PERTUMBUHAN DAN LAJU EKSPLOITASI IKAN PARI KODOK (Dasyatis kuhlii) YANG DIDARATKAN DI KUD
GABION PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BELAWAN PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
OLEH :
MUHAMMAD LUTHFY HAJLI 140302072
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018
PERTUMBUHAN DAN LAJU EKSPLOITASI IKAN PARI KODOK (Dasyatis kuhlii) YANG DIDARATKAN DI KUD
GABION PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BELAWAN PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
OLEH :
MUHAMMAD LUTHFY HAJLI 140302072
Skripsi Sebagai Salah Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Pertumbuhan dan Laju Eksploitasi Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii) Yang di Daratkan di KUD Gabion Pelabuhan Perikanan Samudera Provinsi Sumatera Utara.
Nama : Muhammad Luthfy Hajli NIM : 140302072
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Disetujuioleh, Dosen Pembimbing
Dr. Eri Yusni. M.Sc.
NIP. 195911161993032001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan
Dr. Eri Yusni. M.Sc.
NIP. 195911161993032001 Dosen Penguji I
Desrita, S.Pi, M.Si NIP. 198312122015042002
Dosen Penguji II
Amanatul Fadhilah, S.Pi, M.Si NIP. 198908152017062001
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Muhammad Luthfy Hajli NIM : 140302072
Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “PERTUMBUHAN DAN LAJU EKSPLOITASI IKAN PARI KODOK (Dasyatis kuhlii) YANG
DIDARATKAN DI KUD GABION PELABUHAN PERIKANAN
SAMUDERA PROVINSI SUMATERA UTARA” adalah benar merupakan karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitka nmaupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Medan, November 2018
Muhammad Luthfy Hajli NIM. 140302072
ABSTRAK
MUHAMMAD LUTHFY HAJLI. Pertumbuhan dan Laju Eksploitasi Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii) Yang di Daratkan di KUD Gabion Pelabuhan Perikanan Samudera Provinsi Sumatera Utara. Dibawah bimbingan ERI YUSNI, DESRITA dan AMANATHUL FADHILAH.
Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii) satu diantara komoditas perikanan yang memeiliki nilai ekonomis tinggi, sehingga menjadi target utama penangkapan.
Namun, hal tersebut dapat berdampak negatif terhadap populasi Ikan Pari Kodok.
Sampai saat ini data mengenai Ikan Pari Kodok di perairan Selat Malaka belum didapatkan sehingga perlu dilakukan penelitian. Penelitian ini dilakukan di KUD Gabion pada bulan Agustus sampai September 2018 dan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan panjang bobot, rasio kelamin, frekuensi panjang, faktor kondisi dan laju eksploitasi dari ikan pari yang didapat. Data primer adalah Ikan Pari Kodok yang di amati sebanyak 224 ekor sampel untuk dilakukan pengukuran panjang total dan bobot basah. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa nilai b didapat dari hubungan panjang ikan pari kodok 0,658. Pola pertumbuhan ikan pari kodok berupa allometrik negatif dengan persamaan pertumbuhan W = 9,305L0,658. Rasio kelamin didapat dalam keadaan tidak seimbang dengan perbandingan 1:2,1. Frekunsi panjang yang didapat 920-1023 mm. Nilai terendah dan tertinggi faktor kondisinya adalah 0,507 – 1,841 secara morfologi memiliki kemontokan yang baik. Laju mortalitas total (Z) ikan pari kodok 1,498 per tahun dengan laju mortalitas alami (M) 0,428 per tahun dan laju mortalitas penangkapan (F) 1.07 per tahun sehingga diperoleh laju eksploitasi 0,71 dimana telah melebihi nilai eksploitasi optimum 0,5.
Kata Kunci : Ikan Pari Kodok, Dasyatis kuhlii, Pertumbuhan, Faktor Kondisi, Mortalitas, Selat Malaka.
ABSTRACT
MUHAMMAD LUTHFY HAJLI. Growth and the Rate of Exploitation of Bluespotted Maskray (Dasyatis kuhlii) Landed on KUD Gabion Belawan Ocean Fishing Port Sumatera Utara. Under the supervision of ERI YUSNI, DESRITA and AMANATHUL FADHILLAH
Bluespotted Maskray (Dasyatis kuhlii) is one of fisheries commodity that has high economic value, thus it becomes the main target catch for fisherman.
However, that activity has negative impact for the population of bluespotted maskray. Until now data on the bluespotted maskray in Selat Malaka waters have not been obtained therefore research needs to be done. This study was done at KUD Gabion on Agustus until September 2018, and the aims were to study to find out long weight correlation, sex ratio, long frequency, condition and also the rate of exploitation factor of the maskray obtained. Primary data is bluespotted maskray that observed as much as 224 samples to measure total length and wet weight. The results concluded that the value of b obtained from the long relationship of bluespotted maskray 0,658. A growth pattern of bluespotted maskray is negative allometric with an equation growth W = 9,305L0,658. The sex ratio was obtained in an unbalanced state with a ratio of 1: 2,1 . Frequency of 920- 1023 mm. The lowest and highest value of the condition factor is 0,507 – 1,841 morphologically has a good hair loss. The rate of total mortality (Z) bluespotted maskray is 1,498year-1 with natural mortality rate (M) 0,428 year-1 and fishing mortality rate (F) 1.07 year-1 thus the rate of exploitation is obtained with the amount 0,71 and the value of this exploitation rate has exceeded the value of the optimum exploitation, which is 0,5.
KEYWORDS: Bluespotted maskray, Dasyatis kuhlii, Growth, Factor Condition, Mortality, Malacca Strait.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Kisaran Barat pada tanggal 30 September 1996. Anak dari pasangan Bapak Abdul Jalil. dan Ibu Halimah, yang merupakan putra ketiga dari 3 bersaudara.
Pendidikan formal pertama diawali di SDN 010057 Bunut pada tahun 2003 - 2008. Bersamaan dengan berakhirnya pendidikan dasar, penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 4 Kisaran dan selesai pada tahun 2011. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 3 Kisaran dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun 2014. Pada tahun 2014 penulis melanjutkan pendidikan S-1 di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Mandiri.
Pada tahun 2017 penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Kawasan Konservasi Penyu Pantai Binasi-Sorkam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai Ketua Organisasi Horas Diving Club, anggota Ikatan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (IMASPERA) dan penulis pernah menjadi asisten Laboratorium Dasar Perikanan Tangkap di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan hikmat dan kebijaksanaan-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Pertumbuhan dan Laju Eksploitasi Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii) Yang di Daratkan di KUD Gabion Pelabuhan Perikanan Samudera Provinsi Sumatera Utara”.Penulisan skripsi ini sebagai satu dari beberapa syarat memenuhi kelulusan untuk mendapatkan gelar sarjana perikanan pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada :
1. Kedua orang tua tercinta, ayah anda Abdul Jalil dan ibunda Halimah yang telah membesarkan dan merawat penulis.
2. Ibu tercinta Asmawati, Hamida, Nurbaiti serta kakak terkasih Zulia Hajli S.Si dan Zunita Arvia Hajli A,Md , yang selalu memberikan do’a, motivasi serta membantu dan memberikan dukungan kepada penulis.
3. Ibu Dr. Eri Yusni, M.Sc Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan dan sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan banyak sekali ilmu, masukan, arahan dan bimbingan kepada penulis.
4. Ibu Desrita, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak sekali arahan dan bimbingan kepada penulis.
5. Ibu Amanatul Fadhilla, S.Pi, M.Si sebagai dosen penguji sekaligus penasehat akademik yang telah memberikan banyak sekali ilmu dan arahan kepada penulis.
6. Bapak/Ibu dosen Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan dan pegawai tata usaha Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.
7. Sahabat yang penulis sayangi khususnya Wini Aafini J Harahap S.Pi, Nurul Ikhsan, Endi Sukoyo, Angga Abdur Rohim, Arif Rahman Hakim, Alfi Lukmana, Tunggul Nasib Sirait, Edward Pranata Barus dan teman – teman seperjuangan MSP angkatan 2014.
8. Para penjual ikan di KUD Gabion Belawan yang telah memberikan bimbingan, arah andan kontribusi sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat sebagai informasi dan perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang pengelolaan sumberdaya perikanan dan perikanan. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.
Medan, September 2018
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Rumusan Masalah ... 3
Kerangka Pemikiran ... 3
Tujuan Penelitian ... 4
Manfaat Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ikan Pari ... 5
Jenis-Jenis Ikan Pari. ... 6
Pari Sengat (Dasyatis brevicaudata) ... 6
Pari Gitar (Rhinobatu stypus) ... 7
Pari Luncur (Raja erinacea) ... 7
Pari Hantu atau Pari Manta (Manta birostis)... ... 8
Pari Gergaji (Pristiscus pidatus) ... 9
Morfologi Ikan Pari ... 10
Jenis Kelamin Pada Ikan Pari ... 12
Habitat dan Penyebaran Ikan Pari ... 13
Pertumbuhan ... 14
Hubungan Panjang dan Bobot ... 16
Faktor Kondisi ... 17
Mortalitas dan Laju Eksploitasi ... 18
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 20
Alat dan Bahan Penelitian ... 20
Prosedur Penelitian... 20
Identifikasi Jenis Ikan Pari ... 21
Analisis Data ... 21
Rasio kelamin ... 21
Sebaran Frekuensi Panjang ... 22
Faktor Kondisi ... 23
Hubungan Panjang dan Bobot ... 24
Mortalitas dan Laju Eksplotasi ... 25
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 27
Identifikasi Jenis Ikan Pari Hasil Tangkapan Nelayan ... 27
Rasio Kelamin ... 27
Sebaran Frekuensi Panjang ... 28
Hubungan Panjang dan Bobot ... 30
Faktor Kondisi ... 32
Mortalitas dan Laju Eksploitasi ... 32
Pembahasan Identifikasi Jenis Ikan ... 33
Morfologi Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii) ... 33
Rasio Kelamin ... 35
Sebaran Frekuensi Panjang ... 36
Hubungan Panjang dan Bobot ... 37
Faktor Kondisi ... 38
Mortalitas dan Laju Eksploitasi ... 39
Alternatif Pengelolaan ... 40
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 41
Saran ... 41 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1.
Kerangka Pemikiran ... 42. Pari Sengat (Dasyatis brevicaudata) ... 7
3. Pari Luncur (Raja erinacea) ... 8
4. Pari Manta (Manta birostis)... ... 9
5. Pari Gergaji (Pristiscus pidatus) ... 10
6. Bentuk Ikan Pari dan Bagian-Bagiannya ... 11
7. Perkembangan Ikan Pari Jantan ... 13
8. Alat Tangkap Jaring Insang ... 15
9. Peta Lokasi Penelitian ... 21
10. Diagram Rasio Kelamin Ikan Pari Kodok Setiap Bulan Pengamatan .. 29
11. Histogram Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Pari Kodok Bulan Agustus Selama Pengamatan ... 30
12. Histogram Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Pari Kodok Bulan September Selama Pengamatan ... 30
13. Grafik Hubungan Panjang dan Berat Ikan Pari Kodok ... 31
14. Grafik Hubungan Panjang dan Bera Ikan Pari Jantan dan Betina ... 32
15. Morfologi Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii) ... 34
16. Organ Reproduksi Ikan Pari ... 35
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Klasifikasi Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii) ... 28
2. Rasio Kelamin Ikan Pari Kodok ... 28
3. Hubungan Panjang dan Berat Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii)... 33
4. Nilai Faktor Kondisi Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii) ... 33
5. Laju Mortalitas dan Laju Eksploitasi Ikan Pari Kodok ... 34
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman
1. Data Panjang dan Bobot Pari Kodok (Dasyatis kuhlii) ... 46
2. Tempat Penelitian... 50
3. Pengukuran Mata Jaring ... 50
4. Timbangan... 50
5. Meteran Gulung ... 50
6. Pengukuran Panjang ... 50
7. Pengukuran Berat ... 50
8. Sarung Tangan ... 50
9. Kamera ... 50
10. Alat Tulis ... 51
11. Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii) ... 51
12. Alat Tangkap Gillnet Dasar ... 51
13. Kelimpahan Ikan Pari ... 51
14. Sampel Ikan Pari ... 51
15. Data Suhu Permukaan ... 52
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki lebih dari 130 spesies elasmobranch, termasuk diantaranya kedua spesies pari manta, Manta Birostris dan Manta Alfredi. Ikan Pari merupakan salah satu jenis ikan yang termasuk kelas Elasmobranchii. Ikan ini dikenal sebagai ikan batoid, yaitu kelompok ikan bertulang rawan yang mempunyai ekor seperti cambuk. Ikan Pari memiliki celah insang yang terletak di sisi ventral kepala. Sirip dada ikan ini melebar menyerupai sayap, dengan sisi bagian depan bergabung dengan kepala. Bagian tubuh sangat pipih sehingga memungkinkan untuk hidup di dasar laut. Bentuk ekor seperti cambuk pada beberapa spesies dengan sebuah atau lebih duri tajam di bagian ventral dan dorsal.
Ikan Pari memiliki ciri yang unik dan berbeda dengan ikan lainnya yaitu struktur tubuh yang terdiri atas tulang rawan dan sifatnya sebagai predator (Abubakar et al., 2015). Ikan Pari (famili Dasyatidae) mempunyai variasi habitat yang sangat
luas dengan pola sebaran yang unik.
Sebaran dan kelimpahan Ikan Pari mempunyai variasi habitat yang sangat luas dengan pola sebaran yang unik. Daerah sebaran Ikan Pari adalah perairan pantai dan kadang masuk ke daerah pasang surut, di perairan laut tropis, yakni mulai dari Asia Tenggara (Thailand, Indonesia, Papua Nugini) sampai Amerika Selatan. Beberapa spesies Ikan Pari bermigrasi dari perairan laut ke perairan tawar. Seperti ikan pada umumnya, pertumbuhan Ikan Pari dipengaruhi oleh faktor dalam (internal) dan faktor luar (external). Faktor dalam dapat berupa genetik, umur atau ukuran, ketahanan terhadap penyakit, dan kemampuan memanfaatkan makanan. Faktor luar berupa pengaruh lingkungan meliputi sifat
fisika kimia perairan serta komponen hayati seperti ketersediaan makanan dan kompetisi (Utami et al., 2014). Karena luasnya penyebaran Ikan Pari sehingga ikan ini banyak di jadikan tangkapan utama oleh nelayan.
Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (PPSB) merupakan satu dari dua PPS di wilayah Sumatera selain PPS Bugus ada di Kota Padang. PPSB terletak di Medan Belawan yang termasuk wilayah administrasi Kota Medan secara geografis pada posisi 3046’22,50’’ Lintang Utara dan 98041’59,33’’ Bujur Timur.
PPSB merupakan pusat kegiatan perikanan diantaranya pendaratan dan pemasaran ikan dan pengolahan hasil tangkapan masyarakat perikanan khususnya nelayan di Sumatera Utara (Saptanto dan Tenny, 2012). Satu dari sumberdaya ikan demersal yang bernilai ekonomis tinggi yang didaratkan di PPSB adalah Ikan Pari.
Ikan Pari merupakan tangkapan utama nelayan karena ikan ini sangat digemari. Ikan ini mudah ditangkap dan dapat ditangkap sepanjang tahun. Pada tahun 2009, produksi Ikan Pari mencapai lebih kurang 5.186 ton (Jayadi, 2011).
Ikan Pari manta tersebut dikategorikan sebagai hewan langka kategori 'rentan' dalam Daftar Spesies Terancam Punah International Union for Conservation of Nature (IUCN), dan pada tahun 2013, dimasukkan dalam Appendix II Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) (Aditya dan Fatih, 2017).
Karena kegiatan penangkapan Ikan Pari yang dilakukan secara terus- menerus mengharapkan volume produksi yang semakin meningkat mendorong semua pelaku tanpa memperhatikan keberlanjutan dari kegiatan tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan terkait pertumbuhan Ikan Pari di PPSB agar diperoleh informasi yang menjadi dasar pengelolaan sumberdaya ikan Pari.
Rumusan Masalah
Penangkapan yang terus meningkat dapat membahayakan kelestarian Ikan Pari di Perairan Selat Malaka. Karena semakin meningkatnya upaya penangkapan terhadap suatu sumberdaya ikan maka mengakibatkan menurunnya populasi ikan tersebut. Oleh karena itu untuk menjaga keberlanjutan sumberdaya Ikan Pari di Perairan Selat Malaka diperlukan suatu kajian mengenai pertumbuhan yang mencakup struktur ukuran panjang dan pola pertumbuhan agar dapat mengetahui ukuran Ikan Pari yang sebaiknya di tangkap oleh nelayan agar tidak merusak kelestarian dari populasi Ikan Pari. Berdasarkan deskripsi di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Pola pertumbuhan Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii) di perairan selat Malaka ? 2. Status eksploitasi ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii) di Perairan Selat Malaka?
Kerangka Pemikiran
Usaha penangkapan Ikan Pari merupakan salah satu aktivitas umum yang dilakukan pengusaha-pengusaha perikanan tangkap di KUD Belawan, sehingga menghasilkan tangkapan Ikan Pari, oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan sumberdaya Ikan Pari agar tetap dapat dipertahankan keberadaannya baik kualitas maupun kuantitasnya, dengan melihat jenis Ikan Pari yang tertangkap dari pengamatan morfologi Ikan Pari dan jenis kelamin Ikan Pari, kemudian pertumbuhan Ikan Pari berupa hubungan panjang bobot, pola pertumbuhan, faktor kondisi dan laju eksploitasi Ikan Pari sehingga dapat dilakukan pengelolaan yang tepat. Secara ringkas kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Jenis dan Pola Pertumbuhan Ikan Pari di KUD Belawan Provinsi Sumatera Utara
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pola pertumbuhan, faktor kondisi Ikan Pari di perairan Selat Malaka dengan menggunakan data panjang bobot Ikan Pari.
2. Menduga laju eksploitasi dan status eksploitas Ikan Pari.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi mengenai bagaimana rasio kelamin, kelompok ukuran dan pertumbuhan Ikan Pari sebagai acuan pelestarian dan pengelolaan Ikan Pari di KUD Gabion Pelabuhan Perikanan Samudra Belawan Provinsi Sumatera Utara.
Hasil Tangkapan Ikan Pari
Pengelolaan
Usaha Penangkapan Ikan Pari
Pertumbuhan Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii)
- Distribusi sebaran panjang Pari - Hubungan panjang bobot Ikan Pari - Pola pertumbuhan
- Faktor kondisi
Jenis Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii)
Laju Eksploitasi
- Morfologi Ikan Pari - Kelamin Ikan Pari
Data Hasil Tangkapan
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Ikan Pari
Ikan Pari (Dasyatis sp.), juga dikenal sebagai ikan batoid, merupakan sekelompok ikan bertulang rawan yang memilki sejumlah ciri khas yang sama dengan Ikan Pari, tetapi dimasukkan ke dalam ordo yang tersendiri dikarenakan 17 perbedaan struktur utamanya, yaitu (1) celah insang terletak di sisi bawah kepalanya; (2) sirip-sirip dadanya hampir selalu sangat melebar hingga menyerupai sayap, dan sisi depannya bergabung secara mulus di kepalanya (Rizky, 2016).
Berdasarkan studi dari berbagai literatur dan hasil penelitian hingga tahun 2010, telah mencatat setidaknya 218 jenis Ikan Pari dan pari yang ditemukan di perairan Indonesia terdiri dari 101 jenis pari. Dari 44 suku ikan bertulang rawan tersebut, terdapat beberapa jenis pari yang memiliki bentuk tubuh seperti Pari (shark like) seperti ikan-ikan dari suku Rhynchobatidae, Rhinobatidae, dan Rhinidae, yang banyak dimanfaatkan pula siripnya (Simeon et al., 2017).
Menurut Allen (2000) klasifikasi Ikan Pari sebagai berikut : Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Chondrichthyes
Ordo : Rajiformes
Famili : Dasyatidae Genus : Dasyatis Specific name : kuhlii
Spesies : Dasyatis kuhlii
Ikan Pari merupakan salah satu jenis ikan yang termasuk kelas Elasmobranchii. Ikan ini dikenal sebagai ikan batoid, yaitu kelompok ikan bertulang rawan yang mempunyai ekor seperti cambuk. Ikan Pari memiliki celah insang yang terletak di sisi ventral kepala. Sirip dada ikan ini melebar menyerupai sayap, dengan sisi bagian depan bergabung dengan kepala. Bagian tubuh sangat pipih sehingga memungkinkan untuk hidup di dasar laut. Bentuk ekor seperti cambuk pada beberapa spesies dengan sebuah atau lebih duri tajam di bagian ventral dan dorsal (Jayadi, 2011).
Jenis – Jenis Ikan Pari
Menurut Buku Ensiklopedi Indonesia Seri Fauna (2003) kira-kira ada 340 spesies Ikan Pari yang telah diketahui dan semua ini dapat dibagi menjadi 5 kelompok utama, yaitu:
a.
Pari Sengat (Dasyatis brevicaudata)Pari jenis ini memiliki badan bundar mirip piring dan ekor agak pendek, tetapi ciri khasnya yang paling menakjubkan ialah adanya organ-organ berpasangan yang dapat menghasilkan tegangan listrik sebesar 220 volt, cukup untuk membunuh ikan lain. Meski sengatan ini belum diketahui mematikan bagi manusia, kontak dengan ikan ini dapat berbahaya.
Ikan Pari sengat (Dasyatidae), mempunyai 1-3 duri berbisa pada pangkal ekor yang dapat membuat luka sangat menyakitkan bahkan dapat mematikan.
Terdapat sekitar 90 jenis dengan diameter "cakram" 0,30 - 2,1 m. Tubuhnya sangat pipih dengan bentuk bervariasi, ada yang bundar, segitiga atau belah ketupat. Sirip dada mirip sayap, sirip punggung kecil dan hanya satu, bahkan pada kebanyakan jenis tidak ada (Manik, 2003).
Gambar 2. Ikan Pari Sengat (Dasyatis brevicaudata) (Sumber : Manik, 2003).
b.
Pari Gitar (Rhinobatus typus)Pari gitar merupakan kelompok yang bahkan mirip dengan Ikan Pari dalam bentuk umum badannya, tetapi dimasukkan dalam Pari gitar karena celah insangnya berada di bawah badan dan sirip dadanya menjadi satu di kepala. Pari ini umumnya ditemukan di daerah hangat di timur Samudera Pasifik, dan cenderung bergerak ke pantai pada bulan-bulan musim panas. Ikan ini mencari makan di dasar perairan, terutama hewan berkulit keras (krustasea). Kerap ditemukan di perairan dangkal sekitar pantai dan teluk dengan sebagian tubuh terkubur pasir atau lumpur.
c.
Pari Luncur (Raja erinacea)Pari luncur memiliki badan yang lebih runcing di bagian depan, kerap kali berbentuk bujur sangkar atau hampir berbentuk segi tiga, dan ekornya agak panjang serta lebih ramping tanpa sirip ekor yang berkembang baik. Kebanyakan pari luncur berukuran cukup kecil, dengan panjang mencapai 30-60 cm, meskipun ada juga yang dapat mencapai 2,4 m.
Sirip dadanya mirip sayap berukuran sangat besar, terbentang rata dari moncong kemudian meruncing secara tiba-tiba, sirip ekor tidak ada, ekornya ramping, berukuran sama atau lebih pendek dari tubuhnya, terdapat 1 atau 2 sirip punggung di ujung ekor (pada jenis yang lain tidak ada). Mata terdapat pada
bagian atas kepala dengan sepasang lubang di belakangnya. Di sepanjang punggung, ekor dan sirip dada sering dilengkapi dengan duri-duri. Celah insang terletak disisi bawah, seperti juga mulutnya, yang memiliki serangkaian gigi mirip trotoar pipih pada setiap rahangnya. Moncong Ikan Pari luncur umumnya berujung runcing (Manik, 2003).
Gambar 3. Ikan Pari Luncur (Raja erinacea) (Sumber: Manik, 2003).
d.
Pari Hantu atau Pari Manta (Manta birostis)Ikan jenis ini kerap kali berukuran sangat besar, lebih dari 6 m lebarnya dan menjadi jenis Ikan Pari terbesar di dunia. Meski tampak menyeramkan dengan namanya yang juga dikenal sebagai ikan setan, pari ini tidak berbahaya.
Makanannya adalah plankton, yang disaring dengan insang. Tidak seperti Ikan Pari lain, mulut terletak di depan tubuh yang dapat membuat mereka terus makan saat berenang. Pari ini hidup menyendiri, tapi terkadang berenang dalam kawanan kecil dan longgar. Mereka lebih menyukai perairan hangat dan masuk ke daerah pantai saat musim panas.
Ikan Pari hantu (Mobulidae), merupakan pari bertubuh besar dan berpenampilan ganjil, mempunyai 10 jenis. Sirip dadanya sangat mirip dengan Ikan Pari elang (Aetobatus narinari), kecuali mulutnya yang sangat jauh lebih besar dan dilengkapi dengan sepasang tonjolan pada kedua sisinya yang digunakan sekop ketika makan. Hidup di dekat permukaan air, plankton dan
kerangkerangan kecil adalah makanannya. Ikan Pari ini sering terlihat meloncat dari air dan melayang di udara, dan menimbulkan bunyi seperti ledakan meriam ketika jatuh kembali ke air (Manik, 2003).
Gambar 4. Ikan Pari Manta (Manta birostris) (Sumber : Manik, 2003).
e.
Pari Gergaji (Pristis cuspidatus)Pari gergaji memiliki moncong mirip mata pisau besar yang bertepikan gigi-gigi dan badan yang sangat mirip dengan Ikan Pari namun tidak termasuk dalam Ikan Pari. Meski biasa berada di pantai dan teluk dangkal berpasir dan berlumpur, mereka juga dapat ditemukan di mulut sungai dan anak sungai air tawar. Satu dari 6 spesies yang mirip, Ikan Pari gergaji ini terlalu banyak ditangkap di berbagai wilayah. Dagingnya dimakan, sedangkan gergajinya dijual sebagai cindera mata.
Ada 6 jenis yang sudah diketahui, diantaranya Pristis cuspidatus, yang banyak terdapat di Lautan Hindia dan Pasifik, "gergaji"nya yang aneh itu adalah tulang rawan yang pipih, keras dan kaku, digunakan sebagai senjata untuk mempertahankan diri atau untuk menyerang mangsa. Salah seekor Ikan Pari gergaji di laboratorium Laut Lerner, Bimini - Kepulauan Bahama pernah terlihat menyerang ikan lain dari arah samping, menusuknya dengan salah satu gergajinya, kemudian menggosok-gosokkan di dasar air sampai lepas dan memakannya (Manik, 2003).
Gambar 5. Ikan Pari Gergaji (Pristis cuspidatus) (Sumber: Manik, 2003).
Morfologi Ikan Pari
Ikan Pari atau Dasyatis sp. adalah sejenis ikan yang terdapat di seluruh dunia. Ikan Pari masih satu famili dengan ikan jerung, tetapi tidak seperti ikan jerung, yang merupakan pemangsa yang mengerikan dengan rahang yang kuat, Ikan Pari jarang sekali menyerang manusia dan mulutnya yang kecil bukanlah ancaman yang membahayakan. Pada pangkal ekor Ikan Pari terdapat taji sekitar 8- inch yang diselubungi dengan bahan yang membentuk sisik Ikan Pari, yang dikenali sebagai dermis dentikle (dermal denticles). Bagian ini akan menjadi keras dan tegang apabila Ikan Pari merasa terancam, membentuk seperti pisau bergerigi dan memiliki bisa yang mengancam pemangsa (Sitohang, 2010).
Ikan Pari merupakan salah satu jenis ikan yang termasuk kelas Elasmobranchii. Ikan ini dikenal sebagai ikan batoid, yaitu sekelompok ikan
bertulang rawan yang mempunyai ekor seperti cambuk. Ikan Pari memiliki celah insang yang terletak disisi ventral kepala. Sirip dada ikan ini melebar menyerupai sayap, dengan sisi bagian depan bergabung dengan kepala. Bagian tubuh sangat pipih sehingga memungkinkan untuk hidup didasar laut. Bentuk ekor seperti cambuk pada beberapa spesies dengan sebuah atau lebih duri tajam di bagian ventral dan dorsa (Utami, 2014).
Ikan Pari memiliki sisi kepalanya menyatu dengan bagian tepi dari sirip dada. Bernafas dengan cara mendorong air melalui sebuah lubang kecil di belakang mata dan mengeluarkannya melalui celah insang di bagian bawah badan.
Tak mempunyai sirip punggung, jika ada, juga tidak tampak. Bentuk badan menyerupai cakram yang garis lingkarnya sama dengan 1,2 kali panjangnya. Tak mempunyai sirip ekor (Sudarto, 2010).
Ikan Pari jarang menyerang manusia, sekalipun Ikan Pari merasa terganggu, ia akan menggunakan tajinya sebagai bentuk untuk mempertahankan diri, menurut “Nancy Passarelli" walaupun terkena oleh ekor Ikan Pari yang menyakitkan, Ikan Pari jarang menjadi ancaman nyawa manusia. "Terdapat kira- kira 200 spesies Ikan Pari, yang berada di air tawar dan air laut, Gambar 8, menyajikan ilustrasi Ikan Pari dengan bagian-bagiannya (Sitohang, 2010).
Gambar 6. Bentuk Ikan Pari dan Bagian-Bagiannya (Sitohang, 2010).
Ikan Pari termasuk pemakan di dasar perairan (bottom feeder). Ikan ini umumnya bersifat sebagai predator, memiliki gigi kecil-kecil yang berfungsi sebagai penghancur. Tubuh yang berbentuk pipih dorsoventral dengan mulut pada posisi ventral membuat ikan ini sangat cocok untuk mengkonsumsi hewan dasar, baik infauna maupun epifauna (Garcia, 2012).
Ikan ini memiliki ekor yang panjang dengan jari-jari yang keras pada pangkalnya, selain itu dilengkapi dengan 3 duri yang mempunyai kelenjar racun (poison gland) yang digunakan sebagai alat petahanan terhadap musuh. Warna tubuh bagian dorsalnya adalah coklat sawo matang dan terdapat bintik-bintik berwarna biru keputihan yang tersebar pada seluruh permukaan sampai ke pangkal ekor. Sedangkan pada bagian bawah tubuhnya berwarna putih. Secara anatomi Ikan Pari memilik usus yang pendek dengan diameter cukup besar dan berisi membran ulir yang berfungsi membuat makanan berputar-putar sehingga waktu pencernaanya lama untuk diserap. Ikan Pari termasuk ke dalam hewan carnivora, degan memakan ikan-ikan kecil, crustacea dan beberapa hewan dasar
lainnya (Biring, 2011).
Jenis Kelamin Pada Ikan Pari
Ikan Pari jantan dilengkapi sepasang alat kelamin yang disebut "clasper"
letaknya di pangkal ekor. Ikan Pari betina umumnya berbiak secara melahirkan anak (vivipar) dengan jumlah anak antara 5-6 ekor (Biring, 2011). Tingkat kedewasaan Ikan Pari jantan dilihat pada ukuran klaspernya (berfungsi sebagai alat kelamin), sedangkan pari betina didasarkan pada ada tidaknya telur pada indung telur. Ikan Pari jantan muda dicirikan oleh ukuran klasper yang lebih pendek dari sirip perut (pelfic fin), Ikan Pari mulai dewasa memiliki klasper yang sejajar dengan sirip perut, dan Ikan Pari dewasa mempunyai klasper yang ukurannya lebih panjang dari sirip perut yang dilihatkan pada Gambar 9 (Utami, 2014).
Gambar 7. Perkembangan Ikan Pari Jantan berdasarkan Identifikasi Klasper (Sumber : Utami, 2014).
Ukuran pertama kali matang gonad ditentukan berdasarkan rata-rata berat tubuh dan rata-rata panjang ikan dan dapat juga berdasarkan perhitungan persentase berat hati dibandingkan berat tubuh. D. americana jantan umumnya matang gonad pada ukuran lebar tubuh 48-52 cm, sedangkan ikan betina pada ukuran lebar tubuh 75-80 cm. Umur saat pertama kali matang gonad pada ikan jantan sekitar 3-4 tahun, sedangkan betina sekitar 5-6 tahun. Karakteristik ini juga mengindikasikan bahwa pertumbuhan dan umur pada saat matang gonad dari
D. Americana sama seperti pada Dasyatis sp. pada umumnya (Henningsen dan Leaf 2010).
Habitat dan Penyebaran Ikan Pari
Ikan Pari hidup pada daerah dekat pantai dangkal pada wilayah tropis yang terdapat kawasan terumbu karang dengan permukaan pasir dan pecahan-pecahan karang, Ikan Pari juga terdapat di perairan hutan mangrove serta daerah laut dalam dengan kedalaman ± 85 m. Ikan Pari (famili Dasyatidae) mempunyai variasi habitat yang sangat luas dengan pola sebaran yang unik. Daerah sebaran Ikan Pari
adalah perairan pantai dan kadang masuk ke daerah pasang surut. Ikan Pari biasa ditemukan di perairan laut tropis. Di perairan tropis Asia Tenggara (Thailand, Indonesia, Papua Nugini) dan Amerika Selatan (Sungai Amazon), sejumlah spesies Ikan Pari bermigrasi dari perairan laut ke perairan tawar (Biring, 2011).
Sebagian besar dari berbagai jenis Ikan Pari, memiliki bentuk penyesuaian diri untuk hidup pada lingkungan dasar. Ikan Pari memiliki ciri khas yang sama dengan Ikan Pari, tetapi keduanya memiliki perbedaan struktur yang utama.
Pertama, celah insang Ikan Pari di sisi bawah kepalanya, dan bukan pada sisi-sisi kepala sebagaimana pada Ikan Pari. Kedua, sirip-sirp dadanya selalu sangat melebar hingga menyerupai sayap dan sisi bagian depannya menyatu. Badannya yang sangat pipih dengan sirip dada yang besar memungkinkan ikan dasar ini diam tak bergerak di dasar air atau menjelajah di atas air dengan menggunakan gerakan menggelombangkan dari sirip dadanya. Oleh karena mulut ikan ini berada di bawah kepala, maka pasir dan lumpur biasanya ikut tertarik ke dalam bersama dengan arus pernafasan. Untuk mengatasinya, Ikan Pari menarik air yang masuk melalui 2 lubang besar di belakang matanya. Pari telah mengalami klasifikasi untuk menopang tubuh agar lebih kuat dan mempertahankan bentuk tubuh pada saat bergerak atau berenang (Bone dan Marshall, 1982).
Alat Tangkap Gillnet (Jaring Insang)
Gill net merupakan alat tangkap pasif berbentuk lembaran jaring persegi panjang yang menangkap ikan dengan menunggu ruaya/datangnya ikan dan ikan tersebut tertangkap pada insangnya. Alat tangkap gill net berfungsi menghadang ruaya ikan yang sedang melintas, baik itu ikan pelagis maupun demersal (Iporenu et al, 2013).
Gill net adalah jaring berbentuk dinding besar berbentuk vertikal tergantung di air. Karakteristik panjang dan berbetuk persegi pada jaring mempengaruhi kinerja pada jaring tersebut dan pengetahuan tentang ukuran selektivitas alat tangkap sangat penting untuk pengelolaan jenis perikanan dan ekologi (Emmanuel et al, 2010).
Jaring insang adalah suatu alat tangkap yang berbentuk empat persegi panjang yang dilengkapi dengan pelampung, pemberat ris atas dan pemberat ris bawah. Besar mata jaring disesuaikan dengan sasaran yang akan ditangkap. Jaring ini terdiri dari satuan-satuan jaring yang biasa disebut tinting (piece). Dalam operasi penangkapan jaring insang terdiri dari beberapa tinting yang digabung menjadi satu sehingga merupakan satu perangkat (unit) yang panjang. Jaring insang termasuk alat tangkap selektif, besar mata jaring dapat disesuaikan dengan ukuran ikan yang akan ditangkap (Aprillia, 2011). Alat tangkap jaring insang dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Alat Tangkap Jaring Isang (Aprillia, 2011)
Pertumbuhan
Pertumbuhan ikan merupakan perubahan dimensi (panjang, bobot, volume, jumlah dan ukuran) persatuan waktu baik individu, stok maupun komunitas, sehingga pertumbuhan ini banyak dipengaruhi faktor lingkungan seperti makanan, jumlah ikan, jenis makanan, dan kondisi ikan. Pertumbuhan yang cepat dapat mengindikasikan kelimpahan makanan dan kondisi lingkungan yang sesuai. Widodo dan Suadi (2006) Berpendapat laju pertumbuhan ikan di tentukan oleh: (i) faktor genetik yang berbentuk dalam setiap spesies, (ii) jumlah pakan, (iii) temperature, (iv) siklus hormonal, dan (v) beberapa faktor lain seperti suasana berdesak-desakkan (crowding) yang menekan pertumbuhan ikan (Tutupoho, 2008).
Pola pertumbuhan dapat memberikan informasi tentang hubungan panjang bobot dan faktor kondisi ikan, merupakan langkah utama yang penting dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan. Pola pertumbuhan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan sangat bermanfaat dalam penentuan selektivitas alat tangkap agar ikan-ikan yang tertangkap hanya yang berukuran layak tangkap (Mulfizar et al., 2012).
Pertumbuhan merupakan proses utama dalam hidup ikan, selain reproduksi. Pertumbuhan adalah perubahan ukuran ikan dalam jangka waktu tertentu, ukuran ini bisa dinyatakan dalam satuan panjang, bobot maupun volume.
Ikan bertumbuh terus sepanjang hidupnya, sehingga dikatakan bahwa ikan mempunyai sifat pertumbuhan tidak terbatas (Rahardjo et al., 2011).
Secara umum pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu
keturunan (genetik), jenis kelamin, parasit dan penyakit. Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, jumlah ikan yang menggunakan sumber makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut (Tutupoho, 2008).
Pertumbuhan sebagai salah satu aspek biologi ikan adalah suatu indikator yang baik untuk melihat kesehatan individu, populasi, dan lingkungan.
Pertumbuhan yang cepat dapat mengindikasikan kelimpahan makanan dan kondisi lingkungan yang sesuai. Selain itu, pengetahuan tentang struktur populasi dapat menjadi dasar pengelolaan yang lebih baik. Pengetahuan yang tepat tentang umur ikan merupakan hal penting untuk mengungkap permasalahan daur hidup ikan, seperti ketahanan hidup, laju pertumbuhan, dan umur ikan saat matang gonad (Syahrir, 2013).
Pola pertumbuhan ikan dapat diketahui dengan melakukan analisis hubungan panjang bobotnya. Bobot dapat dianggap sebagai fungsi dari panjang.
Nilai praktis yang didapat dari perhitungan panjang bobot dapat digunakan untuk menduga bobot dari panjang ikan atau sebaliknya, keterangan mengenai pertumbuhan, kemontokan dan perubahan dari lingkungan (Effendie, 2002).
Hubungan Panjang dan Bobot
Dalam biologi perikanan, hubungan panjang bobot ikan merupakan salah satu informasi pelengkap yang perlu diketahui dalam kaitan pengelolaan sumberdaya perikanan, misalnya dalam penentuan selektifitas alat tangkap agar ikan–ikan yang tertangkap hanya yang berukuran layak tangkap. Lebih lanjut pengukuran panjang bobot ikan bertujuan untuk mengetahui variasi bobot dan panjang tertentu dari ikan secara individual atau kelompok–kelompok
individu sebagai suatu petunjuk tentang kegemukan, kesehatan, produktifitas dan kondisi fisiologis termasuk perkembangan gonad. Analisa hubungan panjang bobot juga dapat mengestimasi faktor kondisi atau sering disebut dengan index of plumpness, yang merupakan salah satu hal penting dari pertumbuhan
untuk membandingkan kondisi atau keadaan kesehatan relatif populasi ikan atau individu tertentu (Mulfizar et al., 2012).
Hubungan panjang bobot sangat penting dalam biologi perikanan, karena dapat memberikan informasi tentang kondisi stok. Data biologi berupa hubungan panjang bobot melalui proses lebih lanjut akan menghasilkan keluaran terakhir berupa tingkat penangkapan optimum dan hasil tangkapan maksimum lestari.
Hubungan panjang bobot dapat menyediakan informasi yang penting untuk salah satu spesies ikan dari suatu daerah. Meskipun informasi tentang hubungan panjang bobot untuk salah satu spesies ikan dapat menggunakan ikan dari daerah lain dalam pengkajian (Masyahoro, 2009).
Hubungan panjang dan bobot hampir mengikuti hukum kubik, yaitu bobot ikan merupakan hasil pangkat tiga dari panjangnya, nilai pangkat (b) dari analisis tersebut dapat menjelaskan pola pertumbuhan. Nilai b yang lebih besar dari 3 menunjukkan bahwa tipe petumbuhan ikan tersebut bersifat allometrik positif, artinya pertumbuhan bobot lebih besar dibandingkan petumbuhan panjang. Nilai b lebih kecil dari 3 menunjukkan bahwa tipe pertumbuhan ikan bersifat allometrik negatif, yakni pertumbuhan panjang lebih besar dari pada pertumbuhan bobot.
Jika nila b sama dengan 3, tipe pertumbuhan ikan bersifat isometrik yang artinya pertumbuhan panjang sama dengan petumbuhan bobot. Tipe pertumbuhan memberikan informasi mengenai baik atau buruknya pertumbuhan ikan yang
hidup di lokasi pengamatan, sehingga akan ada gambaran mengenai ekosistem yang sesuai atau tidak untuk tempat ikan tersebut (Effendie, 1979).
Faktor Kondisi
Faktor kondisi adalah keadaan yang menyatakan kemontokkan ikan dengan angka. Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup dan melakukan reproduksi. Satuan faktor kondisi sendiri tidak berarti apapun, namun kegunaanya akan terlihat jika dibandingkan dengan individu lain atau antara satu kelompok dengan kelompok lain. Perhitungan faktor kondisi didasarkan pada panjang dan bobot ikan. Variasi nilai faktor kondisi bergantung pada makanan, umur, jenis kelamin, dan kematangan gonad. Faktor kondisi yang tinggi pada ikan betina dan jantan menunjukkan ikan dalam tahap perkembangan gonad, sedangkan faktor kondisi yang rendah mengindikasikan ikan kurang mendapat asupan makanan (Effendie, 1979).
Faktor kondisi dari suatu jenis ikan tidak tetap sifatnya. Apabila dalam suatu perairan terjadi perubahan yang mendadak dari kondisi ikan dapat mempengaruhi ikan tersebut. Bila kondisinya kurang baik, mungkin disebabkan populasi ikan terlalu padat dan sebaliknya bila kondisinya baik, maka kemungkinan terjadi pengurangan populasi atau ketersediaan makanan di perairan cukup melimpah (Biring, 2011).
Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Mortalitas dapat terjadi karena adanya aktifitas penangkapan yang dilakukan manusia dan alami yang terjadi karena kematian akibat predasi, penyakit, dan umur. Laju mortalitas total (Z) ikan jantan lebih besar dibanding ikan betina sehingga stok ikan jantan lebih rentan dibandingkan ikan betina.
Sementara laju mortalitas alami (M) ikan betina lebih besar dibanding dengan ikan jantan, hal tersebut karena laju pertumbuhan (K) ikan betina lebih besar dari pada ikan jantan. Perbedaan laju mortalitas diakibatkan karena perbedaan nilai L∞
dan K. Selain itu mortalitas alami juga disebabkan akibat pemangsaan, penyakit, stress, pemijahan, kelaparan dan usia tua (Sparre dan Venema 1999). Laju mortalitas alami yang tidak sama antara ikan jantan dan betina mengakibatkan komposisi antar ikan jantan dan betina yang berbeda. Perbedaan laju mortalitas, pertumbuhan, dan tingkah laku bergerombol antar jantan dan betina mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara jumlah jantan dan betina (Putri, 2013).
Laju eksploitasi (E) merupakan bagian dari populasi ikan yang ditangkap selama periode waktu tertentu (1 tahun), sehingga laju eksploitasi juga didefinisikan sebagai jumlah ikan yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah total ikan yang mati karena semua faktor, baik faktor alami maupun faktor penangkapan. Eksploitasi optimal dicapai jika laju mortalitas penangkapan (F) sama dengan laju mortalitas alami (M), yaitu 0.5 (Pauly, 1984).
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Sampel ikan diperoleh dari hasil penangkapan Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii) di Selat Malaka yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera
Belawan, Medan Belawan, Sumatera Utara. Waktu pengambilan sampel ikan dilakukan selama 2 bulan yaitu dari bulan Agustus sampai September 2018.
Gambar 9. Peta Lokasi Penelitian Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam pengambilan data primer antara lain alat tulis, meteran gulung dengan tingka ketelitian 1 mm, kamera digital, timbangan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ikan Pari dan Program FISAT II.
Prosedur Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei.
Pengambilan sampel Ikan Pari dilakukan di KUD Gabion Belawan. Pengambilan
contoh sampel secara sensus dengan metode ini diharapkan dapat mewakili populasi yang sedang diteliti. Sampel ikan tergantung kelimpahan ikan pada tiap waktu pengambilan dengan pengambilan sampel satu bulan dua kali dengan interval pengambilan sampel 2 minggu, mulai dari bulan Agustus sampai September 2018. Sampel ikan yang telah diambil kemudian diukur panjang total dan ditimbang bobot basahnya.
Identifikasi Jenis Ikan Pari
Pengamatan morfologi ikan sesuai dengan buku pedoman identifikasi oleh White et al (2006) dengan meilihat bagian tubuh ikan pari diantaranya yaitu
bentuk mata, bentuk alis mata, bentuk bintik – bintik pada sisi kiri – kanan ujung ikan pari, sirip ekor, duri ekor, sirip dada.
Analisis Data Rasio Kelamin
Cara untuk mengidentifikasi jenis Ikan Pari dengan melihat adanya claspers pada bagian ikan tersebut. Kalau terdapat clasper maka ikan tersebut
adalah berjenis kelamin jantan. kalau tidak berarti ikan tersebut betina (Emiliya et al, 2017).
Menurut Satria (2015) Rasio kelamin merupakan perbandingan antara jenis kelamin Ikan yang ada diperairan. Pada statistika, konsep rasio adalah proporsi populasi tertentu terhadap total populasi dengan rumus rasio kelamin ialah :
Keterangan :
p = Rasio Kelamin (%).
p =
A = Jumlah ikan jantan/betina.
B = Total individu ikan jantan dan betina (ekor).
Selanjutnya untuk menguji keseimbangan rasio kelamin digunakan rumus menurut Walpole (1992) sebagai berikut :
Keterangan :
X2 = Chi Square (nilai peubah acak X2 yang sebaran penarikan contohnya mendekati chi kuadrat).
oi = Frekuensi ikan jantan atau betina k – i yang diamati.
ei = Jumlah frekuensi harapan dari ikan jantan dan ikan betina.
Sebaran Frekuensi Panjang
Dalam metode sebaran frekuensi panjang data yang digunakan adalah data panjang total dari Ikan Pari. Dilakukan pengukuran Ikan Pari dengan menggunakan meteran gulung yang memiliki ketelitian 1 mm . Adapun langkah- langkah untuk membuat sebaran frekuensi panjang adalah sebagai berikut (Walpole, 1992) :
1. Menentukan banyaknya selang kelas yang diperlukan dengan rumus:
Keterangan :
n = Jumlah kelompok ukuran N = Jumlah ikan pengamatan 2. Menentukan wilayah data tersebut
n = 1+3,32 Log N X2 =
3. Bagilah wilayah tersebut dengan banyaknya kelas untuk menduga lebar selang kelasnya
4. Menentukan limit bawah kelas bagi selang yang pertama dan kemudian batas bawah kelasnya, kemudian tambahkan lebar kelas pada batas bawah kelas untuk mendapatkan batas atas kelasnya
5. Mendaftarkan semua limit kelas dan batas kelas dengan cara menambahkan lebar kelas pada limit dan batas selang sebelumnya
6. Menentukan titik tengah kelas bagi masing-masing selang dengan merata- ratakan limit kelas atau batas kelasnya
7. Menentukan frekuensi bagi masing-masing kelas
8. Menjumlahkan kolom frekuensi kemudian periksa apakah hasilnya sama dengan banyaknya total pengamatan.
Faktor Kondisi
Faktor kondisi yaitu keadaan atau kemontokan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka untuk menunjukkan keadaan ikan dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup dan melakukan reproduksi. Perhitungan faktor kondisi didasarkan pada panjang dan bobot ikan. Faktor kondisi dapat dihitung dengan rumus (Effendie 1979) sebagai berikut :
Jika nilai b ≠ 3 (allometrik),Jika nilai b = 3 (isometrik), maka faktor kondisi ditentukan dengan rumus:
Keterangan:
FK = Faktor kondisi L = Panjang total ikan (mm) W = Bobot ikan (gram) a dan b = Konstanta
Hubungan Panjang dan Bobot
Bobot dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Hubungan panjang dan bobot dapat diketahui dengan rumus (Effendie, 1979):
Keterangan:
W = Bobot (gram) L = Panjang (mm) a dan b = Konstanta
Untuk mengkaji dalam penentuan nilai b maka dilakukan uji T, dimana terdapat usaha untuk melakukan penolakan atau penerimaan hipotesis yang dibuat.
Keterangan:
SBi = Simpangan Baku ßi Bo = Intercept (3)
Bi = Slope (hubungan dari panjang bobot)
Setelah itu, nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabel sehingga keputusan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
Thitung > Ttabel, maka tolak H0
Thitung < Ttabel, maka gagal tolak H0
Keeratan hubungan panjang bobot ikan ditunjukkan oleh koefisien korelasi (r) yang diperoleh dari rumus √R2 : dimana R adalah koefisien determinasi. Nilai mendekati 1 (r > 0,7) menggambarkan hubungan yang erat antara keduanya, dan
W = a Lb
Thit =
nilai menjauhi 1 (r < 0,7) menggambarkan hubungan yang tidak erat antara keduanya (Walpole, 1992).
Mortalitas dan Laju Eksploitasi (E)
Laju mortalitas total (Z) diduga dengan menggunakan metode Jones dan Van Zalinge yang dikemas dalam program FISAT II. Sedangkan untuk menduga laju mortalitas alami (M) menggunakan rumus empiris Pauly (1984). Laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly dalam Sparre dan Venema (1999) sebagai berikut :
Log M = -0.0066 – 0.279 * Log (L∞) + 0.6543 * Log(K) + 0.4634 * Log(T) Keterangan :
M = Mortalitas alami
L∞ = Panjang asimtotik pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy K = Koefisien pertumbuhan pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy T = Rata-rata suhu permukaan air (0C)
Laju mortalitas penangkapan (F) dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Laju mortalitas total (Z) diduga dengan menggunakan metode Jones dan Van Zalinge yang dikemas dalam program FISAT II. Laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan mortalitas penangkapan (F) terhadap mortalitas total (Z). Perhitungan laju eksploitasi digunakan untuk menduga jumlah ikan yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah total ikan yang mati karena semua faktor baik faktor alami maupun faktor penangkapan (Pauly, 1984):
E =
F = Z - M
Laju mortalitas penangkapan (F) atau laju eksploitasi optimum menurut Gulland dalam Sparre dan Venema (1999) adalah:
Foptimum = M dan Eoptimum = 0,5
Paulay (1984) menyatakan bahwa nilai Eksploitasi optimum adalah 0,5.
Sehingga jika nilai eksploitasi lebih dari 0,5 maka dapat dikatakan indikasi dari kondisi lebih tangkap terutama akibat penangkapan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Identifikasi Jenis Ikan Pari Hasil Tangkapan Nelayan
Hasil penelitian Ikan Pari berdasarkan buku White et al (2006) pada lokasi penelitian di jumpai spesies Pari Kodok (Dasyatis kuhlii) yang tertangkap dan didaratkan oleh nelayan di KUD Gabion Belawan tertera pada tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii)
Rasio Kelamin
Ikan Pari yang diperoleh selama penelitian berlangsung berjumlah 224 ekor, terdiri dari 71 ekor ikan jantan dan 153 ekor ikan betina. Dengan nisbah kelamin 1:2,1. Nisbah kelamin Ikan Pari berdasarkan minggu pengamatan dapat dilihat pada table 2.
Tabel 2. Rasio Kelamin Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii) Jenis Kelamin Ikan Pari Kodok
(Dasyatis kuhlii)
Jumlah
Jantan 71
Betina 153
Total 224
Klasifikasi
Nama Lokal
Pari Kodok Pari Kodok
Referensi
Kinakesti dan Gema (2017) White et al (2006)
Kingdom Animalia Animalia
Filum Chordata Chordata
Kelas Choedricthyes Choedricthyes
Ordo Myliobatiformes Myliobatiformes
Famili Dasyatidae Dasyatidae
Genus Dasyatis Dasyatis
Spesies Dasyatis kuhlii Dasyatis kuhlii
Gambar 10. Diagram Rasio Kelamin Ikan Pari Kodok Setiap Bulan Pengamatan Dimana pada bulan Agustus total Ikan Pari jantan terdapat sebanyak 31 ekor dan ikan betina sebanyak 87 ekor. Ikan Pari jantan di bulan agustus terbanyak pada minggu ke 1 sebesar 11 ekor dan betina terbanyak pada minggu ke 2 sebanyak 24 ekor. Pada bulan September total Ikan Pari jantan terdapat sebanyak 40 ekor dan ikan betina sebanyak 66 ekor. Ikan Pari jantan di bulan september terbanyak pada minggu ke 2 sebanyak 13 ekor dan betina terbanyak pada minggu ke 2 sebanyak 22 ekor.
Sebaran Frekuensi Panjang
Pada bulan Agustus jumlah ikan yang paling banyak tertangkap terdapat pada selang kelas 920-1023 mm berjumlah 12 ekor yang terdapat pada minggu ke-2 pengamatan dan paling sedikit tertangkap pada selang kelas 504-607 mm di minggu ke-3, 712-815 mm di minggu ke-2, 816-919 mm di minggu ke-3, 1024- 1127 mm di minggu ke-1, 1128-1231 mm di minggu ke-1 dan 1232-1335 mm di minggu ke-1 dan ke-2 dengan masing-masing berjumlah 0 ekor. Dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 11. Histrogam Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Pari Kodok Bulan
Agustus Selama Pengamatan
Pada bulan September jumlah ikan yang paling banyak tertangkap terdapat pada selang kelas 1128-1231 mm berjumlah 10 ekor yang terdapat pada minggu ke-1 pengamatan dan paling sedikit tertangkap pada selang kelas 816-919 mm di minggu ke-4 dan 1232-1335 mm di minggu ke-1, minggu ke-3 dan ke-4 dengan masing-masing berjumlah 0 ekor. Dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 12. Histrogam Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Pari Kodok Bulan September Selama Pengamatan
Hubungan Panjang dan Bobot
Hasil analisis hubungan panjang dan berat seluruh data memperlihatkan bahwa hasil hubungan panjang dan berat memiliki persamaan : Log W = 9,305 + 0,658 log L atau dalam bentuk eskponensialnya adalah W = 9,305L0,658 dengan nilai determinasi (R²) = 0,780 dan koefisien korelasi (r) = 0,883 dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 13. Grafik Hubungan Panjang dan Berat Ikan Pari Kodok.
Hasil analisis hubungan panjang dan bobot jantan memperlihatkan bahwa hasil hubungan panjang dan bobot memiliki persamaan : Log W = 9,159 + 0,654 log L atau dalam bentuk eksponensialnya adalah W = 9,159L0,654dengan nilai determinasi (R²) = 0,737 dan koefisien korelasi (r) = 0,858 dan pada ikan betina memiliki persamaan : Log W = 11,02 + 0,636 log L dalam bentuk eksponensial adalah W = 11,02L0,636 dengan nilai determinasi (R2) = 0,783 dan koefisisen korelasi (r) = 0,884 dilihat pada Gambar 15. Nilai b menggambarkan pola pertumbuhan Ikan Pari, nilai koefisien determinasi menunjukan hubungan nilai x (bobot) terhadap nilai y (panjang) sedangkan nilai koefisien menggambarkan besarnya hubungan antara panjang dan bobot Ikan Pari.
Gambar 14. Grafik Hubungan Panjang Berat Ikan Pari Jantan dan Betina.
Secara umum hasil analisis pada Ikan Pari jantan dan betina menunjukkan bahwa hubungan panjang dan bobot Ikan Pari memiliki hubungan yang sangat erat (nilai koefisien korelasi (r) mendekati satu). Setelah di lakukan uji T (α=0,05) pada ikan jantan dan ikan betina serta total Ikan Pari memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif (Tabel 2) dimana nilai b<3 yang memiliki arti bahwa pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan pertambahan bobot.
Tabel 3. Hubungan Panjang dan Berat Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii).
Jenis Kelamin Persamaan Hubungan Panjang Berat
R2 r Pola Pertumbuhan Setelah Uji T (α=0,05) Jantan 9,159L0,654 0,737 0,858 Allometrik negatif Betina 11,02L0,636 0,783 0,884 Allometrik negatif Total 9,305L0,658 0,780 0,883 Allometrik negatif Faktor Kondisi
Hasil perhitungan faktor kondisi (FK) Ikan Pari Kodok jantan dan betina di Perairan Selat Malaka berdasarkan pola pertumbuhan allometrik negatif dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 4. Nilai Faktor Kondisi Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii).
Jenis Kelamin Jumlah (n) Kisaran Rata-rata
Jantan 71 0,673 – 1,720 1,194
Betina 153 0,492 – 1,817 1,208
Total 224 0,507 – 1,841 1,204
Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Mortalitas yang dihitung adalah laju mortalitas total (Z), laju mortalitas alami (M) dan juga laju mortalitas penangkapan (F). Untuk pendugaan laju mortalitas alami digunakan rumus empiris Pauly dengan suhu rata-rata permukaan perairan Selat Malaka 29,7oC (World Weather,2015) dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil analisis dugaan laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan Tongkol Komo dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Laju Mortalitas dan Laju Eksploitasi Ikan Pari Kodok
Parameter Bulan Pengamatan
Agustus September Total
Mortalitas Total (Z) 1,353 1,635 1,498
Mortalitas Alami (M) 0,365 0,684 0,428
Mortalitas Penangkapan (F) 0,988 0,951 1,07
Laju Ekspoitasi 0,730 0,581 0,714
Pembahasan
Identifikasi Jenis Ikan
Dari hasil pengamatan selama penelitian yang saya lakukan dengan melihat morfologi ikan maka jenis Ikan Pari yang di dapat di perairan Selat Malaka ialah Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii) sesuai juga dengan buku acuan milik White et al (2006).
Morfologi Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii)
Gambar 15. Morfologi Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii). (a) Bagian atas, (b) Bagian bawah
Dari identifikasi bentuk tubuh Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii) yang dilakukan, diketahui bahwa Ikan Pari Kodok memiliki tubuh yang berwarna
b a
coklat kemerahan juga terdapat bintik bintik biru kehitaman yang tersebar di bagian atas badanya, kemudian dapat dilihat dengan kasatmata bagian tubuh dan lempeng kepala Ikan Pari Kodok berbentuk bulat sesuai dengan White et al (2006) Dasyatis kuhlii memiliki tubuh atau lempeng kepala membulat. Terdapat bintik-bintik hitam yang menyebar melewati mata, moncong pendek dengan garis lebar berwarna hitam melintang di atas mata.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan juga diketahui habitat Ikan Pari Kodok atau Ikan Pari Kodok di tangkap didasar perairan dimana jenis makanan yang dimakan ialah beberapa kepiting, sesuai dengan Kinakesti dan Gema (2017) juga mengatakan pari ini dapat dijumpai di perairan karang atau mendiami dasar perairan yang berpasir dan memangsa udang dan beberapa jenis kepiting, dapat dilihat pada Gambar 16.
(a) (b)
Gambar 16. Organ Reproduksi Ikan Pari. (a) Jantan dan (b) Betina
Morfologi Ikan Pari Kodok (Dasyatis kuhlii) juga dapat dilihat dari perbedaan organ reproduksi yang dimilik oleh Ikan Pari Kodok jantan dan betina, dimana dapat dilihat pada pari jantan memiliki alat bantu reproduksi yang disebut clasper dan pada pari betina memiliki kloaka, sesuai dengan Orlov dan Cotton
(2011) semua ikan bertulang belakang menunjukkan perbedaan seksual janan dan betina, dapat dilihat pada gambar 18.
Ikan Pari Kodok ini biasanya hidup di perairan dangkal dengan kedalam yang berbeda-beda, dengan pencapaian panjang dan lebar badan yang berebda pula, sesuai dengan White et al (2006) menyatakan Pari Kodok dijumpai di perairan Indo-Pasifik Brat sampai Melaysia yang merupakan ikan demersal di perairan dangkal dengan kedalaman hingga 90 m dan lebar badan hanya mencapai 38 cm.
Rasio Kelamin
Jenis kelamin betina dan jantan ditentukan secara morfologi dengan mengamati adanya clasper pada bagian ikan tersebut. Nisbah kelamin satu banding satu artinya komposisi ikan jantan dengan ikan betina dalam keadaan seimbang sedangkan nisbah kelamin lebih dari satu yaitu dimana komposisi ikan jantan lebih banyak dari pada ikan betina, sedangkan nisbah kelamin kurang dari satu artinya ikan betina lebih banyak dari pada ikan jantan (dominan).
Rasio kelamin pada pengambilan sampel dari bulan Agustus sampai bulan September terlihat ikan betina lebih banyak dari pada ikan jantan yang menggambarkan dalam kondisi tidak seimbang tetapi juga menggambarkan kondisi baik dalam populasi Ikan Pari menurut Candramila dan Junardi (2012) menyatakan faktor yang dapat menyebabkan ketidak seimbangan populasi ellasmobranchii adalah jumlah indvidu betina yang dihasilkan pada satu kali reproduksi lebih banyak, kemudian Cahmi et al (1998) menambahkan kondisi baik dalam populasi pari maupun hiu jumlah betina lebih banyak dari jantan.
Proporsi kelamin secara keseluruhan Ikan Pari Kodok jantan lebih kecil dibandingkan ikan betina dengan perbandingan 1:2,1, setelah dilakukan uji chi- square diperoleh hasil x-hitung > x-tabel yang artinya proporsi Ikan Pari Kodok jantan dan betina di perairan Selat Malaka dalam keadaan tidak seimbang.
Ketidak seimbangan atau perbedaan jumlah hasil tangkapan juga dipengaruhi oleh lokasi penangkapan dan waktu penangkapan dimana menurut Candramila dan Junardi (2012) Ikan-ikan yang mempunyai kebiasaan menetap di dasar perairan (demersal) memiliki peluang lebih sering tertangkap dan perbedaan jumlah individu hasil tangkapan juga dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain besar kecilnya armada dan tipe ala tangkap, lokasi penangkapan, waktu penangkapan dan perilaku ikan yang di tangkap.
Sebaran Frekuensi Panjang
Ukuran panjang Ikan Pari hasil tangkapan diseluruh minggunya berada pada kisaran 400-1320 mm dan kisaran bobo tubuh ikan 300-1800 gr, menurut Surya (2014) ukuran total panjang maksimum Ikan Pari dapat mencapai 140 cm, perbedaan struktur panjang tersebut menggambarkan adanya karakteristik dari perairan dan tekanan tingginya penangkapan, Sparre dan Venema (1999) menambahkan bahwa ikan-ikan yang memiliki total panjang yang besar cenderung berumur panjang dan memiliki laju koefisien pertumbuhan yang rendah.
Frekuensi tertinggi pada bulan Agustus terdapat pada Minggu ke-2 di selang kelas 920-1023 mm sebesar 12 ekor. Pada bulan september frekuensi tertinggi pada minggu ke-1 di selang kelas 1120-1231 mm sebesar 10 ekor, sehingga bahwa setiap bulan pengamatan terdapat perbedaan jumlah distribusi
panjang di setiap selang kelasnya disebabkan oleh pengaruh ukuran mata pancing itu sendiri, dimana nelayan Belawan menggunakan jaring insang yang pada umumnya menggunakan mata jaring (mesh size) berukuran 1,5 inchi (Lampiran 3) dan ukuran tersebut jauh lebih kecil dari ukuran ikan pari. Sesuai dengan literatur Erzini et al (1998) bahwa jumlah dan komposisi jenis hasil tangkapan yang diperoleh dipegaruhi oleh dua faktor penting yaitu tipe dan ukuran mata jaring, Alo’s et al (2008) juga menambahkan bahwa ukuran mata jaring dan mata pancing signifikan mempengatuhi komposisi jenis hasil tangkapan.
Perbedaan jumlah distribusi panjang akan mengalami pertumbuhan yang berbeda pula, karena memiliki faktor dalam dan fakor luar yang mempengaruhi pertumbuhan ikan tersebut sesuai dengan Effendi (2002) menyatakan fakor dalam adalah faktor yang umumnya sulit dikontrol seperti keturunan, sex, umur, parasit dan penyakit. Faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu suhu dan makanan.
Hubungan Panjang dan Bobot
Hubungan panjang bobot Ikan pari menghasilkan model pertumbuhan dan kurva hubungan panjang bobot. Berdasarkan hasil analisis hubungan panjang dan bobot Ikan Pari sebanyak 224 ekor terdiri dari 71 ekor jantan dan 153 ekor betina.
Hasil analisi hubungan panjang bobot ikan pari Dasyatis kuhlii diketahui bahwa persamaan pola pertumbuhan ikan pari jantan adalah W=9,159L0,654 dengan nilai b=0,654 dan perasamaan pola pertumbuhan ikan pari betina W=11,02L0,636 dengan nilai b=0,636, sehingga diketahui bahwa nilai b pada jantan dan betina berbeda yang kemungkinan disebabkan oleh umur ikan dan isi perut ikan itu sendiri, sesuai dengan Rahardjo dan Simanjuntak (2008) menyatakan keragaman