• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sumatera Utara adalah satu-satunya rumah sakit jiwa pemerintah yang ada di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki kemampuan pelayanan di klasifikasi kelas “A” dengan sifat kekhususannya dikategorikan dengan Tipe “B”. Selain melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa, RSJ Provinsi Sumatera Utara juga sebagai tempat pendidikan berbasis medis yang masing-masing bekerja sama dengan institusi pendidikan kesehatan se-Sumatera Utara. Dengan kemampuan yang dimiliki,saat ini RSJ Provinsi Sumatera Utara merupakan pusat rujukan kesehatan jiwa di pulau Sumatera.

5.1.2. Karakteristik Individu

Data yang diambil sebanyak 40 pasien yang memenuhi kriteria inklusi penelitian di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara. Data yang diperoleh berdasarkan anamnesis, rekam medis, dan pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu pada pasien skizofrenik berdasarkan umur dan jenis kelamin yang telah diterapi antipsikotik. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa dari 40 pasien skizofrenik yang berjenis kelamin laki-laki dan usia 15-55 tahun menunjukkan frekuensi kejadian tertinggi, yaitu sebanyak 27 orang (67,5%) dan 33 orang (82,5%), untuk lebih jelasnya dapat dilhat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Pasien Skizofrenik Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Frekuensi (n) % Jenis Kelamin Laki-laki 27 67,5 Perempuan 13 32,5 Total 40 100 Kelompok Umur 15-55 tahun 33 82,5 >55 tahun 7 17,5 Total 40 100

a. Kadar Glukosa Darah Sewaktu

Dari tabel 5.2., diketahui bahwa dari 40 pasien skizofrenik yang telah diterapi antipsikotik, sebanyak 22 orang (55%) mengalami peningkatan kadar glukosa darah sewaktu. Untuk lebih jelasnya dapat dilhat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Peningkatan Kadar Glukosa Darah Sewaktu pada Pasien Skizofrenik

Kadar Glukosa Darah Sewaktu Frekuensi (n) %

Meningkat 22 55

Tidak Meningkat 18 45

b. Perbandingan Kadar Glukosa Darah Sewaktu

Dari tabel 5.3, diketahui dari uji statistik pada perbandingan kadar glukosa darah sewaktu berdasarkan umur dan jenis kelamin dengan menggunakan Chi-Square Test diperoleh hasil p = 0,016 (p < 0,05) pada kelompok umur dan p = 0,333 (p > 0,05) pada jenis kelamin. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.3. Perbandingan Kadar Glukosa Darah Sewaktu Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin

Karakteristik Demografi Sampel

Kadar Glukosa Darah Sewaktu P value

Meningkat Tidak Meningkat n % N % Kelompok Umur 15-55 Tahun 18 81,8 15 83,3 >55 Tahun 4 18,2 3 16,7 0,016 Total 22 100 18 100 Jenis Kelamin Laki-laki 14 63,6 13 72,2 Perempuan 8 37,4 5 27,8 0,333 Total 22 100 18 100

5.2. Pembahasan

5.2.1. Kadar Glukosa Darah Sewaktu

Dari tabel 5.2., diketahui bahwa dari 40 pasien skizofrenik yang telah diterapi antipsikotik, sebanyak 22 orang (55%) mengalami peningkatan kadar glukosa darah sewaktu. Hal ini sejalan dengan penelitian Roy et al. (2010) yang menunjukkan pada golongan dewasa terjadi kecenderungan meningkatnya kadar glukosa 4,8% pada 3 bulan pertama. Kemudian dalam penelitian yang dilakukan oleh Savoy dkk., (2008) memperlihatkan hasil antipsikotik tipikal dapat meningkatkan kadar glukosa plasma 100-140% dari basal, tidak berbeda jauh dengan antipsikotik atipikal.

Pengobatan antipsikotik telah dihubungkan dengan efek samping metabolik, termasuk tingkat yang bervariasi dari penambahan berat badan, dislipidemi dan kerentanan terhadap diabetes tipe 2 (Cohn, 2006). Obesitas dihubungkan dengan resistensi insulin dan merupakan faktor utama penyebab diabetes tipe 2 (Castagna, 2011). Resistensi insulin merupakan kontributor utama pada intoleransi glukosa dan kelainan lipid yang terdapat pada sindrom metabolik (Toalson, 2004). Prevalensi yang tinggi dari diabetes diantara orang-orang dengan skizofrenia dapat dihubungkan dengan prevalensi obesitas yang tinggi, karena 90% individu dengan diabetes tipe 2 adalah obese (Marder et al., 2004).

Menurut Kompoliti et al. (2010) menunjukkan penggunaan antipsikotik terhadap berat badan pada 3 bulan pemakaian pertama memperoleh perbedaan yang bermakna antara pasien yang diberi antipsikotik dengan yang tidak diberi antipsikotik. Untuk subjek yang diobati dengan antipsikotik, 68,5% mengalami obesitas. Pada dua penelitian cross sectional yang dilakukan oleh Kato dkk pada tahun 2003, menggunakan kriteria National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) menemukan tingkat prevalensi sindrom metabolik sekitar 60% telah diperkirakan diantara 63 pasien skizofrenik rawat jalan

(Toalson, 2004). Littrell

di Amerika Serikat dan 27 pasien rawat inap di Taiwan yang menderita gangguan skizofrenia atau skizoafektif menemukan keadaan resistensi insulin dan sindrom metabolik dengan menggunakan laboratorium puasa dan pemeriksaan klinik, mereka mengamati tingkat prevalensi sindrom metabolik 51% di Amerika Serikat pada pasien rawat jalan dan tingkat prevalensi 22% pada kelompok pasien rawat inap di Taiwan (Toalson, 2004).

5.2.2. Perbandingan Kadar Gula Darah Sewaktu

Terdapat perbedaan bermakna kadar glukosa darah sewaktu berdasarkan kelompok umur p = 0,016 (p < 0,05). Hal ini sejalan dengan penelitian Sernyak et al. (2003) yang menunjukkan prevalensi kejadian peningkatan kadar glukosa darah pada kelompok umur di bawah 40 tahun, 40-49 tahun, dan 50-59 tahun lebih tinggi daripada kelompok umur 60 ke atas. Prevalensi sindrom metabolik meningkat dengan usia, dari sekitar 7% pada mereka yang berusia 20-29 tahun sampai 40% pada mereka yang berusia lebih dari 60 tahun (Camellia, 2008). Heiskanen dkk (di Finlandia) menemukan prevalensi sindrom metabolik 37% dengan definisi NCEP ATP III, pada 35 pasien dengan usia rata-rata 45 tahun. Saari (2005) yang meneliti prevalensi sindrom metabolik pada pasien skizofrenik (pada usia awal 30-an) menurut definisi NCEP ATP III adalah 19%. Hal ini diperkuat dengan pernyataan bahwa terjadinya sindrom metabolik akan meningkat dengan bertambahnya usia (Camellia, 2008).

Perbandingan kadar glukosa darah sewaktu berdasarkan jenis kelamin diperoleh hasil p = 0,333 (p > 0,05). Tidak ada perbedaan yang bermakna diantaranya. Hal ini sejalan dengan penelitian Mukherjee et al. (1996) yang menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara jenis kelamin dengan kadar glukosa darah sewaktu pada pasien skizofrenik yang telah diterapi antipsikotik. Sedangkan pada penelitian Sanjay (2006) menunjukkan bahwa pada perempuan umur ≥ 40 tahun lebih rentan mengalami peningkatan berat badan yang menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah dibandingkan dengan perempuan berumur < 40 tahun dan laki-laki dari semua kelompok umur. Penelitian yang luas

oleh Cohn dkk (2004), dari 240 subjek pasien skizofrenik Canadian, menyatakan tingkat prevalensi sindrom metabolic 42.6% pada laki-laki dan 48.5% pada wanita, sementara yang ditemukan oleh penelitian oleh McEvoy dkk., menemukan tingkat prevalensi sindrom metabolik 36.6% pada laki-laki dan 54.2% pada wanita (De Hert et al., 2006). Menurut Durand (2007), awitan untuk perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki, yaitu sampai umur 36 tahun, yang perbandingan risiko awitannya menjadi terbalik, sehingga lebih banyak perempuan yang mengalami skizofrenia pada umur yang lebih lanjut bila dibandingkan dengan laki-laki. Puncak serangan pada laki-laki antara umur 10 sampai 25 tahun dan 25 sampai 35 tahun pada perempuan. Sembilan puluh persen pasien yang mendapatkan pengobatan skizofrenia berusia antara 15 sampai 55 tahun. Serangan di bawah 10 tahun atau di atas 60 tahun jarang dilaporkan. Secara umum, perempuan dengan skizofrenia mempunyai outcome lebih baik dibanding laki-laki (Saddock, 2007).

Dokumen terkait