• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1 Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI)

Uji HI serum I terhadap antigen H5N1 menunjukkan bahwa pada dua minggu setelah vaksinasi ke dua telah dapat dideteksi terbentuknya antibodi pada hewan yang divaksinasi (Tabel 4). Rata-rata titer antibodi yang terukur sebesar 26,75 pada kelompok yang divaksinasi dengan vaksin H5N1, dan 21,5 pada kelompok yang divaksinasi dengan vaksin H5N2. Titer antibodi pada kelompok marmot yang divaksinasi dengan vaksin H5N2 menunjukkan adanya peningkatan menjadi sebesar 23 setelah vaksinasi ke dua. Namun pada kelompok marmot yang divaksinasi dengan vaksin H5N1 justru mengalami penurunan menjadi 25,75. Pada akhir pengamatan produksi antibodi mencapai puncaknya, yaitu 28,75 pada kelompok marmot yang divaksinasi dengan vaksin H5N1 dan 26,75 pada kelompok marmot yang divaksinasi dengan vaksin H5N2.

Tabel 4 Hasil Uji Hemaglutinasi Inhibisi (Titer Antibodi) terhadap Antigen Virus H5N1 pada Kedua Kelompok Perlakuan.

Kelompok Hewan

Sampel Titer Antibodi pada Uji HI ke- (log 2) I II III Vaksin H5N1 Vaksin H5N2 A B C D Rata-rata A B C D Rata-rata 9 7 6 5 6,75 1 2 - - 1,5 6 6 5 6 5,75 4 2 3 3 3 11 7 8 9 8,75 7 7 7 6 6,75

Uji HI ke tiga dilakukan terhadap serum yang diambil pada satu minggu setelah vaksinasi dengan antigen H5N1 dan H5N2 inaktif tanpa adjuvan. Penyuntikan antigen tanpa adjuvan dengan rute intravena ini bertujuan untuk menggertak produksi antibodi guna mendapatkan titer antibodi yang setinggi-tingginya, yang selanjutnya akan dimurnikan untuk digunakan dalam penelitian lebih lanjut.

Hasil rata-rata uji HI pertama, kedua, dan ketiga terhadap antigen H5N1, memperlihatkan bahwa kelompok marmot yang divaksinasi dengan vaksin H5N1 memperlihatkan respon produksi antibodi yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang divaksinasi dengan vaksin H5N2, dengan capaian titer antibodi akhirnya sebesar 28,75, yang dicapai pada satu minggu setelah penyuntikan antigen virus H5N1 secara intravena. Sementara itu kelompok marmot yang divaksinasi dengan vaksin H5N2 memperlihatkan produksi antibodi yang lebih rendah, dengan capaian titer tertinggi sebesar 26,75 , yang dicapai pada satu minggu setelah penyuntikan antigen virus H5N2 secara langsung (intravena). Hasil rata-rata dari ketiga kali uji HI terhadap antigen H5N1, secara umum memperlihatkan adanya peningkatan produksi antibodi dari kedua jenis vaksin yang digunakan pada tiap periode vaksinasi, walaupun pada kelompok marmot yang divaksinasi dengan vaksin H5N1 terjadi sedikit penurunan produksi antibodi dari hasil vaksinasi ke dua. Rata-rata hasil uji HI pertama, ke dua, dan ke tiga terhadap antigen virus H5N1 terlihat pada Gambar 1.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 I II III Uji HI

Titer Antibodi Terhadap Virus H5N1

(log 2)

H5N1 H5N2

Gambar 3 Grafik Hasil Rata-Rata uji HI I, II, dan III dari Dua Kelompok Marmot yang Divaksinasi dengan Vaksin H5N1 dan H5N2.

Pada kelompok marmot yang divaksinasi dengan vaksin H5N1 produksi antibodi sudah mencapai 26,75 pada dua minggu setelah vaksinasi, namun pada satu minggu setelah vaksinasi ke tiga nilainya turun menjadi 25,75, kemudian pada satu minggu setelah vaksinasi dengan antigen H5N1 tanpa adjuvan nilainya kembali naik mencapai 28,75. Penurunan produksi antibodi pada satu minggu setelah vaksinasi ke tiga terjadi karena pada saat vaksinasi ke tiga tersebut dilakukan, titer antibodi dalam tubuh marmot masih tinggi. Tingginya titer antibodi inilah yang justru menyebabkan vaksinasi ke tiga menjadi kurang efektif, karena titer antibodi yang tinggi akan menetralisasi antigen yang berasal dari vaksin, sehingga antigen dari vaksin tersebut menjadi tidak efektif dalam merangsang sistem kekebalan untuk menghasilkan antibodi. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Indriani et al. (2005) tentang pengembangan prototipe vaksin inaktif AI H5N1 isolat lokal. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa vaksinasi yang dilakukan pada ayam yang berumur satu dan dua minggu ternyata memberikan respon antibodi yang kurang baik. Hal tersebut disebabkan karena masih adanya pengaruh antibodi maternal (bawaan) spesifik yang diberikan induknya, dimana antibodi tersebut baru akan sangat rendah ketika ayam berumur tiga minggu. Indriani et al. (2005) juga menyatakan bahwa untuk mendapatkan hasil vaksinasi yang baik dan efektif pada ayam, maka vaksinasi sebaiknya dilakukan pada ayam yang telah berumur tiga minggu, dimana status antibodinya mendekati nol.

Fakta tersebut menunjukkan bahwa dalam melakukan vaksinasi, terutama jika akan dilakukan vaksinasi ulang (booster), baik untuk tujuan mendapatkan antibodi ataupun untuk memberikan proteksi terhadap penyakit pada hewan, perlu dilakukan kajian untuk menentukan jarak waktu antara vaksinasi satu dengan vaksinasi berikutnya guna menjamin efektifitas dari suatu tindakan vaksinasi dengan tetap mempertahankan status protektif (apabila tujuannya untuk memberikan proteksi) dari antibodi dalam tubuh hewan yang akan divaksinasi.

Antibodi selalu bersifat spesifik terhadap antigen tertentu (Wibawan et al. 2003), demikian juga dalam penelitian ini, vaksinasi dengan vaksin H5N1 akan menghasilkan antibodi poliklonal terhadap antigen H5N1, dan vaksinasi dengan vaksin H5N2 akan menghasilkan antibodi poliklonal yang spesifik terhadap

antigen H5N2. Uji HI serum pertama dari kelompok hewan yang divaksinasi dengan vaksin H5N2 terhadap antigen H5N2 sudah menunjukkan titer antibodi yang tinggi, yaitu mencapai 29, dengan rata-rata sebesar 27,5. Antibodi yang dihasilkan dari vaksinasi dengan vaksin H5N2 ini ternyata dapat bereaksi silang terhadap antigen H5N1, hal ini ditunjukkan dari hasil uji HI serum I terhadap antigen H5N1 pada kelompok tersebut memberikan hasil positif, dengan nilai sebesar 21,5. Reaksi silang tersebut terjadi karena antigen yang yang digunakan dalam vaksin memiliki kesamaan jenis protein H (hemaglutinin) terhadap antigen yang digunakan dalam uji HI, yaitu H5. Titer antibodi yang teramati pada uji HI pertama terhadap antigen H5N1 terbilang sangat rendah apabila dibandingkan dengan hasil uji HI terhadap antigen H5N2. Hal tersebut disebabkan karena antibodi yang diperoleh dari vaksinasi bukan merupakan antibodi yang spesifik terhadap H saja, tetapi juga terdapat antibodi terhadap protein N. Menurut Lee et al. (2006), adanya antibodi homolog terhadap protein N tertentu dapat menyebabkan terjadinya hambatan steric dalam uji HI, antibodi terhadap protein N juga dapat berpengaruh secara nonspesifik terhadap protein H yang mendorong pada penghambatan nonspesifik dan kemungkinan kesalahan identifikasi isolat. Menurut Asmara (2007) neuraminidase (N) memiliki peranan membantu virus Avian Influenza untuk berikatan dengan membran sel inang. Sehingga adanya antibodi homolog terhadap protein N ini akan menyebabkan penurunan kemampuan virus avian influenza untuk berikatan dengan sel target. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan titer antibodi dari kelompok marmot yang divaksinasi dengan vaksin H5N2 pada uji HI terhadap antigen H5N1.

Titer antibodi dari kelompok hewan yang divaksinasi dengan vaksin H5N2 menunjukkan adanya peningkatan pada uji HI ke dua atau satu minggu setelah vaksinasi ke tiga, menjadi sebesar 23. Pada akhir pengamatan uji HI terhadap antigen H5N1 dari kelompok hewan yang divaksinasi dengan vaksin H5N2, diperoleh titer antibodi yang cukup tinggi, yaitu mencapai rata-rata sebesar 26,75, pada satu minggu setelah vaksinasi dengan antigen tanpa adjuvan. Hal tersebut menunjukkan bahwa antibodi yang dihasilkan dari vaksinasi dengan vaksin H5N2 dapat digunakan dalam pembuatan antibodi standar untuk H5N1.

4.2 Uji Agar Gel Presipitasi (AGP)

Sementara itu dari hasil uji Agar Gel Presipitasi (AGP) terhadap serum terakhir (serum III), terlihat bahwa dari kedua kelompok marmot yang divaksinasi dengan vaksin H5N1 maupun H5N2 mengghasilkan antibodi yang memiliki kesesuaian yang tinggi terhadap antigen virus H5N1. Hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya garis presipitasi, yang terlihat sebagai garis buram berwarna putih di antara lubang yang diisi antigen virus H5N1 dan keempat lubang yang diisi serum uji (Gambar 4 dan Gambar 5) . Garis presipitasi yang terbentuk merupakan hasil difusi antara antigen (H5N1) dengan antibodi dalam serum. Namun hasil positif dari agar B (Gambar 3) pada uji tersebut tidak berarti bahwa antibodi yang dihasilkan dari vaksinasi dengan vaksin H5N2 memang benar-benar homolog terhadap antigen H5N1 (ditinjau dari antigen H dan N), karena di dalam uji AGP terdapat kemungkinan terjadi reaksi silang antara antibodi terhadap suatu antigen dengan antigen lain yang berbeda (dalam hal protein H dan N-nya). Hal tersebut terjadi karena uji AGP atau imunodifusi dapat mendeteksi adanya antigen nukleokapsid dan matriks yang dimiliki oleh semua virus AI tipe A (Suwarno et al. 2006). Dari hasil uji AGP tersebut dapat diketahui bahwa virus AI H5N1 memiliki kesamaan antigen nukleokapsid dan matriks dengan virus AI H5N2.

Gambar 4 Foto hasil uji AGP serum hasil vaksinasi dengan vaksin H5N1 terhadap antigen virus H5N1; (Ag) Antigen Ai H5N1, (1) Serum H5N1 A, (2) Serum H5N1 B, (3) Serum H5N1 C, (4) Serum H5N1 D.

Ag 4

1

2 3

1 Ag

2

4

3

Gambar 5 Foto hasil uji AGP serum hasil vaksinasi dengan vaksin H5N2 terhadap antigen virus H5N1; (Ag) Antigen Ai H5N1, (a) Serum H5N2 A, (b) Serum H5N2 B, (c) Serum H5N2 C, (d) Serum H5N2 D.

b

Ag d

c b c

Ag

a d

a

Dokumen terkait