Morfometrik Baby Fish Nila
Ikan nila yang digunakan pada penelitian berasal dari Waduk Jatiluhur, Purwakarta. Ikan nila ditransportasikan dalam keadaan hidup. Ikan masih dalam bentuk utuh dengan umur 2, 3, 4 minggu dan dapat dilihat pada Gambar.3.
(a) (b)
(c)
Ikan nila yang digunakan dalam penelitian ini memiliki ciri-ciri: bentuk tubuh pipih, ukuran kepala kecil, mata yang cukup besar, serta warna tubuh hitam agak keputihan, sisik sudah terbentuk. Hasil pengukuran morfometrik ikan nila disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Morfometrik ikan nila pada berbagai umur panen
Parameter Umur panen
2 minggu 3 minggu 4 minggu Panjang total (cm) 1,80 ± 0,38 3,02 ± 0,20 4,80 ± 0,18 Berat (gram) 0,13 ± 0,04 0,49 ± 0,10 3,11 ± 0,54
Data Sampel 30 ekor
Perbedaan ukuran dan berat ikan nila dapat dipengaruhi oleh pertumbuhan. Pertumbuhan adalah perubahan ukuran, baik berat, panjang maupun volume dalam laju perubahan waktu. Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang sukar untuk dikontrol, contohnya sifat genetik dan kondisi fisiologi. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang dapat dikontrol, di antaranya adalah ketersediaan makanan, ketersediaan oksigen, komposisi kimia air, sisa metabolisme dan suhu (Effendie.1997).
Proksimat Baby Fish Nila
Sifat dari setiap unsur pokok yang terdapat dalam bahan pangan perlu diketahui untuk mengembangkan bahan pangan tersebut. Metode yang lazim dilakukan adalah analisis proksimat. Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia secara kasar (crude) yang meliputi kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat. Kandungan karbohidrat dihitung secara by difference. Analisis dilakukan pada ikan nila utuh dengan umur panen 2, 3, 4 minggu setelah pendederan. Contoh perhitungan analisis proksimat dapat dilihat pada Lampiran 1. Komposisi kimia ikan nila pada berbagai umur panen disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Komposisi kimia ikan nila pada berbagai umur panen (bb)
Komposisi kimia (%) Umur panen 14 mingggu *
2 minggu 3 minggu 4 minggu
Nila dewasa** Kadar air 81,83 ± 0,21 80,79 ± 0,15 80,65 ± 0,25 79,10 80,08 Kadar abu 1,48 ± 0,06 2,49 ± 0,01 2,60 ± 0,07 0,65 0,69 Kadar Protein 13,92 ± 0,06 13,79 ± 0,01 13,30 ± 0,18 17,00 17,94 Kadar Lemak 2,41 ± 0,06 2,30 ± 0,07 1,97 ± 0,05 2,07 1,04 Karbohidrat 0,29 ± 0,09 0,63 ± 0,21 1,47 ± 0,07 1,18 0,25
Keterangan * Lugo et al. (2003) ** Chaijan (2011)
10
Kadar Air
Ikan nila dengan umur panen 2 minggu memiliki kadar air (81,83%) lebih tinggi dan berbeda nyata (p < 0,05) dibandingkan pada umur panen 3 minggu dan 4 minggu. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Lugo et al. (2003) yang menunjukkan kadar air ikan nila umur 14 minggu sebesar 79,1% dan Chaijan (2011) sebesar 80,08%. Sanchez et al. (2012) menyatakan kadar air pada ikan nila berkisar 72-80%. Hal ini menunjukkan ikan nila merupakan bahan pangan yang bersifat mudah rusak (high perishable food). Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan daya terima, kesegaran dan daya simpan bahan tersebut (Winarno 2008).
Kadar Abu
Kadar abu menunjukkan peningkatan dari umur panen 2 minggu sebesar 1,48%, umur panen 3 minggu 2,49% dan 2,60% pada umur panen 3 minggu. Umur panen 2 minggu memiliki kadar abu terendah. Hasil ini lebih besar dibandingkan yang dilakukan oleh Lugo et al. (2003) yang menunjukkan kadar abu nila 14 minggu sebesar 0,63% dan Chaijan (2011) sebesar 0,69%. Trilaksani et al. (2006) menyampaikan bahwa komponen penyusun tulang ialah mineral, sehingga hasil pengujian kadar abu pada umur panen 2-4 minggu menunjukkan peningkatan.
Mineral memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pembentukan tulang untuk memacu pertumbuhan. Hewan air membutuhkan mineral untuk membentuk tulang belakang, jari-jari sirip, membentuk bagian eksoskeleton, haemoglobin, penyampaian impuls dari syaraf pusat dan berperan dalam osmoregulasi tubuh. Selain itu mineral juga berperan untuk meningkatkan kerja syaraf dalam menyampaikan impuls, memperlancar osmoregulasi dan sebagai kofaktor dalam memperlancar kerja enzim dalam tubuh hewan air (Aslianti dan.Priyono 2009).
Kadar Protein
Uji kadar protein menunjukkan bahwa baby fish umur panen 2, 3, dan 4 minggu memiliki kadar protein sebesar 13,92%, 13,79% dan 13,30%. Kadar protein umur 4 minggu mengalami penurunan secara signifikan (p<0,05) dibanding umur 2 dan 3 minggu. Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan yang didapatkan oleh Lugo et al. (2003), yakni sebesar 17,00% dan Chaijan (2011) sebesar 17,94%. Ikan nila menurut Sanchez et al. (2012) memiliki kadar protein berkisar 13-25%. Terjadinya perbedaan kadar protein diduga dipengaruhi oleh aktivitas metabolik setiap umur panen ikan. Alemu et al. (2013) memaparkan penurunan protein disebabkan penggunaan substrat organik untuk pertumbuhan.
Protein merupakan suatu zat makanan yang penting bagi tubuh. Protein berfungsi sebagai pembangun struktur, biokatalis, hormon, sumber energi, penyangga racun, pengatur pH, dan sebagai pembawa sifat turunan dari generasi ke generasi. Protein tersusun atas atom C, H, O, dan N serta unsur lainnya yaitu P dan S yang membentuk unit-unit asam amino (Girindra 1993). Pramono et al. (2007) menyatakan bahwa kandungan protein sangat dipengaruhi oleh jenis ikan, umur, ukuran ikan, kualitas protein pakan, kecernaan pakan dan kondisi lingkungan.
Kadar Lemak
Kadar lemak menunjukkan umur panen 2 minggu sebesar 2,41%, 2,30% pada umur panen 3 minggu dan hasil terendah sebesar 1,97% pada umur panen 4 minggu. Hasil ini sesuai dengan yang didapatkan Lugo et al. (2003) yakni sebesar 2,07% dan Chaijan (2011) sebesar 1,04%.
Rendahnya kandungan lemak diduga karena umur ikan nila yang 2-4 minggu belum memiliki organ otot dan hati yang belum terbentuk sempurna. Sheridan (1988) memaparkan bahwa lokasi penyimpanan lemak utama dalam tubuh ikan adalah otot dan hati, ada juga yang tersimpan sebagai lemak mesentrik. Kandungan lemak dalam otot ikan sangat bervariasi, hal ini sangat bergantung pada spesies, umur, pemijahan, pakan dan tipe otot (Gehring et al. 2009). Faktor lingkungan misal suhu, salinitas dan cahaya juga mempengaruhi komposisi lipida pada jaringan tubuh larva, dengan demikian kebutuhan asam lemak esensial juga sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang ada (Penha-Lopez et al. 2005).
Lemak didefinisikan sebagai bahan-bahan yang dapat larut dalam eter, kloroform (benzene) dan tidak larut dalam air. Lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein. Satu gram lemak dapat menghasilkan 9 kkal/gram, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram. Lemak juga berfungsi memberi rasa gurih, sebagai pelarut vitamin A, D, E dan K, melindungi organ-organ tubuh dan memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan (Nasoetion et al. 1994).
Kadar Karbohidrat
Hasil perhitungan by difference menunjukkan baby fish nila umur 2,3, dan 4 minggu berbeda secara signifikan (p<0,05) dengan kadar karbohidratnya berturut-turut nilainya 0,29%, 0,63%, dan 1,47%. Hasil ini identik dengan penelitian Lugo
et al. (2003) pada nila 98 hari (by difference) yang memberikan nilai 1,18% dan Chaijan (2011) sebesar 0,25%. Perbedaan nilai karbohidrat diduga akibat perkembangan otot ikan pada setiap umur panen melalui produksi glikogen dalam tubuh. Santos et al. (2012) menyatakan peningkatan masa otot terjadi seiring bertambahnya umur ikan, dalam hal ini berkorelasi dengan peningkatan karbohidrat dalam bentuk glikogen otot.
Karbohidrat yang terdapat dalam seafood tidak mengandung serat, kebanyakan dalam bentuk glikogen (Jacoeb et al. 2008). Glikogen banyak terdapat pada hati dan otot. Glikogen terdapat pada otot-otot hewan, manusia dan ikan. Glikogen juga disimpan dalam hati hewan sebagai cadangan energi yang sewaktu-waktu dapat diubah menjadi glukosa (Winarno 2008). Glikogen disebut juga sebagai pati hewan karena diproduksi dari glukosa di dalam tubuh. Glikogen dipergunakan oleh hewan untuk memasok energi bagi jaringan tubuh pada saat bergerak (Nasoetion et al. 1994).
Profil Asam Amino Baby Fish Nila
Pengujian asam amino pada baby fish nila menghasilkan hampir semua jenis asam amino esensial dan non esensial, kecuali triptofan, sistein, dan prolin, karena terjadinya kerusakan asam amino triptofan pada saat hidrolisis asam berlangsung. Tidak teridentifikasinya asam amino lainnya diduga karena terjadinya kerusakan
12
pada tahap hidrolisis protein, pengeringan dan derivatisasi. Hasil analisis asam amino ikan nila dalam keadaan segar dan perbedaannya dengan umur panen dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.
Gambar 4 Kandungan asam amino non essensial baby fish ikan nila pada umur panen ( ) 2 minggu, ( ) 3 minggu, ( ) 4 minggu, dan ( ) dewasa (Tasbozan et al. 2013)
Total asam amino baby fish nila umur panen 2,3,4 minggu berturut-turut 47,21%, 43,62%, dan 40,20%. Hal ini memperlihatkan adanya penurunan persentase kandungan asam amino total secara signifikan (p < 0,05) seiring dengan bertambahnya umur panen. Dutta.(1994) menyatakan kandungan asam amino bebas dan aktivitas protease menurun berkorelasi dengan meningkatnya sintesis protein selama periode pertumbuhan. Rannested et al. (2000) juga menyatakan bahwa kandungan asam amino yang menurun disebabkan oleh cepatnya laju pertumbuhan ikan yang belum dewasa, ikan tersebut memerlukan asam amino dalam kadar yang tinggi sebagai bahan baku dalam proses sintesis protein.
Kandungan asam amino pada baby fish ikan nila lebih rendah dibandingkan penelitian yang dilakukan Adeyeye (2009) yang mendapatkan total asam amino nila dewasa sebesar 59,19%. Tingginya kandungan asam amino pada ikan nila dewasa disebabkan oleh kebutuhan asam amino sudah tidak diutamakan untuk pertumbuhan jika dibandingkan dengan ikan juvenile. Pertumbuhan somatik, pertumbuhan kelenjar reproduksi, perkembangan dan pembangunan jaringan baru ataupun perbaikan jaringan yang rusak selalu membutuhkan protein secara optimal, selalu diperlukan adanya suplai protein (Buwono 2000).
Kandungan asam amino non esensial tertinggi pada nila dewasa yaitu asam glutamat. Kandungan asam glutamat pada baby fish umur panen 2 minggu, 3 minggu, dan 4 minggu cenderung lebih rendah jika dibandingkan hasil penelitian Tasbozan et al. (2013). Sebaliknya terjadi penurunan yang nyata (p<0,05) kandungan glutamat pada rentang umur panen 2-4 minggu.
1 ,8 2 2 ,0 3 2,4 3 ,3 4 3 ,5 4 ,9 4 7 ,7 5 1 ,7 8 2,16 2 ,1 6 3 ,0 7 3 ,1 5 4 ,5 4 7 ,1 7 1 ,5 8 1 ,8 9 1 ,9 8 2 ,8 2 2 ,7 7 4 ,2 2 6 ,7 1 ,8 9 4 ,2 2 3 ,2 6 4 ,3 7 3 ,3 4 6 ,6 7 ,0 4 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tirosina Serina Treonina Alanina Glisina Aspartat Glutamat
Kan d u n g an asam am in o ( %)
Asam glutamat merupakan asam amino dengan jumlah tertinggi pada baby fish nila. Nilai yang didapatkan pada umur panen 2,3,4 minggu berurutan yaitu 7,75%, 7,17%, dan 6,70% (bk). Asam glutamat termasuk asam amino non esensial yang bermuatan polar. Asam glutamat dapat diproduksi sendiri oleh tubuh manusia. Asam glutamat menimbulkan rasa gurih pada lidah. Li et al. (2008) menyatakan glutamat dapat menstimulasi pembentukan protein otot dan merupakan substrat penting untuk energi ikan.
Kadar aspartat pada baby fish nila cukup tinggi setelah asam glutamat. Asam aspartat tertinggi terdapat pada baby fish dengan umur panen 2 minggu yaitu sebesar 4,94% (bk). Hasil ini lebih rendah dibanding penelitian Tasbozan et al.
(2013), yang sebesar 6,6% (bk). Li et al. (2008) menyatakan asam aspartat bersama alanina merupakan prekursor glukogenik dan substrat energi yang penting bagi ikan. Aspartat merupakan asam amino non esensial yang berfungsi untuk membantu detoksifikasi hati, membantu meningkatkan sistem imun, menghambat pertumbuhan sel tumor, membantu pelepasan hormon pertumbuhan, membantu perubahan karbohidrat menjadi energi sel (Harli 2008). Tingginya kandungan asam amino glutamat dan aspartat dapat terjadi karena proses analisis yang digunakan menggunakan metode analisis asam yang mempunyai derajat hidrolisis yang lebih tinggi sehingga kandungan asam amino tersebut lebih tinggi. Asam aspartat dan glutamat dihasilkan oleh hidrolisis asam dari asparigin dan glutamin (Lehninger.1990).
Gambar 5 Kandungan asam amino essensial baby fish ikan nila pada umur panen .( ) 2 minggu, ( ) 3 minggu, ( ) 4 minggu, dan ( ) dewasa (Tasbozan et al. 2013)
Kandungan dua asam amino esensial yang tinggi pada baby fish nila untuk berbagai umur panen yakni leusina dan lisina. Kadar leusina pada baby fish nila pada umur panen 2, 3, dan 4 minggu secara berturut-turut sebesar 3,97%, 3,65% dan 3,42% (bk). Kandungan tertinggi terdapat pada umur panen 2 minggu dan menurun seiring bertambahnya umur panen. Leusina merupakan asam amino yang paling banyak ditemui pada bahan pangan sumber protein. Leusina dapat memacu
1 ,2 5 1 ,2 5 2 ,3 6 2 ,4 4 2 ,7 7 3,3 7 4,0 4 3 ,9 7 1 ,1 1,15 2 ,2 2 2 ,2 1 2 ,5 3 3,2 4 3 ,5 1 3 ,6 5 1 1,0 2 2 ,0 4 2 ,0 7 2 ,3 8 2,9 4 3,3 7 3 ,4 2 1 ,8 7 2 3 ,2 2 3,6 9 3 ,6 9 4,2 9 7 ,1 7 5 ,9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 K an d u n g an asam am in o ( %)
14
fungsi otak, menambah tingkat energi otot, membantu menurunkan kadar gula darah yang berlebihan, membantu penyembuhan tulang, jaringan otot dan kulit (terutama untuk mempercepat penyembuhan luka post-operative) (Harli 2008). Leusina juga berfungsi dalam menjaga sistem imun (Edison 2009).
Lisina merupakan asam amino esensial dominan kandungannya setelah leusina. Kadar lisina pada umur panen 2 minggu sebesar 4,04% (bk), 3,51% (bk) pada umur panen 3 minggu dan 4 minggu sebesar 3,37% (bk). Kadar lisina umur panen 2 minggu berbeda secara signifikan (p<0,05) dengan umur panen 3 dan 4 minggu. Lisina tergolong esensial bagi manusia dan kebutuhan rata-rata per hari adalah (1,0-.1,5) gram. Lisina menjadi kerangka dalam pembentukan niasin (Vitamin B3), bahan dasar antibodi darah, memperkuat sistem sirkulasi, dan mempertahankan pertumbuhan sel-sel normal. Kekurangan lisina menyebabkan mudah lelah, sulit konsentrasi, rambut rontok, anemia, pertumbuhan terhambat dan kelainan reproduksi (Harli 2008).
Tingginya kadar leusina dan lisina pada baby fish nila sesuai dengan hasil penelitian Tasbozan et al. (2013) walaupun nilai yang didapatkan lebih tinggi. Kandungan leusina dan lisina baby fish menurun seiring bertambahnya umur panen. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh adanya perbedaan umur, musim penangkapan, serta tahapan dalam daur hidup organisme (Litaay 2005).
Beberapa kebutuhan asam amino esensial harian per bobot tubuh yang diperlukan menurut WHO (2007) yakni histidina 10mg/kg, isoleusina 20mg/kg, leusina 39mg/kg, lisina 30mg/kg, metionina 10mg/kg, fenilalanina+tirosina 25mg/kg, treonina 15mg/kg, dan valina 26mg/kg. Berdasarkan hasil penelitian,
baby fish nila dapat dijadikan sebagai asupan sumber asam amino esensial yang cukup baik untuk tubuh. Asam amino memiliki peranan penting dalam tubuh sebagai zat pembangun jaringan. Tubuh yang tidak dapat menghasilkan asam amino esensial menjadi pemicu kebutuhan akan asam amino esensial. Beberapa kandungan asam amino lain dan fungsinya yaitu histidina yang berfungsi untuk mendorong pertumbuhan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak (Edison 2009), treonina dapat meningkatkan kemampuan usus dan proses pencernaan, mempertahankan keseimbangan protein, penting dalam pembentukan kolagen dan elastin, membantu fungsi hati, jantung dan sistem syaraf pusat serta mencegah serangan epilepsi. Isoleusina diperlukan untuk pertumbuhan yang optimal, membantu dalam perbaikan jaringan yang rusak, perkembangan kecerdasan, mempertahankan keseimbangan nitrogen tubuh, pembentukan asam amino non esensial lainnya, dan pembentukan hemoglobin serta menstabilkan kadar gula darah (Harli 2008). Fenilalanina merupakan prekursor tirosina. Fenilalanina diperlukan oleh kelenjar tiroid untuk menghasilkan tiroksin yang dapat mencegah penyakit gondok. Selain itu, fenilalanin juga berfungsi memproduksi epinefrin dan neropinefrin (Edison 2009). Metionina diperlukan oleh vertebrata terestrial diantaranya ikan untuk pertumbuhan dan fungsi metabolik, kekurangan metionina akan menghambat pertumbuhan ikan (Luo et al. 2005). Fungsi lain metionina ialah untuk metabolisme lemak, menjaga kesehatan hati, menenangkan syaraf yang tegang, mencegah penumpukan lemak di hati dan pembuluh darah arteri terutama yang menyuplai darah ke otak, jantung dan ginjal, penting untuk mencegah alergi, osteoporosis, demam rematik, dan detoksifikasi zat-zat berbahaya pada saluran pencernaan. Metionina juga diperlukan tubuh untuk membentuk sistein (Edison 2009).
Deskripsi Jaringan Baby Fish Nila
Jaringan intestin nila berumur 2 minggu memperlihatkan adanya vili dan sel mukus yang sudah berkembang, namun belum menunjukkan adanya enterocyte cells (Gambar 6). Enterocyte cells nampak jelas dan kompleks pada umur panen 3 dan 4 minggu. Secara umum, jaringan pencernaan baby fish nila identik dengan jenis ikan lainnya. Penelitian Khojasteh et al. (2009) pada Rainbow trout
menunjukkan vili terdapat pada jaringan intestin dan panjang vili berkurang ke arah posterior usus. Salamat et al. (2011) juga menyatakan bahwa sel mukus merupakan karakteristik umum jaringan pencernaan ikan teleost, sedangkan komposisi sel mukus bervariasi antar spesies dan bagiannya. Mukosa usus bertindak sebagai penyerap selektif untuk nutrisi dan juga mencegah banyak racun dan patogen.
Enterocyte cells yang belum berkembang pada umur panen 2 minggu diduga berkaitan dengan makanan ikan yang masih berukuran sangat kecil, misalnya plankton. Ikan nila pada fase juvenile awal bersifat omnivor,umumnya memakan fitoplankton dan zooplankton (FAO 2014). Hal ini juga mempengaruhi kualitas dan rasa daging ikan. Hardy et al. (2010) menyatakan jenis pakan, frekuensi makan, dan ketersediaan pakan mempengaruhi kualitas produk perikanan.
Gambar 6 Penampang melintang pencernaan baby fish nila umur panen (1) 2 minggu 10x10, (2) 2 minggu 40x10, (3) 3 minggu 40x10, (4) 4 minggu 40x10; (a) villi, (b) sel mukus, (c) enterocyte cells.
a b
1 2
c
16
Potongan melintang otot baby fish nila pada umur 2 minggu memperlihatkan adanya musculus lateralis, centrum dan notochord yang memiliki sel-sel bervakuola. (Gambar 7). Musculus lateralis terdiri dari jaringan epidermis,
myomere, myoseptum dan pembuluh kapiler yang belum terlihat jelas. Jaringan tulang belakang ikan menunjukkan adanya centrum, notochord beserta sel-sel bervakuola, neural & haemal, spinalcord, dan pembuluh darah vena dan arteri yang terletak di daerah tulang haemal. Myomere berukuran relatif kecil dan jarang serta lebih kompak di sekitar jaringan epitel. Myomere diduga mengalami pengerutan dalam preparasi histologi dan mengakibatkan adanya jarak yang jelas antara
myoseptum dan myomere. Proses fiksasi dan dehidrasi dengan larutan BNF 10% serta alkohol bertingkat diduga mengubah struktur dan ukuran jaringan baby fish
nila. Dehidrasi menyebabkan kemampuan mengikat air oleh protein miofibril menjadi berkurang. Jarak yang jelas pada myomere akan menyebabkan miofibril kehilangan kemampuan mengikat air. Kandungan air pada otot mayoritas berada pada struktur miofibril (Lonergan.2012).
Gambar 7 Penampang melintang otot baby fish nila umur panen 2 minggu (40x10).
Epitel Miomer Mioseptum Miomer
Gambar 8 Penampang melintang otot baby fish nila umur panen (10x10) (1) 2 minggu, (2) 3 minggu, (3) 4 minggu; (a) ephitel, (b) myomere, (c)
notochord, (d) myoseptum
Jaringan epitel pada nila umur panen 2 minggu cenderung lebih tipis dibanding umur panen 3 minggu dan 4 minggu, pada baby fish nila umur panen 2 minggu, epitel terlihat hanya satu lapis, sedangkan pada yang berumur 3 minggu terlihat tiga lapis (Gambar 8). Jumlah myomere pada nila umur 3 minggu cenderung relatif lebih banyak daripada nila umur 2 minggu. Kerapatan myomere umur panen 2 minggu dari daerah pheri-pheri ke bagian dalam daging cenderung homogen, sedangkan pada umur panen 3 minggu, myomere cenderung lebih rapat di daerah pheri-pheri daripada di daerah sebelah dalam, pada umur panen 4 minggu cenderung tidak berbeda dengan umur 3 minggu namun terlihat lebih kompak. Tayel et al. (2013) menyatakan kulit ikan terdiri atas epidermis, dermis, dan lapisan hipodermal. Kulit meliputi lapisan otot yang terutama terdiri dari segmen-segmen
myomere. Setiap myomere dianggap sebagai otot dan serat yang sejajar sumbu panjang tubuh.
Sistem otot merupakan bagian terbesar dari tubuh telestoi. Perkembangan otot yang terjadi berkaitan dengan protein sebagai penyusun otot dan diduga laju perkembangan otot mempengaruhi komposisi protein pada ikan. Chinabut et al. (1991) menyatakan sistem otot pada telestoi terdiri dari sel yang disebut serabut otot, yang elemen utamanya adalah miofibril. Miofibril terdiri dari ratusan protein miofilamen yang terbagi menjadi bagian tipis (aktin) dan bagian tebal (miosin). Jika dilihat secara longitudinal penampakan lurik pada serabut otot adalah akibat susunan aktin dan myosin. Fungsi otot dalam tubuh secara keseluruhan untuk gerak, koordinasi gerak elemen skeletal, memompa darah dan kontraksi peristaltik pada organ visceral dan struktur lainnya (El-Serafy et al. 2005). Ramesh et al. (2013)
a b b 1 2 3 c d
18
memaparkan bahwa setiap myomere dibagi menjadi bagian atas (epaksial) dan rendah (hipaksial) sepanjang alur sisi ikan. Miomer dipisahkan oleh partisi jaringan ikat yang berorientasi miring (miosepta). Bagian epaksial dipisahkan dari
hypaxialmyotome oleh septum fibrosa. Pertumbuhan ikan melibatkan perkembangan serat otot. Perkembangan otot sangat penting untuk mencapai ukuran tubuh dewasa. Penambahan jumlah serat otot bervariasi antara spesies dan strain. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan termasuk pakan, gerak, cahaya dan suhu (Johnston 1999).