R = Tingkat suku bunga pada periode ke-
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Ekstraksi Bahan Baku Penyusun Minuman Fungsional Proses ekstraksi bahan baku penyusun minuman fungsional dilakukan secara terpisah, mengingat setiap bahan baku memiliki karakteristik yang khas. Kondisi ekstraksi setiap bahan baku telah dilakukan oleh Herold (2007), namun belum didapatkan kestabilan mutu dan rendemen ekstrak. Oleh karena itu, modifikasi kondisi ekstraksi dilakukan oleh Mardhiyyah (2012). Modifikasi kondisi ekstraksi dilakukan pada daun kumis kucing, secang, jahe gajah, dan temulawak. Pada penelitian ini, kondisi ekstraksi daun kumis kucing (Lampiran 1), kayu secang (Lampiran 3), jahe gajah (Lampiran 2), dan temulawak (Lampiran 4) didasarkan pada hasil penelitian Mardhiyyah (2012). Kondisi ekstraksi jeruk lemon didasarkan pada hasil penelitian (Herold 2007), jeruk purut (Kordial 2009), dan jeruk nipis (Affandi 2011).
Modifikasi kondisi ekstraksi daun kumis kucing dan kayu secang yang dilakukan oleh Mardhiyyah (2012) telah dilakukan pada skala pilot plant. Penetapan kondisi ekstraksi didasarkan pada respon yang dianggap penting yaitu, aktivitas antioksidan dan total fenol. Mengingat daun kumis kucing dan kayu secang merupakan bahan penyusun minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing, sehingga aktivitas antioksidan dan total fenol bahan baku merupakan salah satu parameter yang penting. Penetapan kondisi ekstraksi yang dilakukan belum dibuktikan pada tahap verifikasi, sehingga untuk memastikan kestabilan mutu dan rendemen ekstrak perlu dilakukan proses verifikasi terlebih dahulu.
Tahap verifikasi ini bertujuan untuk melakukan pembuktian terhadap prediksi dari nilai respon solusi kondisi optimum yang telah ditetapkan oleh Mardhiyyah (2012) pada penelitian sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian Mardhiyyah (2012) kondisi optimum ekstraksi daun kumis kucing dan kayu secang yang tepat yaitu pada suhu 800C selama 30 menit, kondisi ekstraksi inilah yang akan diverifikasi. Hasil verifikasi dan prediksi kondisi ekstraksi daun kumis kucing dan kayu secang dapat dilihat pada Tabel 4.
Hasil verifikasi menunjukkan kondisi ekstraksi daun kumis kucing selama 30 menit didapatkan aktivitas antioksidan dan total fenol sebesar 2840 ppm
AEAC dan 975.56 ppm GAE. Ekstraksi kayu secang dengan lama ekstraksi 30 menit didapatkan hasil verifikasi aktivitas antioksidan dan total fenol sebesar 1692 ppm AEAC dan 1065.56 ppm GAE. Seluruh respon yang didapatkan saat verifikasi memenuhi persyaratan rentang 100% PI Low dan 100% PI High. Terpenuhinya persyaratan tersebut menunjukkan bahwa terjadi kesesuaian antara prediksi dengan hasil verifikasi, sehingga kondisi ekstraksi yang telah ditetapkan dapat digunakan.
Lama ekstraksi kumis kucing dan kayu kecang secang selama 30 menit pada suhu 800C, terbukti dapat meningkatkan aktivitas antioksidan dan total fenol. Apabila dibandingkan dengan kondisi ekstraksi yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya, yaitu Indariani (2011) maka aktivitas antioksidan dan total fenol yang didapatkan meningkat secara signifikan. Indariani (2011) melakukan ekstraksi daun kumis kucing dan kayu secang selama 15 menit pada suhu 800C, didapatkan antioksidan daun kumis kucing dan kayu secang sebesar 666.89 ppm AEAC dan 1055.22 ppm AEAC. Sedangkan total fenol daun kumis kucing dan kayu secang sebesar 787.63 ppm GAE/g dan 727.38 ppm GAE/g.
Tabel 4 Hasil prediksi dan verifikasi kondisi optimum ekstaksi daun kumis kucing dan kayu secang
Sampel Respon Prediksi* Verifikasi 100% PI Low* 100% PI High* Daun kumis
kucing
Antioksidan 2508.85 2840 2134.69 2883.01 Total fenol 926.63 975.56 710.14 1143.12 Kayu secang Antioksidan 1601.74 1692 1350.88 1852.59 Total fenol 1319.93 1065.56 1059.24 1580.62
Keterangan*: data didapatkan dari hasil optimasi yang dilakukan oleh Mardhiyyah (2012)
Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa lama ekstraksi berpengaruh terhadap komponen fitokimia yang terekstrak. Menurut Michiels et al. (2012) terdapat beberapa parameter yang penting untuk diperhatikan pada saat melakukan ekstraksi bioaktif, yaitu pelarut yang digunakan, suhu dan waktu ekstraksi. Waktu ekstraksi memiliki peranan penting dikarenakan kecukupan waktu kontak antara pelarut dengan matrik bahan akan menentukan banyaknya komponen bioaktif yang dapat terekstrak.
Modifikasi kondisi ekstraksi jahe gajah dan temulawak yang dilakukan Mardhiyyah (2012) terletak pada penghilangan tahap perebusan jahe gajah dan temulawak. Jahe gajah diekstraksi pada kondisi setelah dilakukan penyiraman air mendidih (suhu ± 950C) selama 5 menit kemudian diparut. Temulawak dilakukan proses pemarutan pada kondisi segar. Modifikasi proses ekstraksi tersebut menghasilkan rendemen ekstrak yang lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi ekstraksi Herold (2007). Rendemen ekstak jahe gajah dan temulawak dapat dilihat pada Tabel 5.
Karakterisasi Ekstrak Bahan Baku Penyusun Minuman Fungsional Berbasis
Ekstrak Daun Kumis Kucing
Karakterisasi ekstrak bahan baku penyusun minuman fungsional bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan dan total fenol setiap bahan baku. Sehingga diharapkan minuman fungsional yang didapatkan memiliki kualitas yang optimal. Selain itu, rendemen ekstrak juga merupakan parameter yang dikarakterisasi, mengingat rendemen ekstrak sangat penting untuk menentukan kebutuhan bahan saat pembuatan minuman fungsional.
Karakteristik aktivitas antioksidan, total fenol, dan rendemen ekstrak dapat dilihat pada Tabel 5. Pada Tabel 5, ekstrak kayu secang memiliki kadar antioksidan tertinggi yaitu sebesar 3306 ppm AEAC. Sedangkan kadar total fenol tertinggi terdapat pada ekstrak temulawak, sebesar 4272.2 ppm GAE. Berdasarkan karakteristik tersebut dapat dikatakan bahwa aktivitas antioksidan tidak berbanding lurus dengan kadar total fenol ekstrak.
Terdapat beberapa pendapat mengenai korelasi antara aktivitas antioksidan dengan total fenol. Menurut Sun et al. (2002) terdapat korelasi antara total fenol dengan aktivitas antioksidan, korelasi antara keduanya ditunjukkan dengan nilai R2 sebesar 0,9788 dengan p<0.01. Hal tersebut juga ditegaskan oleh Pourmorad et al.(2006) dan Menichini et al (2011) bahwa terdapat korelasi positif antara total fenol dengan aktivitas antioksidan.
Tabel 5 Karakteristik ekstrak bahan baku minuman fungsional Jenis ekstrak Aktivitas
Antioksidan (ppm AEAC) Total Fenol (ppm GAE) Rendemen Ekstrak (%) Daun kumis kucing 3090±0 3754.17 ±2,100 30±1.8
Kayu secang 3306±0 4273.61± 0,98 31.93±1.72 Temulawak 2933.1±1,06 4706.94± 2,100 41,5±1.32 Jahe gajah 1061.4±1,77 384.72±0,20 56.57±1.50 Jeruk purut 909.5±0,35 508.89±0,39 17.43±1.12 Jeruk nipis 915.5±1,41 899.72±0,20 36.37±0.40 Jeruk lemon 538±0.35 578.89±0 38.1±0.35
Pendapat yang berbeda disampaikan oleh Hinneburg et al. (2006) bahwa tidak ada korelasi antara total fenol dengan aktivitas antioksidan pada beberapa tanaman herbal yang ditelitinya. Hal tersebut dimungkinkan karena perbedaan varietas tanaman herbal yang diteliti ataupun perbedaan metode uji yang dilakukan pada referensi yang diacu.
Perbedaan Kondisi Skala Laboratorium dengan Skala Pilot Plant Perbedaan kondisi antara skala laboratorium dengan skala pilot plant
terletak pada volume produksi dan peralatan yang digunakan. volume produksi maksimal minuman fungsional pada skala laboratorium sebesar 500ml, sedangkan pada skala pilot plant akan diperbesar sampai 20 kali lipat yaitu sebesar 10L. Volume perbesaran pilot plant dapat berbeda-beda pada setiap penelitian,
tergantung karakteristik produk dan kapasitas peralatan yang digunakan. menurut Sa`id (1987), perbesaran 20 kali lipat telah dapat dikatakan sebagai pilot plant, kapasitas pilot plant dapat berkisar pada 10 sampai 400 kali lipat, bahkan lebih dari 400 kali lipat tergantung pada kebutuhan.
Peralatan pada skala laboratorium juga masih menggunakan peralatan yang sangat sederhana dengan kapasitas kecil seperti beaker glass, pipet mohr, rotary
vacuum evaporator, saringan manual, ataupun parutan manual. Pada skala pilot
plant peralatan yang digunakan sudah selangkah lebih baik, artinya peralatan yang
digunakan memiliki kapasitas yang lebih besar dan cara pengoperasiaanya tidak sepenuhnya dilakukan secara manual.
Peralatan yang digunakan pada skala pilot plant yaitu vacuum evaporator
skala 30L, tangki pencampur kapasitas 20L, ataupun tangki untuk pasteurisasi skala 20L. Perbedaan kondisi yang mencolok antara skala laboratorium dengan skala pilot plant adalah proses pemarutan jahe dan temulawak. pemarutan jahe dan temulawak pada skala laboratorium dilakukan secara manual menggunakan tenaga manusia, sedangkan pada skala pilot plant dilakukan menggunakan mesin pemarut otomatis kapasitas 3kg/jam. Gambar 3 menunjukkan ilustrasi mengenai perbedaan kondisi tersebut.
(a)
(b)
Gambar 5. Perbedaan pemarut yang digunakan pada skala laboratorium dan skala
pilot plant. (a) pemarut skala laboratorium, (b) pemarut skala pilot
plant.
Perbedaan kondisi yang terjadi pada skala laboratorium dengan skala pilot plant, seringkali mengakibatkan terjadinya ketidakstabilan mutu. Oleh karen itu, diperlukan beberapa penyesuain kondisi proses pembuatan minuman fungsional pada skala pilot plant. Penetapan paramater kritis merupakan salah satu solusi yang dapat dilakan untuk mendapatkan karakteristik produk minuman fungsional yang optimal pada skala pilot plant.
Penetapan Batas atas dan Bawah serta Kombinasi Perlakuan
Penetapan batas atas dan bawah untuk setiap variabel bebas penting untuk dilakukan, dikarenakan nilai ini akan digunakan untuk menentukan banyaknya perlakuan beserta kombinasi setiap perlakuan yang akan dilakukan oleh program
Design Expert® 7. Penetapan batas atas dan bawah dilakukan pada penelitian
pendahuluan dengan cara mengkombinasikan nilai minimum ataupun nilai maksimum setiap variabel yang didasarkan pada penelitian Febriani (2012).
Febriani (2012) melakukan proses optimasi terhadap tiga komponen jeruk pada skala laboratorium, dengan kisaran nilai konsentrasi yang berbeda untuk setiap jenis jeruk. Konsentrasi jeruk nipis berkisar pada x-xi%, jeruk purut y-yi%,
dan jeruk lemon z-zi%, sedangkan suhu air yang ditambahkan tidak ditetapkan
sebagai variabel bebas. Berdasarkan kisaran konsentrasi tersebut maka dilakukan
trial error terhadap dua perlakukan yaitu minimum dan maksimum. Kombinasi
perlakuan minimum yaitu konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, jeruk lemon z%, dan suhu air yang ditambahkan D0C. Kombinasi perlakuan maksimum yaitu konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, jeruk lemon z%, dan suhu air yang ditambahkan D0C.
Minuman fungsional yang didapatkan berdasarkan dua kombinasi tersebut, dilakukan pengujian organoleptik yang dilakukan oleh peneliti, peneliti terdahulu minuman fungsional, dan dosen pembimbing. Pengujian yang dilakukan pada uji
trial error ini hanya sebatas pada pengujian organoleptik. Hal tersebut didasarkan
klaim minuman ini merupakan minuman fungsional, yang artinya dapat diminum dalam diet sehari-hari selayaknya bahan makanan lainnya. sehingga dapat dikatakan bahwa penerimaan konsumen dari sisi cita rasa merupakan hal yang sangat penting.
Hasil pengujian menetapkan bahwa minuman fungsional dengan kombinasi maksimum lebih disukai dibandingkan kombinasi minimum. Minuman fungsional kombinasi maksimum memiliki cita rasa yang lebih dominan rasa jeruk, bahkan kesan ataupun cita rasa jamu minuman fungsional dapat tertutupi, sedangkan pada kombinasi minimum rasa minuman fungsional cenderung hambar. Oleh karena itu, disepakati untuk meningkatkan kisaran konsentrasi jeruk nipis dan jeruk lemon, yaitu konsentrasi jeruk nipis x-xi%, jeruk lemon z-zi%. Hal tersebut
dilakukan agar kisaran nilai serta titik-titik yang diteliti merupakan daerah yang tepat untuk mendapatkan kondisi optimum.
Setelah didapatkan batas atas dan bawah setiap variabel, selanjutnya nilai tersebut dimasukkan ke dalam program Design Expert® 7 untuk dilakukan perhitungan banyaknya perlakukan dan kombinasi setiap perlakuan. Nilai yang dimasukkan untuk setiap variabel yaitu, konsentrasi jeruk nipis x-xi%, jeruk purut
y-yi%, jeruk lemon z-zi%, suhu air yang ditambahkan D-Di0C. Rancangan
percobaan hasil olahan program Design Expert® 7 dapat dilihat pada Tabel 6. Banyaknya perlakuan yang akan dilakukan pada penelitian utama sebanyak 28 perlakuan dengan kombinasi nilai variabel yang berbeda untuk setiap perlakuan. Pada penelitian utama akan diproduksi minuman fungsional sebanyak 10L untuk setiap perlakuan.
Tabel 6 Rancangan percobaan hasil olahan program Design Expert® 7
Perlakuan Suhu air (0C) Jeruk Purut (%) Jeruk Nipis (%) Jeruk lemon (%)
1 * * * * 2 * * * * 3 * * * * 4 * * * * 5 * * * * 6 * * * * 7 * * * * 8 * * * * 9 * * * * 10 * * * * 11 * * * * 12 * * * * 13 * * * * 14 * * * * 15 * * * * 16 * * * * 17 * * * * 18 * * * * 19 * * * * 20 * * * * 21 * * * * 22 * * * * 23 * * * * 24 * * * * 25 * * * * 26 * * * * 27 * * * * 28 * * * *
*Keterangan: data disamarkan
Hasil Pengukuran dan Analisis Respon Optimasi Pembuatan Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing Skala Pilot Plant Hasil pengukuran respon pada pembuatan minuman fungsional skala pilot
plant ditampilkan pada Tabel 7. Seluruh respon dari setiap perlakuan dimasukkan
pada program Design Expert® 7. Respon yang dimasukkan kemudian dianalisis menggunakan program Design Expert® 7. Pada tahap awal analisis, program akan menentukan model yang tepat pada setiap respon. Model yang didapatkan merupakan model yang menunjukkan hubungan antara masing-masing respon dengan faktor penelitian. Program akan memberikan pilihan jenis model polinomial yang menggambarkan hubungan tersebut berupa model mean, linear,
quadratic, cubic, atau special cubic. Seluruh model polinomial dari masing-
masing respon digunakan dalam penentuan optimasi pembuatan minuman fungsional skala pilot plant.
Program akan memberikan rekomendasi model polinomial yang menggambarkan hubungan tersebut berdasarkan signifikansi model. Model yang baik digambarkan dalam nilai p pada uji sequential model sum of squares dan nilai F pada uji ANOVA dari model, kedekatan nilai perkiraan koefisien regresi hasil penelitian aktual (R2) dan prediksi dari model (pred-R2), nilai adequate
precission lebih dari 4, serta tidak ditemukannya lack of fit dari model yang dihasilkan. Selain parameter tersebut, analisis lebih lanjut dapat dilakukan terhadap plot kenormalan dari data yang dihasilkan (normal plot residual) serta prediksi dari model dibandingkan dengan data aktual hasil penelitian (predicted vs
actual). Model yang baik akan memberikan kenormalan data yang linear dan
mendekati garis kenormalan serta memiliki nilai aktual mendekati garis yang menunjukkan prediksi dari model.
Analisis Signifikansi ANOVA Respon Optimasi Pembuatan Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing Skala Pilot Plant Hasil uji ANOVA dan model matematika untuk masing-masing respon optimasi pembuatan minuman fungsional skala pilot plant ditunjukkan pada Tabel 7. Salah satu syarat model untuk dapat digunakan dalam proses optimasi adalah hasil uji signifikansi model dinyatakan signifikan dan hasil uji lack of fit
dinyatakan tidak signifikan. Uji signifikansi model respon fisik (L dan Hue), respon organoleptik (warna, rasa, aroma, dan keseluruhan) dan respon kimia (aktivitas antioksidan dan total fenol) memberikan hasil signifikan yaitu memiliki nilai p<0.05. Hasil uji lack of fit (ketidaktepatan model) seluruh model tersebut memberikan hasil tidak signifikan yaitu memiliki nilai p>0.05, sehingga dapat diartikan model tepat. Terpenuhinya persyaratan tersebut menunjukkan bahwa model yang dihasilkan oleh program dapat memperkirakan hubungan antar variabel bebas dengan respon penelitian.
Persyaratan lain yang harus terpenuhi adalah adequate precision model lebih dari 4 dan nilai adjusted-R2 berada pada kisaran ± 0.20 dengan nilai
predicted-R2. Nilai adjusted-R2 dari model respon fisik (L dan Hue), respon organoleptik (warna, rasa, aroma, dan keseluruhan) dan respon kimia (aktivitas antioksidan) berada pada kisaran ± 0.20. Pada analisis total fenol nilai predicted- R2-nya tidak didapatkan, hanya didapatkan keterangan N/A (Not Available).
Analisis Respon Warna Secara Fisik pada Minuman Fungsional Hasil Produksi Skala Pilot Plant
Analisis warna minuman fungsional hasil yang diproduksi pada skala pilot
plant dilakukan dengan melakukan analisis L, a, b CIE dari sampel menggunakan
chromameter serta menghitung °Hue dari sampel tersebut. Nilai L menunjukkan
kecerahan dari minuman fungsional dimana nilai 0 berarti hitam dan nilai 100 berarti putih. Nilai a menggambarkan warna kromatik campuran merah-hijau dimana nilai +a (positif) menggambarkan warna merah sedangkan nilai –a (negatif) menggambarkan warna hijau. Sementara nilai b menggambarkan warna kromatik campuran dari biru-kuning dimana nilai –b (negatif) menggambarkan warna biru sementara nilai +b (positif) menggambarkan warna kuning. Nilai °Hue menggambarkan kisaran warna sampel berdasarkan perbandingan nilai a dan nilai b. Nilai °Hue sendiri dapat dihitung menggunakan rumus °Hue = tan-1 .
Tabel 7 Hasil pengukuran respon pembuatan minuman fungsional skala pilot plant
Suhu (0C) Jeruk Nipis (%) Jeruk Purut (%) Jeruk Lemon(%)
L Hue warna rasa aroma Keseluruhan Antioksidan
(ppm AEAC) Total Fenol ppm GAE * * * * 58.36 85.19 5 3 5 3 688.00 409.00 * * * * 59.16 85.36 5 3 5 4 525.00 465.56 * * * * 55.48 87.69 6 5 5 6 787.80 594.44 * * * * 62.25 83.79 5 4 5 4 626.00 446.67 * * * * 66.92 79.67 5 4 5 4 801.00 443.33 * * * * 58.27 84.73 5 4 5 5 605.00 390.00 * * * * 60.02 83.03 5 4 4 4 744.00 443.33 * * * * 51.16 88.57 5 5 5 4 684.70 458.89 * * * * 51.98 88.77 5 5 5 6 755.00 397.78 * * * * 56.21 88.18 5 5 5 5 672.00 441.11 * * * * 54.77 89.83 5 4 5 3 777.00 403.33 * * * * 54.41 89.76 5 5 5 5 768.80 467.78 * * * * 53.35 87.71 4 4 4 4 555.20 402.22 * * * * 55.24 89.12 4 5 4 5 715.00 290.00 * * * * 55.42 89.11 6 5 5 5 705.75 334.44 * * * * 55.83 88.64 5 4 5 5 552.25 488.89 * * * * 55.51 89.96 5 5 4 5 583.00 487.78 * * * * 57.29 86.30 5 5 4 5 587.00 385.56 * * * * 54.83 89.57 5 3 4 4 605.50 382.22 * * * * 52.93 89.10 5 4 4 4 748.00 386.67 * * * * 55.05 89.03 5 4 5 5 626.20 431.11 * * * * 60.50 84.15 6 4 4 5 755.20 425.56 * * * * 58.37 86.10 6 5 5 5 762.70 477.78 * * * * 58.06 85.75 6 5 5 6 510.00 460.00 * * * * 57.64 84.74 6 3 5 4 673.70 477.78 * * * * 57.84 85.24 6 4 6 6 7100.00 430.00 * * * * 59.70 84.56 5 4 4 5 778.00 544.44 * * * * 57.35 86.42 6 6 5 6 623.20 435.56
Tabel 8 Hasil uji ANOVA seluruh respon pembuatan minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing skala pilot plant
Respon Penelitian Parameter Model Matematika Signifikansi Model (p< 0,05) Lack of fit (p>0,05) Adj R2 model Pred R2 Model Standar Deviasi Rataan L
60.85A + 127.97B + 58.41C - 115.60AB - 17.07AC - 105.42BC 0.0076 0.2886 0.3739 0.11008 2.59 56.92 Hue
89.08 + 0.28D - 3.54D2 0.0011 0.4252 0.3752 0.2723 2.01 86.79
Warna 4.86 + 0.30D + 0.57D2 0.0022 0.7837 0.3379 0.2238 0.46 5.21
Rasa 4.30A + 10.62B + 4.56C - 9.13AB + 0.55AC + 0.038 AD - 10.12BC + 34.29BD - 3.70CD - 49.13ABD + 8.62ACD -
37.19BCD
0.0039 0.1056 0.5805 0.4363 0.51 4.32
Aroma 4.66A + 22.71B + 7.84C - 25.42AB - 5.18AC + 0.46AD - 36.06BC + 8.85BD - 4.12CD - 11.29ABD
+ 10.24ACD
0.0392 0.1446 0.2003 0.0875 0.48 4.71
Keseluruhan 587.28A + 528.19B + 916.47C - 49.84AD - 42.81CD +
134.55AD2 - 248.04CD2 0.0002 0.5032 0.7109 0.5409 0.46 4.71
Aktivitas antioksidan
587.28A + 528.19B + 916.47C - 49.84AD - 42.81CD +
134.55AD2 - 248.04CD2 0.0042 0.6724 0.4407 0.2072 67.26 678.93
Total fenol 460.48A + 292.11B + 485.70C + 384.72AB - 45.00AC + 74.33AD + 779.71BC + 1451.83BD
+ 620.37CD - 2468.97ABC - 2397.75ABD - 1910.87ACD - 4006.36BCD - 74.61AD2 - 1563.27BD2 - 1841.94CD2 + 5906.71ABCD + 20100.12ABD2 + 5474.73ACD2
+ 6973.24BCD2 - 12947.71ABCD2
Analisis Respon Nilai L
Analisis respon L yang menunjukkan tingkat kecerahan warna minuman fungsional, nilai L yang didapatkan berkisar antara 51.16 sampai 66.92. Nilai L terendah sebesar 51.16, terdapat pada kombinasi perlakuan suhu air D0C, konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, dan jeruk lemon z%. Sedangkan nilai tertinggi sebesar 66.92, terdapat pada kombinasi perlakuan suhu air D0C, konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, dan jeruk lemon z%.
Berdasarkan analisis permodelan yang dilakukan program, maka untuk nilai L didapatkan model quadratic untuk variabel formula dan mean untuk variabel proses. Adapun persamaan respon nilai L yaitu:
L = 60.85A + 127.97B + 58.41C – 115.60AB – 17.07AC – 105.42BC Keterangan: A = Konsentrasi jeruk nipis
B = Konsentrasi jeruk purut C = Konsentrasi jeruk lemon D = Suhu air yang ditambahkan
Persamaan tersebut menunjukkan, bahwa yang berperan terhadap tingkat kecerahan minuman fungsional adalah konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut, jeruk lemon, dan interaksi ketiganya. Peningkatan nilai L sangat dipengaruhi oleh penambahan konsentrasi ekstrak jeruk purut dan jeruk nipis. Berdasarkan persamaan tersebut dapat dikatakan bahwa minuman fungsional dengan konsentrasi jeruk purut yang tinggi maka tingkat kecerahannya juga akan semakin tinggi.
Kondisi ini dimungkinkan karena jeruk purut dan jeruk nipis berinteraksi dalam menentukan tingkat keasaman minuman fungsional, dengan tingkat keasamaan yang lebih tinggi daripada jeruk lemon. Tingkat keasaaman berkaitan dengan tingkat kecerahan, dikarenakan pada suasana asam maka ekstrak secang akan berwarna kuning cerah. Mengingat ekstrak secang yang awalnya berwarna merah pada suasana basa akan berubah warna menjadi kuning pada suasasa asam. Ekstrak kayu secang juga dapat digunakan sebgai indikator asam basa, karena pada suasana asam brazilin berwarna kuning dan berwarna merah pada suasana basa. Selain itu terbentuknya warna kuning cerah juga didukung oleh warna ekstrak temulawak yang juga berwarna kuning.
Gambar 4 merupakan grafik hubungan kombinasi variabel perlakuan pada penentuan respon nilai L. Pada Gambar 3 terlihat bahwa suhu air yang ditambahkan saat pemasakan tidak berpengaruh terhadap nilai L dan semakin tinggi konsentrasi jeruk purut ataupun jeruk nipis maka nilai L juga semakin besar, atau dapat dikatakan nilai kecerahannya semakin tinggi.
Design-Expert® Software L 66.9167 51.1633 X1 = A: jeruk nipis X2 = B: jeruk purut X3 = D: suhu air Actual Component C: jeruk lemon = 1.000 2.000 2.000 2.250 1.750 2.500 1.500 2.750 1.250 3.000 1.000 30.00 47.50 65.00 82.50 100.00 52.8 54.2 55.6 57 58.4 L A : jeruk nipis D: suhu air B: jeruk purut
Gambar 4. Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap nilai L minuman fungsional.
Analisis Respon Nilai Hue
Analisis respon nilai Hue menunjukkan kisaran warna sampel yang didapatkan dari hasil perhitungan nilai a dan nilai b. Nilai Hue minuman fungsional berkisar antara 79.67 sampai 89.96, maka dapat dikatakan warna minuman ini adalah kuning kemerahan. Mengingat nilai Hue 54 sampai 90 dikategorikan sebagai warna yellow red (yr). Nilai Hue terendah sebesar 79.67, terdapat pada kombinasi perlakuan suhu air D0C, konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, dan jeruk lemon z%. Sedangkan nilai tertinggi sebesar 89.96, terdapat pada kombinasi perlakuan suhu air D0C, konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, dan jeruk lemon z%.
Berdasarkan analisis permodelan yang dilakukan program, maka untuk nilai Hue didapatkan model quadratic untuk variabel proses dan mean untuk variabel formula. Adapun persamaan model untuk respon nilai Hue yaitu:
Hue = 89.08 + 0.28D – 3.54D2
Keterangan: D = Suhu air yang ditambahkan
Persamaan yang didapatkan menunjukkan bahwa respon nilai Hue hanya dipengaruhi oleh suhu air, oleh karena itu suhu air mempunyai model quadratic. Model quadratic menunjukkan nilai Hue akan naik secara logaritmik, kemudian pada titik tertentu akan turun. Berdasarkan Gambar 5 terlihat nilai Hue mulai naik pada suhu air D0C, mencapai puncak pada suhu D0C kemudian mengalami penurunan.
Besarnya suhu air yang ditambahkan, secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap waktu pemasakan minuman. Semakin tinggi suhu air, maka waktu pemasakan juga akan semakin singkat. Pada suhu air sebesar D0C, akan terjadi penurunan suhu akibat proses kesetimbangan menjadi D0C saat ditambahkan bahan baku penyusun minuman fungsional. Lama waktu pemanasan
untuk mencapai suhu 800C, yaitu berkisar pada a menit. Adanya perbedaaan suhu air dan suhu bahan baku penyusun minuman fungsional, serta lamanya waktu pemasakan inilah yang berpengaruh terhadap nilai Hue. Menurut Cortez et al. (2006), jus jeruk yang mengalami pasteurisasi akan mengalami peningkatan nilai b dan menurunkan nilai a, hal ini akan mengakibatkan meningkatnya nilai Hue.
Pada Gambar 5 dapat dilihat grafik kombinasi perlakuan terhadap respon nilai Hue. Gambar 5 menunjukkan bahwa variabel kombinasi formula tidak berpengaruh terhadap nilai Hue. Variabel proses merupakan variabel yang berpengaruh terhadap nilai Hue. Gambar grafik yang melengkung menunjukkan adanya pengaruh secara quadratic. Perbedaan warna grafik, memberikan gambaran bahwa respon nilai Hue tertinggi terletak pada grafik warna merah.
Gambar 5. Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap nilai Hue minuman fungsional
Analisis Respon Organoleptik pada Minuman Fungsional Hasil Produksi Skala Pilot Plant
Konsep pangan fungsional, berbeda dengan obat ataupun supplement, yaitu mampu memberikan nilai fungsionalitas bagi tubuh namun tetap memiliki karakteristik sensori yang mampu diterima konsumen. Pangan fungsional diharapkan dapat dikonsumsi sebagai bagian dari menu makan sehari-hari. Oleh karena itu, selain sisi fungsionalitasnya diperhatikan, penerimaan konsumen dari sisi organoleptik juga perlu diperhatikan. Analisis organoleptik didasarkan kesukaan panelis terhadap karakteristik sensori berupa warna, rasa, aroma,dan penerimaan secara keseluruhan.
Analisis Respon Warna
Kesukaan panelis terhadap karakteristik warna minuman fungsional bervariasi dari 4 (netral) sampai 6 (suka) pada skala kesukaan 7. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh program untuk respon warna secara organoleptik
Design-Expert® Software Hue 89.96 79.6747 X1 = A: jeruk nipis X2 = B: jeruk purut X3 = D: suhu air Actual Component C: jeruk lemon = 1.000 2 2 2.25 1.75 2.5 1.5 2.75 1.25 3 1 30.00 47.50 65.00 82.50 100.00 85.1 86.125 87.15 88.175 89.2 H ue A : jeruk nipis D: suhu air B: jeruk purut
didapatkan model quadratic untuk variabel proses dan mean untuk variabel formula. Adapun persamaan model untuk respon warna yaitu:
Warna = 4.86 + 0.30D + 0.57D2