• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk-bentuk Aktivitas dan Peta Pemanfaatan Hutan

Menurut Pola Ruang Kabupaten Kampar tahun 2013 Hutan Buluh Cina termasuk ke dalam kawasan hutan konservasi atau taman wisata alam. Hutan Buluh Cina sampai saat ini memenuhi 70% kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat desa (P4W 2013). Berdasarkan hasil wawancara semi-terstruktur dengan masyarakat dan hasil observasi di lapangan, dapat dikatakan bahwa jenis-jenis pemanfaatan yang dilakukan masyarakat desa bersifat tangible.

Tabel 12 menunjukkan aktivitas pemanfaatan terbesar adalah mencari ikan, hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk yang bermukim di Desa Buluh Cina bermata pencaharian sebagai nelayan. Lokasi mencari ikan yang dimaksudkan diatas adalah danau yang terdapat di dalam hutan. Danau-danau tersebut merupakan danau tapal kuda atau Oxbow lake yang merupakan danau yang dihasilkan bila sungai yang berkelok-kelok atau sungai meander melintasi daratan mengambil jalan pintas dan meninggalkan potongan-potongan yang akhirnya membentuk danau tapal kuda. Oxbow lake terbentuk dari waktu ke waktu sebagai akibat dari erosi dan sedimentasi dari tanah di sekitar sungai meander.

Pemanfaatan terbesar kedua adalah mencari kayu bakar, kegiatan ini sebagian besar dilakukan oleh kaum wanita. Kayu bakar diambil dari ranting, pohon mati, atau pohon yang tumbang di dalam hutan ulayat Buluh Cina. Sebagian masyarakat Desa Buluh Cina memanfaatkan kayu bakar untuk bahan bakar, baik yang menjadi bahan bakar utama, maupun sebagai bahan bakar sampingan atau alternatif pengganti minyak tanah.

Tabel 12 mengambarkan bahwa setiap dusun memiliki intensitas berbeda dalam memanfaatkan hutan. Penduduk yang berasal dari Dusun Dua paling banyak yang memanfaatkan hutan. Hal tersebut dikarenakan Dusun Dua terletak lebih dekat dengan hutan dibandingkan dengan dusun lainnya (Gambar 5).

Tabel 12 Tabulasi bentuk aktivitas pemanfaatan menurut dusun asal masyarakat pemanfaat.

Ket : 3 = Banyak (> 20-30 orang) *sumber : FGD dan wawancara 2 = Sedang (10-20 orang)

1 = Sedikit (<10 orang) 0 = Tidak Ada Bentuk Pemanfaatan

Dusun Asal masyarakat Pemanfaatan Hutan Jumlah Dusun 1 Dusun 2 Dusun 3 Dusun 4 Mencari Ikan 3 3 2 3 11

Mencari Kayu Bakar 3 3 2 2 10

Mengambil Pakis 2 2 2 3 9 Memburu Hewan 1 3 1 3 8 Menebang pohon 2 2 2 1 7 Mengambil rotan 1 2 1 2 6 Berladang 1 1 1 1 4 Jumlah 13 16 11 15 55

24

Gambar 5 Peta dusun asal pemanfaat hutan

Tabel 13 menunjukkan semua bentuk aktivitas pemanfaatan hutan juga terjadi sepanjang tahun oleh Masyarakat Desa Buluh Cina. Aktivitas mencari ikan menjadi aktivitas yang sering dilakukan oleh masyarakat desa. Hal tersebut dikarenakan ikan yang terdapat di danau tersedia sepanjang tahun, terkecuali pada musim penghujan, hutan akan mengalami banjir dan ikan akan sulit ditemukan. Bulan Agustus merupakan bulan yang paling sering dilakukan aktivitas pemanfaatan.

Tabel 13 Tabulasi bentuk aktivitas pemanfaatan dalam satu tahun

Bentuk Pemanfaatan Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okto Nop Des Jumlah

Mencari Ikan 2 2 2 3 3 3 3 3 3 1 1 1 27

Mencari Kayu Bakar 2 2 2 2 3 1 1 3 3 2 1 1 23

Mengambil Pakis 3 1 1 1 1 1 1 2 2 3 3 3 22 Memburu Hewan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Menebang Pohon 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 24 Mengambil Rotan 1 1 1 1 2 2 2 2 1 1 1 1 16 Berladang 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 24 Jumlah 13 11 11 12 14 12 12 15 14 12 11 11

Ket : 3 = Sering (setiap hari) *sumber : FGD dan wawancara 2 = Sedang (3 kali seminggu)

1 = Jarang (1 kali seminggu) 0 = Tidak Pernah

Peta akitivitas pemanfaatan memiliki informasi yang mununjukkan bagaimana orang kampung memanfaatkan hutan untuk berburu dan memungut hasil hutan, seperti tanaman obat, bahan makanan, kayu bakar atau bahan

25 bangunan (Hidayat et al. 2005). Selain itu fungsi peta aktivitas pemanfaatan hutan (Gambar 6) berguna sebagai petunjuk lokasi pemanfaatan aktivitas warga desa.

Gambar 6 Peta lokasi aktivitas pemanfaatan hutan

Kesesuaian Praktik Pemanfaatan Hutan dengan Ketentuan Peraturan Perundangan yang berlaku di Kawasan Hutan Buluh Cina

Kawasan Taman Wisata Alam sudah diatur sejak tahun 1990 melalui UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi sumberdaya hayati dan ekosistemnya. Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa TWA adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. Pengelolaan taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dilaksanakan oleh Pemerintah. Kegiatan pemanfaatan tersebut diatur kembali melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 68 Tahun 1998 dan PP No. 28 Tahun 2011. Tabel 14 menjelaskan perbandingan penggunaan saat ini dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Bentuk-bentuk aktivitas pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat tidak mendukung adanya kegiatan pemanfaatan pariwisata alam yang dilakukan oleh masyarakat luar desa. Berdasarkan praktik pemanfaatan hutan yang diketahui dan dibandingkan dengan peraturan perundangan yang berlaku, menebang pohon, berburu dan berladang adalah hal yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan TWA Buluh Cina. Kegiatan tersebut juga melanggar peraturan ninik mamak yang secara tertulis sejak terbentuk Lembaga Musyawarah Besar (LMB). Tetapi terdapat peraturan ninik mamak secara lisan (tidak tertulis) mengatakan

26

hutan boleh ditebang sesuai dengan izin dan persetujuan seluruh ninik mamak untuk kebutuhan adat, infrastruktur desa, atau untuk kebutuhan masjid dan jika ada kebutuhan orang miskin (keluarga baru tidak mampu) yang akan membuat rumah.

Tabel 14 Peraturan perundangan dan praktik pemanfaatan hutan

Peraturan Perundangan Praktik Pemanfaatan Hutan(*)

Fungsi utama:

UU No. 5 Tahun 1990 (Pasal 1) Taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.

Hutan Buluh Cina sampai saat ini dimanfaatkan untuk memenuhi 70% kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat desa.

Kegiatan-kegiatan pemanfaatan yang dilarang : Peraturan Pemerintah 68 Tahun 1998 (Pasal 46) Termasuk dalam pengertian kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi Kawasan Taman Wisata Alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) adalah:

a.berburu, menebang pohon, mengangkut kayu dan satwa atau bagian-bagiannya di dalam dan keluar kawasan, serta memusnahkan sumberdaya alam di dalam kawasan;

b.melakukan kegiatan usaha yang menimbulkan pencemaran kawasan;

c.melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan rencana pengelolaan dan atau rencana

d.pengusahaan yang telah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang.

(1)Berburu: Akvitas berburu biasanya dilakukan di malam hari, hewan yang biasanya menjadi pemburuan adalah anjing, babi dan burung.

(2)Menebang pohon: hasil aktivitas penebangan pohon liar di kawasan TWA biasanya dijual ke luar Desa Buluh Cina.

(3)Berladang: Aktivitas berladang dapat menimbulkan pencemaran dan kerusakan lahan dikarenakan pembukaan lahannya menggunakan cara membakar hutan.

Kegiatan-kegiatan pemanfaatan yang dianjurkan : Peraturan Pemerintah 28 Tahun 2011 (Pasal 37)

Taman wisata alam dapat dimanfaatkan untuk kegiatan:

a.penyimpanan penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin serta wisata alam; b.penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; c.pendidikan dan peningkatan kesadartahuan

konservasi alam;

d. pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya;

e.pembinaan populasi;

f.pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat.

(1)Kecenderungan pemanfaatan di TWA Buluh Cina lebih ke arah pemanfaatan yang bersifat tangible: menebang pohon, berburu hewan, berladang, mencari ikan, dan mengambil pakis (2)Kegiatan berdasarkan PP tersebut

dilakukan oleh masyarakat luar Desa Buluh Cina.

*sumber : wawancara dan observasi langsung

Rencana Pengelolaan TWA Buluh Cina

Terdapat ketidaksesuaian antara praktik pemanfaatan yang dilakukan masyarakat dengan peraturan perundangan yang berlaku, serta praktik pemanfaatan yang dilakukan masyarakat desa tidak mendukung kegiatan pariwisata alam. Maka perlu adanya perencanan yang bersifat partisipatif untuk memperoleh tata kelola hutan yang dibutuhkan masyarakat.

27 Unsur perencanaan tersebut terdiri dari visi, misi dan rencana program pengelolaan TWA yang dirumuskan menggunakan data yang diperoleh melalui tiga metode penggalian data, yakni observasi langsung, wawancara terhadap informan kunci dari stakeholders yang terkait baik langsung maupun tidak langsung dalam pengelolaan Hutan Buluh Cina, dan FGD yang dilakukan untuk menggali persepsi dan aspirasi masyarakat dalam pengelolaan Hutan Buluh Cina. Metode ini berguna agar masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materil.

Dalam proses FGD yang menghadirkan para stakeholders yang terkait dalam pengelolaan hutan larangan adat dihasilkan rumusan bersama mengenai: (1) visi dan misi bersama terhadap pengelolaan Hutan Buluh Cina serta (2) rencana program pengelolaan.

Rumusan visi Hutan Buluh Cina adalah “Hutan Adat yang memberikan

maanfaat ekonomi bagi Masyarakat Buluh Cina melalui Konservasi dan

Pengelolaan Taman Wisata Alam Rimbo Tujuh Danau”. Di dalam rumusan visi

tersebut terkandung arti sebagai berikut :

1. Pernyataan Hutan Adat menggambarkan bahwa pengelolaan hutan ke depannya akan tetap mempertahankan kearifan lokal dan nilai-nilai yang berlaku di kehidupan masyarakat Desa Buluh Cina. Hutan TWA dikelola dengan kerja sama masyarakat dan pemerintah.

2. Pernyataan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat Buluh Cina berarti bahwa harus ada manfaat ekonomi yang dapat diambil masyarakat adat dari TWA tersebut dengan tidak merusak fungsi ekologisnya. Manfaat ekonomi ini juga harus dipergunakan dalam pengawasan dan pengelolaan hutan

3. Pernyataan melalui konservasi dan pengeloaan TWA Rimba Tujuh Danau pada visi tersebut menggambarkan semua pemanfaatan hutan yang dilakukan masyarakat untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari harus berdasarkan prinsip-prinsip konservasi hutan. Sehingga manfaat ekonomi yang diperoleh dari hutan tersebut tidak merusak fungsi ekolgis hutan. Manfaat ekonomi di TWA Buluh Cina dapat diperoleh dari aktivitas pengeloaan TWA Buluh Cina

Sedangkan untuk misi Hutan Bulucina adalah sebagai berikut;

1. Peninjauan kembali status hutan adat Buluh Cina dari Taman Wisata alam yang dikelola pemerintah daerah menjadi hutan adat/ulayat.

2. Peningkatan kapasitas kelembagaan adat Kenegerian Enam Tanjung dalam pengelolaan ekowisata TWA Buluh Cina.

3. Peningkatan kapasitas pengelolaan kawasan ekowisata TWA Buluh Cina guna peningkatan kesejahteraan dan ekonomi masyarakat Desa Buluh Cina. 4. Menjaga dan menyelamatkan kembali Hutan Adat Kenegerian enam

Tanjung sebagai kawasan ekowisata TWA Buluh Cina.

Perumusan rencana program pengeloaan Hutan Buluh Cina sebagai panduan untuk dapat mencapai visi dan misi. Rencana ini juga menjadi rambu-rambu agar penerjemahan visi-misi ke dalam implementasi dapat lebih berhasil guna dan tepat sasaran. Rencana program pengelolaan sumberdaya hutan bertujuan agar sumberdaya hutan termanfaatkan secara maksimal tanpa harus merusak dan mengeksploitasi hutan secara berlebihan agar sesuai dengan ketentuan

28

pengelolaan kawasan TWA. Berikut merupakan rencana program yang dibagi sesuai dengan misi;

1. Peninjauan kembali status hutan adat Buluh Cina dari Taman Wisata alam yang dikelola pemerintah daerah menjadi hutan adat/ulayat. Penyerahan Hutan Bulucina seluas 1.000 ha dari masyarakat kepada pemerintah, mengakibatkan konflik antar masyarakat dan hutan tidak berfungsi sesuai dengan kehendak masyarakat. Oleh karena itu pengembalian status kawasan hutan Buluh Cina menjadi hutan adat masih menjadi wacana yang perlu dipertimbangkan. Dalam UU No. 41 Tahun 1999 Pasal 1, hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Akan tetapi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-X/2012 berubah menjadi hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Maka dari itu rencana program pengelolaan sebagai berikut;

a. Penyusunan Peraturan tentang pengukuhan keberadaan Masyarakat Hukum Adat Kenegrian Enam Tanjung.

b. Penyusunan kembali dan pengesahan status pengelolaan TWA Buluh Cina.

2. Peningkatan kapasitas kelembagaan adat Kenegrian Enam Tanjung dalam pengelolaan ekowisata TWA Buluh Cina.

Bekurangnya peran kelembagaan adat Kenegrian Enam Tanjung dalam mengelola hutan dikarenakan hak pengelolaan yang berpindah dari masyarakat kepada Pemerintah Provinsi Riau. Kelembagaan adat Kenegrian Enam Tanjung menjadi ragu melakukan tindakan untuk mengelola dan melindungi Hutan Buluh Cina. Adapun yang menjadi program untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan adat dalam pengelolaan ekowisata TWA sebagai berikut;

a. Penghidupkan kembali satgas PHU dengan seleksi anggota yang diperketat, menfasilitasi dengan tranportasi darat dan sungai, pemenuhan hak satgas PHU, adanya kontrol dari dinas kehutanan terkait dengan pembentukan satgas PHU.

b. Pelindungan sumberdaya alam seperti (kayu dan hewan) sesuai dengan peraturan uang dibuat oleh pemerintah desa dan ninik mamak.

c. Perlu dibentuknya organisasi pemuda desa sebagai organisasi pemandu wisata.

3. Peningkatan kapasitas pengelolaan kawasan ekowisata TWA Buluh Cina guna peningkatan kesejahteraan dan ekonomi masyarakat Desa Buluh Cina.

Menurut Darusman (1992) secara ekonomi, hutan mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat sekitarnya dengan memanfaatkan dan menjual hasil hutan non kayu. Ketergantungan masyarakat desa sekitar hutan terhadap keberadaan sumberdaya hutan terlihat dari banyaknya masyarakat yang menjadikan hutan sebagai sumber pekerjaan dan pendapatan. Hal tersebut berlaku sama di Desa Buluh Cina, hampir 70% masyarakat hutan memenuhi kehidupan sehari-hari. Akan tetapi secara ekonomi status kawasan taman

29 wisata alam belum mampu memenuhi kebutuhan ekomoni masyrakat sekitar desa, maka diperlukan peningkatan kapasitas pengeloaan guna meningkatkan kesejahteraan dan ekomomi masyarakat. Berikut adalah rencana program peningkatan kapasitas pengelolaan kawasan ekowisata TWA guna meningkatkan kesejahteraan dan ekonomi masyarakat;

a. Pengembangan usaha-usaha kerajinan yang berasal dari hasil hutan bukan kayu. Misalnya kerajinan rotan dan getah damar.

b. Membentuk koperasi untuk mewadahi hasil kreativitas ibu-ibu. c. Pendampingan dalam pemasaran hasil kerajinan.

d. Peningkatan kerjasama dengan pihak luar dan pendanaan sumberdaya guna pengembangan kawasan TWA.

e. Pemanfaatan danau didalam hutan sebagai tempat pemancingan dengan sistem lelang.

4. Menjaga dan menyelamatkan kembali Hutan Adat Kenegerian enam Tanjung sebagai kawasan ekowisata TWA Buluh Cina.

Kelembagaan adat, yang terdiri atas berbagai stakeholder yang berkepentingan terhadap hutan. Perlu adanya pengembangan pengelolaan kawasan TWA Buluh Cina ini secara terpadu agar dapat menyelamatkan kawasan hutan dan menjaganya dari kegiatan yang dapat merusak hutan. Berikut merupakan rencana program penyelamatan;

a. Pembuatan pos jaga diperuntukan satgas PHU untuk menjaga hutan. b. Pendampingan dan peningkatan kapasitas masyarakat dalam usaha jasa

pariwisata.

c. Melestarikan fauna yang terdapat di hutan serta dibuatkan aturan hukum oleh pemerintah desa dan ninik mamak.

d. Pengembangan wisata penelitian sumberdaya alam hutan seperti rotan dan kayu (rengas dan kapas).

e. Perbaikan infrastruktur-insfrastruktur yang telah ada didalam hutan untuk medukung keberlanjutan wisata seperti; perbaikan jalan atau semenisasi, perbaikan shelter dan toilet.

f. Pembangunan rumah singgah sebagai tempat istirahat atau menginap wisatawan.

g. Penyediaan transportasi air seperti sepeda gayung agar wisatawan dapat menikmati hutan dari sungai kampar.

h. Memaksimalkan manfaat dari fasilitas umum yang sudah ada seperti toilet dan musolah guna mendukung kegiatan ekowisata.

Dokumen terkait