• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Sampel ikan diperoleh dari hasil penangkapan Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii) di Selat Malaka yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera

Belawan, Medan Belawan, Sumatera Utara. Waktu pengambilan sampel ikan dilakukan selama 2 bulan yaitu dari bulan Agustus sampai September 2018.

Gambar 9. Peta Lokasi Penelitian Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam pengambilan data primer antara lain alat tulis, meteran gulung dengan tingka ketelitian 1 mm, kamera digital, timbangan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ikan Pari dan Program FISAT II.

Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei.

Pengambilan sampel Ikan Pari dilakukan di KUD Gabion Belawan. Pengambilan

contoh sampel secara sensus dengan metode ini diharapkan dapat mewakili populasi yang sedang diteliti. Sampel ikan tergantung kelimpahan ikan pada tiap waktu pengambilan dengan pengambilan sampel satu bulan dua kali dengan interval pengambilan sampel 2 minggu, mulai dari bulan Agustus sampai September 2018. Sampel ikan yang telah diambil kemudian diukur panjang total dan ditimbang bobot basahnya.

Identifikasi Jenis Ikan Pari

Pengamatan morfologi ikan sesuai dengan buku pedoman identifikasi oleh White et al (2006) dengan meilihat bagian tubuh ikan pari diantaranya yaitu

bentuk mata, bentuk alis mata, bentuk bintik – bintik pada sisi kiri – kanan ujung ikan pari, sirip ekor, duri ekor, sirip dada.

Analisis Data Rasio Kelamin

Cara untuk mengidentifikasi jenis Ikan Pari dengan melihat adanya claspers pada bagian ikan tersebut. Kalau terdapat clasper maka ikan tersebut

adalah berjenis kelamin jantan. kalau tidak berarti ikan tersebut betina (Emiliya et al, 2017).

Menurut Satria (2015) Rasio kelamin merupakan perbandingan antara jenis kelamin Ikan yang ada diperairan. Pada statistika, konsep rasio adalah proporsi populasi tertentu terhadap total populasi dengan rumus rasio kelamin ialah :

Keterangan :

p = Rasio Kelamin (%).

p =

A = Jumlah ikan jantan/betina.

B = Total individu ikan jantan dan betina (ekor).

Selanjutnya untuk menguji keseimbangan rasio kelamin digunakan rumus menurut Walpole (1992) sebagai berikut :

Keterangan :

X2 = Chi Square (nilai peubah acak X2 yang sebaran penarikan contohnya mendekati chi kuadrat).

oi = Frekuensi ikan jantan atau betina k – i yang diamati.

ei = Jumlah frekuensi harapan dari ikan jantan dan ikan betina.

Sebaran Frekuensi Panjang

Dalam metode sebaran frekuensi panjang data yang digunakan adalah data panjang total dari Ikan Pari. Dilakukan pengukuran Ikan Pari dengan menggunakan meteran gulung yang memiliki ketelitian 1 mm . Adapun langkah-langkah untuk membuat sebaran frekuensi panjang adalah sebagai berikut (Walpole, 1992) :

1. Menentukan banyaknya selang kelas yang diperlukan dengan rumus:

Keterangan :

n = Jumlah kelompok ukuran N = Jumlah ikan pengamatan 2. Menentukan wilayah data tersebut

n = 1+3,32 Log N X2 =

3. Bagilah wilayah tersebut dengan banyaknya kelas untuk menduga lebar selang kelasnya

4. Menentukan limit bawah kelas bagi selang yang pertama dan kemudian batas bawah kelasnya, kemudian tambahkan lebar kelas pada batas bawah kelas untuk mendapatkan batas atas kelasnya

5. Mendaftarkan semua limit kelas dan batas kelas dengan cara menambahkan lebar kelas pada limit dan batas selang sebelumnya

6. Menentukan titik tengah kelas bagi masing-masing selang dengan merata-ratakan limit kelas atau batas kelasnya

7. Menentukan frekuensi bagi masing-masing kelas

8. Menjumlahkan kolom frekuensi kemudian periksa apakah hasilnya sama dengan banyaknya total pengamatan.

Faktor Kondisi

Faktor kondisi yaitu keadaan atau kemontokan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka untuk menunjukkan keadaan ikan dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup dan melakukan reproduksi. Perhitungan faktor kondisi didasarkan pada panjang dan bobot ikan. Faktor kondisi dapat dihitung dengan rumus (Effendie 1979) sebagai berikut :

Jika nilai b ≠ 3 (allometrik),Jika nilai b = 3 (isometrik), maka faktor kondisi ditentukan dengan rumus:

Keterangan:

FK = Faktor kondisi L = Panjang total ikan (mm) W = Bobot ikan (gram) a dan b = Konstanta

Hubungan Panjang dan Bobot

Bobot dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Hubungan panjang dan bobot dapat diketahui dengan rumus (Effendie, 1979):

Keterangan:

W = Bobot (gram) L = Panjang (mm) a dan b = Konstanta

Untuk mengkaji dalam penentuan nilai b maka dilakukan uji T, dimana terdapat usaha untuk melakukan penolakan atau penerimaan hipotesis yang dibuat.

Keterangan:

SBi = Simpangan Baku ßi Bo = Intercept (3)

Bi = Slope (hubungan dari panjang bobot)

Setelah itu, nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabel sehingga keputusan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :

Thitung > Ttabel, maka tolak H0

Thitung < Ttabel, maka gagal tolak H0

Keeratan hubungan panjang bobot ikan ditunjukkan oleh koefisien korelasi (r) yang diperoleh dari rumus √R2 : dimana R adalah koefisien determinasi. Nilai mendekati 1 (r > 0,7) menggambarkan hubungan yang erat antara keduanya, dan

W = a Lb

Thit =

nilai menjauhi 1 (r < 0,7) menggambarkan hubungan yang tidak erat antara keduanya (Walpole, 1992).

Mortalitas dan Laju Eksploitasi (E)

Laju mortalitas total (Z) diduga dengan menggunakan metode Jones dan Van Zalinge yang dikemas dalam program FISAT II. Sedangkan untuk menduga laju mortalitas alami (M) menggunakan rumus empiris Pauly (1984). Laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly dalam Sparre dan Venema (1999) sebagai berikut :

Log M = -0.0066 – 0.279 * Log (L∞) + 0.6543 * Log(K) + 0.4634 * Log(T) Keterangan :

M = Mortalitas alami

L∞ = Panjang asimtotik pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy K = Koefisien pertumbuhan pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy T = Rata-rata suhu permukaan air (0C)

Laju mortalitas penangkapan (F) dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Laju mortalitas total (Z) diduga dengan menggunakan metode Jones dan Van Zalinge yang dikemas dalam program FISAT II. Laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan mortalitas penangkapan (F) terhadap mortalitas total (Z). Perhitungan laju eksploitasi digunakan untuk menduga jumlah ikan yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah total ikan yang mati karena semua faktor baik faktor alami maupun faktor penangkapan (Pauly, 1984):

E =

F = Z - M

Laju mortalitas penangkapan (F) atau laju eksploitasi optimum menurut Gulland dalam Sparre dan Venema (1999) adalah:

Foptimum = M dan Eoptimum = 0,5

Paulay (1984) menyatakan bahwa nilai Eksploitasi optimum adalah 0,5.

Sehingga jika nilai eksploitasi lebih dari 0,5 maka dapat dikatakan indikasi dari kondisi lebih tangkap terutama akibat penangkapan.

Dokumen terkait