• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI

Lima puluh contoh kotak pengangkutan DOC yang diuji dengan metode SNI menunjukkan hasil: empat contoh positif S.Enteritidis(8%). Hasil uji dapat dilihat pada Tabel 6, Gambar 2 dan Gambar 3.

Tahapan pengujian Salmonella menggunakan metode SNI diawali dengan proses pra-pengayaan, pengayaan, dilanjutkan isolasi pada media selektif

pembeda, yaitu HEA, XLD dan BSA. Koloni yang diduga Salmonella pada media

HEA akan berwarna hijau kebiruan dengan atau tanpa titik hitam karena terbentuknya H2S. Koloni terlihat merah muda pada media XLD dengan atau tanpa titik mengkilat atau terlihat hampir seluruh koloni hitam Koloni terlihat keabu-abuan atau kehitaman pada media BSA. Kadangkala koloni berwarna metalik dengan media di sekitar koloni berwarna coklat dan berubah hitam

dengan bertambahnya waktu inkubasi (Merck 2004). Koloni Salmonella spp.

pada media HEA dapat dilihat pada Gambar 2. Keenam contoh yang diduga positif Salmonella dilanjutkan ke uji-uji biokimiawi. Hasil identifikasi dari uji-uji

biokimia mengarah kepada S. Enteritidis(Cowan 1981).

Menurut Quinn et al. (2002) Salmonella bersifat non motil pada suhu 30 0C,

tidak memfermentasi laktosa, tidak menghasilkan indole (tidak terbentuk cincin

warna merah pada uji indole), menggunakan glukosa untuk memproduksi asam

(uji methyl red positif, ditandai dengan warna merah menyebar), tidak

memetabolisme glukosa untuk menghasilkan asetoin dan 2,3-butanadiol (uji

voges-proskauer negatif, ditandai dengan tidak adanya perubahan warna),

menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon (ditandai dengan adanya

pertumbuhan koloni Salmonella dan media berwarna biru pada uji sitrat),

menghasilkan H2S, menghasilkan lysine decarboxylase (ditandai dengan

perubahan warna ungu pada uji lysine decarboxylase) dan tidak memetabolisme

urea (tidak adanya perubahan warna atau warna tetap kuning pada uji urease).

Terhadap enam contoh yang diduga Salmonella spp., dilanjutkan pengujian

serologik di Balai Besar Penelitian Veteriner untuk mengetahui spesies

Salmonella. Hasil yang didapatkan dari enam contoh tersebut, hanya empat

contoh yang positif S. Enteritidis. Sedangkan dua contoh yang diuji menunjukkan

hasil bukan Salmonella spp.

Tabel 6 Gambaran koloni dari media HEA dan uji biokimiawi contoh yang diduga positif Salmonella

No Perusaha-

an

1 A5 Hijau kebiruan, rata b/a, +,+ b/b,

+,+ +/+ -/- -/- positif negatif negatif positif negatif non motil 2 A9 Hijau kebiruan, rata b/a, +,+ b/b,

+,+ +/+ -/- -/- positif negatif negatif positif negatif motil

3 B2 Hijau kebiruan, rata b/a, +,+ b/b,

+,+ +/+ -/- -/- positif negatif negatif positif negatif motil

4 B5 Hijau kebiruan, rata b/a, +,+ b/b,

+,+ +/+ -/- -/- positif negatif negatif positif negatif motil

5 B7 Hijau kebiruan, rata b/a, +,+ b/b,

+,+ +/+ -/- -/- positif negatif negatif positif negatif motil

6 B8 Hijau kebiruan, rata b/a, +,+ b/b,

+,+ +/+ -/- -/- positif negatif negatif positif negatif non motil Kontrol positif Hijau kebiruan, rata b/a, +,+ b/b,

+,+ +/+ -/- -/- positif negatif negatif positif negatif motil

Kontrol negatif - - - -

Gambar 2 Koloni Salmonella pada media HEA dari 6 contoh yang diduga positif

Media TSIA Media LIA

Gambar 3 Hasil uji khas Salmonella pada media TSIA dan LIA

Hasil Pengujian Salmonella spp. dengan Metode Salmonella Latex Test

Pengujian 50 contoh kotak pengangkutan DOC terhadap adanya cemaran

Salmonella spp. menggunakan metode Salmonella latex test menunjukkan hasil

hanya lima contoh sampel positif Salmonella spp.(10%). Contoh yang bereaksi

positif dengan Salmonella latex test ditandai dengan adanya reaksi aglutinasi pada kartu reaksi seperti pada Gambar 4.

terjadi aglutinasi tidak terjadi aglutinasi

Gambar 4 Gambaran aglutinasi pada contoh positif Salmonella spp. dengan

metode Salmonella latex test

Proses aglutinasi pada Salmonella latex test disebabkan oleh reaksi antibodi terhadap antigen flagella Salmonella. Salmonella latex test merupakan salah satu

uji cepat Salmonella yang lebih menyingkat waktu dibandingkan dengan metode

baku pengujian Salmonella. Menurut Anonimus (2007) metode ini dapat

mendeteksi spesies Salmonella diantaranya S. Typhimurium, S. Enteritidis, S.

Virchow, S. Newport, S. Infantis, S. Anatum, dan berbagai subspesies Salmonella

lainnya yang masuk dalam serotipe B, C1, C2, C3, D1 and E1.

Evaluasi Pengujian Cemaran Salmonella spp. dengan Metode SNI dan Salmonella Latex Test

Perbedaan hasil uji Metode SNI dan Salmonella Latex Test terpapar pada

Tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7 Hasil uji Salmonella dengan metode SNI dan Salmonella latex test

Metode Kotak DOC (%) Kontrol Positif (%) Kontrol Negatif (%) SNI 4/50 (8) 50/50 (100) 50/50 (100)

Salmonella latex test 5/50 (10) 50/50 (100) 50/50 (100)

Untuk membandingkan antara metode SNI dan Salmonella latex test

diketahui dengan cara menghitung kepekaan dan kekhususan. Pengulangan dan kepekaan dan kekhususan peubah mempengaruhi ketepatan suatu pengujian diagnostik (Budiharta dan Suardana 2007). Analisis statistik kappa digunakan menghitung kepekaan dan kekhususan kedua metode pengujian berdasarkan data yang dihimpun dalam Tabel 8 di bawah ini.

Tabel 8 Proporsi populasi yang diklasifikasi-silangkan berdasarkan hasil uji dengan metode yang berbeda

Metode Metode SNI Jumlah

Positif Negatif Salmonella latex test Positif 4 1 5 Negatif 0 45 45 Jumlah 4 46 50

Kepekaan dan kekhususan Salmonella latex test mencapai 100% dan 97,8%

dengan tingkat kepercayaan 95%. Kepekaan adalah proporsi kotak pengangkutan

DOC yang tercemar Salmonella spp. yang memberikan hasil uji positif,

sedangkan kekhususan adalah proporsi kotak pengangkutan DOC yang tidak

tercemar Salmonella spp. yang memberikan hasil uji negatif. Dengan

menggunakan data Tabel 8 Salmonella latex test memberikan nilai pendugaan

(prediktif) positif sebesar 80% dan nilai prediktif negatif sebesar 100%. Nilai prediktif positif adalah proporsi kotak pengangkutan DOC yang yang tercemar

Salmonella spp. diantara contoh yang bereaksi positif dengan metode Salmonella latex test, sedangkan nilai prediktif negatif adalah proporsi kotak pengangkutan

DOC yang tidak tercemar Salmonella spp. diantara contoh yang memberikan

reaksi negatif dengan menggunakan metode Salmonella latex test. Nilai prediksi

pengujian telah digunakan sebagai cara untuk memilih pengujian yang dilakukan, namun nilai prediksi tidak hanya dipengaruhi oleh kepekaan dan kekhususannya, tetapi dipengaruhi juga oleh prevalensi yang sebenarnya. Prevalensi sebenarnya biasanya sulit diketahui, maka tidak dapat secara langsung dianggap bahwa suatu pengujian yang memiliki nilai prediksi tertinggi selalu paling peka dan khas.

Untuk menentukan kesesuaian antara pengujian baku dan pengujian baru dilakukan analisis statitstik kappa (Thrusfield 2005). Metode SNI memberikan

prevalensi yang nampak sebesar 0,08, sedangkan dengan Salmonella latex test

memberikan prevalensi sebesar 0,1 dan kedua metode tersebut sama-sama memberikan reaksi positif terhadap 8% dari keseluruhan contoh yang diperiksa. Data ini tidak memberikan petunjuk bahwa reaksi positif berarti status hewan di lapangan terinfeksi oleh Salmonella spp. dan reaksi negatif berarti status hewan di lapangan tidak terinfeksi Salmonella spp., tetapi hanya memberikan indikasi

pengujian yang memberikan proporsi positif yang lebih besar daripada yang lain dan arahan untuk menghitung kesesuaian diantara kedua metode yang digunakan. Dari Tabel 8 diperoleh nilai kappa sebesar 0,878. Berdasarkan Budiharta dan Suardana (2007) nilai kappa ≥0,7-1,0 dinilai bagus sekali, 0,5≤kappa<0,7 dinilai bagus, 0,4≤kappa<0,5 dinilai cukup dan <0,4 dinilai jelek. Dari hasil analisis

pengujian dengan metode SNI dan Salmonella latex test diperoleh kesesuaian

bagus sekali. Maka metode Salmonella latex test dapat digunakan sebagai uji tapis

untuk mengetahui adanya cemaran Salmonella spp. baik dari contoh klinis

maupun dari contoh produk-produk pertanian.

Ada beberapa keuntungan dan kerugian terhadap penggunaan metode

Salmonella latex test. Keuntungan yang diperoleh dengan metode tersebut adalah: dapat menyingkat waktu kurang lebih 24 jam dibandingkan dengan metode SNI

yang memakan waktu lebih lama untuk mengetahui adanya cemaran Salmonella

dalam kotak pengangkutan DOC. Studi yang dilakukan oleh Metzler dan

Nachamkin (1988) menjelaskan bahwa penggunaan metode Salmonella latex test

dapat menyingkat waktu kurang lebih 21 jam per 100 contoh karena tidak

dilakukan uji biokimiawi untuk menduga adanya cemaran Salmonella.

Keuntungan lain dari penggunaan metode Salmonella latex test yaitu adanya

pengurangan media yang digunakan dalam uji biokimiawi, menyingkat prosedur yang digunakan untuk membiakkan bakteri dari feses, membaca dan

menginterpretasikan hasil biakan pada lempengan agar dan uji tapis terhadap cemaran Salmonella spp. (Hinrichs et al. 1985). Salmonella latex test terbukti cukup efisien dilihat dari segi pembiayaan. Untuk memeriksa 50 contoh yang diuji menggunakan Salmonella latex test membutuhkan biaya kurang lebih Rp 1.750.000,-. Dengan metode SNI menghabiskan biaya sekitar Rp 3.750.000,-

Jadi dengan menggunakan metode Salmonella latex test dapat menghemat biaya

sekitar Rp 2.000.000,- per 50 contoh. Dalam penelitiannya dengan menggunakan

Salmonella latex test terhadap 100 contoh yang diuji, Metzler dan Nachamkin (1988) menyatakan dapat dilakukan penghemat biaya sekitar USD 251.2. Dengan demikian, pengguna jasa laboratorium, dalam hal ini adalah pemilik produk, tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar untuk memeriksakan produk yang dikirim olehnya.

Selain beberapa keuntungan tersebut penggunaan metode Salmonella latex

test efektif digunakan untuk uji dugaan adanya cemaran Salmonella pada produk-

produk peternakan, khususnya pangan asal hewan. Juga, dengan teknik ini dapat

dibedakan antara Salmonella dengan spesies lainnya. Dari beberapa pertimbangan

tersebut, terlihat bahwa metode ini dapat dipergunakan untuk uji penapisan pada instansi-instansi yang membutuhkan hasil uji yang cepat, tepat dan akurat, seperti halnya karantina.

Kerugian menggunakan Salmonella latex test adalah tidak semua spesies

Salmonella dapat terlacak dengan uji tersebut. Hal ini dikarenakan antigen yang

digunakan adalah antigen flagella yang khusus terdapat pada spesies Salmonella

yang motil, seperti S. Enteritidis, S. Pomona, S. Hadar, S. Heidelberg, S. Infantis, S. Agona, S. Typhimurium, S. Newport, S. Javadan S. Virchow(Anonimus 2007).

Pencemaran S. Enteritidis pada Kotak Pengangkutan DOC

Dengan adanya cemaran S. Enteritidis pada kotak pengangkutan DOC

menjadikan kotak pengangkutan sebagai sumber penularan bagi orang-orang yang bersentuhan langsung dengan kotak pengangkutan DOC tersebut, misalnya pekerja kandang, penjual DOC dan anak-anak yang membeli DOC yang diperjualbelikan secara bebas.

Tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan salmonellosis yang berasal dari kotak pengangkutan DOC adalah dengan cara membakar kotak tersebut setelah DOC dibongkar di tempat tujuan dan

mengkampanyekan anjuran cuci tangan setelah menangani atau memegang hewan piara terutama DOC.

CDC melaporkan adanya tiga kejadian wabah salmonellosis pada anak-anak di Amerika Serikat yang terinfeksi dari anak ayam yang dibeli di toko peternakan

selama tahun 2006 (Bidol et al. 2007). Wabah tersebut menjelaskan bahwa

salmonellosis yang berkaitan dengan anak ayam dan anak unggas memerlukan penanganan yang serius, khususnya penanggulangan sumber penularan dari perusahaan pembibitan ayam. Kejadian tersebut terjadi dimungkinkan karena higienitas yang tidak terjaga setelah kontak langsung dengan anak ayam yang

diperjualbelikan secara bebas dan menjadi hewan piara atau mainan bagi konsumen khususnya anak-anak.

Pencegahan terhadap pentingnya menjaga higienitas diri dilakukan pada semua kelompok umur baik anak-anak maupun orang dewasa terutama bagi

mereka yang rentan terpapar oleh cemaran Salmonella spp.. Bagi petugas

karantina tindakan pencegahan seperti tersebut di atas harus dilakukan dan menjadi standar operasional prosedur dalam menangani hewan maupun produk hewan khususnya kotak pengangkutan DOC sebagai salah satu upaya untuk memutus mata rantai penularan salmonellosis dan demi terwujudnya tugas pokok dan fungsi karantina yaitu mencegah masuk dan tersebarnya hama dan penyakit hewan karantina baik dari luar negeri maupun antar pulau atau antar area di dalam wilayah Negara Republik Indonesia.

Dokumen terkait