• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Lokasi dan Topografi

Kecamatan Muara Muntai dengan ibukotanya Muara Muntai terdiri dari 13 desa definitif yang dikelilingi oleh danau, sungai dan rawa yang luas, yaitu: Danau Jempang dan Danau Melintang, Sungai Mahakam serta Rawa Panjang, Rawa Berobos dan Rawa Letang. Desa-desa yang ada di Muara Muntai yaitu: Perian, Mua-ra Leka, MuaMua-ra Aloh, Jantur, Batuq, MuaMua-ra Muntai Ulu, MuaMua-ra Muntai llir, Kayu Batu, Jantur Selatan, Tanjung Harapan, Pulau Harapan, Leka II dan Jantur Baru. Jumlah penduduk berdasarkan data statistik tahun 2006 adalah 17.848 jiwa dengan 3.180 KK yang terdiri atas laki-laki 9.139 jiwa dan wanita 8.345 jiwa. Batas-batas wilayah Muara Muntai yaitu: di sebelah Utara berbatasan dengan Desa Melintang dan Kecamatan Muara Wis, di sebelah Selatan berbatasan dengan Pegunungan Meratus dan Kabupaten Pasir, di sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Penyinggahan dan Kabupaten Kutai Barat serta di sebelah Timur berbatasan dengan S. P. T. Rimba Ayu dan Kecamatan Kota Bangun (Dinas Pertanian Kutai Kartanegara, 1997).

Luas wilayah Muara Muntai yaitu 92,860 ha yang terdiri dari 82,550 ha daratan dan 10,310 ha perairan yang didominasi oleh rawa-rawa. Luas wilayah berdasarkan ketinggian dari permukaan laut yaitu 7-25 m dpl seluas 43,365 ha, 25-100 m dpl seluas 27,141 ha, dan 25-100-500 m dpl seluas 17,351 ha. Tipe daerah kawasan terbagi atas dua kelompok berdasarkan ciri umum dengan jenis dan keadaan tanahnya yaitu kawasan permukiman transmigrasi (jenis tanah rata-rata: podsolik merah kuning, tekstur: lempung terpasir, dan konsistensi: sedang) dan kawasan tepi-an sungai (jenis ttepi-anah rata-rata: pasir kuarsa, tekstur: berpasir kasar, dtepi-an konsistensi: ringan). Topografinya sebagian besar datar sedikit bergelombang dan berbukit serta terdiri atas rawa dan lembah. Kemiringan tanah berkisar antara l%-60% (Dinas Pertanian Kutai Kartanegara, 1997).

Wilayah Pulau Harapan merupakan desa hasil pemekaran dari Desa Rebaq Rinding. Luas Desa Pulau Harapan adalah 5x10 km2 dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 323 KK dan jumlah penduduk 1.205 jiwa. Desa Pulau Harapan di sebelah

Utara berbatasan dengan Desa Muara Muntai Ulu dan Desa Rebaq Rinding di sebe-lah Timur berbatasan dengan Desa Muara Muntai Ulu dan Desa Muara Muntai Ilir, di sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Muara Aloh, dan di sebelah Barat berba-tasan dengan Desa Batuq, Desa Jantur, dan Desa Jantur Baru. Desa Pulau Harapan sebagian besar terdiri atas rawa dan sebagian kecil pegunungan (Dinas Pertanian Kutai Kartanegara, 1997).

Keadaan Iklim

Muara Muntai ditinjau dari letak wilayah yang masih berada di bawah garis khatulistiwa dengan iklim tropis basah yang terletak antara 116,220BT dan 0,200LS dan terletak pada ketinggian 15-500 di atas permukaan laut. Suhu rata-rata 310C, dengan suhu tertinggi 350C dan suhu terendah 24oC, sedangkan suhu umum adalah 330C pada siang hari dan 220C pada malam hari. Menurut Fahimuddin (1975), zona nyaman untuk kerbau berkisar antara 15,5-21,00C, jika suhu udara lebih dari 240C kerbau sudah mengalami stres dan batas kritis bagi mekanisme termoregulasi 36,500C. Kerbau di Muara Muntai tetap bertahan dan berkembangbiak dengan baik karena telah beradaptasi dengan lingkungan.

Kelembaban rata-rata 59-7l% dan curah hujan rata-rata per tahun 2076 mm. Curah hujan terbanyak jatuh pada bulan Januari, Februari, Maret, dan April, sedangkan bulan kering jatuh pada bulan Juni, Agustus dan September. Curah hujan maksimum 319 mm pada bulan Januari dan curah hujan minimum 26 mm jatuh pada bulan Juni. Kecepatan angin berkisar antara 8-61 km/jam, sedangkan arah angin selalu berubah-ubah dan terbanyak datang dari arah Timur dan Utara (Dinas Pertanian Kutai Kartanegara, 1997).

Populasi dan Kepemilikan Kerbau

Komoditas ternak yang ada di Kecamatan Muara Muntai tidak hanya kerbau tetapi juga terdapat komoditas lainnya yaitu sapi, kambing, babi, ayam buras, ayam pedaging, ayam petelur, dan itik. Populasi kerbau lebih rendah dibandingkan ternak sapi. Populasi sapi, ayam pedaging (broiler) dan ayam petelur (layer) pada tahun 2005-2007 mengalami peningkatan tiap tahunnya sedangkan populasi kerbau, kambing, babi, dan ayam buras mengalami penurunan (Tabel l).

Tabel l. Populasi Ternak di Kabupaten Kutai Kartanegara Populasi (ekor) Komoditas 2005 2006 2007 Pertambahan (2005-2007) Sapi 9.853 11.740 12.470 2.617 Kerbau 4.515 2.043 2.149 -2.366 Kambing 24.714 15.323 8.743 -15.971 Babi 8.716 4.809 3.260 -5.456 Ayam Buras 885.171 223.782 249.316 -635.855 Ayam Pedaging 399.764 2.642.396 2.007.271 1.607.507 Ayam Petelur 57.776 90.593 175.083 117.307 Itik 146.607 48.373 32.796 -113.811

Sumber: Dinas Peternakan Kabupaten Kutai Kartanegara (2008)

Populasi kerbau turun sebanyak 52% dari populasi tahun 2005 sedangkan sapi naik sebanyak 27 %. Faktor penyebab peningkatan populasi sapi yaitu adanya pemasukan dari luar provinsi Kaltim yaitu 3.153 ekor (2006) dan 2.935 ekor (2007), sedangkan pengeluaran sapi tidak terjadi. Pengeluaran sapi tidak terjadi karena peternakan sapi hampir menyeluruh di berbagai tempat, sedangkan peternakan kerbau terbatas di daerah-daerah tertentu. Hal inilah yang memicu pengeluaran ternak kerbau. Penurunan populasi kerbau disebabkan oleh tingginya pengeluaran baik ke kabupaten/kota dalam maupun luar provinsi Kaltim yaitu sebanyak 1.499 ekor (2006) dan 205 ekor (2007), sedangkan pemasukan ternak kerbau hanya 102 ekor (2007) (Dinas Peternakan Kutai Kartanegara, 2008).

Pemeliharaan kerbau di Muara Muntai berdasarkan kepemilikan ternak, dibagi menjadi dua yaitu pemeliharaan hanya milik pribadi dan gabungan dengan milik orang lain. Peternak aktif adalah peternak yang berhubungan langsung dalam pemeliharaan ternak kerbau, sedangkan peternak pasif adalah orang yang memiliki kerbau dan menitipkan kepada peternak aktif. Peternak yang memelihara milik pribadi (tidak memelihara kerbau orang lain) sebanyak 40% dengan jumlah rata-rata ternak yang dimiliki adalah 4l ekor. Peternak yang memelihara kerbau gabungan de-ngan orang lain sebanyak 60% dede-ngan jumlah rata-rata ternak milik pribadi sebanyak

7 ekor. Jumlah seluruh ternak milik orang lain yang dipelihara oleh peternak seba-nyak 202 ekor atau 58% dari jumlah ternak milik peternak pemelihara.

Sistem bagi hasil yang berlaku di peternakan Teluk Ridan yaitu jumlah anak dibagi 50:50. Peternak pemilik berhak atas 50% anak yang dihasilkan dan peternak pengangon 50%. Induk yang dipelihara peternak akan kembali kepada peternak pe-milik. Peternak bertanggungjawab atas kerbau yang dititipkan baik kesehatan maupun biaya pemeliharaan.

Desa yang dijadikan kawasan pemeliharaan kerbau hanya dua desa, yaitu Desa Muara Aloh dan Desa Pulau Harapan. Kawasan ini memiliki potensi lahan yang luas untuk penggembalaan kerbau. Desa Pulau Harapan pada tahun 2007 meru-pakan desa yang menyumbang populasi kerbau sebanyak 55,42% di Kecamatan Muara Muntai. Jumlah populasi kerbau rawa di masing-masing desa yang terdapat di Kecamatan Muara Muntai dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Jumlah Populasi Kerbau Rawa di Kecamatan Muara Muntai Populasi pada tahun-

2006 2007 2008

No. Desa

Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina

1. Perian - - - - 2. Muara Leka 3 12 - - - - 3. Muara Aloh 35 185 52 248 31 9 4. Jantur - - - - 5. Batuq - - - - 2 18 6. Rebaq Rinding - - - -

7. Muara Muntai Ulu 19 80 - - - -

8. Muara Muntai Ilir - - - -

9. Kayu Batu - - - -

10. Jantur Selatan - - - -

11. Tanjung Batuq - - - - 1 9

12. Pulau Harapan 30 180 63 310 40 340

13. Jantur Baru - - - -

Karakteristik Peternak di Lokasi Penelitian

Umur peternak yang menjadi responden bervariasi, dapat dilihat pada Tabel 3. Umur 25-35 tahun sebanyak 3 orang (30%),umur 36-45 tahun sebanyak 6 orang (60%) dan umur di atas 45 tahun sebanyak I orang (10%). Hal ini menunjukkan bahwa umur peternak masuk dalam kisaran umur produktif karena umur produktif berkisar antara 20-55 tahun.

Tabel 3. Sebaran Umur Peternak Kerbau di Desa Pulau Harapan

Sebaran Umur (tahun) % Rataan umur (tahun)

25 - 35 30 30,7

36 - 45 60 39,8

≥46 10 57,0

Total 100

Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam mengembangkan sumber daya peternak. Pendidikan akan menambah pengetahuan dan keterampilan sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja yang akan menentukan keberhasilan usaha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peternak memiliki latar belakang pendidikan Sekolah Dasar (SD) 20%, Sekolah Menengah Pertama (SMP/sederajat) 40%, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) 40%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang ditempuh oleh peternak relatif tinggi dibandingkan daerah lain yang pada umumnya tidak menempuh pendidikan atau hanya berpendidikan sekolah dasar.

Beberapa alasan beternak kerbau rawa adalah sebagai sumber penghasilan, hobi/kegemaran, dan turun-temurun. Beternak kerbau merupakan pekerjaan utama karena memiliki prospek sebagai sumber penghasilan yang tinggi dengan waktu pemeliharaan yang relatif singkat. Pendapatan rata-rata peternak dari hasil penjualan kerbau adalah diatas satu juta rupiah hingga mencapai l0 juta per bulan. Pendapatan ini dihitung berdasarkan hasil penjualan kerbau umur tiga tahun dan jumlah anak yang dihasilkan dibagi per bulan. Pekerjaan sambilan peternak yaitu sebagai nelayan (40%), tukang kayu (20%), pedagang (20%), dan petani (10%). Pekerjaan sambilan ini dilakukan saat musim kering (selain bulan Desember, Januari, Februari, Maret,

dan April). Jenis ternak lain yang dipelihara oleh peternak adalah sapi dan ayam bangkok. Profil peternak dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4. Profil Peternak Kerbau Rawa di Desa Pulau Harapan

Karakteristik Persentase Pendidikan formal - SD - SLTP - SLTA Pekerjaan - Petani saja

- Petani dan nelayan - Petani dan pedagang - Petani dan tukang kayu Pengalaman beternak kerbau

- 0-10 tahun - 11-20 tahun - 2l-30 tahun - 31-40 tahun - 4l-50 tahun

Tujuan pemeliharaan kerbau

- Sumber penghasilan dan tabungan - Kegemaran - Turunan 20 40 40 l0 40 20 20 70 0 10 10 10 80 l0 10

Peternak yang memiliki pengalaman beternak lebih dari 15 tahun hanya 30%, sedangkan di bawah 15 tahun ada 70%. Hal ini terjadi karena banyak peternak yang baru menggantikan orang tua mereka untuk beternak kerbau karena beternak kerbau di Muara Muntai merupakan pekerjaan yang bersifat turun temurun. Ternak kerbau yang dipelihara oleh para orang tua akan diturunkan kepada anak laki-lakinya jika mereka sudah tidak mampu lagi menggembalakan kerbau atau karena telah meninggal dunia. Peternak yang telah memelihara kerbau selama 35 tahun dan 44

tahun kemungkinan disebabkan latar belakang pendidikannya yang rendah (SD dan SMP).

Keadaan Ternak Kerbau

Jumlah ternak kerbau yang digembalakan dari l0 responden sebanyak 351 ekor dengan jumlah jantan 63 ekor dan betina 268 ekor (rasio l:4). Jumlah ternak kerbau betina lebih banyak dipelihara karena jantan dianggap tidak dapat memberi nilai tambah berupa anak dibandingkan dengan betina. Kerbau jantan umumnya di-jual pada umur 3 tahun. Gambar 1 di bawah ini menunjukkan keadaan kerbau pada saat berada di kalang.

Gambar 1. Kerbau Rawa dalam Kalang

Bibit ternak kerbau berasal dari dua tempat yaitu dari ternak sebelumnya yang telah ada di Muara Muntai dan dari pemerintah. Bibit dari pemerintah daerah merupakan bibit kerbau yang dikirim dari Sumbawa (Nusa Tenggara Barat) dan Kabupaten Pasir (Kalimantan Timur). Tahun 2006 peternak mendapat bantuan dari pemerintah kabupaten untuk membeli pejantan sebanyak 35 ekor dari Lebak Singkil. Pembelian pejantan dari luar peternakan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya inbreeding. Peternak juga diberi bibit kerbau melalui bantuan presiden (BANPRES), tetapi kerbau-kerbau tersebut jarang bertahan hidup lama. Kerbau pendatang kemungkinan tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan (iklim, cuaca, kelembaban, suhu, dan panjang matahari) serta keadaan peternakan (manajemen pemeliharaan) di Muara Muntai. Kerbau yang baru datang tidak dikarantina terlebih dahulu sehingga

tidak dapat menyesuaikan diri (adaptasi). Kerbau BANPRES yang masih tersisa di kelompok tani ternak kerbau Teluk Ridan (Desa Pulau Harapan) tinggal satu ekor.

Tatalaksana Budidaya Ternak Kerbau Pemeliharaan Ternak

Perubahan iklim berupa musim kering dan musim banjir mengakibatkan per-bedaan penanganan dan sistem pemeliharaan ternak kerbau di Muara Muntai. Sistem pemeliharaan pada saat musim kering untuk semua kerbau adalah ekstensif, sedang-kan pada musim banjir pemeliharaan kerbau dengan sistem semiintensif dan intensif. Pemeliharaan dengan sistem ekstensif pada musim kering dan musim banjir memiliki perbedaan penanganan. Pemeliharaan kerbau secara ekstensif pada musim kering yaitu semua kerbau baik anak maupun dewasa dibiarkan liar ke rawa-rawa atau hutan yang berjarak ±2 km dari kalang. Ternak yang diliarkan tersebut akan kembali ke ka-lang jika terjadi banjir. Pemeliharaan kerbau pada musim banjir dengan sistem eks-tensif, selain anak <6 bulan, induk bunting dan induk menyusui. Anak dan induk tersebut dipelihara dengan sistem intensif, selalu berada di kalang dan diberi pakan hijauan tanpa penggembalaan. Kerbau yang digembalakan akan dikandangkan pada malam hari tanpa pemberian pakan. Jadwal kegiatan harian beternak kerbau pada musim banjir dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Jadwal Kegiatan Harian Beternak Kerbau di Desa Pulau Harapan

Waktu Aktivitas 07.00-08.00 08.00-09.30 09.30-10.00 10.00-10.30 10.30-11.00 11.00-12.30 12.30-14.00 14.00-16.00 16.00.17.00

Perjalanan dari rumah ke tempat mencari hijauan Mencari dan mengambil hijauan

- Perjalanan menuju peternakan

- Pengangkutan hijauan dari perahu untuk naik ke kalang - Pelepasan kerbau ke rawa penggembalaan

- Pembersihan kandang

- Pemberian hijauan kepada anak dan beberapa induk yang tinggal di kalang

Kerbau digiring ke rawa penggembalaan Kerbau digembalakan

Kerbau istirahat atau berteduh di hutan Kerbau digembalakan kembali

Peternak pada pagi hari berangkat dari rumah sekitar pukul 07.30 WITA un-tuk mencari hijauan kumpai di rawa-rawa yang jaraknya cukup jauh dari rumah. Perjalanannya harus melintasi sungai dengan menggunakan perahu dan memerlukan waktu kira-kira 30 menit. Sumber hijauan sekitar 1-2 km dari peternakan. Hijauan yang diambil 100% rumput lokal kumpai karena disukai ternak. Ternak kerbau akan dilepaskan ke rawa penggembalaan, kecuali anak umur di bawah 3 bulan induk bunting tua dan induk menyusui. Hijauan kemudian diangkat dari perahu motor dan diletakkan di bagian kandang depan yang telah kosong karena kerbau telah turun. Kandang dibersihkan dengan menyemprotkan air menggunakan pompa air yang disedot dari bawah kalang. Kerbau istirahat di hutan pinggir rawa sekitar pukul 12.30-14.00 WITA. Keadaan ini dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.

(a) (b) Gambar 2 a. Kerbau Turun dari Kalang; b. Kerbau Istirahat

Pencatatan yang dilakukan oleh peternak yaitu jumlah anak yang lahir, tanggal kelahiran, dan jenis kelamin anak yang dilahirkan. Biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan yaitu untuk membeli bensin sebagai bahan bakar perahu yang digunakan dan obat-obatan.

Manajemen pemeliharaan untuk mengetahui identitas kerbau (penandaan) dilakukan dengan memotong daun telinga (ear notching) pada umur muda. Pemo-tongan daun telinga dengan menggunakan pisau (Gambar 3). Penandaan dengan menggunakan ear tag pernah dilakukan tetapi memiliki kekurangan yaitu ear tag se-ring hilang karena tersangkut di semak-semak pada saat kerbau digembalakan.

Gambar 3. Penandaan dengan Ear Notching

Perkandangan

Kandang atau kalang yang digunakan oleh kelompok tani ternak kerbau Muara Muntai Desa Pulau Harapan adalah bangunan kandang sederhana yang lantai, pagar dan tiang-tiangnya terbuat dari kayu ulin yang merupakan kayu paling kuat dan tahan lama yang banyak terdapat di Kalimantan. Kalang adalah kandang penam-pungan kerbau rawa saat musim banjir tiba yang berada di tepian Mahakam dan ter-dapat beberapa rumpun bambu dan pepohonan di sekitarnya. Keadaan kalang ditunjukkan pada Gambar 4 di bawah ini.

(a) (b) Gambar 4 a. Kalang; b. Sekat-sekat Kalang

Jenis kandang yang digunakan adalah kandang koloni atau kelompok dengan beberapa peternak dan pemilik ternak. Kandang tidak menggunakan atap kecuali tempat untuk induk kerbau yang sedang bunting dan beranak serta untuk perawatan kerbau yang sakit berupa terpal yang terdapat di kedua ujung kandang dengan ukuran

masing-masing 6x6x2 m3. Kandang tidak dilengkapi dengan atap namun ternak dapat berteduh di bawah rumpun bambu pada siang hari karena kerbau adalah ternak yang tidak tahan panas (Suharno dan Nazaruddin, 1994).

Luas kandang secara keseluruhan yaitu 1.608 m2. Ukuran kandang yang dian-jurkan untuk anak kerbau yang baru disapih adalah 100x80 cm2 dan ukuran untuk kerbau dewasa 200x150 cm2. Kandang utama tidak dilengkapi dengan kandang darurat atau biasa disebut kandang jepit yang sewaktu-waktu berfungsi untuk penanganan misalnya untuk keperluan pengobatan pemberian vaksinasi, dan pelaksanaan inseminasi bua-tan (Suharno dan Nazaruddin, 1994).

Kandang dibuat beberapa petak yang semua lebarnya 6 meter. Lantai dari permukaan tanah setinggi 2.5-3.0 meter. Hal ini dilakukan agar kalang senantiasa dalam keadaan kering atau tidak terendam air pada saat banjir. Kalang dilengkapi dengan dua tangga (depan dan belakang) sebagai sarana naik turunnya kerbau pada saat dikandangkan dan dilepas. Pagar setinggi 0.5-1.0 meter dibuat mengelilingi kalang untuk mempermudah penanganan pada saat dikandangkan. Kerbau yang da-tang berkoloni biasanya ada beberapa yang tidak langsung naik ke kalang, dengan adanya pagar ini maka kerbau yang tidak segera naik kalang akan tetap berada di sekitar kandang yang telah dipagari dan peternak akan menuntunnya naik ke kalang. Pagar juga berguna untuk menjaga dan melindungi ternak dari ancaman pencuri. Balai pertemuan kelompok dan tempat alat-alat berada di depan kandang dengan ukuran 6x6 m2.

Peralatan

Peralatan yang digunakan oleh peternak adalah sabit atau mandau, perahu motor dan dayung, genset dan pompa air, suntikan, pisau, penanjak atau tongkat, buku, dan pulpen. Peralatan hampir seluruhnya milik pribadi peternak kecuali genset dan pompa air yang jumlahnya hanya satu unit. Pompa air digunakan untuk menye-diakan air minum dan membersihkan kotoran ternak kerbau pada musim banjir. Peralatan umumnya digunakan hanya pada saat banjir yaitu pada saat kerbau berada di kalang atau kandang dan digembalakan di rawa-rawa. Perahu digunakan untuk alat transportasi peternak yang harus melewati sungai untuk sampai di kalang mencari dan mengambil rumput serta menggembalakan kerbau.

Pakan

Pakan yang dikonsumsi oleh kerbau hanya berupa hijauan dan tidak menda-pat tambahan konsentrat. Konsentrat tidak diberikan karena tidak tersedianya bahan baku dan pengolah konsentrat. Kelapa sawit banyak terdapat di Kecamatan Muara Muntai tetapi pengolahannya di luar Muara Muntai sehingga hasil sampingannya tidak dapat digunakan sebagai konsentrat untuk pakan kerbau rawa. Rumput yang merupakan pakan utama kerbau rawa adalah rumput lokal kumpai (Hymenachne amplexicaulis (Rudge) Nees) dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah ini.

Gambar 5. Rumput Kumpai (Hymenachne amplexicaulis (Rudge) Nees)

Kerbau juga mengkonsumsi rumput lokal lainnya tetapi dalam jumlah sedikit. Perbandingan kandungan nutrisi rumput kumpai dengan rumput leguminosa lainnya yang biasa digunakan sebagai sumber hijauan makanan ternak dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kandungan Nutrisi Beberapa Hijauan Makanan Ternak (HMT) No. HMT % (bahan dasar kering)

SK EE BETN PK Abu TDN 1. Hymenachne amplexicaulis 31,28 1,23 42,11 11,89 13,49 59,73 2. H. aurita 31,34 0,83 42,43 12,78 12,62 62,70 3. H. indica 32,32 1,39 45,56 8,15 12,58 55,93 4. H. interupta 28,61 1,43 41,01 12,75 16,20 58,33 5. Pennisetum purpureum 27,54 1,04 43,57 9,72 18,13 59,17 6. Pannicum maximum 36,70 1,73 38,08 9,34 14,15 54,34 7. Zea mays 23,21 4,03 34,66 16,29 21,81 43,02 8. Sesbania bunga putih 10,67 5,64 33,39 40,62 9,68 49,90 9. Eceng Gondok 23,27 1,36 49,46 12,48 13,44 61,21 Sumber: Reksohadiprodjo (l988)

Kandungan nutrisi yaitu protein kasar (PK) dan TDN pada rumput kumpai lebih tinggi dibanding dengan rumput yang lazim digunakan untuk pakan ternak yaitu Pennisetum purpureum dan Panicum maximum. Hal ini didukung oleh penelitian Susilawati (2003), menyatakan bahwa rumput lokal kumpai perlu dikem-bangkan sebagai hijauan pakan ternak karena memiliki nilai biologis yang tinggi dengan kandungan protein kasar l4,11% di habitat aslinya (rawa) dan memiliki daya cerna lebih baik daripada rumput gajah. Pihak Dinas Peternakan telah mengupayakan penanaman rumput gajah (Pennisetum purpureum), namun demikian upaya ini kurang berpengaruh terhadap penyediaan hijauan karena belum dimanfaatkan secara optimal oleh peternak dan keterbatasan pengetahuan untuk penanaman rumput ini. Rumput kumpai merupakan hijauan terbanyak yang ditemukan di rawa penggembalaan. Hijauan makanan ternak di Pulau Harapan tersedia cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan ternak karena lahan yang tersedia luas dan hijauan tersedia sepanjang tahun. Peternak memberi hijauan dengan memotong rumput di daerah rawa dan membawa ke kalang. Sistem pemberian hijauan tersebut dikenal dengan istilah “cut and carry”, dapat dilihat pada Gambar 6.

(a) (b)

Gambar 6 a. “Cut and carry”; b. Pakan Hijauan dalam Kalang

Penggunaan limbah pertanian sebagai pakan tambahan tidak memungkinkan karena lahan pertanian sangat sedikit di Muara Muntai dan lahan pertanian jauh dari peternakan, sedangkan lahan penggembalaan masih cukup luas. Pemberian tambahan mineral berupa garam diberikan hanya untuk induk yang sedang menyusui. Pembe-rian garam dipercaya dapat meningkatkan jumlah air susu induk. PembePembe-rian hijauan untuk 15 ekor anak kerbau sebanyak satu perahu atau sekitar 300 kg. Frekuensi pemberian hijauan rata-rata hanya sekali yaitu pada pagi hari menjelang siang atau sekitar pukul 10.00 WITA setelah ternak kerbau muda dan dewasa dilepaskan ke tempat penggembalaan.

Tenaga Kerja

Tenaga kerja pada usaha ternak kerbau ini seluruhnya melibatkan tenaga kerja laki-laki dewasa. Tenaga kerja yang menggembalakan kerbau ini rata-rata di samping menggembalakan ternaknya sendiri, juga ternak titipan. Peternak seluruh-nya laki-laki karena penanganan ternak kerbau ini cukup berat karena harus berha-dapan dengan kerbau yang galak akibat penggembalaan liar. Alasan lainnya adalah diperlukan keahlian yang cukup untuk menangani ternak kerbau ini. Rata-rata tiap peternak menangani 35 ekor kerbau.

Penanganan Kesehatan

Penyakit yang pernah terjadi di peternakan kelompok tani Teluk Ridan adalah diare, gudik, cacingan, kutu, dan surra. Penyakit yang paling sering terjadi adalah diare pada anak kerbau di bawah umur satu tahun. Berdasarkan hasil penelitian

Priadi dan Natalia (2005), beberapa agen bakteria penyebab diare telah dapat diisolasi yaitu Escherichia coli dan Clostridium perfringens. Toksin alfa dan beta Clostridium perfringens dapat dideteksi pada isi usus anak sapi dan kerbau yang mati karena nekrotik enteritis. Enteroksemia merupakan faktor penting pada kematian anak sapi dan kerbau. Cacingan, kutu, gudik dan surra jarang terjadi. Cacingan pernah terjadi pada anak kerbau umur l-2 bulan dengan menunjukkan tanda bulu-bulunya berdiri dan kusam, serta badannya kurus. Pengobatannya dengan pemberian obat cacing seperti untuk manusia. Gudik biasanya diobati dengan pemberian bensin pada bagian yang terkena gudik atau diberi obat betadine. Surra merupakan penyakit yang pernah mewabah pada tahun 1968/1969 yang disebabkan oleh Trypanosomae vansi. Lalat merupakan vektor dari Trypanosoma evansi. Pengobatan penyakit ini

Dokumen terkait