Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing
Karakterisasi ekstrak bertujuan untuk melakukan standarisasi ekstrak sebagai ingredien dalam formula minuman, hal ini sangat berguna dalam menentukan kualitas ekstrak sehingga diperoleh formula minuman yang terstandar. Parameter yang dianalisis adalah kadar air bahan baku ekstrak, rendemen ekstrak, aktivitas antioksidan komponen tunggal ekstrak dalam minuman dan kadar total fenol ekstrak. Karakteristik ekstrak yang digunakan pada penelitian ini seperti tertera pada Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik ekstrak
Jenis Ekstrak Rendemen Ekstrak (%) Aktivitas Antioksidan (ppm AEAC) Total Fenol (ppm GAE/g)
Daun Kumis kucing bunga ungu 25.79 + 1.99 556.21 + 71.89 bc 748.15 + 1.51 a Daun Kumis kucing bunga putih 23.81 + 0.05 666.89 + 9.27 b 787.63 + 5.45 a Kayu Secang 21.83 + 3.56 1055.22 + 7.86 a 727.38 + 65.64 a Rimpang Temulawak 37.24 + 2.76 386.22 + 82.50 d 465.64 + 1.03 b Rimpang Jahe 52.00 + 2.00 529.56 + 7.07 c 232.63 + 35.56 d Buah Jeruk Purut 13.25 + 5.23 294.56 + 56.57 de 353.76 + 7.13 c Buah Jeruk Nipis 31.40 + 2.59 194.0 + 60.50 e 272.09 + 33.19 d Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf sama pada satu kolom menunjukkan tidak beda nyata pada taraf 5 %.
Pengujian aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa komponen tunggal ekstrak dalam minuman, yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi yaitu ekstrak kayu secang. Ekstrak daun kumis kucing berbunga putih memiliki kemampuan antioksidan sebesar 666.89 + 9.22 ppm AEAC, lebih tinggi daripada ekstrak daun kumis kucing berbunga ungu yang memiliki aktivitas antioksidan sebesar 556.21 + 71.89 ppm AEAC, walaupun tidak berbeda secara signifikan (Gambar 5).
Ekstrak daun kumis kucing berbunga putih memiliki kadar total fenol paling besar diantara ekstrak lainnya. Kadar total fenol ekstrak daun kumis kucing berbunga putih dan kadar total fenol ekstrak daun kumis kucing berbunga ungu masing-masing setara dengan 787.63 + 5.45 ppm GAE/g ekstrak (b.b) dan 748.15
+ 1.51 ppm GAE/g ekstrak (b.b), tetapi tidak berbeda secara signifikan (Gambar 5). Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan ekstrak tersebut tidak dipengaruhi oleh kadar total fenol ekstrak, hal ini dapat terjadi karena perbedaan komposisi dan jumlah senyawa-senyawa fenolik dalam ekstrak berbeda. Perlu pengukuran golongan senyawa fenolik yang lebih spesifik untuk mengetahui golongan senyawa fenolik yang berpengaruh terhadap kemampuan aktivitas antioksidan.
Gambar 5 Aktivitas antioksidan dan total fenol komponen ekstrak tunggal dalam minuman ( KKU = kumis kucing bunga ungu, KKP = kumis kucing bunga putih, SC = secang, TM = temulawak, JH = jahe, JP = jeruk purut, JN = jeruk nipis)
(a) (b) (c) (d) (e) (f)
Gambar 6 Ekstrak yang digunakan dalam formula minuman berbasis ekstrak daun kumis kucing. (a) daun kumis kucing, (b) kayu secang, (c) buah jeruk nipis, (d) buah jeruk purut, (e) jahe, (f) temulawak.
Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus B1. Miq) merupakan hasil formulasi yang dilakukan oleh Herold (2007) & Kordial (2009) serta formulasi Ahmad (2010), dengan memanfaatkan beberapa
556.21 666.89 1055.22 386.22 529.56 294.56 194 748.15 787.63 727.38 465.64 232.63 353.76 272.09 0 200 400 600 800 1000 1200 KKU KKP SC TM JH JP JN Jenis Ekstrak Aktivitas antioksidan (ppm AEAC) Total fenol (ppm GAE/g)
jenis ekstrak tanaman obat yaitu daun kumis kucing, kayu secang, rimpang jahe, rimpang temulawak, buah jeruk purut dan buah jeruk nipis dengan komposisi ekstrak daun kumis kucing lebih banyak dibandingkan ekstrak tanaman obat lainnya. Bahan tambahan pangan yang terdapat dalam minuman tersebut adalah sukralosa sebagai pemanis, CMC (karboksimetil selulosa) sebagai penstabil, flavor enhancer dan kalium sorbat atau benzoat sebagai pengawet.
(a) (b)
Gambar 7 Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing. (a) Minuman dalam kemasan botol coklat, (b) Penampakan warna minuman
Hasil analisis proksimat minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil analisis proksimat minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing formula MFKP
Parameter Nilai Satuan
Kadar Air 98.88 + 0.10 % b.b
Kadar Protein 0.14 + 0.01 % b.b
Kadar Lemak 0.60 + 0.01 % b.b
Kadar Abu 0.14 + 0.02 % b.b
Kadar Karbohidrat 0.24 + 0.14 % b.b
Kadar Serat Total 0 % b.b
Kalori 6.92 kkal/100 g
Total padatan terlarut 0 °Brix
Pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing mengandung komponen gizi yaitu karbohidrat, protein, lemak dan mineral (kadar abu), selain mengandung komponen non gizi (senyawa fitokimia) yang merupakan komponen bioaktif. Dengan demikian minuman tersebut dapat memenuhi persyaratan sebagai minuman fungsional seperti yang dinyatakan oleh BPOM.
Badan POM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) mendefinisikan pangan fungsional sebagai pangan yang secara alamiah maupun telah mengalami proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi secara fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Pangan fungsional dapat berupa makanan dan minuman yang berasal dari hewani atau nabati. Beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh suatu produk agar dapat dikatakan sebagai pangan fungsional adalah: (1) Harus merupakan produk pangan (bukan berbentuk kapsul, tablet, atau bubuk) yang berasal dari bahan alami; (2) Dapat dan layak dikonsumsi sebagai bagian dari diet atau menu sehari-hari; (3) Mempunyai fungsi tertentu pada saat dikonsumsi, serta dapat memberikan peran dalam proses tubuh tertentu, seperti memperkuat mekanisme pertahanan tubuh, mencegah penyakit tertentu, membantu mengembalikan kondisi tubuh setelah sakit, menjaga kondisi fisik dan mental, serta memperlambat proses penuaan. Pangan fungsional dapat dikonsumsi tanpa dosis tertentu dan bisa dinikmati sebagaimana makanan pada umumnya, serta lezat dan bergizi.
Minuman berbasis ekstrak daun kumis kucing hanya memberikan kalori bagi tubuh yang cukup kecil, yaitu sebesar 6.92 kkal/100 g. Hal ini menunjukkan bahwa minuman tersebut cukup sesuai bagi penderita hiperglikemik yang harus mengatur jumlah kalori dari dietnya untuk menjaga kestabilan kadar glukosa darah.
Kandungan Senyawa Bioaktif dalam Ekstrak
Senyawa fitokimia sebagai senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman mempunyai peranan yang sangat penting bagi kesehatan termasuk fungsinya
banyak terkandung dalam sayuran dan kacang-kacangan, termasuk tanaman rempah dan tanaman obat (Winarti dan Nurdjanah, 2005). Hasil pengujian fitokimia pada masing-masing ekstrak secara kualitatif dapat dilihat pada Tabel 3. Kandungan senyawa fitokimia dari masing-masing ekstrak berbeda dengan hasil pengujian fitokimia yang dilakukan oleh Diana (2010).
Perbedaan kandungan senyawa fitokimia dapat disebabkan karena jenis ekstrak yang berbeda. Ekstrak yang digunakan dalam penelitian Diana (2010) adalah ekstrak dalam bentuk kering (serbuk) hasil pengeringan beku, sedangkan ekstrak yang digunakan dalam penelitian ini dalam bentuk cair, tidak dikeringkan dengan pengeringan beku. Selain itu perbedaan kandungan senyawa fitokimia dalam ekstrak juga dapat dipengaruhi oleh asal bahan baku ekstrak yang digunakan.
Perbedaan tempat tumbuh dan kondisi lingkungan di sekeliling tanaman akan mempengaruhi proses pembentukan baik dalam hal jumlah maupun jenis senyawa fitokimia. Pengujian fitokimia juga merupakan analisis secara kualitatif sehingga tidak dapat mendeteksi keberadaan suatu senyawa dengan jumlah kecil karena limit deteksinya tinggi. Akan tetapi, hasil pengujian kandungan senyawa fitokimia ini dapat digunakan sebagai acuan untuk spesifikasi ekstrak-ekstrak yang digunakan dalam formulasi minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing agar memperoleh aktivitas yang diinginkan secara optimum.
Tabel 3 Kandungan senyawa fitokimia dalam setiap ekstrak
Ekstrak Senyawa fitokimia
Daun Kumis Kucing Alkaloid, Flavonoid, Tanin, Saponin, Triterpenoid, Hidroquinon
Kayu Secang Flavonoid, Tanin, Saponin, Triterpenoid, Hidroquinon
Temulawak Alakaloid, Flavonoid, Tanin, Triterpenoid, Hidroquinon
Jahe Alkaloid, Flavonoid, Tanin, Triterpenoid, Hidroquinon
Buah Jeruk Purut Alkaloid, Flavonoid, Tanin, Steroid
Hasil pengujian kromatografi lapis tipis untuk mengamati profil kromatografi dengan menggunakan standar senyawa penciri ekstrak yang diduga sebagai senyawa aktif pada masing-masing ekstrak, menunjukkan bahwa ekstrak daun kumis kucing mengandung tiga spot yang salah satu diantaranya merupakan senyawa sinensetin. Kromatografi lapis tipis ekstrak rimpang temulawak memiliki delapan spot, diantaranya merupakan senyawa golongan kurkuminoid yaitu kurkumin dan demetoksikurkumin. Kromatografi lapis tipis ekstrak kayu secang memiliki enam spot dan salah satunya merupakan senyawa brazilin. Kromatografi ekstrak rimpang jahe juga memiliki enam spot, salah satunya merupakan senyawa gingerol. Kromatografi lapis tipis ekstrak buah jeruk nipis dan buah jeruk purut menunjukkan bahwa ekstrak tersebut mengandung senyawa hesperidin, walaupun hasil pemisahan pada kromatografi tersebut kurang bagus karena masih berekor, sedangkan senyawa naringin tidak terdeteksi pada pengujian kromatografi lapis tipis tersebut (Tabel 4 dan Gambar 8).
Tabel 4 Rf beberapa senyawa bioaktif dalam ekstrak
Sampel Rf Komponen
Daun Kumis kucing 0.59 Sinensetin
Rimpang Temulawak 0.35 Kurkumin
0.15 Demetoksikurkumin
Rimpang Jahe 0.22 Gingerol
Kayu Secang 0.10 Brazilin
Buah Jeruk Purut 0.40 Hesperidin
0.60 Naringin
(a) (b) (c) (d) (e)
Gambar 8 Profil kromatografi lapis tipis ekstrak. (a) Daun Kumis kucing; (b) Temulawak; (c) Secang; (d) Jahe; (e) Buah Jeruk purut dan Jeruk nipis Analisis senyawa penciri ekstrak yang diduga sebagai senyawa aktif selanjutnya dilakukan dengan menggunakan kromatografi cairan kinerja tinggi (KCKT). Kandungan senyawa penciri dalam masing-masing ekstrak yang diduga sebagai senyawa aktif disajikan pada Tabel 5.
Hasil kromatografi cairan kinerja tinggi menunjukkan bahwa ekstrak daun kumis kucing mengandung senyawa sinensetin (Gambar 9). Sinensetin merupakan komponen flavonoid (Daniel, 2008). Ekstrak air daun kumis kucing
sinensetin kurkumin brazilin gingerol naringin hesperidin desmetoksi kurkumin
yang digunakan dalam formulasi minuman mengandung senyawa sinensetin sebesar 23.54 mg/L. Menurut Sriplang et al. (2007), ekstrak air dari kumis kucing, yang memiliki komponen fenol dan flavonoid memiliki pengaruh signifikan dalam menurunkan kadar glukosa plasma darah dan meningkatkan HDL plasma pada pemberian ekstrak 0.5 g/kg selama 14 hari dan 1.0 g/kg berat badan tikus pada OGTT mendekati glibenklamid 5 mg/kg berat badan tikus. Sriplang et al. (2007) juga menyatakan bahwa pemberian ekstrak sebanyak 100 µg/ml secara in situ pada pankreas berpotensi dalam menginduksi sekresi insulin.
Tabel 5 Kandungan senyawa penciri yang diduga sebagai senyawa aktif pada masing-masing ekstrak
Jenis Ekstrak Senyawa penciri Jumlah (mg/ml)
Daun Kumis kucing Sinensetin 0.024
Kayu Secang Brazilin 1.320
Rimpang Temulawak Kurkumin
Desmetoksi kurkumin
0.077 0.014
Rimpang Jahe 6-Gingerol 1.019
8-Gingerol 0.200 10-Gingerol 0.472 6-Shogaol 0.067
Buah Jeruk Purut Hesperidin 0.092
Naringin 0.010
Buah Jeruk Nipis Hesperidin 0.026
Gambar 9 Kromatogram KCKT ekstrak daun kumis kucing
sinensetin
Gambar 10 Struktur kimia sinensetin (Akowuah 2004)
Hasil kromatografi cairan kinerja tinggi ekstrak secang menunjukkan bahwa ekstrak air kayu secang mengandung senyawa brazilin yang merupakan flavonoid berwarna jingga dan mudah teroksidasi menjadi brazilein (Gambar 11).
Gambar 11 Kromatogram KCKT ekstrak kayu secang
Gambar 12 Struktur kimia brazilein dan brazilin (Kharbade & Agrawal 1985)
brazilin
Menurut penelitian Moon et al. (1990), brazilin secara signifikan dapat menurunkan kadar glukosa pada plasma darah tikus diabetes dengan meningkatkan sensitivitas insulin dan tidak terdapat kenaikan dalam kadar insulin. Selain itu, terdapat kenaikan pada sintesis glikogen, glikolisis, dan oksidasi glukosa pada otot pada hewan diabetes yang diberi brazilin.
Hasil kromatografi cairan kinerja tinggi ekstrak rimpang temulawak menunjukkan bahwa ekstrak tersebut mengandung senyawa kurkumin dan desmetoksikurkumin (Gambar 13). Senyawa desmetoksikurkumin dan kurkumin yang termasuk dalam kelompok kurkuminoid terdapat dalam ekstrak temulawak. Kelompok kurkuminoid merupakan kelompok yang banyak terdapat dalam temulawak dan memiliki warna kuning cerah. Penelitian yang dilakukan oleh Meghana (2007), menunjukkan bahwa kurkumin memiliki aktivitas melindungi sel β pankreas terhadap kerusakan oksidatif akibat induksi streptozotocin. Kurkumin juga dapat menghambat produksi glukosa hepatik (Fujiwara et al. 2008).
Gambar 13 Kromatogram KCKT ekstrak rimpang temulawak
kurkumin
desmetoksi kurkumin
Gambar 14 Struktur kimia kurkuminoid (Jayaprakasha et al. 2006)
Kromatogram ekstrak rimpang jahe hasil analisis menggunakan kromatografi cairan kinerja tinggi menunjukkan bahwa ekstrak jahe mengandung senyawa 6-gingerol, 8-gingerol, 10 gingerol dan 6-shogaol (Gambar 15).
Gambar 15 Kromatogram KCKT ekstrak rimpang jahe
Gambar 16 Struktur kimia gingerol dan shogaol (Lee et al. 2007)
6-Gingerol
8-Gingerol Shogaol
10-Gingerol
Sharma dan Sukla (1977) telah menunjukkan bahwa jahe yang diperas segar mempunyai kemampuan menurunkan kadar glukosa darah pada tikus diabetes. Penelitian Kar et al. (2003) menunjukkan bahwa ekstrak etanol dari jahe dapat menurunkan kadar glukosa darah secara signifikan pada tikus diabetes dengan pemberian ekstrak sebanyak 500 mg/kg selama 2 minggu. Serum darah pada tikus diabetes dapat menurun sebanyak 50% dengan pemberian ekstrak jahe dan kemampuan antioksidan dari jahe diduga berperan dalam mengurangi kerusakan oksidatif atau nitrosatif pada jaringan ginjal (Al-Qattan et al. 2008). Penelitian Akhani et al. (2004) dan Heimes et al. (2009) menyatakan bahwa kemampuan antidiabetik jahe diduga disebabkan oleh perannya pada reseptor serotonin (5-hidroksitriptamin (5-HT)) dalam pengendalian glikemik, dimana jahe memiliki aktivitas anti serotonin. Sekiya et al. (2004) juga melaporkan bahwa gingerol dalam ekstrak jahe dapat meningkatkan sensitivitas insulin terhadap glukosa sehingga dapat memperbaiki keadaan hiperglikemia.
Kromatogram hasil analisis kromatografi cairan kinerja tinggi ekstrak buah jeruk purut menunjukkan bahwa ekstrak buah jeruk purut mengandung senyawa hesperidin dan naringin dalam jumlah lebih kecil (Gambar 17), sedangkan ekstrak buah jeruk nipis hanya mengandung senyawa hesperidin (Gambar 18).
Gambar 17 Kromatogram KCKT ekstrak buah jeruk purut
Naringin
Hesperidin
Gambar 18 Kromatogram KCKT ekstrak buah jeruk nipis
Senyawa naringin dan hesperidin merupakan golongan flavonoid. Kedua senyawa tersebut dapat memperbaiki kondisi hiperlipidemia dan hiperglikemia pada hewan diabetes tipe-2 dengan mengatur sebagian metabolisme asam lemak dan kolesterol, serta mempengaruhi ekspresi gen untuk enzim-enzim metabolisme glukosa (Jung et al. 2006), sedangkan naringenin dapat menekan produksi glukosa hepatik (Purushotham et al. 2008). Senyawa flavonoid jeruk yaitu hesperidin, memiliki aktivitas antihiperglikemik sehingga dapat menghambat terjadinya komplikasi pada otak mencit diabetes (Ibrahim 2008).
Gambar 19 Struktur kimia hesperidin dan naringin (Abeysinghe et al. 2007)
Hesperidin
Dengan demikian, ekstrak-ekstrak yang digunakan dalam formulasi minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing ini terbukti mengandung senyawa-senyawa bioaktif yang memiliki aktivitas antihiperglikemik dalam bentuk ekstrak tunggal atau senyawa murninya. Proses pencampuran ekstrak yang dilakukan dalam formulasi minuman akan menyebabkan terjadinya interaksi dari masing-masing senyawa bioaktif yang dapat menghasilkan efek yang berbeda.
Stabilitas Minuman selama Penyimpanan pada Suhu Refrigerator Penyimpanan minuman dilakukan pada suhu refrigerator (± 4 ˚C). Sampel minuman yang digunakan dalam pengujian stabilitas adalah sampel minuman formula terpilih hasil pengujian aktivitas penyerapan glukosa secara ex vivo, yaitu formula MFKP. Sampel minuman dikemas dalam botol gelap bertutup dan dilapisi plastik segel. Sebelum dikemas, minuman dipanaskan sampai 80 ˚C untuk mengeluarkan oksigen dari dalam minuman sehingga diharapkan diperoleh kondisi anaerob pada saat dikemas serta head space yang sekecil mungkin pada saat pengemasan, untuk menekan terjadinya reaksi oksidasi. Parameter yang diamati untuk melihat stabilitas minuman selama penyimpanan yaitu perubahan aktivitas antioksidan dan perubahan warna minuman.
Aktivitas antioksidan merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan perubahannya selama penyimpanan mengingat klaim minuman fungsional ini berdasarkan aktivitas antioksidannya. Gambar 20 menunjukkan bahwa penyimpanan minuman dengan kemasan botol coklat bertutup pada suhu refrigerator selama 21 hari dapat mempertahankan aktivitas antioksidan minuman sebesar 70.03%.
Turunnya aktivitas antioksidan pada minuman diduga karena masih adanya senyawa oksigen residual di dalam minuman (Gregory, 1996). Adanya senyawa oksigen residual tersebut dapat mengakibatkan senyawa flavonoid dalam minuman mendonorkan gugus hidroksilnya (-OH) untuk mempertahankan kestabilan minuman.
Gambar 20 Aktivitas antioksidan minuman selama penyimpanan pada suhu refrigerator
Warna merupakan atribut utama yang tampak pada makanan dan merupakan karakteristik penting yang menunjukkan kualitas pangan, sehingga perubahannya selama penyimpanan perlu diamati. Gambar 21 menunjukkan terjadinya perubahan warna minuman selama penyimpanan 21 hari, dimana nilai ˚Hue minuman mengalami peningkatan dari 94.2 menjadi 97.9. Menurut MacDougall (2002), suatu bahan yang memiliki nilai ˚Hue dengan kisaran 54-90 ˚Hue warnanya kuning kemerahan. Semakin tinggi nilai ˚Hue maka warnanya semakin kuning karena bahan yang memiliki nilai ˚Hue berkisar antara 90-126 adalah berwarna kuning.
Berdasarkan sistem notasi warna Hunter, nilai L a dan b minuman yang diperoleh menunjukkan bahwa minuman berwarna kuning kehijauan. Terjadi perubahan warna minuman selama penyimpanan, yaitu menjadi berwarna kuning tetapi lebih kehijauan dan kecerahannya semakin pudar. Nilai L (derajat kecerahan) minuman mengalami peningkatan selama penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa minuman mengalami perubahan derajat kecerahan menjadi semakin putih atau pudar warnanya selama penyimpanan. Nilai a dan b minuman pada awal penyimpanan masing-masing sebesar -2.92 dan 39.30, hal ini menunjukkan bahwa minuman berwarna kuning kehijauan. Selama penyimpanan, nilai a dan b mengalami penurunan, masing-masing menjadi -4.94 dan 35.26, dengan demikian minuman mengalami perubahan warna menjadi kuning
0 100 200 300 400 500 600 700 800 0 7 14 21 Aktivitas Antioksidan (ppm AEAC) Waktu Penyimpanan (hari)
kehijauan tetapi warna kuningnya semakin pudar. Semakin pudarnya warna minuman diduga disebabkan oleh degradasi pigmen brazilin. Degradasi pigmen brazilin ini dapat diakibatkan oleh proses oksidasi dan adanya sinar ultraviolet (Adawiyah dan Indriati, 2003).
Hubungan antara perubahan derajat warna dan perubahan aktivitas antioksidan minuman selama 21 hari penyimpanan pada suhu refrigerator berkorelasi negatif nyata untuk nilai L dan °Hue dengan nilai r masing-masing sebesar -0.777 dan -0.83. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai ºHue dan L maka semakin rendah aktivitas antioksidan minuman. Sedangkan hubungan aktivitas antioksidan dengan perubahan nilai a dan b berkorelasi positif nyata, dengan nilai r masing-masing sebesar 0.836 dan 0.756 pada α = 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai a dan b maka semakin tinggi juga aktivitas antioksidan minuman.
Gambar 21 Derajat perubahan warna (nilai L, a, b, dan °Hue) minuman selama penyimpanan pada suhu refrigerator
Pengaruh Perbedaan Jenis Formula Minuman terhadap Aktivitas Penyerapan Glukosa secara Ex Vivo dan Aktivitas Antioksidan
Pada penelitian ini terdapat 4 jenis minuman yang diperoleh berdasarkan 2 formulasi, yaitu formulasi Herold (2007) & Kordial (2009) serta formulasi Ahmad (2010) dan 2 jenis ingredien ekstrak kumis kucing, yaitu kumis kucing
‐20 0 20 40 60 80 100 120 0 7 14 21 Derajat warna Waktu Penyimpanan (hari) L a b °Hue
akan menyebabkan perbedaan kemampuan fisiologis aktif. Oleh karena itu dilakukan pemilihan jenis formula minuman yang memiliki kemampuan aktivitas antioksidan dan aktivitas peningkatan penyerapan glukosa secara ex vivo yang optimum selain itu juga didasari oleh citarasa minuman yang lebih diterima oleh konsumen.
Minuman fungsional berbasis kumis kucing yang dibuat sesuai dengan formulasi yang dilakukan Herold (2007) dan Kordial (2009) memiliki nilai pH sekitar 4.0 + 0.1 sedangkan minuman fungsional hasil optimasi yang dilakukan oleh Ahmad (2010) memiliki nilai pH sekitar 3.7 + 0.1. Perbedaan nilai pH minuman tersebut terjadi akibat adanya perbedaan jumlah ingredien ekstrak jeruk purut dan jeruk nipis dalam formula minuman. Formula minuman hasil optimasi yang dilakukan Ahmad (2010) merupakan perbaikan formula minuman dari formula awal (formula Herold (2007) & Kordial (2009)), yang lebih disukai secara citarasa oleh panelis.
Analisis penyerapan glukosa oleh sel diafragma mencit dilakukan secara ex vivo. Analisis ex vivo adalah analisis dengan mengambil bagian tubuh hewan percobaan dan dianalisis di luar tubuh hewan percobaan. Analisis ini dilakukan dengan mengeluarkan diafragma mencit dari tubuhnya dan diinkubasi dalam tabung reaksi yang berisi larutan glukosa. Diafragma adalah jaringan otot yang memisahkan bagian dada dengan bagian perut. Diafragma merupakan sel otot lurik (skeletal) yang mudah untuk diisolasi.
Analisis penyerapan glukosa dilakukan untuk mengetahui kemampuan ekstrak dalam mendorong penyerapan glukosa ke dalam sel sehingga glukosa dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi di dalam sel. Glukosa yang tidak masuk ke dalam sel akan terakumulasi dalam pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan hiperglikemik. Kemampuan penyerapan glukosa dilakukan dengan menghitung selisih dari kadar glukosa awal (sebelum diberi sel diafragma) dengan kadar glukosa akhir (setelah diberi diafragma dengan inkubasi 30 menit pada suhu 37°C), kemudian dibagi dengan bobot diafragma.
Kadar glukosa dalam larutan diukur dengan menggunakan metode glucose oxidase. Metode ini menggunakan prinsip oksidasi glukosa sehingga dapat
menghasilkan peroksida yang dapat mengoksidasi o-Dianisidine (tidak bewarna) menjadi o-Dianisidine teroksidasi (berwarna coklat). Reaksi ini kemudian dihentikan dengan penambahan H2SO4 sehingga warna dari o-Dianisidine berubah
menjadi merah muda dan dapat diukur dengan spektrofotometer 540 nm.
Kontrol positif dari stimulasi penyerapan glukosa pada sel diafragma ini adalah insulin. Insulin digunakan sebagai kontrol positif karena insulin merupakan hormon yang berperan dalam memasukkan glukosa ke dalam sel. Penyerapan glukosa dengan insulin dapat terjadi karena insulin dapat menghasilkan sinyal transduksi yang memungkinkan masuknya glukosa ke dalam sel melalui GLUT 4. Proses masuknya glukosa dalam sel dibagi menjadi penyerapan glukosa yang tergantung pada insulin (insulin stimulated glucose uptake) dan penyerapan glukosa yang tidak bergantung pada insulin (non-insulin stimulated glucose uptake). Transporter glukosa yang berperan dalam penyerapan glukosa dengan insulin adalah GLUT 4 dan transporter glukosa yang umumnya berperan dalam penyerapan glukosa yang tidak tergantung insulin adalah GLUT 1 (Romero et al. 2000).
Sampel yang digunakan pada analisis penyerapan glukosa oleh sel diafragma mencit terdiri dari 4 jenis formula minuman yaitu MAKU (minuman formula Herold (2007) dan Kordial (2009) dengan daun kumis kucing ungu), MAKP (minuman formula Herold (2007) dan Kordial (2009) dengan daun kumis kucing putih), MFKU (minuman formula Ahmad (2010) dengan daun kumis kucing ungu) dan MFKP (minuman formula Ahmad (2010) dengan daun kumis kucing putih). Hasil analisis menunjukkan bahwa formula minuman yang menggunakan ekstrak daun kumis kucing berbunga putih memiliki potensi meningkatkan penyerapan glukosa oleh sel yang lebih baik daripada formula minuman yang menggunakan ekstrak daun kumis kucing berbunga ungu, baik formula minuman awal yang sesuai dengan formulasi yang dilakukan oleh Herold (2007) dan Kordial (2009) (MAKP dan MFKP), maupun formula minuman hasil optimasi citarasa yang dilakukan oleh Ahmad (2010) (MAKU dan MFKU).
Kemampuan minuman yang diformulasi menggunakan ekstrak daun kumis kucing berbunga putih dan minuman yang diformulasi dengan menggunakan
glukosa oleh sel berbeda secara signifikan (Tabel 6 dan Gambar 22). Tabel 6 Kemampuan penyerapan glukosa oleh sel diafragma secara ex vivo
Jenis Sampel (μg glukosa / g diafragma) Penyerapan glukosa
Kontrol 23.08 + 12.46 c Insulin 38.56 + 9.28 b MAKU 33.87 + 9.51 bc MAKP 58.07 + 15.80 a MFKU 30.57 + 11.71 bc MFKP 54.81 + 10.91 a
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf sama pada satu kolom menunjukkan tidak beda nyata pada taraf 5 %. (MAKU = minuman formula Herold (2007) dan Kordial (2009) dengan daun kumis kucing ungu, MAKP = minuman formula Herold (2007) dan Kordial (2009) dengan daun kumis kucing putih, MFKU = minuman formula Ahmad (2010) dengan daun kumis kucing ungu, MFKP = minuman formula Ahmad (2010) dengan daun kumis kucing putih).
Berdasarkan hasil pengamatan, menunjukkan bahwa penyerapan glukosa oleh sel secara ex vivo menggunakan diafragma mencit berhubungan erat dengan aktivitas antioksidan minuman dan juga kandungan senyawa fenolik dalam minuman yang mampu memberikan efek fisiologis.
Gambar 22 Kemampuan minuman fungsional berbasis kumis kucing dalam meningkatkan penyerapan glukosa oleh sel diafragma mencit, (MAKU = minuman formula Herold (2007) dan Kordial (2009) dengan daun kumis kucing ungu, MAKP = minuman formula Herold (2007) dan Kordial (2009) dengan daun kumis kucing putih, MFKU = minuman formula Ahmad (2010) dengan daun kumis kucing ungu, MFKP = minuman formula Ahmad (2010) dengan daun kumis kucing putih).
23.08 38.56 33.87 58.07 30.57 54.81 0 10 20 30 40 50 60 70
Kontrol Insulin MAKU MAKP MFKU MFKP
Penyerapan glukosa ( μ g glukosa/ g diafragma) Jenis Sampel
Pada formula minuman sesuai Herold (2007) dan Kordial (2009), minuman yang diformulasi dengan menggunakan ekstrak daun kumis kucing berbunga putih (MAKP) memiliki kemampuan antioksidan lebih tinggi daripada minuman yang diformulasi dengan menggunakan ekstrak daun kumis kucing berbunga ungu (MAKU) (Tabel 7 dan Gambar 23). Demikian juga dengan formula minuman hasil optimasi yang dilakukan Ahmad (2010), minuman yang diformulasi menggunakan ekstrak daun kumis kucing putih (MFKP) memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi daripada minuman yang diformulasi menggunakan ekstrak daun kumis kucing ungu (MFKU) (Tabel 7 dan Gambar 23).
Tabel 7 Aktivitas antioksidan dan kadar total fenol minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing
Jenis Minuman Aktivitas Antioksidan (ppm AEAC/ml ) Total Fenol (ppm GAE/ml) MAKU 587.042 + 23.596 b 397.713 + 33.095 a MAKP 733.292 + 5.907 a 474.184 + 74.020 a MFKU 545.032 + 12.564 b 394.871 + 32.014 a MFKP 726.818 + 19.285 a 440.157 + 55.836 a
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf sama pada satu kolom menunjukkan tidak beda nyata pada taraf 5 %. (MAKU = minuman formula Herold (2007) dan Kordial (2009) dengan daun kumis kucing ungu, MAKP = minuman formula Herold (2007) dan Kordial (2009) dengan daun kumis kucing putih, MFKU = minuman formula Ahmad (2010) dengan daun kumis kucing ungu, MFKP = minuman formula Ahmad (2010) dengan daun kumis kucing putih).
Gambar 23 Aktivitas antioksidan, total fenol dan aktivitas penyerapan glukosa oleh sel diafragma beberapa jenis minuman fungsional berbasis kumis kucing, (MAKU = minuman formula Herold (2007) dan Kordial (2009) dengan daun kumis kucing ungu, MAKP = minuman formula Herold (2007) dan Kordial (2009) dengan daun kumis kucing putih, MFKU = minuman formula Ahmad (2010) dengan daun kumis kucing ungu, MFKP = minuman formula Ahmad (2010) dengan daun kumis kucing putih).
0 200 400 600 800
MAKU MAKP MFKU MFKP
Jenis Minuman Aktivitas antioksidan (ppm AEAC) Total fenol (ppm GAE/ml) Penyerapan glukosa (µg glukosa/ g diafragma)
putih juga memiliki kadar total fenol yang lebih besar daripada formula minuman yang menggunakan ekstrak daun kumis kucing bunga ungu, baik formula minuman awal (MAKP dan MAKU) yang sesuai dengan formulasi yang dilakukan oleh Herold (2007) dan Kordial (2009), maupun formula minuman hasil optimasi (MFKP dan MFKU) yang dilakukan oleh Ahmad (2010), tetapi kadar total fenol keempat jenis minuman juga tidak berbeda secara signifikan.
Hal ini diduga adanya perbedaan jenis atau komposisi dan jumlah masing-masing senyawa fenolik yang terdapat dalam minuman sehingga perbedaan aktivitas antioksidan minuman tidak sesuai dengan kadar total fenol minuman secara statistik. Akan tetapi kemampuan aktivitas antioksidan minuman diperoleh dari kandungan senyawa fenolik dalam minuman. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menyatakan bahwa senyawa fenolik memiliki aktivitas antioksidan karena mampu mendonorkan atom hidrogen dari gugus hidroksilnya pada senyawa radikal, sehingga senyawa fenolik membentuk senyawa radikal fenoksi yang relatif lebih stabil. Senyawa fenoksi dapat bereaksi dengan senyawa radikal lainnya membentuk senyawa yang stabil (Green 2007).
MAKP dan MFKP memiliki aktivitas penyerapan glukosa dan aktivitas antioksidan lebih baik dibandingkan dengan MAKU dan MFKU karena dari hasil pengujian aktivitas antioksidan dan kadar total fenol, ekstrak daun kumis kucing berbunga putih memiliki aktivitas antioksidan dan kadar total fenol lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak daun kumis kucing berbunga ungu walaupun secara statistik tidak berbeda nyata (p < 0.05). Selain itu minuman hasil formulasi Herold (2007) dan Kordial (2009) memiliki kemampuan aktivitas penyerapan glukosa, aktivitas antioksidan dan kadar total fenol yang lebih tinggi dibandingkan dengan minuman hasil formulasi Ahmad (2010), hal ini disebabkan adanya perbedaan ingredien dalam komposisi formula minuman.
Formula minuman Kordial (2009) hanya menggunakan ekstrak buah jeruk purut, sedangkan formula minuman Ahmad (2010) mengganti sebagian ekstrak buah jeruk purut dengan ekstrak buah jeruk nipis, selain itu juga dilakukan penambahan flavor enhancer untuk memperbaiki citarasa minuman. Hal ini akan mempengaruhi kadar senyawa fenolik terutama senyawa flavonoid dalam
minuman, karena buah jeruk nipis hanya mengandung senyawa hesperidin dalam jumlah kecil sedangkan buah jeruk purut mengandung senyawa hesperidin dalam jumlah yang lebih banyak dan juga mengandung senyawa flavonoid lainnya yaitu naringin. Hesperidin dan naringin memiliki aktivitas menurunkan kadar glukosa darah. Berdasarkan hasil pengujian tersebut maka dipilih minuman dengan formula MFKP karena memiliki aktivitas antioksidan dan penyerapan glukosa oleh sel yang tidak berbeda nyata dengan MAKP. Selain itu, MFKP merupakan formula hasil optimasi cita rasa yang lebih diterima oleh konsumen atau panelis (Ahmad 2010).
Aktivitas Antihiperglikemik Sesaat
Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing
Pengujian aktivitas antihiperglikemik sesaat formula minuman dilakukan menggunakan formula minuman terpilih, yaitu MFKP, dengan beberapa konsentrasi (1,4 dan 16 kali total ingredien dalam formula minuman), kondisi hiperglikemik sesaat dilakukan dengan cara menginduksi hewan coba menggunakan glukosa. Menurut Suarsana (2009), kadar glukosa darah normal hewan coba dapat ditingkatkan hingga mencapai keadaan hiperglikemik sesaat dengan pemberian glukosa, sukrosa atau karbohidrat. Pengujian ini dilakukan untuk memperoleh konsentrasi minuman yang memiliki daya antihiperglikemik sesaat akibat kenaikan kadar glukosa postprandial, yang akan digunakan pada tahap pengujian in vivo selanjutnya.
Pada pengujian antihiperglikemik sesaat dilakukan pengamatan kadar glukosa darah hewan coba selama 3 jam (0, 30, 60, 120 dan 180 menit) setelah pemberian glukosa dan minuman sampel. Berdasarkan data respon kadar gula darah, menunjukkan bahwa kadar glukosa darah normal mencit berkisar antara 67 – 89 mg/dL. Setelah pemberian glukosa terjadi keadaan hiperglikemik pada menit ke 30 dan pada menit ke 60 mulai terjadi penurunan kadar glukosa darah sampai menit ke 180 kadar glukosa darah mencapai keadaan normal kembali (Gambar 24).
Gambar 24 Data respon kadar glukosa darah mencit normal serta mencit hiperglikemia yang mendapat minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing pada beberapa konsentrasi total ingredien dalam minuman (1, 4 dan 16 kali formula minuman) serta insulin.
Pada menit ke 120 setelah pemberian glukosa dan sampel minuman fungsional, minuman dengan konsentrasi minuman 1 dan 4 kali formula belum dapat menurunkan kadar glukosa darah, sedangkan konsentrasi minuman 16 kali formula dapat menurunkan kadar glukosa darah setelah 2 jam pengamatan dengan sedikit penurunan yaitu mencapai nilai kadar glukosa darah 97.6 mg/dL, nilai tersebut berada di bawah nilai kadar gula darah mencit hiperglikemik (kontrol posistif) (100.6 mg/dL) tetapi masih di atas nilai kadar gula darah mencit hiperglikemik yang diberi perlakuan insulin (77.4 mg/dL). Mekanisme kerja diperkirakan menyerupai insulin, yaitu minuman dengan konsentrasi 16 kali formula mampu meningkatkan penyerapan glukosa dalam darah ke dalam sel sehingga dapat menekan peningkatan kadar glukosa darah setelah pemberian sukrosa.
Aktivitas antihiperglikemik sesaat tersebut diduga karena minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing mempunyai kemampuan inhibisi α-glukosidase dan α-amilase dengan IC50 sebesar 217.12 dan 217.41 mg/ml (in
vitro) (Diana 2010). Oleh karena itu, minuman tersebut dapat mengurangi dampak terjadinya kenaikan kadar glukosa postpandrial dengan memperlambat penyerapan glukosa di membran brush border usus. Oleh karena itu kenaikan
0 50 100 150 200 0 30 60 120 180 Kadar Glukosa Darah (mg/dL) Menit ke‐ Kontrol Normal Hiperglikemik Hiperglikemik + Minuman 1x Formula Hiperglikemik + Minuman 4x Formula Hiperglikemik + Minuman 16x Formula Hiperglikemik + Insulin
darah secara tiba-tiba dapat ditekan karena minuman pada konsentrasi tersebut dapat menjaga keseimbangan kadar glukosa darah.
Perbedaan kemampuan antihiperglikemik minuman pada beberapa perbedaan konsentrasi tersebut disebabkan oleh perbedaan daya antioksidan dan kandungan senyawa bioaktif yang berbeda dari setiap jenis konsentrasi minuman. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengujian kemampuan antioksidan dan total fenol dari masing-masing minuman pada konsentrasi 1, 4 dan 16 kali formula (Gambar 25).
Gambar 25 Aktivitas antioksidan dan kadar total fenol minuman dalam beberapa konsentrasi total ingredien dalam minuman
Minuman dengan konsentrasi 16 kali formula memiliki daya antioksidan dan total fenol yang lebih besar dari minuman dengan konsentrasi 1 dan 4 kali formula. Akan tetapi nilai daya antioksidan serta total fenol dari minuman dengan 16 kali formula menunjukkan bahwa nilainya bukan merupakan hasil kelipatanya, hal ini dapat disebabkan karena adanya pengurangan daya antioksidan akibat terjadi kerusakan senyawa bioaktif seperti senyawa fenolik pada saat pemekatan minuman untuk memperoleh minuman dengan konsentrasi 4 dan 16 kali formula awal. Selain itu, diduga bahwa peningkatan konsentrasi minuman atau kadar total fenol dalam minuman tidak terlalu efektif dalam meningkatkan kemampuan aktivitas antioksidan. Hal ini diduga karena kemampuannya sudah mencapai suatu
867.143 1000 1070 546.939 1222.533 1516.765 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1 4 16 Konsentrasi total ingredien dalam minuman Aktivitas antioksidan (ppm AEAC) Total fenol (ppm GAE/ml)
Berdasarkan hasil pengujian aktivitas antihiperglikemik sesaat maka dipilih konsentrasi minuman dengan 16 kali formula untuk pengujian antidiabetes secara in vivo yang diinduksi dengan streptozotocin.
Aktivitas Antihiperglikemik Minuman pada Mencit Diabetes Pengujian aktivitas antihiperglikemik pada mencit diabetes yang diinduksi dengan streptozotocin dosis rendah secara berulang (Multiple low-dose streptozotocin (MLDSTZ)). Metode induksi tersebut dapat menghasilkan hewan coba diabetes tipe 1 (diabetes tergantung insulin) yang mengakibatkan suatu infiltrasi selular pada sel-sel pulau Langerihans (Rossini 1977) dan mekanisme imun seperti yang terjadi dalam patogenesis diabetes mellitus tipe 1(Rossini 1985).
Perlakuan pemberian sampel minuman dilakukan selama 20 hari percobaan dengan pengukuran kadar glukosa darah setiap 5 hari sekali. Sampel minuman yang digunakan dalam percobaan adalah minuman dengan konsentrasi 16 kali formula minuman. Hasil pengukuran kadar glukosa darah pada mencit percobaan diperlihatkan pada Gambar 26.
Gambar 26 Perubahan kadar glukosa darah selama percobaan. 0 100 200 300 400 500 Sebelum induksi (H‐ 14) 0 5 10 15 20 Kadar glukosa darah (mg/dL) DM DM + Minuman DM + Minuman tanpa jahe DM + Insulin Normal + Minuman Kontrol (‐) Pengamatan hari ke‐
Rata-rata kadar glukosa darah semua kelompok perlakuan sebelum mencit diinduksi berkisar antara 100 - 116 mg/dL. Setelah dilakukan induksi diabetes menggunakan streptozotocin dengan dosis rendah (40 mg/kg BB) secara berulang selama 5 hari berturut-turut, rata-rata kadar glukosa darah pada semua kelompok yang diinduksi meningkat menjadi 222 – 307 mg/dL, sedangkan rata-rata kadar glukosa kelompok mencit normal adalah 128 mg/dL dan 139 mg/dL. Kadar glukosa darah mencit selama pengamatan sangat bervariasi, hal ini dapat disebabkan oleh adanya daya tahan individu mencit yang berbeda terhadap streptozotocin sehingga kondisi awal diabetes tidak seragam (Kim et al. 2006).
Mulai hari ke-5 sampai hari ke-20, kadar glukosa darah kelompok mencit DM yang diberi minuman lebih rendah dan berbeda nyata dibandingkan dengan kelompok mencit DM, sedangkan pada kelompok mencit kontrol negatif dengan kelompok mencit normal yang diberi minuman kadar glukosa darahnya tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa minuman dengan konsentrasi 16 kali total ingredien dapat menekan peningkatan kadar glukosa darah peda mencit diabetes, sedangkan pada mencit normal minuman ini tidak menyebabkan penurunan kadar glukosa darah.
Gambar 27 Perubahan kadar glukosa darah mencit pada hari ke 0 dan hari ke 20 percobaan. 229.17249.83 307 233.83 128 139 439.5 314.67 364.67 288.17 151.83 154.83 65.83 72.99 68.54 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 DM DM + Minuman DM + Minuman tanpa jahe DM + Insulin Normal + Minuman Kontrol (‐) Hari ke‐0 Hari ke‐20 % Penghambatan
hari percobaan, kadar glukosa darah kelompok mencit DM mengalami peningkatan kadar glukosa darah sebesar 91.78 %, sedangkan kelompok mencit DM yang diberi minuman dengan penambahan ekstrak jahe terjadi peningkatan kadar glukosa darah sebesar 25.95 % dan kelompok DM yang diberi minuman tanpa ekstrak jahe mengalami peningkatan kadar glukosa darah sebesar 18.79 %. Dengan demikian, pemberian minuman dengan dan tanpa penambahan ekstrak jahe pada mencit diabetes dapat menekan peningkatan kadar glukosa darah masing-masing sebesar 65.83 % dan 72.99 %. Data ini menunjukkan bahwa pemberian minuman pada mencit diabetes mampu menurunkan kadar glukosa darah walaupun tidak sampai ke tingkat kadar glukosa darah normal, akan tetapi penurunan kadar glukosa darah pada kelompok DM yang diberi minuman tanpa ekstrak jahe kurang stabil walaupun pada akhir percobaan penurunannya lebih besar dibandingkan dengan kelompok DM yang diberi formula minuman dengan penambahan ekstrak jahe.
Minuman dengan penambahan ekstrak jahe memiliki kemampuan antihiperglikemik yang lebih stabil dibandingkan dengan minuman tanpa penambahan ekstrak jahe, karena mampu menurunkan kadar glukosa darah yang lebih stabil selama 20 hari percobaan. Hal ini diduga karena gingerol dalam ekstrak jahe dapat meningkatkan sensitivitas insulin terhadap glukosa sehingga dapat memperbaiki keadaan hiperglikemia Sekiya et al. (2004). Diana (2010) juga melaporkan bahwa ekstrak jahe gajah dapat meningkatkan penyerapan glukosa sebanyak 17.91 µg glukosa/g sel secara ex vivo menggunakan diafragma mencit.
Asupan minuman sebanyak 0.52 ml/20 g BB mencit dengan konsentrasi 16 kali total ingredien setara dengan konsumsi minuman sebanyak 3.2 L pada manusia per hari, dengan demikian minuman tersebut jika dikonsumsi secara normal tidak akan langsung memberikan efek sebagai antihiperglikemik secara langsung, tetapi diperlukan pemakaian yang rutin dengan jumlah dan waktu tertentu sehingga diharapkan suatu proses akumulasi senyawa bioaktif minuman dalam tubuh yang akhirnya dapat membantu mengatasi keadaan hiperglikemik atau dapat menjaga keseimbangan kadar glukosa darah.
Respon perubahan bobot badan mencit selama 20 hari percobaan disajikan pada Gambar 28. Pada penderita DM, walaupun tubuh memperoleh asupan diet yang cukup serta kadar glukosa darah yang tinggi, tetapi glukosa tersebut tidak dapat digunakan sebagai sumber energi, sehingga tubuh menggunakan simpanan energi seperti glikogen, lemak dan protein sebagai sumber energi. Gambar 28 menunjukkan bahwa bobot badan kelompok mencit DM lebih rendah daripada bobot badan mencit normal serta mencit yang mendapat perlakuan pemberian minuman atau insulin.
Gambar 28 Pola perubahan bobot badan mencit selama 20 hari percobaan.
Efek Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing terhadap Perubahan Morfologi Pulau Langerhans dan Sel β
Pankreas adalah kelenjar tubuloasinar ganda yang tidak memiliki kapsula dan lobules yang jelas. Pankreas memiliki dua unit kelenjar yaitu eksokrin dan endokrin. Eksokrin pankreas menghasilkan sejumlah enzim pencernaan yang berfungsi untuk mencerna makanan yang telah dicerna di lambung setelah memasuki duodenum. Kelenjar endokrin pankreas disebut pulau Langerhans. Pulau Langerhans merupakan suatu clusters dari kelenjar endokrin yang tersebar
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Sebelum induksi (H‐14) 0 5 10 15 20 Berat badan mencit (g) DM DM + Minuman DM + Minuman tanpa jahe DM + Insulin Normal + Minuman K (‐) Pengamatan hari ke‐
darah. Pulau Langerhans merupakan kelompok sel-sel yang menyebar di antara alveoli dan duktus pankreas dengan beberapa jenis sel epitel yang terdapat di dalamnya, yaitu sel α, sel β, sel δ dan sel PP (polipeptida pankreas). Sel α mensekresikan glukagon yang bersifat antagonis terhadap hormon insulin, sel β mensekresikan hormon insulin yang berperan penting dalam mencegah diabetes mellitus, sel δ mensekresikan somatostatin, sel PP menghasilkan polipeptida pankreas. Keempat sel tersebut tidak menyebar secara acak di pulau Langerhans, tapi terletak spesifik di suatu area. Sel-sel α, sel δ dan sejumlah kecil sel PP terdapat di tepi pulau Langerhans, sedangkan sel β terletak di tengah dalam jumlah terbanyak sekitar 80 % dari volume pulau Langerhans (Murray et al. 2003).
Penggunaan zat diabetonik streptozotocin dapat merusak sel beta pada pulau Langerhans. STZ menyebabkan kematian sel-sel β pankreas akibat proses alkilasi DNA. Disamping itu, kerusakan DNA pada sel-sel β pankreas juga akibat aktivitas senyawa oksigen reaktif nitrogen oksida (NO) yang dihasilkan dari STZ.
Hasil pengamatan histopat dengan pewarnaan HE menunjukkan pemberian minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing pada mencit normal tidak mempengaruhi morfologis pulau Langerhans. Sel-sel dalam pulau Langerhans memiliki bentuk dan proporsi yang normal, tidak berbeda dengan sel-sel pulau Langerhans pada mencit normal yang hanya diberi air suling (Gambar 29).
Pada mencit diabetes, hasil histopatologi pankreas menunjukkan bahwa pulau Langerhans mengalami kerusakan berupa pengecilan ukuran (atropi), bentuknya hampir sama dengan asinus pankreas bahkan pada beberapa bagian lapang pandang dari preparat pankreas tidak terdapat pulau Langerhans. Sel-sel β mengalami perubahan morfologis karena bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan insulin akibat kadar glukosa darah yang tinggi. Atropi adalah salah satu perubahan morfologis pulau Langerhans yang merupakan karakteristik terjadinya diabetes tipe 1. Pemberian minuman pada mencit diabetes mampu menekan kerusakan lebih lanjut pada pulau Langerhans. Pulau Langerhans yang teramati pada mencit diabetes, baik yang diberi minuman dengan atau tanpa penambahan
ekstrak jahe, maupun mencit diabetes yang diberi insulin, memiliki jumlah pulau Langerhans lebih banyak dan bentuknya lebih besar daripada kelompok mencit kontrol positif (diabetes), akan tetapi masih jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pulau Langerhans yang terdapat pada kelompok mencit normal. Pada kelompok mencit diabetes yang diberi insulin, dapat diamati adanya perbaikan dalam pulau Langerhans.
A B C D E F
Gambar 29 Morfologis pankreas dengan pewarnaan HE pada pembesaran 400 x. Tanda menunjukkan pulau Langerhans. (a) mencit diabetes; (b) mencit diabetes + minuman; (c) mencit diabetes + minuman tanpa jahe; (d) mencit diabetes + insulin; (e) mencit normal; (f) mencit normal + minuman.
menggambarkan secara spesifik kerusakan sel β sehingga kemampuan minuman yang diformulasi dengan atau tanpa penambahan ingredien ekstrak jahe ataupun insulin dalam memperbaiki atau menekan kerusakan sel β tidak dapat teramati dengan baik. Oleh karena itu dilakukan histopatologis pankreas menggunakan pewarnaan imunohistokimia anti insulin sehingga dapat mengamati tingkat kerusakan yang lebih spesifik pada sel β.
Keberadaan sel β pankreas diamati berdasarkan reaksi negatif atau positif terhadap pewarnaan dengan metode imunohistokimia anti insulin yang ditandai dengan terbentuknya warna coklat (Gambar 30). Sel β yang mengalami kerusakan akan menghasilkan reaksi negatif terhadap anti insulin sehingga tidak terbentuk warna coklat pada preparat histopat, sedangkan jika sel β tidak mengalami kerusakan maka akan menghasilkan reaksi positif terhadap anti insulin sehingga terbentuk warna coklat pada preparat histopat. Warna coklat yang terbentuk dianalisis berdasarkan luas area dan intensitas warnanya.
Berdasarkan hasil pewarnaan imunohistokimia menunjukkan bahwa kelompok mencit diabetes mengalami kerusakan sel β yang sangat parah karena luas area berwarna coklat dan intensitas warnanya berbeda nyata dengan sel β pada kelompok mencit normal (p < 0.05). Hasil pengamatan histopat pankreas pada kelompok mencit diabetes yang diberi perlakuan pemberian minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing, baik minuman dengan atau tanpa penambahan ekstrak jahe atau mencit diabetes yang diberi insulin dapat menghambat kerusakan sel β lebih lanjut, hal ini dapat dilihat dari intensitas warna dari masing-masing area coklatnya yang cukup berbeda dengan mencit diabetes serta luas area berwarna coklat pada setiap preparat pankreas yang dilihat dari 10 lapang pandang (Tabel 8 dan Tabel 9).
A B C D E F
Gambar 30 Sel β pada pulau Langerhans ( ) dengan pewarnaan imunohistokimia antibodi anti insulin pada pembesaran 400 x. (a) mencit normal (intensitas kuat); (b) mencit diabetes (intensitas rendah); (c) mencit diabetes + minuman (intensitas sedang); (d) mencit diabetes + minuman tanpa jahe (intensitas sedang); (e) mencit diabetes + insulin (intensitas agak kuat); (f) mencit normal + minuman (intensitas kuat).
perlakuan
Kelompok n
Jumlah area berwarna coklat pada intensitas warna 0 (tidak berwarna) 1 (rendah) 2 (sedang) 3 (agak kuat) 4 (kuat) Diabetes 30 20b 6b 4a 0a 0a Diabetes + Formula Minuman 30 9ab 7b 6a 1a 7ab Diabetes + Formula
Minuman Tanpa Jahe 30 18b 2ab 6a 3a 1a Diabetes + Insulin 30 8ab 2ab 8a 11a 1a
Normal + Minuman 30 0a 0a 1a 7a 22b
Normal 30 3a 0a 2a 5a 20b
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf sama pada satu kolom menunjukkan tidak beda nyata pada taraf 5 %.
Sel β pankreas memiliki enzim-enzim antioksidan dalam jumlah sedikit dan tidak dapat mengatur enzim-enzim tersebut setelah terpapar glukosa dalam konsentrasi tinggi. Dengan demikian, meningkatnya produksi ROS dengan sistem pertahanan antioksidan yang rendah dapat menyebabkan terakumulasinya ROS dan terjadinya stres oksidatif dalam sel β. Peningkatan jumlah ROS mempengaruhi fungsi dan kelangsungan hidup sel β akibat oksidasi makromolekul seluler seperti DNA dan lipid, dan aktivasi jalur sinyal seluler yang sensitif terhadap stres (Wu et al. 2004). Sistem pertahanan antioksidan merupakan suatu jaringan kompleks dengan interaksi, sinergi dan tugas spesifik untuk memberikan suatu daya antioksidan. Efisiensi mekanisme pertahanan pada kondisi diabetes mengalami perubahan, oleh karena itu, tidak efektifnya reaksi penangkalan radikal bebas memainkan peran penting dalam menentukan kerusakan (Polidori et al. 2001).
Kemampuan minuman dalam menghambat laju kerusakan sel β pankreas, diduga karena minuman dalam konsentrasi 16 kali formula mampu meningkatkan penyerapan glukosa darah ke dalam sel akibat adanya senyawa gingerol dan brazilin yang dapat meningkatkan sensitivitas insulin terhadap glukosa sehingga penggunaan insulin lebih efektif, dengan demikian dapat menekan terjadinya
kerusakan sel β. Menurut Hayden et al. (2007), keadaan hiperglikemia akan menyebabkan permintaan insulin meningkat untuk menurunkan kadar glukosa darah, akibatnya sel β mengalami kelelahan dan menginisiasi proses degeneratif. Produksi insulin yang terus meningkat karena hiperglikemia kronis menyebabkan stres oksidatif dan berakibat pada disfungsi sel β yang diikuti dengan reduksi massa sel β (Marchetti et al. 2007).
Gambar 31 Proporsi jumlah area berwarna coklat pada setiap perlakuan (n = 3, lapang pandang = 10).
Tabel 9 Luas area berwarna coklat pada setiap sediaan histopat
Kelompok Rata-rata total area berwarna
coklat (μm2)
Diabetes 7.506 + 8.64b
Diabetes + Formula Minuman 54.302 + 66.82ab
Diabetes + Formula Minuman Tanpa Jahe 65.060 + 77.26ab
Diabetes + Insulin 89.248 + 61.31ab
Normal + Minuman 187.602 + 46.56a
Normal 180.897 + 143.63a
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf sama pada satu kolom menunjukkan tidak beda nyata pada taraf 5 %. 0 5 10 15 20 25 30 35 Jumlah area berwarna coklat pada berbagai intensitas warna 4 (kuat) 3 (agak kuat) 2 (sedang) 1 (rendah) 0 (tidak berwarna)
dapat menekan kerusakan sel β dengan cara meningkatkan sensitivitas insulin terhadap glukosa, bukan dengan cara meningkatkan sekresi insulin yang akan menyebabkan kerusakan sel β lebih parah. Kandungan senyawa fenolik dalam minuman juga dapat membantu menghambat kerusakan sel β akibat stres oksidatif akibat akumulasi senyawa radikal yang dihasilkan dari induksi STZ. Senyawa fenolik memiliki kemampuan aktivitas antioksidan dengan mendonorkan gugus hidroksilnya pada senyawa radikal sehingga membentuk senyawa fenoksi yang relatif lebih stabil.