Hasil
Identifikasi Jenis Ikan Pari Hasil Tangkapan Nelayan
Hasil penelitian Ikan Pari berdasarkan buku White et al (2006) pada lokasi penelitian di jumpai spesies Pari Kodok (Dasyatis kuhlii) yang tertangkap dan didaratkan oleh nelayan di KUD Gabion Belawan tertera pada tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii)
Rasio Kelamin
Ikan Pari yang diperoleh selama penelitian berlangsung berjumlah 224 ekor, terdiri dari 71 ekor ikan jantan dan 153 ekor ikan betina. Dengan nisbah kelamin 1:2,1. Nisbah kelamin Ikan Pari berdasarkan minggu pengamatan dapat dilihat pada table 2.
Tabel 2. Rasio Kelamin Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii) Jenis Kelamin Ikan Pari Kodok
Spesies Dasyatis kuhlii Dasyatis kuhlii
Gambar 10. Diagram Rasio Kelamin Ikan Pari Kodok Setiap Bulan Pengamatan Dimana pada bulan Agustus total Ikan Pari jantan terdapat sebanyak 31 ekor dan ikan betina sebanyak 87 ekor. Ikan Pari jantan di bulan agustus terbanyak pada minggu ke 1 sebesar 11 ekor dan betina terbanyak pada minggu ke 2 sebanyak 24 ekor. Pada bulan September total Ikan Pari jantan terdapat sebanyak 40 ekor dan ikan betina sebanyak 66 ekor. Ikan Pari jantan di bulan september terbanyak pada minggu ke 2 sebanyak 13 ekor dan betina terbanyak pada minggu ke 2 sebanyak 22 ekor.
Sebaran Frekuensi Panjang
Pada bulan Agustus jumlah ikan yang paling banyak tertangkap terdapat pada selang kelas 920-1023 mm berjumlah 12 ekor yang terdapat pada minggu ke-2 pengamatan dan paling sedikit tertangkap pada selang kelas 504-607 mm di minggu ke-3, 712-815 mm di minggu ke-2, 816-919 mm di minggu ke-3, 1024-1127 mm di minggu ke-1, 1128-1231 mm di minggu ke-1 dan 1232-1335 mm di minggu ke-1 dan ke-2 dengan masing-masing berjumlah 0 ekor. Dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 11. Histrogam Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Pari Kodok Bulan
Agustus Selama Pengamatan
Pada bulan September jumlah ikan yang paling banyak tertangkap terdapat pada selang kelas 1128-1231 mm berjumlah 10 ekor yang terdapat pada minggu ke-1 pengamatan dan paling sedikit tertangkap pada selang kelas 816-919 mm di minggu ke-4 dan 1232-1335 mm di minggu ke-1, minggu ke-3 dan ke-4 dengan masing-masing berjumlah 0 ekor. Dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 12. Histrogam Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Pari Kodok Bulan September Selama Pengamatan
Hubungan Panjang dan Bobot
Hasil analisis hubungan panjang dan berat seluruh data memperlihatkan bahwa hasil hubungan panjang dan berat memiliki persamaan : Log W = 9,305 + 0,658 log L atau dalam bentuk eskponensialnya adalah W = 9,305L0,658 dengan nilai determinasi (R²) = 0,780 dan koefisien korelasi (r) = 0,883 dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 13. Grafik Hubungan Panjang dan Berat Ikan Pari Kodok.
Hasil analisis hubungan panjang dan bobot jantan memperlihatkan bahwa hasil hubungan panjang dan bobot memiliki persamaan : Log W = 9,159 + 0,654 log L atau dalam bentuk eksponensialnya adalah W = 9,159L0,654dengan nilai determinasi (R²) = 0,737 dan koefisien korelasi (r) = 0,858 dan pada ikan betina memiliki persamaan : Log W = 11,02 + 0,636 log L dalam bentuk eksponensial adalah W = 11,02L0,636 dengan nilai determinasi (R2) = 0,783 dan koefisisen korelasi (r) = 0,884 dilihat pada Gambar 15. Nilai b menggambarkan pola pertumbuhan Ikan Pari, nilai koefisien determinasi menunjukan hubungan nilai x (bobot) terhadap nilai y (panjang) sedangkan nilai koefisien menggambarkan besarnya hubungan antara panjang dan bobot Ikan Pari.
Gambar 14. Grafik Hubungan Panjang Berat Ikan Pari Jantan dan Betina.
Secara umum hasil analisis pada Ikan Pari jantan dan betina menunjukkan bahwa hubungan panjang dan bobot Ikan Pari memiliki hubungan yang sangat erat (nilai koefisien korelasi (r) mendekati satu). Setelah di lakukan uji T (α=0,05) pada ikan jantan dan ikan betina serta total Ikan Pari memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif (Tabel 2) dimana nilai b<3 yang memiliki arti bahwa pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan pertambahan bobot.
Tabel 3. Hubungan Panjang dan Berat Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii).
Jenis Kelamin Persamaan Hubungan Panjang Berat
R2 r Pola Pertumbuhan Setelah Uji T (α=0,05) Jantan 9,159L0,654 0,737 0,858 Allometrik negatif Betina 11,02L0,636 0,783 0,884 Allometrik negatif Total 9,305L0,658 0,780 0,883 Allometrik negatif Faktor Kondisi
Hasil perhitungan faktor kondisi (FK) Ikan Pari Kodok jantan dan betina di Perairan Selat Malaka berdasarkan pola pertumbuhan allometrik negatif dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 4. Nilai Faktor Kondisi Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii).
Jenis Kelamin Jumlah (n) Kisaran Rata-rata
Jantan 71 0,673 – 1,720 1,194
Betina 153 0,492 – 1,817 1,208
Total 224 0,507 – 1,841 1,204
Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Mortalitas yang dihitung adalah laju mortalitas total (Z), laju mortalitas alami (M) dan juga laju mortalitas penangkapan (F). Untuk pendugaan laju mortalitas alami digunakan rumus empiris Pauly dengan suhu rata-rata permukaan perairan Selat Malaka 29,7oC (World Weather,2015) dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil analisis dugaan laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan Tongkol Komo dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Laju Mortalitas dan Laju Eksploitasi Ikan Pari Kodok
Parameter Bulan Pengamatan
Agustus September Total
Mortalitas Total (Z) 1,353 1,635 1,498
Mortalitas Alami (M) 0,365 0,684 0,428
Mortalitas Penangkapan (F) 0,988 0,951 1,07
Laju Ekspoitasi 0,730 0,581 0,714
Pembahasan
Identifikasi Jenis Ikan
Dari hasil pengamatan selama penelitian yang saya lakukan dengan melihat morfologi ikan maka jenis Ikan Pari yang di dapat di perairan Selat Malaka ialah Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii) sesuai juga dengan buku acuan milik White et al (2006).
Morfologi Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii)
Gambar 15. Morfologi Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii). (a) Bagian atas, (b) Bagian bawah
Dari identifikasi bentuk tubuh Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii) yang dilakukan, diketahui bahwa Ikan Pari Kodok memiliki tubuh yang berwarna
b a
coklat kemerahan juga terdapat bintik bintik biru kehitaman yang tersebar di bagian atas badanya, kemudian dapat dilihat dengan kasatmata bagian tubuh dan lempeng kepala Ikan Pari Kodok berbentuk bulat sesuai dengan White et al (2006) Dasyatis kuhlii memiliki tubuh atau lempeng kepala membulat. Terdapat bintik-bintik hitam yang menyebar melewati mata, moncong pendek dengan garis lebar berwarna hitam melintang di atas mata.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan juga diketahui habitat Ikan Pari Kodok atau Ikan Pari Kodok di tangkap didasar perairan dimana jenis makanan yang dimakan ialah beberapa kepiting, sesuai dengan Kinakesti dan Gema (2017) juga mengatakan pari ini dapat dijumpai di perairan karang atau mendiami dasar perairan yang berpasir dan memangsa udang dan beberapa jenis kepiting, dapat dilihat pada Gambar 16.
(a) (b)
Gambar 16. Organ Reproduksi Ikan Pari. (a) Jantan dan (b) Betina
Morfologi Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii) juga dapat dilihat dari perbedaan organ reproduksi yang dimilik oleh Ikan Pari Kodok jantan dan betina, dimana dapat dilihat pada pari jantan memiliki alat bantu reproduksi yang disebut clasper dan pada pari betina memiliki kloaka, sesuai dengan Orlov dan Cotton
(2011) semua ikan bertulang belakang menunjukkan perbedaan seksual janan dan betina, dapat dilihat pada gambar 18.
Ikan Pari Kodok ini biasanya hidup di perairan dangkal dengan kedalam yang berbeda-beda, dengan pencapaian panjang dan lebar badan yang berebda pula, sesuai dengan White et al (2006) menyatakan Pari Kodok dijumpai di perairan Indo-Pasifik Brat sampai Melaysia yang merupakan ikan demersal di perairan dangkal dengan kedalaman hingga 90 m dan lebar badan hanya mencapai 38 cm.
Rasio Kelamin
Jenis kelamin betina dan jantan ditentukan secara morfologi dengan mengamati adanya clasper pada bagian ikan tersebut. Nisbah kelamin satu banding satu artinya komposisi ikan jantan dengan ikan betina dalam keadaan seimbang sedangkan nisbah kelamin lebih dari satu yaitu dimana komposisi ikan jantan lebih banyak dari pada ikan betina, sedangkan nisbah kelamin kurang dari satu artinya ikan betina lebih banyak dari pada ikan jantan (dominan).
Rasio kelamin pada pengambilan sampel dari bulan Agustus sampai bulan September terlihat ikan betina lebih banyak dari pada ikan jantan yang menggambarkan dalam kondisi tidak seimbang tetapi juga menggambarkan kondisi baik dalam populasi Ikan Pari menurut Candramila dan Junardi (2012) menyatakan faktor yang dapat menyebabkan ketidak seimbangan populasi ellasmobranchii adalah jumlah indvidu betina yang dihasilkan pada satu kali reproduksi lebih banyak, kemudian Cahmi et al (1998) menambahkan kondisi baik dalam populasi pari maupun hiu jumlah betina lebih banyak dari jantan.
Proporsi kelamin secara keseluruhan Ikan Pari Kodok jantan lebih kecil dibandingkan ikan betina dengan perbandingan 1:2,1, setelah dilakukan uji chi-square diperoleh hasil x-hitung > x-tabel yang artinya proporsi Ikan Pari Kodok jantan dan betina di perairan Selat Malaka dalam keadaan tidak seimbang.
Ketidak seimbangan atau perbedaan jumlah hasil tangkapan juga dipengaruhi oleh lokasi penangkapan dan waktu penangkapan dimana menurut Candramila dan Junardi (2012) Ikan-ikan yang mempunyai kebiasaan menetap di dasar perairan (demersal) memiliki peluang lebih sering tertangkap dan perbedaan jumlah individu hasil tangkapan juga dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain besar kecilnya armada dan tipe ala tangkap, lokasi penangkapan, waktu penangkapan dan perilaku ikan yang di tangkap.
Sebaran Frekuensi Panjang
Ukuran panjang Ikan Pari hasil tangkapan diseluruh minggunya berada pada kisaran 400-1320 mm dan kisaran bobo tubuh ikan 300-1800 gr, menurut Surya (2014) ukuran total panjang maksimum Ikan Pari dapat mencapai 140 cm, perbedaan struktur panjang tersebut menggambarkan adanya karakteristik dari perairan dan tekanan tingginya penangkapan, Sparre dan Venema (1999) menambahkan bahwa ikan-ikan yang memiliki total panjang yang besar cenderung berumur panjang dan memiliki laju koefisien pertumbuhan yang rendah.
Frekuensi tertinggi pada bulan Agustus terdapat pada Minggu ke-2 di selang kelas 920-1023 mm sebesar 12 ekor. Pada bulan september frekuensi tertinggi pada minggu ke-1 di selang kelas 1120-1231 mm sebesar 10 ekor, sehingga bahwa setiap bulan pengamatan terdapat perbedaan jumlah distribusi
panjang di setiap selang kelasnya disebabkan oleh pengaruh ukuran mata pancing itu sendiri, dimana nelayan Belawan menggunakan jaring insang yang pada umumnya menggunakan mata jaring (mesh size) berukuran 1,5 inchi (Lampiran 3) dan ukuran tersebut jauh lebih kecil dari ukuran ikan pari. Sesuai dengan literatur Erzini et al (1998) bahwa jumlah dan komposisi jenis hasil tangkapan yang diperoleh dipegaruhi oleh dua faktor penting yaitu tipe dan ukuran mata jaring, Alo’s et al (2008) juga menambahkan bahwa ukuran mata jaring dan mata pancing signifikan mempengatuhi komposisi jenis hasil tangkapan.
Perbedaan jumlah distribusi panjang akan mengalami pertumbuhan yang berbeda pula, karena memiliki faktor dalam dan fakor luar yang mempengaruhi pertumbuhan ikan tersebut sesuai dengan Effendi (2002) menyatakan fakor dalam adalah faktor yang umumnya sulit dikontrol seperti keturunan, sex, umur, parasit dan penyakit. Faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu suhu dan makanan.
Hubungan Panjang dan Bobot
Hubungan panjang bobot Ikan pari menghasilkan model pertumbuhan dan kurva hubungan panjang bobot. Berdasarkan hasil analisis hubungan panjang dan bobot Ikan Pari sebanyak 224 ekor terdiri dari 71 ekor jantan dan 153 ekor betina.
Hasil analisi hubungan panjang bobot ikan pari Dasyatis kuhlii diketahui bahwa persamaan pola pertumbuhan ikan pari jantan adalah W=9,159L0,654 dengan nilai b=0,654 dan perasamaan pola pertumbuhan ikan pari betina W=11,02L0,636 dengan nilai b=0,636, sehingga diketahui bahwa nilai b pada jantan dan betina berbeda yang kemungkinan disebabkan oleh umur ikan dan isi perut ikan itu sendiri, sesuai dengan Rahardjo dan Simanjuntak (2008) menyatakan keragaman
pertumbuhan dapat dipengaruhi oleh perbedaan umur, kematangan, jenis kelamin, kepenuhan lambung dan penyakit, kemudian Febrianti et al (2013) juga menambahkan faktor faktor menyebabkan perbedaan nilai b selain perbedaan spesies adalah perbedaan jumlah dan variasi ukuran ikan yang diamati, berbedanya stok ikan dalam spesies yang sama.
Dari hasil yang telah dilakukannya uji T didapati nilai b lebih kecil dari 3, sehingga dapat diduga bahwa pola pertumbuhan Dasyatis kuhlii di Perairan Selat Malaka bersifat Allometrik negatif, dimana menurut Effendi (2002) berdasarkan uji T selang kepercayaan 95% diperoleh nilai Thit>Ttabel yang berarti tolak H0
yaitu pola pertumbuhan Ikan Pari bersifat allometri negatif yaitu pertambahan panjang lebih cepat dari pada pertambahan bobot.
Nilai koefisien korelasi Dasyatis kuhlii janta dan betina dipatai juga masing masing 0,858 dan 0,884 yang mendekati 1, nilai ini menyatakan bahwa terdapat hubungan yang erat anatara panjang tubuh total dan berat tubuh total baik itu ikan jantan dan betina, sesuai Walpole (1992) menyatakan jika nilai r mendekati 1 maka terdapat hubungan yang kuat antara kedua variabel. Hubungan panjang dan berat Ikan Pari Kodok yang diperoleh tersebut diduga karena struktur data panjang sangat bervariasi tergantung letaknya baik secara geografis, habitat maupun tingkah laku (Boer, 1995).
Faktor Kondisi
Hasil perhitungan faktor kondisi (FK) Ikan Pari Kodok berdasarkan pola pertumbuhan allometrik negatif berkisar antara 0,506-1,841. Jika dilihat perjenis ikan, faktor kondisi Ikan Pari jantan dan betina berkisar antara 0,673-1,720 dan 0,492-1,817 dengan nilai rata rata Ikan Pari jantan lebih kecil dibandingkan betina
yaitu 1,208 dan 1,194 dimana nilai faktor kondisi tersebut sudah mencapai 1, Suwarni (2009) menyatakan bahwa untuk ikan yang nilai faktor kondisinya 0-1, maka ikan tersebut tergolong ikan yang pipih atau tidak gemuk, Merta dan Badrudin (1992) juga menyatakan bahwa perbedaan dalam faktor kondisi tersebut sebagai indikasi dari berbagai sifat-sifat biologi dari ikan seperti kegemukan, kesesuaian dari lingkungan atau perkembangan gonadnya, Effendie (1997) menambahkan bahwa faktor kondisi dipengaruhi makanan, umur, jenis kelamin dan kematangan gonad.
Faktor kondisi ikan pari betina pada setiap waktu pengamatan cenderung tinggi dibandingkan dengan jantan. Nilai faktor kondisi tertinggi Ikan Pari betina didapati pada ikan yang berukan panjang total 1180 mm dengan bobot tubuh 1800 gr dan faktor kondisi terendah Ikan Pari betina dengan panjang 550 mm dan berat 530 gr, Surya (2014) menjelaskan penurunan faktor kondisi ikan pari betina dapat dikarenakan baru selesai memijah atau sedang beradaptasi dengan lingkungannya.
Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Laju mortalitas total Ikan Pari Kodok (Z) sebesar 1,49 per tahun, laju mortalitas alami (M) 0,42 dengan suhu permukaan laut 29,6 OC, kemudian untuk laju mortalitas penangkapan (F) sebesar 1,07. Mortalitas alami dipengaruhi oleh predator, penyakit dan usia sesuai dengan Pauly (1984) menyatakan bahwa faktor lingkungan yang mempengaruhi laju mortalitas alami yaitu suhu rata-rata perairan, selain itu panjang maksimum dan laju pertumbuhan. Jika di bandingkan nilai mortalitas penangkapan lebih besar dari nilai mortalitas alami, menurut Surya (2014) tingginya laju mortalitas penangkapan menunjukan dengan
terjadinya kondisi growth overfishing, yaitu sedikitnya jumlah ikan tua karena ikan muda tidak sempat tumbuh akibat tertangkap.
Laju eksploitasi Ikan Pari Kodok yang didapat sebesar 0,71 artinya 71%
kematian Ikan Pari Kodok diakibatkan oleh penangkapan. Menurut Pauly (1984) bahwa nilai eksploitasi optimal adalah 0,5. Sehingga jika nilai eksploitasi lebih dari 0,5 maka dapat dikatakan indikasi dari kondisi eksploitasi Ikan Pari Kodok d Perairan Selat Malaka adalah overfishing atau kegiatan penangkapan yang berlebihan.
Alternatif Pengelolaan
Pengelolaan sumberdaya perikanan saat ini harus diperhatikan dengan baik karena semakin meningkat tekanan eksploitasi terhadap berbagai stok ikan dan meningkatkan kesadaran, kepedulian umum untuk memanfaatkan lingkungannya secara bijaksana yakni dengan upaya pembangunan secara berklanjutan. Dari hasil analisis dapat dketahuin bahwa sudah terjadi overfishing (tangkapan lebih) terhadap populasi Ikan Pari Kodok karena laju eksploitasi Ikan Pari yang didapat sebesar 0,73 di bulan agustus dan 0,58 pada bulan september, ini sudah melebihi laju eksploitasi optimum yang segarusnya sebesar 0,5.
Bentuk overfishing dapat berkembang yang disebut dengan growth overfishing, karena pengambilan sampel selama dua bulan ikan-ikan ukuran kecil
banyak tertangkap, maka dari itu rencana pengelolaan stok Ikan Pari dapat berupa selektivitas alat tangkap agar ikan kecil yang belum sempat memijah tidak ikut tertangkap, pembatasan ukuran ikan yang menjadi sasaran operasi penangkapan, melakukan pemantuan dan pendataan secara sistemmatis terhadap produksi ikan yang bernilai jual dan konsumsi (Widodo dan Saudi, 2006).