OPTIMASI PEMBUATAN MINUMAN FUNGSIONAL
BERBASIS EKSTRAK DAUN KUMIS KUCING (
Orthosiphon
aristatus
BI.Miq) PADA SKALA
PILOT PLANT
ELOK WAZIIROH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Optimasi Pembuatan Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon
aristatus BI.Miq) pada Skala Pilot Plant adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2013
Elok Waziiroh
NRP F251100161
ELOK WAZIIROH. Optimasi Pembuatan Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BI. Miq) pada Skala Pilot Plant. Dibimbing oleh C. HANNY WIJAYA dan BUDI NURTAMA.
Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing merupakan minuman yang terdiri dari beberapa komponen, yaitu daun kumis kucing, kayu secang, jahe gajah, temulawak, jeruk purut, jeruk nipis dan jeruk lemon. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mendapatkan keseimbangan manfaat dengan penerimaan citarasa oleh konsumen. Pengembangan penelitian selanjutnya adalah produksi minuman fungsional pada skala pilot plant. Diharapkan karakteristik produk minuman fungsional yang diproduksi pada skala pilot plant tetap memiliki karakteristik yang optimal. Oleh karena itu perlu dilakukan optimasi parameter kritis, baik dari sisi formula maupun kondisi proses. Analisis kelayakan finansial juga penting untuk dilakukan guna memberikan gambaran proyek usaha minuman fungsional.
Penelitian dilakukan dalam dua tahapan. Tahapan pertama adalah penelitian pendahuluan untuk mengetahui parameter kritis pembuatan minuman fungsional skala pilot plant. Tahap kedua adalah optimasi proses pembuatan minuman fungsional dengan kombinasi empat faktor yang ditetapkan sebagai parameter kritis, yaitu konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut, jeruk lemon dan suhu air yang ditambahkan.
Penentuan kombinasi formula dan kondisi proses didapatkan dengan
response surface methodology (RSM), software Design Expert® 7. Respon yang
diukur yaitu warna (L dan Hue), organoleptik (warna, rasa, aroma, dan penerimaan keseluruhan) serta fitokimia (aktivitas antioksidan dan total fenol).
Efek antihiperglikemik dengan mengukur inhibisi α-glukosidase dilakukan saat proses verifikasi. Formula optimum yang didapatkan adalah konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, jeruk lemon z% dan suhu air yang ditambahkan sebesar D0C merupakan kondisi proses yang optimum.
Hasil verifikasi menunjukkan nilai total fenol sebesar 841.1 ppm GAE dan aktivitas antioksidan 709 ppm AEAC. Uji organoleptik secara hedonik (skala 7), hasil yang didapatkan yaitu warna 5.4 (agak suka sampai suka), aroma 5.1 (agak suka sampai suka), rasa 4.89 (netral sampai suka), dan penerimaan keseluruhan 5.3 (agak suka sampai suka). Pengukuran warna secara objektif, nilai L sebesar
55.31 dan Hue 85.81 (kuning kemerahan). Aktivitas antihiperglikemik (inhibisi α -glukosidase) sebesar 77.75%.
Karakteristik produk tersebut akan didapatkan apabila kondisi ekstraksi bahan baku, formula konsentrasi jeruk dan suhu air yang ditambahkan sesuai dengan yang dilakukan pada penelitian ini.
Analisis kelayakan finansial minuman fungsional menyatakan proyek usaha tersebut layak untuk dijalankan. Kriteria investasi usaha minuman fungsional yaitu net present value sebesar Rp. 203 565 151, internal rate ratio 20%, net benefit/cost 1.49%, payback periode selama 2.46 tahun dan break even point 81 476 unit.
SUMMARY
ELOK WAZIIROH. Optimization the Pilot Plant Scale Production of Functional Drink Based on Java Tea (Orthosiphon aristatus BI. Miq) Extract. Supervised by C. HANNY WIJAYA and BUDI NURTAMA.
Functional drink based on java tea extract is a complex drink that contains several herbal extracts and spices. The ingredients are java tea, sappan wood, ginger, turmeric, citrus, keffir lime, lemon. Several researches have been done to get the balance benefit through consumer organoleptic-acceptance. The development of further research is production of functional drink on pilot plant scale. Production on the pilot plant scale needs adjustment of formulation and process condition as a critical parameters to get the optimal quality product. Financial analysis is also important to do for giving a project bussiness overview.
The research was conducted in two stages. The first stage was determined of critical parameters of functional drink production on pilot plant scale. The second stage was functional drink production with four factor combination that has been attempted as critical parameters: concentration of citrus, keffir lime, lemon, and water temperature that added into the formula.
Optimization of formula and process condition were developed using response surface methodology (RSM) with Design Expert® 7 software. The measured responses are color (L and Hue), organoleptic (color, taste, aroma, and overall), and phytochemical (antioxidant activity and total phenol).
Antihiperglicemic activity (inhibition α-glucosidase) was measured at verification stage. Optimum formula obtained was x% concentration of citrus, keffir lime y%, z% lemon juice and water temperature was added at D0C as optimum process condition.
The verification results showed the total value of total phenol at 841.1 ppm GAE and antioxidant activity at 709 ppm AEAC. Organoleptic acceptability (scale 7) were color between slightly like and like (5.3), aroma between slightly like and like (5.1), taste between fair and slightly like (4.9), and overall between slightly like and like (5.3). Objective-color analysis showed L 55.31 and Hue
85.81 (yellow red). The antihyperglicemic activity (inhibition α-glucosidase) was at 77.75%. Equality of product characteristic would be obtained if extraction condition, formula and process condition were similar with this research
Financial analysis of functional drink stated that the project was feasible to run. Feasibility of this project were net present value Rp. 203 565 151, internal rate ratio 20%, net benefit/cost 1.49%, payback periode for 2.46 years and break even point 81 476 unit.
Keywords: financial analysis, functional drink, optimization, response surface methodology (RSM),
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
OPTIMASI PEMBUATAN MINUMAN FUNGSIONAL
BERBASIS EKSTRAK DAUN KUMIS KUCING (
Orthosiphon
aristatus
BI.Miq) PADA SKALA
PILOT PLANT
ELOK WAZIIROH
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis: Optimasi Pembuatan Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun
Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BI. Miq) pada Skala Pilot
Plant
Nama : Elok Waziiroh
NIM : F251100161
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr Dr. Ir. Budi Nurtama, M.Agr Ketua Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.ScAgr
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 sampai Oktober 2013 ini
adalah pilot plant, dengan judul Optimasi Pembuatan Minuman Fungsional
Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BI.Miq) pada Skala
Pilot Plant.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir C Hanny Wijaya
MAgr dan Bapak Dr Ir Budi Nurtama MAgr selaku pembimbing, serta Ibu Dr Ir
Dede R Adawiyah MSi selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberikan
saran yang konstruktif. Di samping itu, ucapan terimakasih penulis sampaikan
kepada Bapak Dr Ir Edy Mulyono MS beserta seluruh staf Laboratorium
Pengolahan Pangan Balai Besar Pascapanen Pertanian Bogor, dan seluruh laboran
Laboratorium Departemen ITP IPB.
Ungkapan terimakasih penulis sampaikan kepada ayah, ibu, suami, adik,
serta seluruh keluarga atas doa, motivasi, dan kasih sayangnya. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada keluarga besar IPN 2010, Pondok Pesantren
Al-Ihya, rekan sebimbingan, dan rekan-rekan lainnya yang tidak dapat disebutkan
satu per satu, yang telah memberikan inspirasi, semangat, motivasi, doa, dan
kebersamaan kepada penulis selama kuliah dan penelitian.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2013
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Hipotesis 3
TINJAUAN PUSTAKA 3 Peningkatan Skala 3
Pangan Fungsional 5
Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing 6
Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus Bi. Miq) 8
Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) 8
Jeruk Purut (Citrus histryx DC) 9
Jeruk Lemon (Citrus medica var. Lemon) 9
Dampak Proses Pemasakan terhadap Senyawa Bioaktif 10
Response Surface Methodology 11
Analisis Kelayakan Finansial 12
METODE PENELITIAN 12
Waktu dan Tempat Penelitian 12
Bahan dan Alat 12
Metode Penelitian 13
Prosedur Analisis 16
Analisis Respon 20
Verifikasi 21
HASIL DAN PEMBAHASAN 21 Kondisi Ekstraksi Bahan Baku Penyusun Minuman Fungsional 21 Karakterisasi Ekstrak Bahan Baku Penyusun Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing 23
Perbedaan Kondisi Skala Laboratorium dengan Skala Pilot Plant 23 Penetapan Batas Atas dan Bawah serta Kombinasi Perlakuan 25
Hasil Pengukuran dan Analisis Respon Optimasi Pembuatan Minuman Fungsional Skala Pilot Plant 26
Analisis Signifikansi ANOVA Respon Optimasi Pembuatan Minuman Fungsional Skala Pilot Plant 27
Analisis Respon Warna Secara Fisik pada Minuman Fungsional Hasil Produksi Skala Pilot Plant 27
Analisis Respon Nilai L 30
Analisis Respon Nilai Hue 31
Analisis Respon Organoleptik pada Minuman Fungsional Hasil Produksi Skala Pilot Plant 32
Analisis Respon Warna 32
Analisis Respon Rasa 33
Analisis Respon Aroma 35
Analisis Respon Keseluruhan 36
Analisis Respon Komponen Bioaktif pada Minuman Fungsional Hasil Produksi Skala Pilot Plant 37
Analisis Respon Aktivitas Antioksidan 37
Analisis Respon Total Fenol 41
Optimasi Pembuatan Minuman Fungsional Skala Pilot Plant dengan Design Expert® 7 43
Verifikasi Formula Optimum Pembuatan Minuman Fungsional Skala Pilot Plant 45
Analisis Aktivitas Antihiperglikemik pada Formula 1 dan 2 46
dengan Skala Laboratorium
Analisis kelayakan Finansial Usaha Minuman Fungsional 48
SIMPULAN DAN SARAN 53
DAFTAR PUSTAKA 54
LAMPIRAN 59
RIWAYAT HIDUP 100
DAFTAR TABEL
1 Jumlah larutan pada analisis aktivitas inhibisi alfa-glukosidase 17
2 Deskripsi warna berdasarkan oHue 18
3 Rancangan BIBD untuk panelis (blok) beserta kode sampel 19 4 Hasil prediksi dan verifikasi kondisi optimum ekstraksi daun kumis
kucing dan kayu secang 22
5 Karakteristik ekstrak bahan baku minuman fungsional 23 6 Rancangan percobaan hasil olahan Design Expert 7.0 26 7 Hasil pengukuran respon pembuatan minuman fungsional skala pilot
plant 28
8 Hasil uji ANOVA seluruh respon pembuatan minuman fungsional
skala pilot plant 29
9 Lama waktu pemasakan akibat suhu air yang ditambahkan 40 10 Perbandingan respon formula 1 dan formula 2 44 11 Komponen dan respon yang dioptimasi, target, batas atas dan bawah,
serta importance pada optimasi minuman fungsional skala pilot plant 44
12 Hasil prediksi dan verifikasi formula 1 pembuatan minuman
fungsional skala pilot plant 45
13 Hasil prediksi dan verifikasi formula 2 pembuatan minuman
fungsional skala pilot plant 45
14 Karakteristik minuman fungsional skala pilot plant dan skala
laboratorium 48
15 Asumsi-asumsi pada analisis finansial usaha minuman fungsional 49
16 Nilai kriteria investasi usaha minuman fungsional 52
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir skema umum penelitian 14
2
Diagram alir pembuatan minuman fungsional15
3
Perbedaan pemarut yang digunakan pada skala laboratorium dan skalapilot plant
24
4
Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dansuhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap nilai L minuman fungsional
31
5
Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap nilai Hue minumanfungsional
6
Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap respon warnaminuman fungsional
33
7
Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap respon rasaminuman fungsional
35
8
Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap respon aromaminuman fungsional
36
9
Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap respon keseluruhan minuman fungsional37
10
Reaksi penangkapan radikal bebas stabil oleh antioksidan38
11
Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dansuhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap respon aktivitas antioksidan minuman fungsional
41
12
Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap respon total fenol minuman fungsional43
DAFTAR LAMPIRAN
17 Data pengukuran total fenol asam galat 69
18 Kurva standar total fenol standar asam galat 69 19 Hasil pengukuran total fenol ekstrak bahan baku 69 20 Hasil pengukuran total fenol sampel minuman fungsional 70 21 Hasil pengukuran rendemen ekstrak bahan baku 71 22 Hasil pengukuran nilai L sampel minuman fungsional 71 23 Hasil pengukuran nilai a sampel minuman fungsional 72 24 Hasil pengukuran nilai b sampel minuman fungsional 73 25 Hasil pengukuran nilai Hue sampel minuman fungsional 74 26 Lembar uji rating hedonik formula minuman 75 27 Hasil uji organoleptik sampel minuman fungsional 76 28 Hasil uji ANOVA respon L minuman fungsional 81
29 Grafik kenormalan dan predicted vs actual respon L minuman Fungsional
81
30 Hasil uji ANOVA respon Hue minuman fungsional 82
31 Grafik kenormalan dan predicted vs actual respon Hue minuman fungsional
82
32 Hasil uji ANOVA respon warna (organoleptik) minuman fungsional 83
33 Grafik kenormalan dan predicted vs actual respon warna (organoleptik) minuman fungsional
83
34 Hasil uji ANOVA respon rasa (organoleptik) minuman fungsional 84
35 Grafik kenormalan dan predicted vs actual respon rasa (organoleptik) minuman fungsional
84
36 Hasil uji ANOVA respon aroma (organoleptik) minuman fungsional
85
37 Grafik kenormalan dan predicted vs actual respon aroma (organoleptik) minuman fungsional
85
38 Hasil uji ANOVA respon keseluruhan (organoleptik) minuman fungsional
86
39 Grafik kenormalan dan predicted vs actual respon keseluruhan (organoleptik) minuman fungsional
86
40 Hasil uji ANOVA respon aktivitas antioksidan minuman fungsional 87
41 Grafik kenormalan dan predicted vs actual respon aktivitas antioksidan minuman fungsional
87
42 Solusi perlakuan optimum yang dihasilkan dalam tahapan optimasi 88 43 Hasil uji aktivitas antihiperglikemik formula 1 dan 2 88
44 Rincian sumber modal 88
45 Rincian pembayaran pinjaman kredit 89
46 Rincian biaya investasi 90
47 Rincian biaya penyusutan 91
49 Rincian biaya tetap dan biaya variabel 93
50 Rincian harga pokok produksi bersih 94
51 Proyeksi laba rugi 94
52 Proyeksi arus kas 95
53 Rincian nilai BEP 96
55 Spesifikasi vacuum evaporator 97
56 Spesifikasi cold storage 98
57 Spesifikasi pemarut jahe dan temulawak 98
58 Spesifikasi panci ekstraksi dan pencampur 99
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus BI.Miq) merupakan tanaman herbal yang sering dimanfaatkan masyarakat. Pemanfaatan kumis kucing secara aplikatif telah dilakukan oleh Wijaya et al. (2007) dengan menjadikannya sebagai minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing. Untuk meningkatkan aktivitas antihiperglikemik, aktivitas antioksidan, dan penerimaan organoleptik, maka ditambahkan beberapa ekstrak rempah dan herbal lainnya. ekstrak rempah dan herbal yang ditambahkan, yaitu kayu secang, jahe gajah, temulawak, jeruk nipis, jeruk lemon dan jeruk purut, sedangkan bahan tambahan pangan lainnya yaitu gula non sukrosa, hidrokoloid xanthan gum, flavor enhancer (GMP:IMP) dan natrium benzoat.
Beberapa penelitian mengenai minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing telah dilakukan, guna menyelaraskan antara penerimaan masyarakat, nilai fungsional serta umur simpannya. Formulasi awal minuman fungsional berbasis daun kumis kucing dilakukan oleh Herold (2007), perpanjangan umur simpan dan perbaikan citarasa minuman dengan cara memvariasikan beberapa jenis varietas jeruk yang ditambahkan pada formula minuman oleh Kordial (2009), pengujian aktivitas antihiperglikemik minuman fungsional berbasis kumis kucing secara in vitro dan ex vivo oleh Diana (2010), peningkatan citarasa minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing dengan mengkombinasikan beberapa ekstrak jeruk dari varietas berbeda dan
flavor enhancer oleh Afandi (2010), dan pengujian aktivitas antihiperglikemik
minuman fungsional berbasis kumis kucing secara in vivo oleh Indariani (2011). Febriani (2012) melakukan modifikasi minuman fungsional dengan pemanis non sukrosa dengan kombinasi tiga jenis jeruk. Serta Mardhiyyah (2012) melakukan perbaikan kondisi ekstraksi daun kumis kucing, kayu secang, jahe gajah, dan temulawak.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, maka didapatkan formula minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing yang telah diperbaiki dari berbagai sisi. Pengembangan selanjutnya diarahkan pada kegiatan uji coba pada skala pilot plant. Permasalahan yang sering terjadi, saat sebuah produk dikembangkan dari skala kecil ke skala besar adalah ketidakstabilan mutu produk. Proses pilot plant diharapkan mampu menjadi solusi terhadap permasalahan tersebut. Menurut Valentas et al. (1991) skala pilot plant
merupakan skala untuk mendapatkan operasi optimal dan kontrol yang tepat sebelum menuju ke produksi secara komersial atau industrialisasi.
Oleh karena itu beberapa parameter yang menentukan kestabilan produk antara skala labolatorium dan skala pilot plant perlu dikontrol. Penentuan parameter penting pada skala pilot plant pada proses produksi teicoplanin oleh
Actinoplanes teichomyceticus telah dikembangkan oleh Jung et al. (2008).
Parameter penting pada produksi skala laboratorium adalah suhu, pH, dan oksigen terlarut, namun kondisi ini menjadi berbeda pada saat dilakukan produksi skala
pilot plant. Oksigen terlarut merupakan titik kritis pada produksi skala pilot plant,
penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa produk yang dikembangkan pada skala kecil (laboratorium) memerlukan beberapa penyesuaian sebelum dapat diterapkan pada skala yang lebih besar.
Parameter kritis untuk setiap proses skala pilot plant tentunya tergantung dari setiap produk yang akan dikembangkan dan kestabilan mutu yang diharapkan. Parameter kritis yang dikaji pada penelitian ini merupakan kombinasi dari sisi formula dan proses. Konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut, dan jeruk lemon merupakan komponen pada formula minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing yang akan dikaji, mengingat citarasa minuman fungsional ini didominasi oleh rasa jeruk. Colombo (2002) dan Pszczola (2010) menyebutkan bahwa ekstrak jeruk nipis dapat memperbaiki citarasa dari minuman, ekstrak jeruk purut dapat memperbaiki aroma dari minuman dan keduanya dapat bersinergi dengan baik, dan menurut Herold (2007) jeruk lemon berfungsi dalam menyatukan citarasa sehingga menjadi lebih baik.
Suhu air yang ditambahkan saat pemasakan merupakan kondisi proses yang perlu dikontrol pada pembuatan minuman fungsional pada skala pilot plant. Suresh et al. (2005) mengatakan bahwa proses pemanasan selama beberapa menit dapat menurunkan kandungan komponen aktif tanaman herbal dan rempah-rempah. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa suhu air yang ditambahkan saat pemasakan sangat menentukan kecukupan proses dan ketersediaan komponen bioktif produk, dikarenakan hal ini secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap lama proses pemasakan.
Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut, maka kombinasi optimasi antara formula dan kondisi proses perlu dilakukan secara bersamaan. Keterkaitan antara optimasi formula dan kondisi proses terhadap karakteristik produk yang diharapkan menjadikan penelitian optimasi kombinasi ini penting untuk dilakukan. Metode desain kombinasi (combined design) merupakan metode yang digunakan pada penelitian ini agar dapat dihasilkan minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing dengan kualitas optimal pada skala pilot plant.
Perumusan masalah
Pilot plant merupakan suatu tahapan pengembangan produk yang
menjembatani antara skala laboratorium dengan skala komersil (skala industri). Peran skala pilot plant menjadi penting guna meminimalisir banyaknya percobaan yang perlu dilakukan apabila perbesaran skala langsung dilakukan dari skala laboratium menuju skala komersil. Diharapkan dengan adanya tahapan pilot plant
akan didapatkan gambaran rancangan dan pembangunan pabrik yang akan dilakukan.
Penetapan parameter kritis penting untuk dilakukan pada skala pilot plant
akibat proses modifikasi gula, yaitu gula sukrosa menjadi gula non sukrosa. Oleh karena itu ketiga jenis jeruk ditetapkan sebagai parameter kritis dari sisi formula.
Parameter kritis dari sisi kondisi proses juga perlu ditetapkan, mengingat terdapat perbedaan jenis dan kapasitas peralatan yang digunakan pada skala pilot
plant. Suhu air yang ditambahkan saat proses pencampuran merupakan titik kritis
yang akan dikontrol. Pencampuran komponen ekstrak herbal dan rempah dengan air sejumlah tertentu, akan menentukan waktu pemasakan minuman fungsional sampai mencapai suhu 800C. Hal tersebut dikarenakan adanya fenomena kesetimbangan suhu akibat pencampuran dua komponen yang memiliki suhu yang berbeda. Kesetimbangan suhu yang dicapai oleh komponen herbal dan rempah yang ditambahkan air pada kondisi mendidih akan lebih tinggi, daripada air pada suhu ruang. Kondisi tersebut akan menjadikan adanya perbedaan lama pemasakan untuk mencapai suhu 800C. Lama pemasakan secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap komponen bioaktif minuman fungsional.
Interaksi antara formula dan kondisi proses pada proses pembuatan minuman fungsional skala pilot plant dimungkinkan akan terjadi dan berpengaruh terhadap karakteristik minuman fungsional. Oleh karena itu perlu studi lebih lanjut mengenai optimasi karakteristik produk minuman fungsional pada skala
pilot plant.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan optimasi kombinasi antara formula dan kondisi proses pada pembuatan minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing pada skala pilot plant agar didapatkan karakteristik produk yang optimal. Selain itu juga dilakukan analisa finansial proses produksi sebagai gambaran penerapannya pada skala industri.
Hipotesis
1. Konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut, dan jeruk lemon serta suhu air merupakan parameter kritis yang akan berperan terhadap kualitas produk pada skala pilot plant.
2. Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing skala pilot plant tetap memiliki aktivitas antioksidan dan efek antihiperglikemik.
TINJAUAN PUSTAKA
Pilot plant
Pilot plant didefinisikan sebagai suatu tindakan pengembangan suatu
skala untuk mendapatkan operasi optimal dan kontrol yang tepat sebelum menuju ke produksi secara komersial atau industrialisasi. Pilot plant sering diikuti dengan pembangunan kondisi produksi pada taraf pilot plant, yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran rancangan dan pembangunan pabrik skala penuh ataupun modifikasi pabrik yang sudah ada (Hulbert 1998).
Langkah pertama dalam pengembangan sebuah produk pangan baru adalah mendefinisikan proses yang dibutuhkan untuk membuat produk. Salah satu perangkat yang berguna dalam hal ini adalah pengembangan diagram alir proses. Diagram ini menunjukkan laju produksi yang diinginkan dan materi yang dibutuhkan pada setiap tahapan proses. Kebutuhan peralatan ditunjukkan secara skematis melalui diagram yang berguna bagi para ahli teknik dalam menghitung biaya dan menyeleksi serta mengukur peralatan proses (Hulbert 1998).
Langkah kedua adalah pemecahan masalah yang masih terdapat dalam proses peningkatan skala, yang dimulai dengan uji coba terhadap peralatan penting pada skala pilot plant. Selain itu, percobaan juga dilakukan karena dalam ilmu pangan sendiri terdapat interaksi kimia dan fisik yang bersifat kompleks (Scott et al. 2007). Oleh karena itu, pengetahuan dasar tentang interaksi kimia dan fisik antar komponen produk penting untuk dipahami. Apabila interaksi sifat kimia dan fisik tidak diperhatikan, kemungkinan besar akan terjadi kerusakan produk terutama pada formulasi yang digunakan.
Kriteria peningkatan skala yang utama adalah parameter atau sekumpulan parameter proses bersifat bebas, sehingga tidak terpengaruh oleh ukuran (skala) proses. Kriteria utama melibatkan parameter proses dan hasil proses secara kuantitatif, sedangkan kriteria tambahan adalah adanya perubahan secara fisik dan mekanik yang berkaitan dengan perubahan skala, misalnya pengaruh skala terhadap transfer panas atau terhadap energi. Sistem secara fisik dan obyek material pada dasarnya dicirikan oleh tiga karakter, yaitu ukuran, bentuk, dan komposisi. Kemiripan yang penting dalam peningkatan skala proses dan peralatan pangan yaitu kemiripan secara geometri, mekanika, termal, atau kimiawi (Valentas et al. 1991).
Untuk dapat melakukan peningkatan skala perlu adanya pengembangan produk dan layanan yang terintegrasi. Diantaranya yaitu pengembangan produk (sumber dan formulasinya), menguji unit operasi, mengembangkan kinerja kerja dari spesifikasi alat, dan menentukan titik kritis proses. Produk pangan yang ditingkatkan skalanya akan mempunyai karakteristik yang berbeda dengan produk aslinya. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan rasa, tekstur, aroma, dan penampakan secara visual. Proses skala besar tidak akan menghasilkan produk yang identik dengan produk aslinya, akan tetapi akan menghasilkan produk yang menyerupai produk aslinya (Scott et al. 2007).
Produksi teicoplanin oleh Actinoplanes teichomyceticus pada skala pilot
plant telah dikembangkan oleh Jung et al. (2008). Parameter penting pada
produksi skala laboratorium adalah suhu, pH, dan oksigen terlarut, namun kondisi ini menjadi berbeda pada saat dilakukan produksi skala pilot plant. Oksigen terlarut merupakan titik kritis pada produksi skala pilot plant, sedangkan suhu dan pH cenderung bukan termasuk parameter kritis.
Parameter yang berbeda antara produksi skala laboratorium dan pilot plant
proses produksi minuman fungsional pada skala pilot plant dilakukan untuk mendapatkan produk yang sesuai dengan hasil percobaan skala labolatorium. Optimasi formulasi dilakukan pada komponen konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut, dan jeruk lemon.
Penggunaan ketiga jenis jeruk tersebut didasarkan pada hasil penelitian oleh Febriana (2012) yang bertujuan untuk mendapatkan citarasa yang disukai panelis akibat penggunaan pemanis non sukrosa pada minuman fungsional. Sehingga dapat dikatakan bahwa ketiga komponen tersebut sangat berpengaruh terhadap citarasa dan penerimaan minuman fungsional berbasis daun kumis kucing. Colombo (2002) dan Pszczola (2010) menyebutkan bahwa ekstrak jeruk nipis dapat memperbaiki citarasa dari minuman, ekstrak jeruk purut dapat memperbaiki aroma dari minuman dan keduanya dapat bersinergi dengan baik, bahkan menurut Indariani (2011) jeruk purut dapat berperan sebagai senyawa antihiperglikemik. Menurut Herold (2007) jeruk lemon berfungsi dalam menyatukan citarasa sehingga menjadi lebih baik.
Kondisi proses yang berperan pada tahap peningkatan skala minuman fungsional adalah suhu air saat pemasakan. Suhu air saat pemasakan akan berpengaruh terhadap lama pemasakan serta komponen aktif yang terkandung di dalamnya. Hal ini didasarkan pada Suresh et al. (2005) yang mengatakan bahwa proses pemanasan selama beberapa menit dapat menurunkan kandungan komponen aktif tanaman herbal dan rempah-rempah.
Pangan Fungsional
Peningkatan prevalensi penyakit pada beberapa dekade terakhir telah mendorong perubahan sikap masyarakat yang lebih menyukai pencegahan penyakit dan berusaha untuk hidup sehat. Oleh sebab itu, pangan fungsional lebih disukai daripada obat-obatan karena efek fisiologis yang menyehatkan tanpa mengkonsumsi obat dan efek samping yang jauh lebih rendah.
Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) pangan fungsional adalah bahan pangan yang secara alamiah maupun telah melalui proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah memiliki fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan (BPOM 2005). Meskipun demikian, pangan fungsional bukan berupa obat melainkan berupa makanan dan minuman. Oleh karena itu, pangan fungsional tidak perlu melewati pengujian ketat sebelum dipasarkan dan juga tidak diawasi secara ketat oleh pemerintah.
golongan konsumen penggunanya, dan tidak memuat peringatan yang terkait dengan kesehatan.
Kebiasan minum jamu yang berasal dari ramuan herbal dan rempah-rempah sudah menjadi budaya bagi masyarakat Indonesia. Masyarakat memiliki kepercayaan yang kuat terhadap kemujaraban jamu dalam penyembuhan suatu penyakit, kebugaran, dan kecantikan. Sampoerno dan Fardiaz (2001) menjelaskan bahwa jamu yang disajikan dalam bentuk minuman dapat dikategorikan sebagai minuman fungsional asal karakteristik sensorinya diatur sedemikian rupa, sehingga dapat diterima oleh masyarakat luas. Minuman seperti beras kencur, sari jahe dan susu telor madu jahe merupakan contoh minuman asal jamu yang dapat dikembangkan sebagai produk industri minuman fungsional.
Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing (minuman fungsional) merupakan minuman hasil formulasi dari beberapa ekstrak cair rempah dan herbal yang didasarkan pada aktivitas antihiperglikemik, antioksidan, mutu citarasa, dan warna. Komposisi minuman yang paling dominan terdapat dalam minuman ini adalah ekstrak daun kumis kucing, komposisi lainnya adalah kayu secang, jahe gajah, jeruk purut, jeruk lemon, dan jeruk nipis. Ekstrak temulawak merupakan komposisi dalam minuman yang ditambahkan dalam jumlah sedikit. Bahan tambahan pangan yang terdapat dalam minuman ini adalah gula sintetis sebagai pemanis, xanthan gum sebagai penstabil, flavor enhancer
(GMP:IMP), dan natrium benzoat sebagai pengawet.
Penelitian minuman fungsional diawali dengan formulasi minuman yang dilakukan Herold (2007) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa skor kesukaan panelis (30 panelis tidak terlatih) terhadap citarasa produk minuman fungsional hanya mencapai skala hedonik antara netral sampai suka (skor hedonik 3.32 dari skala 5.00) dengan umur simpan selama 9 hari pada suhu ruang dan aktivitas antioksidan sebesar 621.78 ppm AEAC.
Upaya perbaikan citarasa minuman fungsional serta perpanjangan umur simpannya dilakukan oleh Kordial (2009). Upaya perbaikan citarasa dilakukan dengan cara memvariasikan beberapa jenis varietas jeruk yang ditambahkan pada formula minuman. Beberapa jenis jeruk yang digunakan, yaitu jeruk lemon
(Citrus medica var. Lemon), jeruk purut (Citrus hystrix D.C), jeruk nipis (Citrus
aurantifolia Swingle), dan jeruk limau (Citrus amblycarpa). Selain itu juga
dengan penggunaan suhu 800C selama 30 menit pada proses pasteurisasi yang dilakukan.
kurun waktu tersebut terdapat beberapa perubahan atribut mutu minuman yang dapat dideteksi oleh panelis.
Pengujian aktivitas antihiperglikemik minuman fungsional secara in vitro (inhibisi enzim α-glukosidase dan α-amilase) dan ex vivo (peningkatan penyerapan glukosa oleh sel diagfragma mencit) dilakukan oleh Diana (2010).
Minuman ini mempunyai kemampuan inhibisi enzim α-glukosidase dan α-amilase
dengan IC50 sebesar 217.12 dan 217.41 mg/ml. Minuman fungsional ini juga
dapat meningkatkan penyerapan glukosa oleh sel diafragma mencit sebesar 37.48
g glukosa/g sel. Minuman fungsional lebih berpotensi dalam stimulasi
penyerapan glukosa (menurunkan kadar glukosa darah yang tinggi) dibandingkan
dengan inhibisi α-glukosidase dan α-amilase (mencegah peningkatan kadar glukosa darah). Bahan baku minuman yang menunjukkan peran ini adalah jahe gajah dan jeruk purut. Minuman fungsional ini lebih berpotensi dalam stimulasi penyerapan glukosa dibandingkan inhibisi α-glukosidase dan α-amilase.
Perkembangan penelitian lanjutan dilakukan oleh Afandi (2011) dengan tujuan untuk meningkatkan penerimaan citarasa produk di konsumen, perubahan formulasi menggunakan kombinasi jeruk nipis sejumlah 2.241 g dan jeruk purut sejumlah 0.731 g serta penambahan flavor enchancer (50 GMP: 50 IMP) sejumlah 0.028 g dalam 100 ml minuman telah meningkatkan tingkat kesukaan menjadi 7.42 (dari skala 9.00) dan pengujian antioksidan masih menunjukkan nilai yang tinggi yaitu 605 ppm AEAC seperti penelitian sebelumnya. Hasil pengujian antihiperglikemik melalui inhibisi α-amilase tidak memberikan hasil yang memuaskan karena adanya perbedaan proses pada pembuatan minuman oleh Diana (2010) dan Afandi (2011), yaitu adanya proses pengeringan dengan freeze
drier pada persiapan bahan di penelitian sebelumnya sedangkan pada penelitian
terakhir tidak dilakukan.
Penelitian tentang kemampuan antihiperglikemik minuman fungsional telah dilakukan oleh Indariani (2011) secara in vivo. Minuman fungsional yang diformulasikan dengan penambahan ekstrak daun kumis kucing berbunga putih ini memiliki potensi meningkatkan penyerapan glukosa oleh sel diafragma sebesar 54.81 % dengan aktivitas antioksidan sebesar 726.818 ppm AEAC/ml dan kandungan fenol sebesar 440.157 ppm GAE/ml. Minuman dengan konsentrasi 16 kali formula, memiliki daya antihiperglikemik yang lebih stabil pada mencit diabetes sebesar 65.83 %, dengan meningkatkan sensitivitas insulin terhadap
glukosa serta dapat menekan kerusakan sel β lebih lanjut.
Formulasi mimuman fungsional dengan pemanis non sukrosa dilakukan oleh Febriani (2012). Kemampuan antihiperglikemik yang diharapkan pada minuman ini menuntut adanya perbaikan formula dari sisi pemanis yang digunakan, hal ini tentu akan berpengaruh terhadap rasa ataupun penerimaan konsumen. Untuk itu Febriana (2012) menggunakan tiga varietas jeruk untuk meningkatkan penerimaan konsumen, yaitu jeruk purut, jeruk lemon, dan jeruk nipis. Pemanis non sukrosa yang digunakan adalah, acesulfam, aspartam dan sukralosa. Tingkat kesukaan konsumen memiliki skor sebesar 6.4 yaitu berkisar antara agak suka sampai suka.
pemekatan, oleh karena itu metode ekstraksi pada skala pilot plant yang akan digunakan perlu dilakukan proses verifikasi terlebih dahulu.
Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BI.Miq)
Tanaman kumis kucing telah dikenal secara luas oleh masyarakat, dikarenakan kemampuannya yang dapat memberikan beberapa manfaat seperti peluruh air seni. Menurut Awale et al. (2003) tanaman kumis kucing mempunyai khasiat untuk penyakit yang berkaitan dengan saluran urin, hipertensi, reumatik, diabetes mellitus, peradangan, dan kelainan menstruasi.
Indariani (2011) menyebutkan bahwa daun kumis kucing mempunyai kandungan senyawa fitokimia berupa alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, triterpenoid, dan hidroquinon. Adapun senyawa penciri daun kumis kucing yang berperan sebagai komponen antihiperglikemik adalah sinensetin. Sinensetin merupakan kelompok flavonoid. Ekstrak air kumis kucing yang digunakan dalam formulasi minuman fungsional ini mengandung senyawa sinensetin sebesar 23.54 mg/L.
Menurut Sriplang et al. (2007), ekstrak air dari kumis kucing yang memiliki komponen fenol dan flavonoid memiliki pengaruh siginifikan dalam menurunkan kadar glukosa plasma darah dan meningkatkan HDL plasma pada pemberian ekstrak 0.5 g/kg selama 14 hari dan 1.0 g/kg berat tikus pada OGTT mendekati glibenklamid 5 mg/kg berat badan tikus. Sriplang et al. (2007) juga menyatakan bahwa pemberian ekstrak sebanyak 100 ug/ml secara in situ pada pankreas berpotensi dalam menginduksi sekresi insulin.
Tanaman kumis kucing juga mempunyai kemampuan sebagai antioksidan. Kapasitas antioksidan dari daun kumis kucing adalah 90.1 % dengan DPPH dan 77.72% dengan sistem beta karoten (Khamsah et al. 2006). Menurut Khamsah et
al. (2006), kemampuan kumis kucing dalam menangkap radikal bebas tidak hanya
disebabkan oleh komponen fenol (9.71 mg/g bobot kering), tetapi juga oleh komponen terpenoid lainnya. Selain itu, kumis kucing juga mengandung garam kalium dan kalsium, inositol, saponin, dan minyak atsiri.
Jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle)
Jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) termasuk ke dalam famili
Rutaceae. Pemanfaatan buah ini kebanyakan ditujukan dengan memanfaatkan
kandungan asamnya yang tinggi, yaitu digunakan sebagai penghilang aroma tidak sedap seperti pada proses pencucian alat-alat dapur. Jeruk nipis memiliki karakteristik citarasa yang lembut, berair, dan sangat asam dengan aroma yang tajam. Pemanfaatan jeruk nipis cukup luas antara lain sebagai bahan obat tradisional, perawatan kecantikan, penyedap makanan, dan menambah rasa segar pada minuman.
lisisin), minyak atsiri 7% (yang mengandung sitral, limonene, fenkhon, terpineol, bisabolena, felandren, lemon kamfer, kadinen, geranil-asetat, linalil-asetat, aktilaldehida, nonildehida, dan terpenoid lainnya). Selain itu juga mengandung glikosida, lemak, kalsium, besi, belerang, saponin dan flavanoid (hesperetin 7- rutinosida), tangeritin, naringin, eriocitrin, eriocitrocide.
Menurut Ghafar et al. (2009) jeruk nipis memiliki kandungan hesperidne yang tinggi sebesar 16.67±2.57 g/100 ml jus jeruk Hesperidin merupakan salah satu komponen terbesar yang dapat bermanfaat sebagai antiinflamasi dan menghambat sintesis prostalglandin. Hesperidin dan naringin memiliki efek poliferasi sel kanker, menunda tumorigenesis, dan agen kemopreventif karsinogenesis. Selain itu hesperidin dapat menurunkan lipopolysaccharide yang dapat menginduksi hepatotoksisitas pada hati tikus. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Zhang et al. (2007) menyatakan bahwa hesperidin memiliki efek sitotoksik pada sel melanoma B16 pada tikus.
Jeruk Purut (Citrus histryx DC)
Jeruk purut merupakan tanaman yang termasuk dalam salah satu anggota suku jeruk-jerukan (Rutaceae), sub famili Aurantioidae, genus Citrus, sub genus
Papeda, dan spesies Citrus hystrix. Jeruk purut memiliki ukuran lebih kecil dari kepalan tangan, berbentuk buah pir, banyak tonjolan sehingga bentuknya susah dipertahankan. Kulit buahnya tebal dan berwarna hijau, hanya buah yang masak benar yang akan berwarna kuning sedikit. Daging buahnya berwarna hijau kekuningan, rasanya sangat masam dan kadang pahit. Jeruk purut banyak dimanfaatkan sebagai tanaman obat sebagai obat sakit perut akibat gangguan pencernaan serta dimanfaatkan untuk penambah citarasa berbagai masakan (ekstrak buah dan daun).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Indariani (2011) menyebutkan bahwa jeruk purut mempunyai kandungan senyawa fitokimia berupa alkaloid, tanin, flavonoid, dan steroid. Adapun senyawa penciri dari buah jeruk purut berdasarkan hasil kromatografi yang dilakukan oleh Indariani (2011) yaitu hesperidin dan naringin. Kedua senyawa ini merupakan golongan flavonoid yang dapat memperbaiki kondisi hiperglikemia dan hiperlipidemia pada hewan diabetes tipe-2 dengan mengatur sebagian metabolisme asam lemak dan kolesterol, serta mempengaruhi ekspresi gen untuk enzim-enzim metabolisme glukosa (Jung et al.
2006). Senyawa naringin dapat menekan produksi glukosa hepatik (Purushotam et al. 2008).
Jeruk Lemon (Citrus medica var. Lemon)
Berdasarkan penelitian Sun et al. (2002) menyatakan bahwa jeruk lemon memiliki kandungan total fenolik yang tinggi, yaitu sekitar 81.9 + 3.5 mg asam galat ekivalen/100g berat dapat dimakan. Aktivitas antioksidan pada jeruk lemon juga diukur dan dinyatakan dalam µ mol vitamin C equiv/g berat dapat dimakan sebesar 42.8+ 1.0 µ mol/g. Selain itu, ekstrak jeruk lemon juga diketahui memiliki aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan sel-sel kanker HepG2 yang dinyatakan dalam EC 50 (mg/ml), yaitu sebesar 30.6 + 0.8 mg/ml.
Dampak Proses Pemasakan terhadap Senyawa Bioaktif
Proses pemasakan secara tidak langsung akan mempengaruhi senyawa-senyawa bioaktif yang terkandung di dalam bahan pangan. Menurut Rehman et al. (2003); Zhang dan Hamauzu (2004) proses pemasakan sayuran akan terjadi beberapa perubahan karakteristik fisik dan komposisi kimia. Hal ini juga didukung oleh Sahlin et al. (2004) bahwa pada proses perebusan dan pemanggangan tomat akan terjadi perubahan terhadap komponen asam askorbat, total fenol, licopene dan aktivitas antioksidan. Sementara proses penggorengan tomat akan mengurangi jumlah komponen asam askorbat, total fenol dan licopene
secara signifikan.
Pola yang sama juga terjadi pada tanaman herbal dan rempah, Suresh et al.
(2005) mengatakan bahwa proses pemanasan selama beberapa menit dapat menurunkan kandungan komponen aktif tanaman herbal dan rempah-rempah. Ketahanan setiap tanaman herbal dan rempah-rempah selama proses pemasakan tentu berbeda-beda. Perebusan kunyit selama 10 menit akan menjadikannya kehilangan senyawa curcumin sebesar 12-30%, sementara pemasakan dengan tekanan pada cabai merah akan menjadikannya kehilangan senyawa capsaicin sebesar 18-36% dan pada proses yang sama kehilangan senyawa piperine pada lada sebesar 16-34% (Suresh et al. 2005).
Menurut Jaya (2008) rimpang jahe yang direbus selama 6 menit mengalami penurunan terhadap total hidrokarbon dari 68.07% (rimpang jahe tanpa pemanasan) menjadi 61.97%. Senyawa hidrokarbon yang berperan terhadap flavor adalah α-pinene, camphene, β-phellandrene, ar-curcumene dan
zingiberene. Penurunan total hidrokarbon menandakan bahwa perebusan rimpang
jahe selama 6 menit telah menurunkan total area senyawa volatil yang bertanggung jawab terhadap flavor.
Berubahnya senyawa bioaktif selama pemasakan pada tanaman herbal dan rempah merupakan proses yang harus dikontrol pada pembuatan minuman fungsional skala pilot plant. Mengingat keunggulan yang diharapkan dari minuman ini adalah sinergisme antioksidan dari beberapa komponen penyusunnya dan aktivitas antihiperglikemik dari komponen fenol pada komponen tertentu.
penambahan air dengan suhu lebih tinggi dari 800C, dengan asumsi pertimbangan terjadinya penurunan suhu akibat penambahan campuran ekstrak.
Response Surface Methodology
Response Surface Methodology (RSM) merupakan kumpulan teknik
matematika dan statistika yang berguna untuk analisis dan permodelan dari suatu permasalahan (respons) dengan satu atau lebih perlakuan dalam penelitian (Montgomery 2001). Perancangan model dengan menggunakan RSM dapat memberikan hubungan atau korelasi dari suatu permasalahan dengan kombinasi perlakuan yang berbeda. Tujuan utama dari RSM adalah membantu peneliti untuk merancang percobaan agar mendapatkan hasil paling optimum dari percobaan tersebut (Montgomery 2001).
Menurut Anderson et al. (2000) pada dasarnya terdapat dua proses optimasi yaitu optimasi formula menggunakan metode mixture design dan optimasi proses dengan metode faktorial atau response surface. Mixture design merupakan teknik optimasi yang sering digunakan untuk formulasi suatu produk, sedangkan response surface digunakan untuk menentukan ataupun perbaikan tahapan proses. Junqueira et al (2007) menggunakan mixture design untuk menentukan formulasi yang optimum untuk mendaptkan tepung dengan kandungan oksidant yang maksimum. Terdapat tiga formula yang digunakan yaitu lipoxygenase enzyme,
benzoyl peroxide dan asam askorbat. Sementara itu Yap et al (2009)
menggunakan response surface untuk menentukan kondisi ektraksi buah belimbing untuk mendapatkan total fenol yang optimal. Terdapat tiga kondisi proses yang dioptimasi, yaitu suhu ekstraksi, waktu ekstraksi, dan konsentrasi pelarut.
Apabila dikaji lebih lanjut, maka pada mixture design dan response surface
terdapat satu kelemahan, yaitu tidak dapat mengoptimasikan respon kombinasi antara formula yang digunakan dan kondisi proses. Pada hakikatnya terdapat interaksi antara beberapa bahan baku penyusun dan proses produksi. Sehingga dengan adanya perubahan beberapa ingridien dan kondisi proses yang diberikan akan menghasilkan produk ataupun respon yang berbeda. Oleh karena itu penggabungan kedua metode tersebut merupakan hal yang penting dilakukan dalam proses optimasi. Penggabungan antara mixture design dan response surface
method seringkali disebut dengan combined design (Anderson et al. 2000)
Analisis Kelayakan Finansial
Studi kelayakan merupakan suatu perencanaan sistematis dan terpadu pada pendirian suatu proyek bisnis sehingga resiko kegagalannya dapat dikurangi. Menurut Umar (2000), studi kelayakan bisnis adalah penelitian tentang layak tidaknya suatau proyek bisnis dilaksanakan. Maksud dari layak atau tidak disini adalah perkiraan bahwa proyek akan dapat atau tidak dapat menghasilkan keuntungan yang layak bila telah dioperasikan
Dalam melakukan studi kelayakan aspek keuangan merupakan faktor yang menentukan, artinya betapapun aspek-aspek yang lain mendukung namun kalau tidak tersedia dana maka hanya sia-sia belaka. Aspek keuangan berkaitan dengan bagaimana menentukan kebutuhan jumlah dana dan sekaligus pengalokasiannya serta mencari sumber dana yang bersangkutan secara efisien, sehingga memberikan keuntungan yang menjanjikan (Umar 2000). Faktor penentu apakah suatu proyek investasi dapat dikatakan layak diperlukan teknik-teknik kriteria penilaian investasi yang didasarkan pada estimasi aliran kas yang bersangkutan.
Kriteria investasi yang dijadikan pegangan dalam analisis kelayakan finansial yaitu NPV (Net present Value), IRR (Internal Rate of Return), Net B/C (Net Benefit Cost Ratio), PBP (Payback Period), dan BEP (Break Even Point). Pentingnya kriteria tersebut dikarenakan, NPV menunjukkan selisih antara total present value manfaat dengan total present value biaya, proyek dikatakan layak apabila nilai NPV lebih besar dari 0. Net B/C adalah rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih bernilai negatif, layak apabila nilai Net B/C lebih besar dari 1. IRR adalah tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NPV sama dengan 0. Besaran yang dihasilkan dari perhitungan ini adalah dalam satuan presentase (%). Sebuah bisnis dikatakan layak apabila IRR-nya lebih besar dari opportunity cost capitalIRR-nya (DR). PBP megukur seberapa cepat investasi bisa kembali, dikatakan layak apabila nilainya lebih kecil dari umur proyek (Rita dkk 2010).
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2012 sampai Oktober 2012 di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB dan Balai Besar Penelitian dan Pengembagan Pasca Panen Hasil Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
kebun Pusat Studi Biofarmaka IPB Cikabayan-Dramaga, temulawak (Curcuma
xantorrhiza), kayu secang (Caesalpinia sappan Linn), rimpang jahe gajah
(Zingiber officinale Roscoe.), jeruk purut (Citrus hystrix DC), jeruk nipis (Citrus
aurantifolia Swingle), dan jeruk lemon (Citrus medica var. Lemon) yang
semuanya diperoleh dari pasar cibereum dan pasar anyar Bogor. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis terdiri dari folin-ciocalteu (Sigma 47641), asam galat, natrium karbonat, asam asetat, natrium asetat, DPPH (1-1-diphenyl-2-picryl
hydrazyl) (Sigma 43180), asam askorbat, metanol, enzim alfa glukosidase dari
Saccharomyces cereviceae (Sigma G5003), larutan p-nitrofenil-α
-D-glukofiranosida (Sigma N1337), acarbose, KH2PO4, NaOH 10 N, NaOH 1 N, HCl
pekat, akuades, serta bahan-bahan lainnya yang digunakan untuk uji organoleptik. Bahan yang ditambahkan untuk membuat minuman yaitu sukralosa, acesulfam, aspartam, hidrokoloid xanthan gum, flavor enhancer (GMP:IMP), natrium
benzoat, dan air minum.
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari peralatan skala pilot plant, peralatan untuk analisis, dan peralatan pendukung. Peralatan pilot plant
yang digunakan terdiri dari panci untuk ekstraksi kapasitas 20 L, panci untuk pencampuran skala 25 L, vaccum evaporator skala 30 L, pemeras jahe dan temulawak, juice extractor merk miyako, cold room dan pemeras sari jeruk merk philips. Alat-alat yang digunakan untuk analisis spektrofotometer, waterbath, mikropipet merk dragon, pH meter, minolta chromameter, neraca analitik, dan peralatan gelas lainya. Uji organoleptik membutuhkan wadah besar, gelas sloki, dan sendok kecil serta peralatan gelas lainnya. Peralatan pendukung yang dibutuhkan berupa kain saring, ember, pisau, sikat, botol, timbangan, panci, dan toples.
Metode Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan, dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan batas atas dan bawah untuk setiap variabel yang dikaji, adapun variabel yang dikaji yaitu konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut, jeruk lemon, dan suhu air yang ditambahkan saat pemasakan. Penelitian utama bertujuan untuk mendapatkan formula minuman dan kondisi proses yang optimal dilihat dari segi aktivitas antioksidan, warna (L, dan Hue), total fenol dan mutu organoleptiknya (kesukaan panelis terhadap citarasa, aroma, warna, dan penerimaan keseluruhan). Pada Gambar 1 disajikan skema umum penelitian, adapun proses pembuatan minuman fungsional dapat dilihat pada Gambar2.
Penelitian Pendahuluan (Tahap 1)
Tahap ini diawali dengan penetapan komponen bahan baku dan proses yang digunakan sebagai variabel tetap dan variabel berubah. Variabel tetap merupakan komponen bahan baku dan kondisi proses yang tidak akan mempengaruhi respon, sedangkan variabel berubah adalah kebalikannya.
Variabel berubah pada komponen bahan baku (formula) adalah konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut, dan jeruk lemon. Penetapan kisaran data untuk variabel formula dilakukan secara subyektif dengan melakukan penilaian sensori (warna, aroma, dan rasa) secara individu. Untuk menghindari bias, maka formula minuman kumis kucing yang dilakukan trial and error pada beberapa variabelnya dibandingkan dengan formula standar. Formula standar yang dimaksud adalah formula minuman fungsional berbasis kumis kucing yang didapatkan dari penelitian Febriani (2012). Penetapan kisaran data awal untuk variabel formula didasarkan pada penelitian Febriani (2012), yaitu dengan variabel jeruk nipis (x-xi%), jeruk purut (y-yi%), dan jeruk lemon (z-zi%).
Variabel untuk kondisi proses yaitu suhu air yang ditambahkan saat pemasakan. Pada penelitian sebelumnya suhu air yang digunakan saat pemasakan belum ditetapkan standar bakunya, padahal hal ini berpengaruh terhadap stabilitas antioksidan, antihiperglikemik, dan citarasa minuman. Penetapan kisaran data awal untuk suhu air didasarkan asumsi suhu ruang sampai suhu diatas suhu pemasakan, yaitu berkisar antara D0C-Di0C.
PENELITIAN PENDAHULUAN: Trial dan Eror (Konsentrasi ekstrak Jeruk Nipis, Purut, dan Lemon serta Suhu air saat
pemasakan: batas atas & bawah
PENELITIAN UTAMA: Optimasi menggunakan Design Expert 7.0 metode
combined designdenganvariabel (konsentrasi ekstrak jeruk nipis, jeruk purut, jeruk lemon, dan suhu air) dengan respon kesukaan organoleptik (rasa, aroma, warna, keseluruhan), warna secara obyektif dan aktivitas
antioksidan.
Tahap verifikasi minuman terpilih dengan respon respon kesukaan organoleptik (rasa, aroma, warna, keseluruhan), warna secara obyektif, antioksidan, dan antihiperglikemik
Gambar 1. Diagram alir skema umum penelitian Range nilai variabel terkontrol:
Formula dan proses
Minuman terpilih dengan respon optimal
Minuman terpilih:
Penelitian Utama (Tahap 2)
Penelitian utama dilakukan untuk mendapatkan formula optimal berupa proporsi relatif (dalam %) masing-masing variabel serta variabel kondisi proses. Adapun kombinasi formula dan proses untuk setiap perlakuan akan ditentukan oleh program Design Expert® 7 . Setelah didapatkan kisaran data maksimum-minimum, maka selanjutnya dilakukan penentuan variabel respon yang
Larutan
ekstrak
Minuman fungsional
berbasis ekstrak daun
Optimasi Variabelformula: Jeruk nipis, jeruk purut, dan jeruk lemon
Optimasi Variabel Proses: Suhu air saat pemasakan
Masing-masing estrak
rempah ditimbang sesuai
formula hingga mencapai
C % dari masing-masing
Campur dan masukkan dalam
satu wadah
Tambahkan air hingga
volume tertentu
Pemasakan hingga suhu+ 80
oC disertai
pengadukan secara manual, pertahankan
Kemas dalam botol
Pasteurisasi selama 80
oC
30 menit
[image:30.595.25.555.79.805.2]Cooling shock
Gambar 2. Diagram alir pembuatan minuman fungsional
Larutan stok
diinginkan. Penentuan respon dilakukan berdasarkan karakteristik yang akan berubah akibat perubahan proporsi relatif dari komponen-komponenya.
Respon yang digunakan dalam penelitian ini adalah respon obyektif berupa warna (L dan Hue), total fenol dan aktivitas antioksidan, respon subyektif hasil uji rating hedonik berupa warna, aroma, rasa, dan keseluruhan. Respon-respon yang dipilih menggambarkan mutu formula minuman yang dihasilkan. Melalui proses optimasi respon-respon yang dipilih, diharapkan formula minuman yang dihasilkan akan memiliki mutu yang optimal.
Prosedur Analisis
Aktivitas Antioksidan Metode DPPH (Kubo et al. 2002 dan Molyneux 2003) Pengukuran aktivitas antioksidan minuman fungsional berbasis daun kumis kucing ini dilakukan dengan menggunakan metode radikal bebas DPPH (1,1
-diphenyl-2-picrylhydrazil radical-scavenging). Asam askorbat digunakan sebagai
standar pembanding terhadap aktivitas antioksidan yang dimiliki oleh formula minuman. Sehingga, aktivitas antioksidan minuman akan dihitung berdasarkan kesetaraannya dengan aktivitas antioksidan asam askorbat yang dinyatakan dalam ppm AEAC (Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity).
Tahap-tahap yang akan dilakukan yaitu campurkan 2 ml buffer asetat pH 5.5, 3.75 ml metanol dan 200 l larutan DPPH 13 mM dalam methanol. Kemudian vortex larutan campuran sampai benar-benar homogen. Kemudian tambahkan
50 l larutan sampel atau larutan standart antioksidan. Inkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit, setelah inkubasi selesai, ukur absorbansi sampel dengan
spektrofotometer pada = 517 nm. Larutan standart dibuat dengan melarutkan 100, 200, 400, 600, dan 800 ppm asam askorbat dalam air suling.
Total Fenol (Strycharz dan Shetty 2002)
larutan standart dibuat dengan melarutkan 10, 25, 50, 75, 100, 125, dan 150 ppm asam galat dalam air suling. Larutan reagen dibuat dengan mencampurkan reagen folin-ciocalteu 50 ml dengan air suling 50 ml. Larutan Na2CO3 dibuat dengan melarutkan 5 g Na2CO3 dalam 100 ml air suling. Larutan
standar atau sampel sebanyak 1 ml dilarutkan dalam 5 ml air suling dan 0.5 ml reagen. Setelah itu, larutan didiamkan selama 5 menit dalam ruang gelap kemudian ditambahkan 1 ml Na2CO3 dan diinkubasi kembali dalam ruang gelap
selama 1 jam. Setelah inkubasi, larutan divorteks dan diukur absorbansinya pada = 725 nm.
Inhibisi enzim alfa glukosidase (Mayur et al. 2010)
Enzim alfa glukosidase yang digunakan berasal dari Saccharomyces
cerevisiae tipe I dengan aktivitas 0.2 unit/ml. Campuran reaksi terdiri dari blanko,
kontrol A, kontrol B, dan sampel. Sampel minuman dikondisikan seperti keadaan pencernaan sebelum diuji, yaitu sampel dikondisikan pada pH 2 seperti keadaan lambung selama 30 menit, kemudian pH minuman dinetralkan kembali menjadi 6.8. Campuran reaksi tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 10 menit, larutan p-nitrofenil-α-D-glukofiranosida 0,0005 M ditambahkan sebanyak
kedua, tambahkan 1400 l larutan natrium karbonat 0.2 M dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 410 nm. Kontrol positif yang digunakan pada penelitian ini adalah acarbose 0.5 mg/ml yang diperoleh dari pelarutan 1 tablet Glucobay (50 mg acarbose) dalam 100 ml HCl 2 N.
Buffer kalium fosfat dibuat dari larutan kalium fosfat monobasik 0,1 M (13.609 gram dilarutkan dalam 1 liter akuades) dan dinaikkan pH nya menjadi 6,8 dengan penambahan NaOH 1 M. Substrat p-nitrofenil-α-D-glukofiranosida 0.0005 M dibuat dengan menimbang 1.505 mg dan dilarutkan dalam 10 ml akuades dingin. Larutan natrium karbonat 0.2 M dibuat dengan melarutkan 21.198 gram dalam 1 liter akuades.
[image:32.595.116.515.380.463.2]Tabel 1 menunjukkan kombinasi jumlah sampel, buffer kalium fosfat, dan enzim yang diberikan pada blanko, kontrol A, kontrol B, dan sampel. Acarbose diberi perlakuan yang sama seperti sampel. Blanko digunakan untuk menghitung gula-gula sederhana awal pada substrat yang bukan hasil hidrolisis enzim. Kontrol A digunakan untuk menghitung seluruh gula baik gula awal maupun gula sederhana hasil hidrolisis enzim. Kontrol B bertujuan untuk menghitung gula sederhana awal pada substrat dan minuman fungsional sedangkan sampel bertujuan untuk menghitung gula sederhana awal pada substrat dan minuman fungsional serta gula hasil hidrolisis enzim dengan dengan adanya inhibitor yaitu minuman fungsional.
Tabel 1 Jumlah larutan pada analisis aktivitas inhibisi alfa-glukosidase Larutan Blanko Kontrol A (+) Kontrol B (-) Sampel Sample
Buffer Substrat
Enzim Na2CO3
- 1190 l
350 l - 1400 l
- 840 l 350 l 350 l 1400 l
140 l 1050 l
350 l - 1400 l
140 l 700 l 350 l 350 l 1400 l
Perhitungan persentase inhibisi dapat dihitung dengan persamaan: % inhibisi = {(A1-A2) / A1} x 100 %
Keterangan : A1 = Absorbansi kontrol A – Absorbansi blanko A2 = Absorbansi sampel – Absorbansi kontrol B
Rendemen ekstrak (b/b)
Penentuan rendemen ekstrak dilakukan dengan penimbangan sampel bahan baku dan ekstrak yang diperoleh. Perhitungan rendemen dilakukan dengan menggunakan rumus:
Rendemen (%) = W1/W2 x 100% keterangan = W1: berat ekstrak W2: berat bahan baku
Derajat Warna, metode Hunter (Hutching 1999)
(hitam) sampai 100 (putih). Nilai a menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0–100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0–(-80) untuk warna hijau. Nilai b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b (positif) dari 0–70 untuk kuning dan nilai –b (negatif) dari 0–(-70) untuk warna biru. Selanjutnya dihitung °Hue dari nilai a dan b yang diperoleh dengan persamaan °Hue = arc tan (b/a) (Tabel 2).
Tabel 2 Deskripsi warna berdasarkan °Hue
°Hue [arc tan (b/a)] Deskripsi warna
18 – 54 Red (R)
54 – 90 Yellow Red (YR)
90 – 126 Yellow (Y)
126 – 162 Yellow Green (YG)
162 – 198 Green (G)
198 – 234 Blue Green (BG)
234 – 270 Blue (B)
270 – 306 Blue Purple (BP)
306 – 342 Purple (P)
342 – 18 Red Purple (RP)
Uji Organoleptik, Metode Skala Hedonik dengan Rancangan BIBD (Balance Incomplete Block Design) (Meilgaard et al. 1999; Cochran dan Cox 1957)
Uji organoleptik dilakukan dengan skala kesukaan atau hedonik terhadap formula minuman yang telah dibuat. Dalam uji ini panelis diminta mencicipi sampel dan diantara masing-masing pencicipan sampel diharuskan mengkonsumsi air minum sebagai penetral, kemudian panelis diminta untuk memberikan penilaian tingkat kesukaannya terhadap warna dan citarasa (aroma dan rasa) sampel.
Pada penelitian ini, sampel yang diujikan adalah semua sampel hasil perancangan program Design Expert® 7. Banyaknya sampel yang perlu diujikan, yaitu sebanyak 28 sampel menjadikan tidak mungkin dilakukan satu waktu oleh panelis. Oleh karena itu penyajian analisis sampel mengikuti rancangan BIBD.
Berdasarkan Cochran dan Cox (1957) pengujian BIBD dengan 28 sampel dengan ketentuan seorang panelis mencicip 7 sampel, maka total panelis yang dibutuhkan adalah 36 orang. Layout panelis dengan sampel yang telah dilakukan pengacakan dapat dilihat pada Tabel 3. Pengujian dilakukan terhadap empat atribut sensori sampel, yaitu warna, rasa, aroma, dan keseluruhan. Uji hedonik yang dilakukan menggunakan skala kategori tujuh poin dengan deskripsi sebagai berikut:
1 = sangat tidak suka 5 = agak suka 2 = tidak suka 6 = suka
Tabel 3 Rancangan BIBD untuk panelis (blok) beserta kode sampel
Blok Kode sampel Blok Kode sampel
1 4 7 8 9 14 23 28 19 4 8 11 17 19 21 25 2 1 5 9 10 11 15 24 20 1 13 14 18 23 25 26 3 6 8 13 15 16 18 21 21 2 4 5 6 16 22 23 4 7 12 13 17 22 24 25 22 3 4 10 11 12 14 18 5 4 10 16 17 20 26 27 23 1 9 14 16 17 19 22 6 2 11 18 19 22 26 28 24 1 2 4 13 20 24 28 7 1 3 6 12 19 23 27 25 3 5 8 17 23 24 26 8 2 3 5 14 20 21 25 26 5 6 7 10 19 25 28 9 1 2 8 10 12 16 25 27 1 6 7 8 11 20 26 10 2 3 6 9 11 13 17 28 9 10 13 19 20 21 23 11 4 5 12 13 15 19 26 29 2 8 14 15 19 24 27 12 3 7 16 18 19 20 24 30 3 9 15 16 25 26 28 13 6 10 14 21 22 24 26 31 5 8 9 12 18 20 22 14 11 15 20 22 23 25 27 32 11 12 16 21 23 24 28 15 1 5 17 18 21 27 28 33 1 3 4 7 15 21 22 16 2 7 9 12 21 26 27 34 5 7 11 13 14 16 27 17 3 8 10 13 22 27 28 35 4 6 9 18 24 25 27 18 6 12 14 15 17 20 28 36 2 7 10 15 17 18 23
Analisis finansial (Suratman 2002)
Analisis finansial dilakukan untuk mengetahui prospek pengembangan minuman berbasis ekstrak daun kumis kucing pada skala industri. Adapun perhitungan analisis finansial dilakukan adalah:
1. Perhitungan HPP Harga Pokok Produksi :
Biaya bahan baku Rp. xxx.xxx
Biaya tenaga kerja langsung Rp. xxx.xxx Biaya overhead pabrik tetap Rp. xxx.xxx Biaya overhead pabrik variabel Rp. xxx.xxx
Total biaya Rp. xxx.xxx
Harga Pokok Produksi = Total biaya
Volume produksi 2. Break Event Point (BEP)
Q (BEP) =
) Unit / bel BiayaVaria ( ) Unit / aPenjualan arg H ( BiayaTetap
Penjualan (BEP) =
imaan TotalPener bel BiayaVaria 1 BiayaTetap
3. Net Present Value (NPV)
NPV = -Ao +
n t tr
At
Keterangan:
-Ao = Pengeluaran investasi pada tahun ke-0
At = Aliran kas masuk bersih pada tahun ke-t
R =
Tingkat suku bunga pada periode ke-i
t = Periode investasi (t = 0,1,2,...n)
n = Jumlah tahun (usia) proyek
4.Internal Rate of Return (IRR) IRR = il + ��� (� −� )
��� � � −��� � �
Keterangan:
NPV positif adalah discound rate tertentu yang lebih rendah (i1). Sedangkan NPV negative adalah discound rate tertentu yang lebih tinggi (i2).
5. Jangka Waktu Pengembalian Modal (Payback Periode) PBP = n +
) (Bn1Cn1
m
Keterangan:
n = Periode investasi pada saat nilai komulatif B1- C1 negatif terakhir m = Nilai Kumulatif B 1- C 1 negatif terakhir
Bn+i = Nilai sekarang penerimaan social bruto pada tahun n+l Cn+i = Nilai sekarang biaya sosial bruto pada tahun n+l
Analisis respon
Setelah dilakukan pengukuran respon dari setiap formula hasil rancangan program Design Expert® 7, maka dilakukan input data. Hasil input data dari masing-masing respon dari seluruh formula selanjutnya akan dianalisis oleh program Design Expert® 7. Pada tahap analisis ini, program Design Expert®7 akan memberikan model polinomial yang sesuai dengan hasil pengukuran setiap respon.
Optimasi Kombinasi
Hasil analisis dari setiap respon kemudian digunakan untuk melakukan optimasi formula dan kondisi proses dengan menggunakan program Design
Expert® 7. Proses optimasi dilakukan untuk mendapatkan suatu formula yang
Verifikasi
Design Expert® 7 akan memberikan solusi kombinasi formula dan kondisi
proses yang optimum, selanjutnya dilakukan pembuatan formula dengan kondisi proses sesuai dengan yang disarankan. Hal ini dilakukan untuk memperoleh nilai aktual setiap respon dari kombinasi formula dan kondisi proses yang disarankan. Pengujian yang dilakukan untuk melihat kesesuaian respon aktual dan prediksi nilai respon yang didapatkan disebut verifikasi. Uji yang dilakukan dalam tahapan verifikasi adalah uji aktivitas antioksidan, aktivitas antihiperglikemik, analisis warna (nilai L dan Hue), uji rating hedonik terhadap tiga atribut sampel (warna, aroma, rasa, dan keseluruhan) dengan 70 panelis tidak terlatih.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Ekstraksi Bahan Baku Penyusun Minuman Fungsional Proses ekstraksi bahan baku penyusun minuman fungsional dilakukan sec