• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Pengembangan Usaha Keripik Ubi

Ketersediaan Bahan Baku

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden di daerah penelitian, diketahui bahwa bahan baku untuk membuat keripik (manggleng) yaitu ubi kayu tidak cukup tersedia, sehingga diperoleh dari sekitar daerah penelitian yang masih berada dalam Kecamatan Pegajahan. Bahkan untuk memperlancar ketersediaan pasokan ubi kayu, responden memiliki agen langganan atau pihak yang diberi kepercayaan untuk memenuhi permintaan ubi kayu setiap kali akan berproduksi. Rata-rata kuantitas ubi kayu yang dipergunakan berkisar antara 25-200 Kg, dengan harga beli rata-rata Rp.800,-/Kg nya (ketika penelitian berlangsung).

Berikut ini penjabaran seputar frekuensi produksi, volume pengambilan serta total harga beli ubi kayu di daerah penelitian.

Tabel 10. Bahan Baku Pada Usaha Pembuatan Keripik Ubi di Daerah Penelitian (Tahun 2009)

Uraian Frekuensi (hari) Volume (Kg) Total harga beli bahan baku (Rp)

Per Minggu 4 518 410.909

Per Bulan 17 2.234 1.771.818

Per Tahun 207 26.809 21.261.818

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 3), 2010

Dari Tabel 10 di atas dapat diuraikan bahwa responden memproduksi keripik ubi rata-rata dalam 4 hari/minggu, 17 hari/sebulan, dan 207 hari/tahun. Namun ada kala responden mengurangi kegiatan produksinya, seperti pada saat Bulan Ramadhan dan Hari Syuro’. Untuk volume pengambilan ubi kayu rata-rata responden adalah 518 kg/minggu, 2.234 kg/sebulan, dan 26.809 kg/tahun, dimana total harga belinya adalah Rp.410.909,-/minggu, Rp.1.771.818,-/bulan, Rp.21.261.818,-/tahun.

Ketersediaan Modal

Setiap kegiatan dalam mencapai tujuan membutuhkan modal apalagi kegiatan proses produksi komoditi pertanian. Ketersediaan modal yang mencukupi dalam menjalankan suatu usaha sangat diperlukan demi keberlangsungan usaha yang dijalankan. Besar kecilnya modal yang dibutuhkan tergantung dari skala usaha yang dijalankan. Semakin besar skala usaha yang dijalankan semakin besar pula modal yang diperlukan, demikian pula sebaliknya.

Dalam usaha pembuatan keripik ubi di daerah penelitian, modal yang diperlukan tidak terlalu besar yakni berkisar antara Rp.500.000,- − Rp.1.000.000,- tergantung dari luasnya lokasi usaha dan kualitas peralatan yang dimiliki. Dan dari ke-22 responden, rata-rata modal awal yang dipergunakan adalah Rp.659.091,- , dimana digunakan untuk membeli peralatan produksi (lampiran 7).

Meskipun jumlah yang diperlukan untuk memulai usaha tidak terlalu besar tetapi responden tidak ada yang menggunakan modal dari bank, koperasi atau lembaga keuangan lainnya. Hal ini disebabkan karena mereka takut tidak dapat membayar bunga apabila meminjam dari bank, sedangkan di daerah penelitian belum ada koperasi. Sebagian besar responden menggunakan modal sendiri (pribadi) untuk menjalankan usahanya. Kalaupun ada yang memakai modal dari luar seperti modal pinjaman, maka pinjaman itu diperoleh dari anggota keluarga sendiri ataupun tetangga.

Namun pertengahan tahun 2008, ada program pemerintah Kab.Serdang Bedagai untuk memperluas skala produksi usaha IKM dengan bantuan kredit lunak Rp.2.000.000,-/pengusaha dengan bunga 0,5% setahun, maka mayoritas pengusaha di Desa Pegajahan mendapat pinjaman ini, hanya sebagian kecil saja

yang tidak mendapatkannya karena ketidaklengkapan administrasi. Sedangkan Desa Suka Sari sama sekali belum pernah mendapatkannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ketersediaan modal di daerah penelitian cukup tersedia.

Ketersediaan Tenaga Kerja

Menurut Karmadi (2003) penggunaan tenaga kerja dalam suatu kegiatan terutama kegiatan proses produksi barang atau jasa mempunyai 2 macam nilai ekonomis. Pertama, dengan tenaga kerja yang disumbangkan, masukan lain yang berupa modal, bahan, energi atau informasi diubah menjadi keluaran atau produk yang mempunyai nilai tambah. Kedua, penggunaan tenaga kerja memberikan pendapatan kepada orang yang melakukan pekerjaan dan memungkinkan penyumbang masukan lain memperoleh pendapatan pula.

Tenaga kerja dalam usaha pembuatan keripik ubi di daerah penelitian diperlukan untuk mengerjakan berbagai macam kegiatan produksi seperti pengupasan kulit ubi kayu, merebus ubi kayu, sampai menjemur keripik hingga kering. Kebutuhan tenaga kerja ini dipenuhi dari penduduk yang bertempat tinggal di daerah penelitian dan tidak ada tenaga kerja yang berasal dari luar daerah penelitian.

Tabel 11. Tenaga Kerja Pada Usaha Pembuatan Keripik Ubi di Daerah Penelitian (Tahun 2009)

Uraian Pengupasan kulit Merebus dan Menjemur

TKDK TKLK TKDK TKLK

Total Sampel

1-22 orang 43 11 43 0

Rata-rata 2 1 2 0

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 6), 2010

Dari Tabel 11 di atas dapat diuraikan bahwa usaha keripik ubi yang pembuatannya masih bersifat tradisional lebih mengandalkan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) daripada Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK). Hal ini

terjadi karena pengusaha berusaha untuk memperkecil biaya produksi. Namun ada juga pengusaha yang mengandalkan tenaga bantuan dari tetangga sekitar khususnya dalam proses pengupasan kulit ubi, sedangkan proses yang lainnya dapat dikerjakan oleh pengusaha dan keluarganya.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ketersediaan tenaga kerja di daerah penelitian cukup tersedia.

Tahapan Pembuatan Keripik Ubi

Adapun proses detail pembuatan keripik ubi di daerah penelitian adalah sebagai berikut :

1. Ubi Kayu; merupakan bahan baku utama pembuatan keripik ubi. Umumnya yang dipergunakan responden adalah jenis ubi kuning dan ubi putih, namun tak jarang juga dipakai ubi racun, jika stok kedua ubi tersebut lagi kosong. 2. Pengupasan kulit; dipergunakan pisau kupas untuk memisahkan kulit luar

dengan isi ubi.

3. Pencucian; ubi-ubi yang telah dikupas kulitnya dicuci bersih di dalam ember, untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran yang melekat.

4. Perebusan; dilakukan selama 7-10 menit dengan menambahkan sedikit garam, agar nanti tidak terlalu tawar ketika dikonsumsi.

5. Perajangan; setelah perebusan selesai dilakukan maka proses selanjutnya adalah merajang (mengiris) ubi dengan pisau rajang, dan dirajang dengan bentuk tipis memanjang.

6. Penjemuran; selanjutnya dijemur rajangan ubi tadi di bawah terik matahari dengan di alas tikar jemur selama + 5 jam (tergantung cuaca, bisa juga

7. Pengepakan; proses akhir yaitu ubi hasil penjemuran tadi dikumpul dan dikemas dalam karung pembungkus, dan siap untuk dijual.

Berikut ini adalah gambar tahapan dari pembuatan keripik ubi di daerah penelitian :

Gambar 2. Tahapan Pembuatan Keripik Ubi

Penawaran

Penawaran atas keripik ubi menggambarkan hubungan antara harga jual keripik hasil olahan dengan jumlah produksi keripik. Harga jual keripik di daerah penelitian stabil. Harga jual produk di daerah penelitian berfluktuasi bergantung dari harga beli bahan baku. Dimana jika harga ubi kayu naik maka harga keripik

Pencucian Penjemuran Perajangan Perebusan Pengupasan kulit Ubi Kayu Pengepakan

juga naik, dan begitu pula sebaliknya jika harga ubi kayu turun maka harga keripik juga turun. Tetapi jika jumlah ubi kayu yang tersedia melimpah, pengolah juga tidak bisa menaikkan harga produk, karena harga ditentukan oleh agen.

Permintaan

Permintaan atas keripik menggambarkan hubungan antara harga jual keripik hasil olahan dengan jumlah konsumsi keripik. Permintaan akan keripik di daerah penelitian cenderung stabil. Umumnya para pengusaha menjual hasil produksinya yang sudah dikemas kepada agen langganan yang langsung mendatangi lokasi usaha. Jadi, para agenlah yang memasarkannya ke berbagai daerah. Dengan harga jual pengusaha kepada agen, rata-rata Rp.4.314,-/Kg.

Adapun daerah pemasaran keripik ubi dari Kecamatan Pegajahan seperti sekitar daerah Kab.Serdang Bedagai, Medan, Binjai, Stabat, Kisaran sampai ke Aceh, serta luar negeri (ekspor) seperti Malaysia, namun tidak serutin permintaan dalam negeri.

Total produksi (penawaran) dan total konsumsi (permintaan) keripik ubi dalam satu tahun dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 12. Total Produksi (Penawaran) Dan Total Konsumsi (Permintaan) Usaha Pembuatan Keripik Ubi di Daerah Penelitian (Tahun 2009)

Uraian Total Produksi (Kg) Total Konsumsi (Kg) Konsumsi Kab. Sergai (Kg) Konsumsi luar Sergai (Kg) Per Minggu 155 150 30 120 Per Bulan 670 650 195 455 Per Tahun 8.043 7.803 2.341 5.462

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 3), 2010

Dari Tabel 12 di atas dapat diketahui total produksi keripik di daerah penelitian adalah 155 kg/minggu, 670 kg/bulan, 8.043 kg/tahun. Sedangkan untuk total konsumsinya adalah 150 kg/minggu, 650 kg/bulan, 7.803 kg/tahun. Hal ini

disebabkan karena ada sekitar 5 kg keripik per minggunya yang sengaja tidak dijual, untuk keperluan konsumsi pribadi.

Total konsumsi keripik ini pun terbagi dua, yakni konsumsi Kab.Serdang Bedagai sekitarnya dan konsumsi luar Kab.Serdang Bedagai. Adapun proporsi perbandingan pemasarannya adalah 30 : 70. Sehingga konsumsi Kab.Serdang Bedagai sekitarnya adalah 30 kg/minggu, 195 kg/bulan, 2.341 kg/tahun. Sedangkan untuk konsumsi luar Kab.Serdang Bedagai adalah 120 kg/minggu, 455 kg/bulan, 5.462 kg/tahun.

Tabel 12 di atas juga menjelaskan bahwa penawaran (supply) keripik sama dengan permintaan (demand). Fakta ini mengisyaratkan bahwa setiap produk yang siap dijual oleh responden, langsung habis di pasaran. Sehingga usaha keripik ubi di Kecamatan Pegajahan memiliki potensi pengembangan usaha yaitu dengan menambah volume produksi, karena masih ada permintaan luar Kab. Serdang Bedagai yang masih belum dapat terpenuhi.

Namun pada saat sekarang ini, menurut pengusaha dan agen, permintaan akan produk cenderung berkurang karena masyarakat sebagai konsumen mulai beralih kepada produk bermerek seperti franchise, dan lain-lain. Jadi untuk penawaran dan permintaan produk cenderung stabil.

Biaya Produksi Usaha Keripik Ubi

Biaya produksi yang dimaksud adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam usaha pembuatan keripik ubi, baik biaya tetap maupun biaya tidak tetap. Berikut tabel biaya produksi yang dimaksud :

Tabel 13. Biaya Produksi Usaha Keripik Ubi di Daerah Penelitian (Tahun 2009)

Uraian Biaya Tetap (Rp) Biaya Tidak Tetap (Rp) Total Biaya (Rp)

Per Minggu 3.313 510.136 513.449

Per Bulan 13.251 2.220.977 2.234.228

Per Tahun 159.009 26.651.727 26.810.736

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 12), 2010

Dari Tabel 13 di atas diperoleh bahwa total biaya rata-rata responden adalah sebesar Rp.513.449,-/minggu, Rp.2.234.228,-/bulan dan Rp.26.810.736,-/tahun, dimana rincian biaya tetap produksinya adalah Rp.3.313,-/minggu, Rp.13.251,-/bulan dan Rp.159.009,-/tahun, serta biaya tidak tetapnya adalah Rp.510.136,-/minggu, Rp.2.220.977,-/bulan dan Rp.26.651.727,-/tahun.

Penerimaan Usaha Keripik Ubi

Penerimaan Usaha berasal dari total produksi (output) yang siap jual dikalikan dengan harga jual. Untuk lebih jelas, berikut tabelnya :

Tabel 14. Penerimaan Usaha Keripik Ubi di Daerah Penelitian (Tahun 2009)

Uraian Total Produksi (Kg) Harga Jual (Rp) Total Penerimaan (Rp)

Per Minggu 155 4.314 669.068

Per Bulan 670 4.314 2.884.364

Per Tahun 8.043 4.314 34.612.364

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 9), 2010

Dari Tabel 14 di atas diperoleh bahwa total penerimaan responden adalah sebesar Rp.669.068,-/minggu, Rp.2.884.364,-/bulan dan Rp.34.612.364,-/tahun, dimana rincian total produksinya adalah 155 Kg/minggu, 670 Kg/bulan dan 8.043 Kg/tahun, dengan harga jual rata-rata Rp.4.314,-.

Pendapatan Usaha Keripik Ubi

Pendapatan adalah total penerimaan dikurangi dengan biaya produksi dalam satu kali periode produksi. Berikut tabel pendapatan usahanya :

Tabel 15. Pendapatan Usaha Keripik Ubi di Daerah Penelitian (Tahun 2009)

Uraian Penerimaan (Rp) Biaya (Rp) Pendapatan (Rp)

Per Minggu 669.068 513.449 155.619

Per Bulan 2.884.364 2.234.228 650.136

Per Tahun 34.612.364 26.810.736 7.801.627

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 14), 2010

Dari Tabel 15 di atas diperoleh bahwa total pendapatan responden adalah sebesar Rp.155.619,-/minggu, Rp.650.136,-/bulan dan Rp.7.801.627,-/tahun.

Setelah pendapatan diperoleh, dicarilah rasio pendapatan terhadap penerimaan fungsinya untuk mengukur tinggi rendahnya pendapatan bersih usaha. Berikut tabel pendapatan dan rasio pendapatan terhadap penerimaan responden di daerah penelitian pada tahun 2009 :

Tabel 16. Rasio Pendapatan terhadap Penerimaan Pada Usaha Keripik Ubi di Daerah Penelitian (Tahun 2009)

Uraian Pendapatan

(Rp)

Penerimaan (Rp)

Rasio Pendapatan terhadap Penerimaan (%)

Per Minggu 155.619 669.068 22,41

Per Bulan 650.136 2.884.364 22,46

Per Tahun 7.801.627 34.612.364 22,46

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 14), 2010

Dari Tabel 16 diatas diperoleh bahwa pendapatan rata-rata yang diterima responden sebesar Rp.155.619,-/minggu, Rp.650.136,-/bulan dan Rp.7.801.627,-/tahun dari penerimaan rata-rata sebesar Rp.669.068,-/minggu, Rp.2.884.364,-/bulan dan Rp.34.612.364,-/tahun. Berdasarkan kriteria uji pada rasio pendapatan terhadap penerimaan maka pendapatan yang diterima responden dapat dikatakan rendah karena hanya mampu memperoleh rasio sebesar 22,41%/minggu, 22,46%/bulan dan 22,46%/tahun dari seluruh penerimaan yang diperolehnya. Berdasarkan pernyataan ini maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1 yang menyatakan bahwa pendapatan usaha pembuatan keripik ubi di daerah penelitian adalah tinggi itu ditolak.

Analisis Kelayakan Usaha Keripik Ubi

Kelayakan usaha dapat dilihat dengan membandingkan besar penerimaan dengan besar biaya produksi yang dikeluarkna selama proses produksi berlangsung.

Untuk mengetahui kelayakan usaha secara finansial usaha pembuatan keripik ubi di daerah penelitian digunakan kriteria kelayakan Revenue Cost Ratio (R/C Ratio). Berikut nilai R/C Ratio pada usaha pembuatan keripik ubi di daerah penelitian :

Tabel 17. Nilai R/C Ratio Pada Usaha Pembuatan Keripik Ubi di Daerah Penelitian (Tahun 2009)

Uraian Penerimaan / Revenue (Rp) Biaya / Cost (Rp) R/C Ratio (%) Per Minggu 669.068 513.449 1,29 Per Bulan 2.884.364 2.234.228 1,29 Per Tahun 34.612.364 26.810.736 1,29

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 16), 2010

Dari Tabel 17 diatas diketahui bahwa rata-rata nilai R/C Ratio per minggu, per bulan dan per tahun sebesar 1,29. Artinya setiap modal Rp. 1,- yang dikeluarkan akan menghasilkan Rp. 1,29,- dimana Rp. 1,- merupakan modal yang telah mampu dikembalikan dan Rp. 0,29,- merupakan keuntungan yang diperoleh. Berdasarkan kriteria investasi yang menyatakan suatu usaha dapat dikatakan layak untuk diusahakan apabila memiliki nilai R/C Ratio > 1, maka usaha pembuatan keripik ubi di daerah penelitian layak untuk diusahakan.

Dengan demikian maka hipotesis 2 yang menyatakan usaha pembuatan keripik ubi di daerah penelitian layak untuk diusahakan secara finansial dapat diterima.

Dokumen terkait