi 10-4. Suspensi dengan konsentrasi 10-2 , 10-3 dan 10-4 masing-masing diambil sebanyak 0,1 ml lalu disebar rata dengan menggunakan perata gelas masing-masing pada permukaan medium Martin Agar (pengenceran 10-2 ), King’s B (pengenceran 10-3 ) dan Nutrien Agar (pengenceran 10-4 ). Kemudian diinkubasikan selama 24 - 36 jam, lalu jumlah koloni tunggal yang tumbuh pada permukaan masing-masing medium dihitung untuk mengetahui jumlah total mikroorganisme pada setiap perlakuan. Untuk mengetahui jenis dari setiap koloni yang tumbuh, dilakukan pengamatan terhadap bentuk, tepian, elevasi dan warna dari setiap koloni. Kepadatan populasi koloni yang tumbuh dihitung dengan rumus jumlah koloni (Hadioetomo 1990).

(33)

12

Perawatan Tanaman

Pemupukan

Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk tunggal ZA, SP36 dan KCL, dan dilakukan dengan 4 kali pemupukan (Tabel 2).

[image:33.595.112.522.256.425.2]

Dosis : ZA = 200 hg/ha SP36 = 170 kg/ha KCl = 120 kg/ha

Table 2 Dosis dan waktu pemupukan tanaman tomat. Jenis Pupuk Pemupukan I 2 MST Pemupukan II 4 MST Pemupukan III 7 MST Pemupukan IV 10 MST

ZA 25%

125 g/25 m2

25% 125 g/25 m2

25% 125 g/25 m2

25% 125 g/25 m2

SP36 50%

212,5 g/25 m2

50% 212,5 g/25 m2

- -

KCL 50%

150 g/25 m2

50% 150 g/25 m2

- -

Cara aplikasi :

Semua jenis pupuk (ZA, SP36 dan KCl ) dicampur rata, kemudian diberikan masing- masing 10 g per tanaman. Pupuk diberikan pada lubang pupuk sedalam 5 cm dengan jarak 5 cm dari tanaman. Lubang pupuk dibuat dengan menggunakan tugal. Aplikasi pemupukan dilakukan pada pagi hari.

Pemangkasan

Pemangkasan bertujuan untuk pembentukan tanaman tomat, agar pertumbuhan tanaman optimum. Pemangkasan dilakukan pada tunas air yang tumbuh pada ketiak cabang tanaman. Pemangkasan dilakukan pada semua tunas air kecuali tunas yang tumbuh di bawah tandan bunga pertama. Pemangkasan berpengaruh terhadap pembentukan tandan yang dapat meningkatkan jumlah bunga sehingga pembentukan buah tomat pun dapat meningkat.

Pemasangan Tiang Penguat

(34)

13

mengoptimalkan sinar matahari yang diperlukan tanaman, membantu penyebaran daun dan mengatur pertumbuhan tunas dan ranting. Pemasangan tiang dilakukan pada tanaman tomat berumur 6 MST dengan menggunakan turus bambu setinggi 150 cm. Tiang penguat dipasang 10-15 cm dari tanaman dengan sistem tunggal (satu tiang untuk satu tanaman).

Pengairan / Penyiraman

Pengairan dilakukan dengan sistem perendaman, yaitu mengalirkan air melalui parit-parit diantara bedengan. Tinggi air untuk setiap bedengan tidak lebih dari setengah dari tinggi bedengan. Jika terjadi kekeringan pada permukaan bedengan maka dilakukan penyiraman terhadap tanaman selama 2 hari sekali. Namun jika turun hujan, penyiraman tidak dilakukan.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan apabila gulma telah tumbuh tinggi. Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang tumbuh dekat tanaman tomat, karena gulma dapat menjadi inang dari hama atau penyakit tanaman.

Rancangan Percobaan

(35)

14

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kondisi Umum

Keadaan tanaman secara umum seragam dan dapat tumbuh dengan baik, walaupun pertumbuhan tanaman tidak terlalu tinggi (75-100 cm) bila dibandingkan dengan pertumbuhan tanaman tomat di daerah dataran tinggi (mencapai 100-200cm). Suhu harian rata-rata di lapang adalah 34°C dengan kelembaban 66,21% Kondisi suhu lapang yang tinggi dan kelembaban yang rendah menyebabkan stress air yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman.

[image:35.595.185.443.545.713.2]

Gejala bercak coklat mulai terlihat di lapang pada umur tana man 4 MST dengan keparahan penyakit yang masih rendah dan berkembang pada minggu-minggu berikutnya. Penyakit lain yang banyak ditemukan di lapang ialah penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh cendawan Fusarium sp. Penyakit ini menyerang tanaman ketika umur 3-4 MST dengan kejadian penyakit sekitar 17,86% (pada 5 MST). Ketika tanaman mulai berbuah terlihat juga adanya penyakit yang menyerang buah. Gejala yang terlihat ialah pembusukan pada buah tomat yang berwarna kecoklatan, kadang ditemukan adanya massa spora cendawan yang berwarna merah muda yang membentuk lingkaran konsentris pada buah. Dapat diduga bahwa penyakit ini merupakan penyakit antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum sp. (CPC 1991).

(36)

15

Pengaruh Tepung Cangkang Rajungan dan Tepung Jamur Merang Terhadap Keparahan Penyakit Bercak Coklat

Gejala bercak coklat di lapang terlihat ketika tanaman berumur 4 minggu setelah tanam (MST) atau 7 minggu setelah semai (MSS) dengan keparahan penyakit yang masih rendah. Gejala ini muncul secara alami di lapang, kemungkinan penularan terjadi melalui angin, air hujan, terbawa benih atau dari tanaman sumber inokulum.

Berdasarkan hasil analisis ragam, perlakuan pemberian tepung cangkang rajungan cenderung menurunkan keparahan penyakit bercak coklat walaupun tidak berbeda nyata dengan kontrol, sebaliknya perlakuan pemberian tepung jamur merang dengan konsentrasi 1% cenderung meningkatkan keparahan penyakit bercak coklat. Namun perlakuan tepung cangkang rajungan memberikan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan tepung jamur merang konsentrasi 1% pada 1 MSA. Sedangkan pada 2 MSA dan 3 MSA pemberian tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang tidak berbeda nyata.

Perlakuan tepung cangkang rajungan denga n konsentrasi 0,04%, 0,2% dan 1% serta perlakuan tepung jamur merang 0,04% tidak berbeda nyata dengan kontrol namun menunjukan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan tepung jamur merang konsentrasi 1% pada 1 MSA. Walaupun tidak berbeda nyata, perlakuan tepung cangkang rajungan 0,04% menghasilkan keparahan penyakit bercak coklat yang paling rendah diantara perlakuan lainnya. Sedangkan pada perlakuan tepung jamur merang 1%, keparahan penyakitnya lebih tinggi dibandingkan kontrol, hal ini diduga karena nutrisi dari tepung jamur merang yang diberikan lebih banyak digunakan oleh cendawan patogen untuk tumbuh. Cendawan lebih banyak memanfaatkan karbon dari senyawa organik sebagai sumber nutrisi (Pelczar 1995). Sehingga pada kondisi tertentu bahan alami dapat menekan keparahan penyakit dan dapat pula mendukung pertumbuhan patogen. Keparahan penyakit meningkat pada minggu berikutnya.

(37)

16

keparahannya. Walaupun tidak ada pengaruh yang nyata pada 2 MSA dan 3 MSA namun keparahan penyakit pada perlakuan tepung cangka ng rajungan 0,04% lebih rendah dibandingkan pada perlakuan yang lain dan juga kontrol. Besarnya keparahan penyakit selama tiga minggu pengamatan dapat dilihat dari nilai AUDPC (Area Under Diseases Progress Curve), pada perlakuan tepung cangkang rajungan 0,04% nilai AUDPC lebih rendah dibandingkan kontrol.

[image:37.595.113.511.477.674.2]

Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi besarnya keparahan penyakit bercak coklat. Pada pengamatan 2 MSA dan 3 MSA hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata, hal ini mungkin dipengaruhi oleh kondisi lapang seperti suhu, kelembaban dan curah hujan. Keparahan penyakit bercak coklat akan meningkat pada daerah yang curah hujannya tinggi, ketika percobaan dilakukan curah hujan yang terjadi sangat rendah sehingga me mpengaruhi terhadap perkembangan penyakit dan berpengaruh pula pada aktivitas mikroorganisme filoplan dalam menekan penyakit akibat pemberian bahan alami . Interaksi antara patogen, inang, agens antagonis dan mikroflora alami dalam perkembangan penyakit sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (Edwards et al 1994).

Tabel 3 Pengaruh tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang terhadap keparahan penyakit bercak coklat

Perlakuan Konsentrasi Keparahan penyakit (%)1 AUDPC (% minggu) 1 MSA 2 MSA 3 MSA

T. c. rajungan 1% 16,97b 23,31a 29,34a 34,81a 0,2% 15,19b 22,73a 35,06a 36,49a 0,04% 13,39b 13,79a 24,51a 25,85a T.jamur merang 1% 31,45a 31,36a 45,00a 53,91a 0,2% 23,32ab 25,68a 32,47a 40,74a 0,04% 15,08b 23,37a 33,28a 33,39a Kontrol 20,36ab 23,34a 30,98a 36,09a 1

(38)

17

[image:38.595.114.512.248.459.2]

Keparahan penyakit bercak coklat pada tiga bagian tanaman yaitu pada kanopi atas, tengah dan bawah menunjukan persentase penyakit yang berbeda dalam satu tanaman. Keparahan penyakit pada kanopi bawah selalu lebih tinggi dibandingkan pada kanopi atas. Hasil analisis ragam menunjukan tidak ada pengaruh perlakuan pemberian tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang terhadap keparahan penyakit pada tiga bagian kanopi tanaman.

Tabel 4 Keparahan penyakit bercak coklat pada tiga bagian kanopi tanaman1

Perlakuan Konsentrasi Keparahan penyakit (%)2

Kanopi atas

Kanopi tengah

Kanopi bawah

T. c. rajungan 1% 2,29 20,47 64,38

0,2% 3,11 29,19 68,30

0,04% 0 17,11 54,43

T. jamur merang 1% 13,13 46,25 75,63

0,2% 9,22 25,36 54,97

0,04% 0 27,14 50,18

Kontrol 2,08 21,00 70,63

1

Pengamatan 3 MSA (minggu setelah aplikasi) 2

Uji Anova menyatakan tidak ada pengaruh nyata perlakuan tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang terhadap keparahan penyakit bercak coklat pada tiga bagian kanopi tanaman.

Pengaruh Tepung Cangkang Rajungan dan Tepung Jamur Merang Terhadap Populasi Mikroorganisme Filoplan

Perhitungan jumlah koloni dilakukan untuk mengetahui populasi total dari mikroorganisme yang ada di permukaan daun. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan alat hand counter. Pengamatan koloni bakteri dan cendawan dilakukan 24-36 jam setelah isolasi.

(39)

18

Pertumbuhan bakteri pada medium King’s B dan NA lebih cepat (24 jam) dibandingkan dengan pertumbuhan koloni cendawan (36-48 jam).

[image:39.595.106.537.364.599.2]

Jumlah koloni bakteri pada medium NA lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah koloni bakteri pada medium King’s B dan pada minggu ke-2 setelah aplikasi jumlahnya semakin meningkat. Populasi mikroorganisme filoplan pada daun tomat dengan adanya pemberian bahan alami tidak jauh berbeda dengan populasi mikroorganisme yang tidak diberi perlakuan (kontrol). Namun bila dilihat pada Tabel 5 mikroorganisme yang diberi perlakuan tepung cangkang rajungan populasinya lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberi perlakuan tepung jamur merang.

Tabel 5 Pengaruh tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang terhadap populasi mikroorganisme filoplan pada daun tomat ( 4 MST dan 5 MST)

Perlakuan Konsen-trasi

Populasi mikroorganisme filoplan (log cfu/g daun)

1 MSA 2 MSA

Cendawan

Bakteri

Cendawan

Bakteri

King’s

B

NA King’s

B

NA

T. c. rajungan 1% 0,83 6,45 7,42 2,33 6,72 7,70 0,2% 0,93 6,28 7,50 1,84 6,77 7,75 0,04% 2,33 6,32 7,29 3,36 6,75 7,74 T.jamur merang 1% 0 6,32 7,47 2,37 6,53 7,48 0,2% 2,25 6,39 7,51 1,65 6,45 7,45 0,04% 0,83 6,62 7,31 1,50 6,67 7,60

(40)

19

Pengaruh Tepung Cangkang Rajungan dan Tepung Jamur Merang Terhadap Keragaman Mikroorganisme Filoplan

Isolasi mikroorganisme daun dilakukan satu minggu setelah perlakuan. Untuk melihat keragaman mikroorganisme yang tumbuh maka dilakukan pengamatan terhadap ciri-ciri koloni yang tumbuh yang meliputi bentuk koloni, tepi, elevasi, warna dan ukuran koloni. Koloni dengan ciri-ciri yang berbeda diasumsikan merupakan jenis bakteri atau cendawan yang berbeda.

Tabel 6 menunjukanbahwa jenis bakteri yang tumbuh memiliki keragaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis cendawan yang tumbuh. Umumnya jenis bakteri yang tumbuh pada setiap perlakuan hampir sama keragamannya, begitupun dengan jenis cendawan yang tumbuh pada media martin agar. Keragaman yang tinggi mungkin disebabkan karena pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan yang heterogen menyebabkan tumbuhnya mikroorganisme dengan keragaman yang tinggi.

Jenis bakteri yang tumbuh pada medium NA memiliki keragaman yang tinggi bila dibandingkan dengan jenis bakteri yang tumbuh pada medium King’s B (pada pengamatan 2 MSA). Bakteri yang tumbuh pada medium King’s B terdiri dari bakteri jenis A, C, D, H, F,dan G, sedangkan bakteri yang tumbuh pada medium NA ialah jenis A, B, C, D, E, J dan H. Bekteri jenis A merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada medium King’s B dan NA pada setiap perlakuan dengan jumlah koloni yang banyak dan paling mendominasi.

Pada medium martin agar, cendawan yang umumnya tumbuh ialah cendawan jenis X yang memiliki ciri-ciri koloni cendawan (miselium) berwarna putih dengan tepian yang menyebar. Sedangkan pada medium King’s B umumnya koloni bakteri yang tumbuh bersifat flouresen, namun ada jenis lain yang bersifat nonflouresen. Bakteri yang bersifat flouresen juga ditemukan pada medium NA namun jumlahnya lebih sedikit.

(41)
[image:41.842.83.765.142.443.2]

Tabel 6 Pengaruh tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang terhadap keraga man mikroorganisme filoplan Perlakuan konsentrasi Jumlah dan jenis mikroorganisme filoplan

1 MSA 2 MSA

Cendawan Bakteri Cendawan Bakteri

MA King’s B NA MA King’s B NA

T. c. rajungan 1% 2 (X, R) 7 (A,H,F,G,D,C,J) 4 (A,J,E,B) 2 (X, Y) 4 (A,H,D,I) 4 (A,J,D,H)

0,2% 3

(Q, Y, Z)

5 (H,C,G,D,J) 5 (A,B,C,J,F) 2 (X, Z) 4 (A,H,J,I) 5 (A,H,J,C,D)

0,04% 3

(X, R, Y)

4 (C,J,D,H) 6 (A,B,E,C,D,J) 2 (X, Y) 4 (A,H,J,I) 4 (A,C,J,I)

T. jamur merang 1%

- 2 (J,H) 4 (A,F,B,J) 1 (X) 4 (A,H,J,D) 6 (A,J,I,C,D,H)

0,2% 2

(X, Y) 4 (A,H,J,D) 5 (A,B,H,C,J) 2 (X, Y) 5 (A,I,H,C,D) 6 (A,J,H,D,C,I)

0,04% 1

(X) 3 (J,H,C) 4 (A,E,J,H) 1 (X) 4 (A,H,J,I) 5 (A,J,D,H,C)

Kontrol - 2

(42)

21

Ciri-ciri koloni bakteri:

A = Bentuk koloni bulat, dengan tepian licin, elevasi cembung dan berwarna putih B = Bentuk koloni konsentris, tepian tidak beraturan, elevasi timbul dan berwarna putih

C = Bentuk koloni filiform, tepian tidak beraturan, elevasi timbul dan berwarna kuning

D = Bentuk koloni bundar dengan tepian menyebar, elevasi timbul dan bersifat flouresen

E = Bentuk koloni bundar, tepian siliat, elevasi timbul dan berwarna kuning F = Bentuk koloni bundar dengan tepian karang, bercabang elevasi timbul dan berwarna kuning

G = Bentuk koloni keriput, tepian berombak, elevasi timbul dan berwarna kuning H = Bentuk koloni bundar, tepian siliat, elevasi timbul dan bersifat flouresen I = Bentuk tidak beraturan, tepian tidak beraturan, elevasi berbukit-bukit dan bersifat flouresen

J = Bentuk koloni bundar, tepian licin, elevasi timbul dan berwarna putih

Ciri-ciri koloni cendawan :

X = miselium berwarna putih dengan pusat koloni berwarna putih

Y = miselium berwarna putih dan tidak memiliki pusat koloni, pertumbuhan koloni sangat cepat.

(43)

22

Kejadian Penyakit Layu Fusarium

[image:43.595.184.443.290.452.2]

Penyakit layu fusarium merupakan penyakit yang sangat merugikan pada tanaman tomat. Penyakit ini ditemukan di lapang dengan kejadian penyakit sekitar 17,86% atau 242 tanaman yang terserang layu fusarium dari total tanaman (1.355 tanaman). Gejala khas dapat dilihat pada pangkal batang yang membusuk dan berwarna coklat. Jika pangkal batang ini dipotong maka terlihat warna coklat yang berbentuk cincin pada berkas pembuluhnya (Chupp 1960). Tanaman yang terserang penyakit ini akan mengalami kelayuan dan akan menyebabkan kematian. Kelayuan dimulai dari tangkai daun kemudian menyebar ke seluruh tanaman.

Gambar 3 Gejala penyakit layu fusarium yang menyerang tanaman tomat Tabel 7 Pengaruh tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang terhadap

kejadian penyakit layu fusarium.

Perlakuan konsentrasi Kejadian Penyakit (%)1

4 MST 5 MST 6 MST

T. c. rajungan 1% 8,13 9,38 14,38

0,2% 6,63 8,50 15,25

0,04% 3,50 6,50 10,50

T. jamur merang 1% 7,00 11,50 17,00

0,2% 5,00 8,00 11,50

. 0,04% 5,00 6,00 8,50

Kontrol 6,31 9,31 16,86

1

[image:43.595.113.511.526.711.2]
(44)

23

Tabel 7 menunjukan bahwa pemberian tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang tidak berpengaruh terhadap kejadian penyakit layu fusarium, hal ini disebabkan karena aplikasi perlakuan lebih ditujukan untuk menekan perkembangan penyakit yang disebabkan oleh patogen daun (air borne) dengan aplikasi penyemprotan melalui daun, sedangkan layu fusarium disebabkan oleh patogen Fusarium sp. yang merupaka n patogen tular tanah (soil borne).

Penyakit Lain yang Ditemukan di Lapang

Penyakit yang Diduga Disebabkan oleh Virus.

Virus yang banyak menyerang tanaman tomat di lapang adalah virus yang menimbulkan gejala mosaik pada daun dan gejala keriting (Devi 1996). Virus yang menimbulkan gejala mosaik pada tomat antara lain CMV dan TMV, dan merupakan virus yang umum menyerang tanaman tomat (Walker 1952).

[image:44.595.186.441.535.705.2]

Gejala penyakit ini terlihat jelas pada daun. Terlihat adanya gejala mosaik pada bagian daun, sisi daun berwarna hijau muda sedangkan pada bagian tengah daun berwarna hijau tua. Permukaan daun menjadi tebal dan kaku, dan pertumbuhan tanaman terhambat. Kejadian penyakit ini masih tergolong rendah, karena dari seluruh tanaman di lapang hanya 4 tanaman yang menunjukan gejala (dari 1.355 tanaman). Di Kabupaten Malang, gejala penyakit ini cukup merugikan karena bila tanaman yang menunjukan penyakit ini, buah yang dihasilkan jumlahnya lebih sedikit bila dibandingkan dengan tanaman sehat (Wiyono 1983).

(45)

24

Tanaman yang terserang oleh TMV dan CMV hampir sama gejalanya, namun gejala yang ditimbulkan oleh CMV menyebabkan daun-daun cenderung menjadi sempit, bahkan kadang menyerupai tali sepatu yang bahasa inggrisnya disebut shoestring (Semangun 2000). Sedangkan gejala yang ditemukan di lapang hampir mirip dengan gejala TMV yaitu belang hijau muda atau kuning yang tidak teratur, bagian yang berwarna hijau muda tidak dapat berkembang dengan baik sehingga daun menjadi berkerut atau terpuntir (Semangun 2000).

Penyakit Rebah Kecambah (damping off)

[image:45.595.183.441.398.565.2]

Penyakit ini ditemukan di lapang ketika tanaman berumur 2-3 MST. Gejala yang terlihat ialah pada bagian pangkal batang yang dekat dengan permukaan tanah terjadi pembusukan berwarna kecoklatan. Kadang terlihat adanya miselium disekitar pangkal batang. Tanaman yang terserang penyakit ini menjadi rebah dan perakaran sedikit. Biasanya penyakit ini menyerang ketika tanaman berada di pembibitan hingga tanaman dewasa.

Gambar 5 Gejala penyakit rebah kecambah (damping off)

(46)

25

Penyakit Antraknosa (Colletotrichum sp.)

Ketika pembentukan buah, terlihat adanya penyakit yang menyerang buah tomat. Penyakit ini merupakan penyakit yang disebabkan oleh cendawan, karena terlihat adanya massa cendawan di sekitar gejala serangan. Gejala yang ditimbulkan berupa pembusukan pada buah berwarna kecoklatan yang dapat menurunkan kualitas buah. Infeksi biasanya terjadi pada buah yang sudah masak, namun dapat juga menyerang buah yang masih hijau. Di sekitar gejala dipenuhi oleh massa cendawan yang berwarna merah muda yang tumbuh secara konsentris.

[image:46.595.186.429.446.598.2]

Gejala ini hampir mirip dengan deskripsi gejala antraknosa, yaitu adanya lesio berwarna agak gelap pada permukaan buah (dengan diameter 12 mm), terdapat pembentukan cincin konsentris, pada keadaan yang basah terlihat adanya massa spora berwarna merah muda disekitar lesio (CPC 1991). Penyebab penyakit ini yaitu Colletotrichum sp., merupakan patogen yang memiliki kisaran inang yang luas.Suhu yang tinggi dan kelembaban yang rendah atau pada musim hujan adalah faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit serta sangat berperan dalam menyebabkan epidemi (Chupp 1960). Patogen dapat bertahan di dalam sisa tanaman sakit dan dapat terbawa oleh benih.

Gambar 6 Gejala penyakit Antraknosa pada buah tomat

Penyakit Kapang Daun (Cladosporium fulvum)

(47)

26

daerah klorosis berwarna kuning dan diikuti dengan warna kuning kehijauan seperti beludru di bawah permukaan daun (Semangun 2000). Dibawah daerah klorosis (dibalik daun) terbentuk spora-spora yang mula-mula berwarna kelabu muda kemudian menjadi coklat atau hijau kekuning-kuningan. Penyakit ini mula-mula menyerang daun-daun bagian bawah, kemudian menjalar ke daun sebelah atas dan akhirnya seluruh tanaman terserang dan mati. Serangan penyakit ini terjadi apabila iklimnya lemb ab dengan suhu yang tinggi, dan biasanya menyerang tanaman di rumah kaca (Harjadi & Sunaryono 1989).

(48)

27

Pembahasan

Pengaruh Tepung Cangkang Rajungan dan Tepung Jamur Merang Terhadap Keparahan Penyakit Bercak Coklat

Perlakuan pemberian tepung cangkang rajungan cenderung menurunkan keparahan penyakit bercak coklat walaupun tidak berbeda nyata dengan kontrol, sebaliknya perlakuan pemberian tepung jamur merang dengan konsentrasi 1% cenderung meningkatkan keparahan penyakit bercak coklat. Namun perlakuan tepung cangkang rajungan dengan konsentrasi 0,04%, 0,2% dan 1% serta tepung jamur merang konsentrasi 0,04% memberikan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan tepung jamur merang konsentrasi 1% pada 1 MSA. Sedangkan pada 2 MSA dan 3 MSA pemberian tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang tidak berbeda nyata.

Keparahan penyakit bercak coklat meningkat pada pengamatan berikutnya dan pemberian bahan alami antara lain tepung cangkang rajungan maupun tepung jamur merang tidak berpengaruh nyata pada minggu berikutnya (2 MSA dan 3 MSA). Hal ini mungkin disebabkan karena pada 1 MSA atau 2 minggu setelah aplikasi pertama, pemberian bahan alami secara tidak langsung dapat dengan segera menghambat pertumbuhan patogen baik melalui mekanisme kompetisi nutrisi, degradasi khitin maupun terjadi induksi resistensi tanaman (meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan patogen). Menurut Benhamou et al. (1992) khitosan (senyawa turunan dari khitin) yang diberikan dengan penyemprotan lewat akar dan daun, ternyata dapat menurunkan jumlah akar yang rusak karena cendawan dan secara drastis meningkatkan pembentukan penghambatan fisik dalam jaringan akar yang terinfeksi.

(49)

28

Mikroorganisme filoplan dapat menjadi antagonis bagi patogen apabila mampu berkompetisi dengan patogen dalam menghambat kolonisasi dan perkembangan patogen pada permukaan daun (Khaeruni 1998).

Tepung cangkang rajungan mengandung khitin, protein, CaCO3, serta sedikit MgCO3 dan pigmen astaktin (Hirano & Upper 1989), sedangkan tepung jamur merang mengandung khitin, protein, karbohidrat, kalsium, posfor dan beberapa senyawa lain (Setiawan 1986 dalam Julianti 1997), sehingga Pemberian tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang merupakan salah satu sumber khitin, yang merupakan sumber nutrisi bagi mikroorganisme filoplan untuk tumbuh karena khitin mengandung karbon dan nitrogen yang merupakan senyawa yang dibutuhkan bagi mikroorganisme untuk tumbuh (Clifton 1958). Selain sebagai sumber nutrisi, pemberian khitin juga berperan dalam proses degradasi khitin yang melibatkan enzim khitinase. Adanya aktivitas khitinase ternyata dapat digunakan untuk pengendalian fungi patogen (Fujianto 2001).

Menurut Khaeruni (1998) penambahan khitin dalam suspensi biokontrol yang mengandung bakteri Aeromonas caviae WS7b akan menginduksi bakteri tersebut untuk menghasilkan enzim kitinase yang berperan dalam mengendalikan cendawan-cendawan yang sensitif terhadap kitinase pada permukaan daun. Enzim khitinase dapat mendegradasi khitin yang merupakan komponen penting pada dinding sel cendawan, integumen serangga dan kerangka luar golongan hewan arthropoda, moluska, nematoda dan protozoa (Natawigena 1990). Dengan demikian aktifitas khitinase mampu menghambat perkembangan penyakit tanaman. Sehingga banyak penelitian yang memanfaatkan khitin untuk pengendalian patogen penyakit pada tanaman.

(50)

29

patogen. Selain menghambat perkembangan patogen, populasi mikroorganisme filoplan pada musim kering lebih sedikit dibandingkan pada musim hujan (Wiyono 1997), sehingga mikroorganisme filoplan tidak mampu berkompetisi dengan patogen. Menurut Abadi (1989) Pertumbuhan mikroflora atau saprob yang baik menyebabkan patogen akan terhalang untuk mengadakan infeksi pada daun. Halangan yang ditimbulka n saprob diduga berupa bahan kimia yang dikeluarkan oleh saprob tersebut yang bersifat menghambat perkembangan patogen.

Walaupun tidak berpengaruh nyata pada 2 MSA dan 3 MSA, pemberian tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang dengan konsentrasi 0,04% memiliki kecendrungan keparahan penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Dengan penambahan bahan alami dalam konsentrasi yang rendah mampu menekan perkembangan penyakit bercak coklat selama tiga minggu pengamatan (dilihat dari nilai AUDPC). Selain itu juga pemberian bahan alami dengan konsentrasi yang rendah mampu menekan kejadian penyakit layu fusarium.

Pada perlakuan pemberian tepung jamur merang 1% menunjukan keparahan penyakit yang lebih tinggi di bandingkan kontrol, hal ini diduga karena nutrisi yang diberikan oleh jamur merang 1% lebih banyak dimanfaatkan oleh patogen untuk berkembang. Berbeda dengan bakteri, cendawan tidak dapat menggunakan senyawa karbon anorganik sebagai sumber nutrisi, karbon yang dapat dimanfaatkan oleh cendawan harus berasal dari senyawa organik (Pelczar 1986). Selain itu jamur merang memiliki kandungan protein dan senyawa karbohidrat yang tinggi yang menguntungkan bagi pertumbuhan cendawan. Sehingga pada kondisi tertentu baha n alami dapat menekan keparahan penyakit dan dapat pula mendukung pertumbuhan patogen.

(51)

30

Sumaraw (1999) menunjukan bahwa periode kritis tanaman tomat terhadap serangan bercak coklat ialah ketika tanaman berumur 50-60 HSS (hari setelah semai) atau ketika tanaman mulai memasuki fase generatif (berbunga). Di lapang gejala bercak coklat mulai terlihat pada umur tanaman 7 MSS dan keparahan penyakit meningkat pada umur tanaman 8 MSS atau sekitar 56 HSS. Oleh sebab itu aplikasi pengendalian sebaiknya dilakukan sebelum memasuki fase periode kritis tanaman.

Pengaruh umur daun terhadap populasi mikroorganisme filoplan pada kanopi bawah akan berbeda dengan populasi filoplan pada kanopi atas atau daun yang lebih muda. Populasi mikroorganisme filoplan akan meningkat seiring dengan meningkatnya umur tanaman (Wiyono 1997).

Pengaruh Perlakuan Terhadap Populasi dan Keragaman Mikroorganisme Filoplan

Perhitungan populasi mikroorganisme filoplan dapat dilihat dari hasil isolasi daun setelah 1 MSA dan 2 MSA atau pada umur tanaman 4 MST dan 5 MST. Apabila dilihat dari Tabel 5 bahwa populasi mikroorganisme pada daun yang diberi perlakuan maupun yang tidak diberi perlakuan menunjukan jumlah yang relatif sama. Mikroorganisme yang tumbuh pada permukaan daun diantaranya ialah bakteri, cendawan dan aktinomycetes. Beberapa jenis mikroorganisme tersebut mempunyai potensi yang tinggi terhadap pengendalian patogen tumbuhan. Bakteri merupakan jumlah yang paling banyak dibandingkan dengan cendawan. Berdasarkan hasil analisis ragam, bahwa pemberian tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang dengan konsentrasi 1%, 0,2% dan 0,04% tidak berbeda nyata, artinya populasi mikroorganisme filoplan pada daun yang diberi perlakuan hasilnya akan sama dengan daun yang tidak diberi perlakuan. Namun pada perlakuan pemberian tepung cangkang rajungan, mikroorganisme filoplan populasinya lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tepung jamur merang.

(52)

31

dan keragaman mikroorganisme filoplan pada daun diantaranya adalah suhu, kelembaban, ketersediaan nutrisi dan pencucian oleh adanya hujan (Mercier & Lindow 2000). Menurut Wiyono (1997) populasi mikroorganisme filoplan juga dipengaruhi oleh musim. Pada musim hujan populasi mikrorganisme filoplan lebih tinggi dibandingkan pada musim kering. Selain itu bakteri yang hidup pada permukaan daun akan berbeda populasinya menurut luasan daun dan nutrisi yang tersedia pada daun tersebut.

Bakteri adalah mikroorganisme dengan populasi yang paling tinggi jumlahnya (Clifton 1958). Dengan populasi yang tinggi ini menyebabkan bakteri banyak dijadikan sebagai agens hayati untuk menekan patogen. Apabila dilihat dari Tabel 5 bahwa populasi mikroorganisme yang paling banyak berasal dari kelompok bakteri dibandingkan kelompok cendawan. Kebanyakan bakteri yang tumbuh pada media King’s B ialah jenis bakteri flouresen sedangkan pada media NA bakteri yang umumnya tumbuh dalam jumlah yang banyak ialah jenis bakteri A yang memiliki ciri Bentuk koloni bulat, dengan tepi licin, elevasi cembung dan berwarna putih.

Salah satu kelompok bakteri yang bakteri flouresen ialah dari genus Pseudomonas. Bakteri ini merupakan jenis bakteri yang banyak dimanfaatkan sebagai agens angatonis patogen. senyawa ya ng dihasilkan dari bakteri ini salah satunya adalah Floupsin C dan Fluopsin F; 6-hydroxymethylpterin, yang merupakan hasil antara dalam sintesis asam folik dan merupakan senyawa antibiotik (Erari 1994). Umumnya bakteri yang hidup pada permukaan daun ialah jenis bakteri gram negatif seperti Pseudomonas syringae dan Erwinia (Pantoea)(Yang et al 2001). Bakteri gram negatif terdapat di dalam tanah, lingkungan aquatik dan lingkungan alamiah secara luas, serta teramat penting peranannya karena melakukan perubahan-perubahan biokimiawi dalam lingkungan-lingkungan tersebut dan jenis bakteri ini bukan termasuk bakteri patogenik (Pelczar 1986). Selain dari kelompok Pseudomonas, kelompok bakteri Streptomyces dan Bacillus juga banyak dimanfaatkan sebagai agens antagonis (Edwards et al. 1994).

(53)

32

dalam medium Martin Agar memiliki ciri miselium yang berwarna putih dan pertumbuhannya cepat.

Kejadian Penyakit Layu Fusarium

Gejala penyakit layu fusarium ialah kelayuan pada tanaman yang didahului dengan menguningnya daun, terutama daun-daun sebelah bawah, tangkai-tangkai daun merunduk. Pada pangkal batang terlihat gejala pembusukan berwarna kecoklatan, bila dipotong pada jaringan tersebut akan tampak suatu cincin coklat dari berkas pembuluh (Semangun 2000).

Penyebab penyakit ini yaitu Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici yang merupakan patogen soil borne. Cendawan menghasilkan tiga jenis spora aseksual yaitu mikrokonidia, makrokonidia dan klamidospora (Agrios 1997). Cendawan bertahan di dalam tanah dalam bentuk klamidospora. Faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit diantaranya ialah kelembaban tanah yang rendah, suhu tanah (28°C), panjang hari, intensitas cahaya rendah, unsur hara N dan P yang rendah dengan K tinggi dan pH tanah yang rendah (Booth 1971).

(54)

33

penambahan tepung cangkang rajungan ke dalam tanah dapat menekan kejadian penyakit akar gada yang disebabkan oleh Plasmodiophora brassicae.

Beberapa jenis mikroflora kitinolitik dalam tanah akan meningkat populasinya setelah adanya penambahan khitin ke dalam tanah. Dengan meningkatnya mikroflora tersebut maka terjadi penghambatan patogen Fusarium sp. di dalam tanah. Selain pengaruh dari adanya penambahan khitin, mungkin kondisi lingkungan yang paling mendukung terhadap kejadian penyakit tersebut. Kondisi lapang seperti suhu tanah yang tinggi diikuti dengan kelembaban tanah yang rendah atau keadaan lingkungan yang kering ternyata dapat meningkatkan infeksi layu fusarium penyebab penyakit busuk akar pada tanaman buncis (Agrios 1997).

(55)

34

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Perlakuan pemberian tepung cangkang rajungan cenderung menurunkan keparahan penyakit bercak coklat walaupun tidak berbeda nyata dengan kontrol, sebaliknya perlakuan pemberian tepung jamur merang dengan konsentrasi 1% cenderung meningkatkan keparahan penyakit bercak coklat walaupun tidak berbeda nyata dengan kontrol. Pemberian tepung cangkang rajungan memberikan hasil yang berbeda nyata dengan pemberian tepung jamur merang dengan konsentrasi 1% terhadap keparaha n penyakit bercak coklat pada 1 MSA. Sedangkan pada 2 MSA dan 3 MSA pemberian tepung cangkang rajungan dan tepung jamur merang tidak berpengaruh nyata. Populasi mikroorganisme filoplan meningkat setelah 2 MSA (minggu setelah aplikasi), peningkatan pada perlakuan tepung cangkang rajungan lebih tinggi dibandingkan pada kontrol dan tepung jamur merang. Mikroorganisme yang tumbuh memiliki keragaman yang tinggi.

Penyakit lain yang ditemukan di lapang ialah penyakit layu fusarium dengan kejadian penyakit sekitar 17,86%, dan penyakit lainnya seperti damping off, kapang daun, antraknosa dan penyakit yang diduga disebabkan oleh virus. Tidak ada pengaruh yang nyata antara pemberian bahan alami dengan kejadian penyakit layu fusarium.

SARAN

(56)

35

DAFTAR PUSTAKA

Abadi AL. 1983. Antagonisme antar mikroorganisme permukaan daun dengan Alternaria solani (E&M) Jones & Grout penyebab penyakit ‘Early Blight’ pada tanaman tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Agrios GN. 1997. Plant Pathology. Edisi ke-4. New York: Academic Press. Alexopolous CJ & Mims CW. 1979. Introductory Mycology. New York: John

Wiley & Son, In.

[UPP] Unit Penyuluh Pertanian. 2006. Programa penyuluhan dan pelatihan agribisnis UPP.Ciasem. Subang: Kantor penyuluhan dan pelatihan pertanian.

[Anonim]. 2005. Chitin and chitosan: value added products from mushroom waste. http://www.nebi.nlm.nih.gov.entrez.query.fegi?cmd=

Retrieve&db.=PubMed&list_uids=1561277&dopt=Abstrak [6 Juli 2006] Bell,AA, Judith C. Hubbard. 1998. Efect of chitin and chitosan on the incidence

and severity of fusarium yellows in celery. Plant Dis 82:322-328.

Benhamou, N., PJ.Lafontaine,M. Nicole. 1994. Induction of systemic resistance to fusarium crown and root rot in tomato plants by seed treatment with chitosan. Phytopathology 84: 1432-1443.

Booth, C. 1971. The Genus Fusarium. England: Common Wealth Mycological Institute [CAB].

Cahyono, B & Pracaya. 1998. Tomat. http://warintek.progression.or.id/pertanian /tomat.htm. [10 Juni 2006].

Chupp, C & Arden, FS. 1960. Vegetable Diseases and Their Control. New York: The Ronald Press Company.

Clifton, CE. 1958. Introduction of the Bacteria. New york: McGrow-Hill Book Company.

[CPC] Crop Protection Compedium. 1991.

Gambar

Gambar 1  Struktur khitin ( Muzzareli dan Joles dalam Setyahadi (2006))
Tabel 1  Hasil analisis nutrisi jamur merang di Laboratorium Food and Nutrion
Table 2  Dosis dan waktu pemupukan tanaman tomat.
Gambar 2  kondisi lapang pertanaman tomat umur 6 MST
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kajian penelitian ini berfokus pada literasi tulis berupa karya tulis ilmiah sebagai salah satu tridharma perguruan tinggi. Penurunan minat baca menarik

Dari hasil pembahasan diatas dapat diketahui bahwa faktor yang paling bermasalah terhadap produktivitas adalah faktor material karena mempunyai tingkat indeks produktivitas

Adapun Construct Reliability dari kesepuluh dimensi yang digunakan untuk mengukur variabel proses pengambilan keputusan pembelian pelanggan masih lebih besar dan yang

Laju populasi ini bertambah karena adanya laju transisi dari populasi node laten menjadi populasi node yang terinfeksi worm , sedangkan berkurang karena adanya kerusakan alami pada

Kebersyukuran adalah suatu aktifitas baik verbal maupun non verbal yang ditunjukkan oleh seseorang atau komunitas sebagai proses apresiasi terhadap respon positif

Sebagian besar penderita kanker payudara post mastektomi memiliki kondisi fisik yang baik sebesar 48,8%, berada pada tingkat depresi minimal sebanyak 56,1%,

Ennenaikaisena syntyneiden Veeran ja Annin kertomuksissa oli huomattavan vähän lauseyhdistyksiä, mutta toisaalta ennenaikaisena syntyneen Eliaksen kertomuksessa

Berdasarkan data dan analisa diatas, maka secara umum dapat disimpulkan bahwa rasio kinerja keuangan yang terdiri dari net profit margin, return on assets ,