• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Antihiperglikemik Minuman Effervescent Nanoenkapsulasi Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing (Othosiphon Aristatus B1. Miq) Pada Tikus Diabetes Yang Diinduksi Streptozotocin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aktivitas Antihiperglikemik Minuman Effervescent Nanoenkapsulasi Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing (Othosiphon Aristatus B1. Miq) Pada Tikus Diabetes Yang Diinduksi Streptozotocin"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIK MINUMAN EFFERVESCENT NANOENKAPSULASI BERBASIS EKSTRAK DAUN KUMIS KUCING

(Orthosiphon aristatus B1. Miq) PADA TIKUS DIABETES YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN

MONITA REKASIH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aktivitas Antihiperglikemik Minuman Effervescent Nanoenkapsulasi Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing (Othosiphon aristatus B1. Miq) pada Tikus Diabetes yang Diinduksi Streptozotocin adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2016

Monita Rekasih

(4)

RINGKASAN

MONITA REKASIH. Aktivitas Antihiperglikemik Minuman Effervescent

Nanoenkapsulasi Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing (Othosiphon aristatus B1. Miq) pada Tikus Diabetes yang Diinduksi Streptozotocin. Dibimbing oleh C. HANNY WIJAYA, TJAHJA MUHANDRI dan MEGA SAFITHRI.

Formula minuman fungsional berbasis daun kumis kucing kaya akan polifenol dan flavonoid yang telah diteliti memiliki aktivitas antioksidan dan antihiperglikemik. Teknologi nanoenkapsulasi telah dipercaya dapat melindungi komponen bioaktif, serta dapat meningkatkan bioavailabilitas. Penelitian bertujuan untuk menginvestigasi kemampuan nanoenkapsulasi dalam meningkatkan bioavailabilitas minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing dan dibandingkan dengan minuman ready to drink maupun mikroenkapsulasi.

Pembuatan serbuk nanoenkapsulasi berbasis daun kumis kucing dilakukan dengan metode gelasi ionik dan dikarakterisasi menggunakan PSA, SEM, serta analisis total fenol. Serbuk nanoenkapsulasi dan mikroenkapsulasi dibuat menjadi

effervescent. Uji aktivitas antihiperglikemik dilakukan pada tikus jantan galur

Sprague Dawley yang diinduksi streptozotocin. Tikus yang telah diabetes, diberi minuman berbasis kumis kucing ready to drink dosis 3.64 mL/200 g bobot badan, minuman mikroenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g bobot badan, minuman nanoenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g bobot badan, dan dosis 7.28 mL/200 g bobot badan selama 14 hari. Paramater yang digunakan dalam pengujian berupa perubahan bobot badan dan jumlah ransum tikus yang dilakukan pada hari -7, 0, 7, dan 14, kadar glukosa darah pada hari ke- 0, 2, 9 dan 16, serta viabilitas pulau Langerhans dan sel beta melalui pewarnaan hematoksilin eosin dan imunohistokimia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa minuman nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing merupakan partikel dengan diameter rata-rata 537.8 nm, berbentuk bulat dan bersifat monodispersi. Seluruh jenis minuman memiliki kemampuan antihiperglikemik, minuman nanoenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g bobot badan memberikan kemampuan paling baik dalam menekan penurunan jumlah ransum dan bobot badan, menurunkan kadar glukosa darah sebesar 18.15 %, dan perlindungan serta regenerasi sel beta dan pulau Langerhans pankreas dengan viabilitas masing-masing sebesar 49.09 % dan 32.50 %. Temuan ini mendukung minuman nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing sebagai pangan baru yang dapat mengendalikan kadar glukosa darah.

(5)

SUMMARY

MONITA REKASIH. Antihyperglycemic Activity of Nanoencapsulated Java Tea (Othosiphon aristatus B1. Miq)-Based Effervescent Functional Drinks in Streptozotocin-Induced Diabetic Rats. Supervised by C. HANNY WIJAYA, TJAHJA MUHANDRI and MEGA SAFITHRI.

The formula of Java Tea-based functional drink, which is rich in polyphenolic and flavonoid compounds has been reported for their antioxidant and antihyperglycemic activities. Nanoencapsulation technology may offer protection toward these bioactive compounds and also enhance the bioavailability. The aim of this study was to investigate the possibility of nanoencapsulation improving the bioavailability of the Java Tea-based functional drink, compared to the ready to drink and microencapsulated beverages.

Nanoencapsulated Java Tea-based functional drink was made by ionic gelation method and characterized with PSA, SEM, and total phenol analysis. Microencapsulated and nanoencapsulation powders made into effervescent. Antihyperglycemic activity was performed on male Sprague Dawley rats which were induced by streptozotocin. After confirmation of their diabetes status, animals were treated with ready-to-drink at dose 3.64 mL/200 g body weight, microencapsulated at dose 3.64 mL/200 g body weight, nanoencapsulated Java Tea-based functional drink at dose 3.64 mL/200 g body weight, and 7.28 mL/200 g body weight for 14 days. Parameters which were used in this study including feed intake and body weight of rats on day -7, 0, 7 and 14, blood glucose levels on day 0, 2, 9 and 16, and the viability of the islets of Langerhans and β cells with staining haematoxilyn eosin and immunohistochemistry.

The result showed that the average particle size of nanoencapsulated Java Tea-based functional drink was found at 537.8 nm with 0.495 poly dispersity index (PDI), and spherical in shape. All of the beverage have the ability of antihyperglycemic, while nanoencapsulated beverage at a dose of 3.64 mL/200 g body weight showed the most excellent ability in suppressing the reduction of feed intake and body weight, decreasing blood glucose level (18.15 %), and better to protecting the viability of Langerhans (49.09 %) and β cell (32.50 %). Finding of this study might lend support to the development of nanoencapsulated Java Tea-based functional drink as novel functional food for controlling the blood glucose level.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB. Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan. penelitian. penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Pangan

AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIK MINUMAN

EFFERVESCENT NANOENKAPSULASI BERBASIS EKSTRAK DAUN KUMIS KUCING

(Orthosiphon aristatus B1. Miq) PADA TIKUS DIABETES YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2015 ini Aktivitas Antihiperglikemik Minuman Effervescent Nanoenkapsulasi Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BI. Miq) pada Tikus Diabetes yang Diinduksi dengan Streptozotocin. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir C. Hanny Wijaya, MAgr, Bapak Dr Tjahja Muhandri, STP, MT dan Ibu Dr Mega Safithri, SSi, MSi selaku pembimbing yang telah memberi banyak kesempatan belajar, selalu memotivasi dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran. Terima kasih kepada Ibu Dr Didah Nur Faridah, STP, MSi selaku dosen penguji luar komisi dan Ibu Dr Ir Endang Prangdimurti, MSi selaku perwakilan Program Studi Ilmu Pangan, atas saran yang telah diberikan.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ibu Prof Dr Ir Latifah K. Darusman, MS, PhD, Ibu Susi Indariani, STP, MSi, beserta seluruh staf Pusat Studi Biofarmaka, drh. Okta, drh. Innes, beserta staff UKHP Pusat studi Biofarmaka. Ibu Yuliyani, STP dan Bapak Idris, SSi, Laboratorium Nanoteknologi Balai Besar Pasca Panen Bogor, seluruh staf Bagian Diagnotik Balai Veteriner Bogor, serta seluruh staf Laboratorium Patologi Pusat Studi Satwa Primata. Terima kasih kepada Lembaga Pengelola Dana Pendidikan yang melalui program RISPRO dan Direktur Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Ditjen Dikti, Depdiknas melalui program Hibah Kompetensi yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian tesis.

Rasa syukur dan terimakasih penulis sampaikan untuk kedua orang tua, Bapak Alm Kaswira dan Ibu Almh Rasini, yang telah memberi motivasi tersendiri bagi penulis. Ungkapan terima kasih yang tak ternilai penulis sampaikan kepada suami, Selamat Riadi, ST, dan putra tercinta, Muhammad Jabbar Adhyastha atas kesabaran, keikhlasan, motivasi, dan kasih sayang tulus. Mamah, Papah, Ami Septiani, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga pencapaian ini memberi semangat dan pembelajaran untuk adik tercinta Putri Puspita Koswara dan Alfasah Koswara. Terimakasih yang dalam penulis sampaikan kepada Bapak Drs WH. Rahmanto, MSi, Ibu Drs Enny Facriyah, MSi, Bapak Dr M. Asy’ari, SSi, MSi, dan Bapak Ngadiwiyana, SSi, MSi yang telah memberikan banyak motivasi, dukungan dan kesempatan hingga penulis sampai pada tahap ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada tim peneliti kumis kucing, Dewi, Mumut dan Ika. Seluruh rekan-rekan IPN (Diana P Novira, Sri Mulyani, Ruki Fainake, Tuti Rostianti, Atika, Maryam Jameela, Icha, Dita, Irfan, Gulit, Firat dkk), Khoirul Bariyah, Yunita, Edo, Putra, Irena, CHWers dan rekan-rekan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan bantuan, perhatian, kerja sama, semangat dan saran kepada penulis selama kuliah dan penelitian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI v

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Pangan Fungsional 2

Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing 3

Nanoenkapsulasi 4

Polisakarida C sebagai Bahan Enkapsulan 5

Bioavailabilitas Partikel Nano 6

Diabetes Mellitus 6

Radikal Bebas 8

Diabetonik 8

Imunohistokimia 10

METODE 11

Waktu dan Tempat 11

Alat dan Bahan 11

Prosedur Penelitian 11

Prosedur Analisis 16

Analisis Data 19

HASIL DAN PEMBAHASAN 19

Warna, Ukuran dan Morfologi Partikel Minuman Nanoenkapsulasi 19

Kandungan Total Fenol 21

Aktivitas Antihiperglikemik 23

Konsumsi ransum dan bobot badan tikus putih 23

Profil kadar glukosa darah tikus putih 26

Profil pankreas, viabilitas sel β dan pulau Langerhans 29

SIMPULAN DAN SARAN 33

Simpulan 33

Saran 33

DAFTAR PUSTAKA 33

LAMPIRAN 40

(12)

DAFTAR GAMBAR

1. Interaksi elektrostatik antara ion amonium pada rantai polisakarida C

dan kelompok fosfat dari molekul TPP 5

2. Struktur aloksan 9

3. Mekanisme pembentukan ROS di dalam sel β pankreas tikus yang

diinduksi dengan aloksan 9

4. Struktur kimia streptozotocin 10

5. Tahap penelitian secara keseluruhan 12

6. Rancangan penelitian terhadap hewan percobaan 15

7. Warna serbuk dan minuman 20

8. Diameter rata-rata dan indeks polidispersitas indeks minuman

nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing 20 9. Penampakan morfologi minuman nanoenkapsulasi berbasis ekstrak

daun kumis kucing pada pembesaran 5000 X 21

10. Total fenol dari 3 jenis fungsional berbasis ekstrak daun kumis

kucing 22

11. Pengaruh berbagai jenis minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing terhadap konsumsi ransum tikus (sebelum dan selama

perlakuan) 23

12. Pengaruh berbagai jenis minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing terhadap bobot badan tikus (sebelum dan selama

perlakuan) Error! Bookmark not defined.25

13. Pengaruh berbagai jenis minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing terhadap kadar glukosa darah tikus (sebelum dan

selama perlakuan) 27

14. Morfologi pankreas dengan pewarnaan H & E, skala 50 μm 30 15. Sel β di pulau Langerhans dengan pewarnaan imunohistokimia anti

insulin antibodi, skala = 50 μm 31

16. Pengaruh berbagai jenis minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing pada viabilitas sel β

17. Pengaruh berbagai jenis minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing pada viabilitas pulau Langerhans

DAFTAR TABEL

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pembuatan ekstrak daun kumis kucing

2. Pembuatan ekstrak kayu secang 41

3. Pembuatan ekstrak jahe 42

4. Pembuatan ekstrak temulawak 5. Pembuatan ekstrak jeruk

6. Pembuatan larutan stok pengental

7. Pembuatan minuman kumis kucing ready to drink

8. Pembuatan serbuk mikroenkapsulasi 46

9. Pembuatan serbuk nanoenkapsulasi 46

10.Pembuatan formula effervescent untuk 100 mL minuman 47 11.Total fenol

12.Uji statistik pengaruh minuman terhadap konsumsi ransum 13.Uji statistik pengaruh minuman terhadap bobot badan

14.Uji statistik pengaruh minuman terhadap kadar glukosa darah 56 15.Pengaruh minuman terhadap viabilitas pulau Langerhans

16.Pengaruh minuman terhadap viabilitas sel beta

17.Ethical clearence 63

18.Hasil karakterisasi minuman nanoenkapsulasi dengan alat particle

(14)
(15)

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan enak dan memiliki efek bagi kesehatan menjadi tuntutan tersendiri bagi industri pangan. Produk pangan yang berkhasiat bagi tubuh memiliki flavor

yang cenderung kurang diterima oleh konsumen. Peningkatan kualitas sensori pangan menyehatkan (pangan fungsional) memerlukan flavor yang tidak hanya memberi fungsi murni sebagai atribut citarasa, tetapi juga memberikan kemampuan fungsional aktif atau yang dikenal dengan flavor fungsional (Wijaya dan Silamba 2010). Produk pangan yang dikembangkan dalam flavor fungsional umumnya berasal dari hayati. Hal ini menjadi peluang bagi Indonesia yang merupakan negara dengan kekayaan hayati terbesar kedua setelah hutan hujan Amazon (Elfahmi et al. 2014)

Tanaman berupa rempah dan herbal terbukti mengandung banyak komponen aktif sebagai hasil dari metabolisme tumbuhan yang memiliki aktivitas antihiperglikemik (Safithri et al. 2016). Kumis kucing merupakan tanaman yang sering digunakan masyarakat sebagai obat diabetes. Mohamed et al (2013) menyatakan bahwa daun kumis kucing mengandung flavonoid berupa sinensetin yang bertanggung jawab terhadap efek antihiperglikemik. Hossain dan Rahman (2011) menunjukkan bahwa daun kumis mengandung enam jenis flavonoid yang berperan dalam menangkal radikal bebas. Kumis kucing juga mengandung asam polifenol berupa asam romarinat dan asam kafeinat yang juga berperan dalam aktivitas antioksidan (Muhammad et al. 2011). Wijaya et al (2007) memanfaatkan kumis kucing sebagai minuman fungsional dengan ditambahkan beberapa ekstrak rempah dan herbal seperti kayu secang, jahe gajah, temulawak, jeruk nipis, jeruk lemon dan jeruk purut. Ekstrak rempah dan herbal yang ditambahkan ke dalam minuman kumis kucing kaya akan komponen bioaktif, sehingga mampu meningkatkan aktivitas antioksidan minuman (Wijaya et al. 2011; Indariani et al.

2014).

Minuman kumis kucing berupa ready to drink memiliki keterbatasan dalam distribusi. Untuk mengatasi hal tersebut, Wijaya et al (2013) mengembangkan minuman kumis kucing dalam bentuk serbuk dengan memanfaatkan teknologi nanoenkapsulasi yang juga dapat melindungi komponen bioaktif dari lingkungan yang merugikan (Ezhilarasi et al. 2013; Putheti 2015; Mohan et al. 2016). Nanoenkapsulasi telah dibuktikan mampu meningkatkan bioavailabilitas komponen aktif (Rao dan Khanum 2015; Venkatesh et al. 2015; Jang et al. 2013), namun belum ada penelitian tentang bioavailabilitas minuman nanoenkapsulasi berbasis daun kumis kucing dengan membandingkan aktivitas antihiperglikemik minuman berbasis kumis kucing berbentuk ready to drink dan mikroenkapsulasi dengan minuman hasil nanoenkapsulasi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan bioavailabilitas minuman nanoenkapsulasi effervescent melalui aktivitas antihiperglikemik dan membandingkannya dengan bentuk minuman ready to drink

dan mikroenkapsulasi effervescent. Pemberian minuman nanoenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g bobot badan dan dosis at 7.28 mL/200 g bobot badan juga dilakukan pada penelitian ini. Formula minuman nanoenkapsulasi, mikroenkapsulasi dan

(16)

2

memiliki aktivitas antihiperglikemik lebih tinggi dibandingkan minuman ready to drink. Keberadaan enkapsulan menjadikan senyawa aktif terlindungi dari degradasi dan kecilnya ukuran membuat kontak lebih luas, sehingga minuman nanoenkapsulasi memiliki bioavailabilitas yang lebih tinggi.

Perumusan Masalah

Inovasi minuman fungsional berbasis kumis kucing telah dilakukan dengan cara nanoenkapsulasi menggunakan polisakarida C sebagai bahan penyalut. Minuman yang dihasilkan memiliki kualitas fisikokimia yang lebih meningkat dibandingkan dengan minuman ready to drink dan mikroenkapsulasi. Profil terhadap bioavailabilitas belum dilaporkan, sehingga perlu mendapat perhatian dan kajian ilmiah untuk diteliti lebih lanjut, terutama mengenai aktivitas antihiperglikemik minuman nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing sebagai pengontrol glukosa darah, pelindung pulau Langerhans dan sel β jaringan pankreas pada tikus diabet.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kemampuan antihiperglikemik minuman nanoenkapsulasi dibandingkan dengan minuman ready to drink dan mikroenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing secara in vivo pada tikus diabetes yang diinduksi dengan streptozotocin.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini yaitu sebagai informasi ilmiah bahwa nanoenkapsulasi dapat meningkatkan bioavailabilitas minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing, menjadikan minuman nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing sebagai agen antihiperglikemik dan membantu penderita diabetes mengendalikan glukosa darahnya. Penelitian ini juga memberi nilai tambah tanaman obat melalui pengembangan minuman fungsional.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah bidang ilmu teknologi pangan, khususnya kimia pangan, rekayasa proses pangan dan biokimia pangan dalam memperbaiki sifat fisiologis aktif produk minuman fungsional.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Pangan Fungsional

(17)

3 produk pangan yang berkhasiat bagi tubuh adalah cita rasa produk yang cenderung kurang diterima oleh konsumen. Flavor fungsional diciptakan untuk memenuhi tantangan baru tersebut. Keunggulan flavor fungsional, tidak hanya memberi cita rasa pada produk, tetapi juga memiliki kemampuan fisiologis aktif (Wijaya dan Silamba 2010) sehingga mampu membantu fungsi tubuh. Flavor fungsional ditambahkan ke dalam pangan fungsional dapat memperbaiki kualitas sensori dan fungsi fisiologis pangan.

Peran dari pangan fungsional bagi tubuh bertumpu pada komponen gizi dan non-gizi yang terkandung di dalamnya yang merupakan komponen bioaktif. Tanaman obat berupa rempah dan herbal terbukti mengandung banyak komponen aktif sebagai hasil dari metabolisme tumbuhan yang mampu menjaga dan meningkatkan kondisi kesehatan tubuh (Ho 2015). Beberapa fungsi fisiologikal pangan meliputi fungsi yang mampu meningkatkan daya tahan tubuh, mencegah timbulnya penyakit seperti hipertensi dan diabetes, membantu pemulihan kesehatan, mengatur kondisi ritme fisik tubuh, dan menghambat proses penuaan (Siro et al. 2008).

Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing

Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing dengan formula optimal telah dilakukan oleh Wijaya et al (2007). Minuman fungsional ini mengkombinasikan beberapa ekstrak alami yang berperan dalam kesehatan tubuh, seperti ekstrak daun kumis kucing, jahe, kayu secang, lemon, jeruk nipis, jeruk purut dan temulawak. Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing berdasarkan formula yang digunakan merupakan minuman fungsional yang berpotensi memiliki aktivitas antioksidan dan antihiperglikemik yang baik. Indariani et al (2014) menyatakan bahwa minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing memiliki aktivitas antioksidan sekitar 726.82 ppm AEAC dan memiliki potensi meningkatkan penyerapan glukosa oleh sel diafragma sekitar 54.81%.

Kandungan senyawa fitokimia dalam ekstrak penyusun minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing berupa alkaloid, flavonoid, tannin, saponin, triterpenoid, hidroquinon dan steroid (Indariani et al. 2014). Kemampuan antihiperglikemik pada minuman berbasis kumis kucing ditimbulkan oleh komponen aktif yang dimiliki oleh beberapa ekstrak formula minuman. Mohamed

(18)

4

glukosa pada otot hewan diabetes yang diberi asupan brazilin (Moon et al. 1990). Senyawa golongan flavonoid pada jeruk berupa naringin dan hesperidin dipercaya dapat memperbaiki kondisi hiperglikemia pada hewan diabetes tipe-2 dengan mengatur sebagian metabolisme asam lemak dan kolesterol serta mempengaruhi ekspresi gen untuk enzim-enzim metabolisme glukosa (Jung et al. 2006).

Aplikasi teknologi nanoenkapsulasi menjadikan minuman berbasis ekstrak daun kumis kucing memiliki diameter ukuran partikel (223.4 nm) lebih kecil dibandingkan minuman ready to drink dan bersifat lebih homogen. Uji in vitro menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan secara in vitro minuman ready to drink

(221.368 ppm AEAC) lebih tinggi dibandingkan dengan minuman nanoenkapsulasi (105.136 ppm AEAC). Hasil perhitungan secara kuantitatif aktivitas inhibisi α -glukosidase pada minuman original (25.90%) juga lebih tinggi dari minuman nanoenkapsulasi (21.75%) (Wijaya et al. 2013).

Nanoenkapsulasi

Definisi nanoteknologi secara istilah adalah teknologi yang menghasilkan benda-benda dengan ukuran 1-100 nm atau < 100 nm (Zhi et al. 2013; Putheti 2015). Fakta di lapangan menunjukkan bahwa produk nanoenkapsulasi pangan umumnya terbuat dari bahan-bahan polimer yang sangat sulit dilakukan pengecilan ukuran hingga kurang dari 100 nm, sehingga FDA dan ilmuwan pangan dari CSIRO (Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation) Australia memberikan kekhususan definisi nanopartikel pada pangan dengan ukuran kurang dari 1000 nm yang menunjukkan karakteristik fisikokimia yang berbeda dengan partikel yang berukuran lebih besar atau berskala mikron (USFDA 2006; FOEA 2008 dalam Wijaya et al. 2013; Rao dan Khanum 2015).

Nanoteknologi yang banyak diterapkan dalam bidang pangan berupa nanoenkapsulasi. Nanoenkapsulasi adalah penggabungan bahan dalam vesikel kecil atau bahan berdinding dengan ukuran nano (atau submikron) (Surassmo et al. 2010). Teknologi nanoenkapsulasi dibuat untuk tujuan meningkatkan bahan pangan fungsional (neuraceuticals) dengan cara meningkatkan kelarutan, stabilitas termal, bioavailabilitas, atribut sensori dan efek psikologis (Putheti 2015). Nanomaterial ini menawarkan beberapa keunggulan seperti, pengiriman transport untuk bahan yang larut lipid, perlindungan dari degradasi selama pemrosesan atau GIT, mengendalikan lokasi pelepasan spesifik, kompatibel dengan konstituen makanan lain, waktu tinggal yang lebih lama dan penyerapan lebih besar (Chen et al. 2006a. 2006b; Weiss et al. 2006). Perlindungan senyawa bioaktif, seperti vitamin, antioksidan, protein, dan lipid serta karbohidrat dapat dicapai dengan menggunakan teknik ini untuk produksi makanan fungsional dengan peningkatan fungsi dan stabilitas. Nanoenkapsulasi dapat membuat penghematan yang signifikan untuk formulasi, karena dapat mengurangi jumlah bahan aktif yang dibutuhkan (Huang et al. 2009).

Pembuatan nanoenkapsulasi dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya: metode koaservasi, spray drying, electrospinning dan electrospray,

supercritical fluid. emulsion-difussion method, reserve micellar emulsion-droplet coalescence, salting out, ultrasonikasi dan high pressure homogenization. Metode

(19)

5 cukup diproses dengan penyedot dari alat pengering semprot dan akan menghasilkan serbuk nanoenkapsulasi sebagai produk. Keuntungan pembuatan serbuk nanoenkapsulasi dengan metode pengering semprot diantaranya adalah biayanya relatif murah dan bersifat fleksibel (dapat digunakan untuk enkapsulasi bahan yang berbeda-beda serta suhu yang digunakan dapat diatur sesuai kebutuhan (Fathi et al. 2014).

Polisakarida C sebagai Bahan Enkapsulan

Bahan pembawa enkapsulasi harus foodgrade, biodegradabel, dan stabil dalam sistem pangan selama pengolahan, penyimpanan, dan konsumsi. Bahan pembawa skala nano yang paling cocok untuk aplikasi makanan berupa karbohidrat, proteinuria atau berbasis lipid. Sistem pengiriman berbasis polisakarida yang paling cocok untuk banyak aplikasi industri, karena bersifat biokompatibel, biodegradabel, dan memiliki potensi tinggi untuk dimodifikasi agar sifat yang diperlukan tercapai. Pengiriman berbasis karbohidrat dapat digunakan pada proses bersuhu tinggi, karena lebih stabil dibandingkan dengan lipid atau protein yang mungkin meleleh atau terdenaturasi. Sistem pengiriman berbasis karbohidrat dapat berinteraksi dengan berbagai senyawa bioaktif. Gugus fungsional pada karbohidrat membuat karbohidrat serbaguna untuk mengikat dan menjebak komponen hidrofilik dan hidrofobik bahan makanan (Fathi et al. 2014).

Polisakarida C merupakan polisakarida ionik, tidak beracun, biokompatibel, biodegradabel dengan permeasi tinggi, sehingga diterima sebagai penyusun sistem nanoenkapsulasi (Nallamuthu et al. 2015). Gugus amino sepanjang rantai polisakarida C dapat menangkap asam, ion cross linking, sehingga memudahkan modifikasi kimia mejadi partikel pembawa (Yoksan et al. 2010).

Gambar 1 Interaksi elektrostatik antara ion amonium pada rantai polisakarida C dan kelompok fosfat dari molekul TPP (a). deprotonasi polisakarida C di tris penyangga (pH~8) (b) (Yoksan et al. 2010) .

(20)

6

yang akan di enkapsulasi dan mencegah aglomerasi. Surfaktan yang banyak dipakai adalah surfaktan nonionik Tween 80. Selanjutnya penambahan formula minuman dengan senyawa bioaktif yang mengalami reduksi ukuran dapat terjerap masuk ke dalam nanopolisakarida C berpori tersebut. Proses keseluruhan tersebut dapat membentuk nanoenkapsulasi minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing.

Bioavailabilitas Partikel Nano

Bioavailabilitas didefinisikan sebagai pengukuran tingkat komponen aktif yang mencapai sistem dan lokasi target, dan merupakan salah satu penentu sifat farmakokinetik dari fitokimia. Komponen bioaktif memiliki manfaat untuk kesehatan tubuh, seperti polifenol dan karotenoid digunakan untuk menurunkan tekanan darah, mengurangi faktor risiko kanker, mengatur sistem saluran pencernaan, memperkuat sistem kekebalan tubuh, mengatur pertumbuhan, mengatur konsentrasi gula dalam darah, menurunkan kadar kolesterol, dan sebagai agen antioksidan. Meskipun penggunaan polifenol dalam kapsul dan tablet berlimpah, efek biologis sering berkurang atau bahkan hilang karena penyerapan yang tidak sempurna dan hilang pada metabolisme awal (Huang et al. 2011).

Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa sistem pengiriman obat, seperti nanopartikel padat lipid, kompleks fosfolipid dan siklodekstrin, dan nanopartikel polimer, bertujuan untuk meningkatkan bioavailabilitas (Zanotto-Filho et al. 2013). Pengaruh nanoenkapsulasi terhadap aktivitas antioksidan secara in vitro

menunjukkan bahwa laju pelepasan senyawa aktif terhadap radikal bebas menjadi lebih lambat. Nanoenkapsulasi sangat potensial dalam sistem pengiriman nutrisi (Gupta et al. 2012). Enkapsulasi juga dapat meningkatkan aktivitas biologis ekstrak yang mengandung karotenoid (Pereira et al. 2015). Nanochemoprevention menjadi sangat berguna untuk meningkatkan kinerja polifenol dalam tubuh manusia, memungkinkan polifenol untuk mencapai situs target yang lebih mudah (Santos et al. 2012).

Suspensi nelfinavir dan nelfinavir loaded PLGA-NP yang diberikan secara oral pada kelinci jantan Selandia Baru, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bioavailabilitas yang signifikan. Nilai AUC0-24 untuk nelfinavir loaded PLGA-NP ditemukan lebih tinggi (0.374±0.069 HLG / mL) dibandingkan dengan obat murni dalam suspensi (0.076±0.043 HLG / mL). PLGA-NP sangat meningkatkan bioavailabilitas nelfinavir, karena sistem pengiriman obat berbasis nano. Partikel ukuran nano mudah diserap ke dalam lipatan dinding usus, dan luas permukaan partikel yang besar sangat membantu obat cepat larut (Venkatesh et al. 2015).

Diabetes Mellitus

(21)

7 Indeks diagnostik awal dan umum DM adalah hiperglikemia dan glukosuria, Metabolisme karbohidrat yang tidak biasa di DM, dan penyesuaian mendalam terkait jalur glikolitik menimbulkan aktivasi alternatif jalur poliol metabolik dengan akumulasi intraseluler resultan dari sorbitol dan auto-oksidasi glukosa. Peristiwa metabolisme distortif telah terlibat dalam etiologi neuropati diabetes perifer, retinopati, dan katarak. Diabetes mempengaruhi sistem saraf pusat dan menghasilkan gangguan seperti perubahan neurobehavioral, disfungsi otonom, fungsi neuroendokrin diubah dan perubahan neurotransmitter sehingga mengarah ke kerusakan organ (Shangumam et al. 2011).

Pada diabetes mellitus tipe 1, disfungsi kognisi (ditandai dengan penurunan memori dan perhatian) dalam subjek yang telah dipelajari. Selain itu, ada juga penurunan efisiensi psikomotorin, penurunan kecerdasan umum dan kecepatan motorik. Pada diabetes tipe 2, gangguan kognitif termasuk penurunan fungsi eksekutif, memori kerja, dan kefasihan lisan. Pasien tersebut juga menunjukkan peningkatan kejadian penyakit Alzheimer dan demensia vaskular, serta peningkatan kejadian depresi, efek kognisi yang negatif (Akinola et al. 2011).

Diabetes mellitus dikaitkan dengan meningkatnya pembentukan radikal bebas dan stress oksidatif. Keberadaan stres oksidatif yang dihasilkan dari peningkatan radikal bebas berkaitan dengan diabetes. Penelitian secara in vitro, dan pada hewan serta manusia, menunjukkan bahwa peran stres oksidatif, melalui peningkatan pembentukan radikal bebas dalam patofisiologi berimplikasi pada diabetes, seperti neurologis, kardiovaskuler, retina dan ginjal. Tingginya stress oksidatif dikarenakan hiperglikemia kronis, yang menyerang aktivitas enzim antioksidan dan dengan demikian memunculkan radikal bebas. Sistem syaraf pusat sangat rentan terhadap stres oksidatif. Sebagian besar spesies oksigen reaktif (ROS) tergantung pada gangguan saraf pusat telah diteliti dan benar disebabkan oleh keberadaan radikal bebas (Shangumam et al. 2011).

DM merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol. Untuk mengendalikan penyakit DM, Perkumpulan Endokrionologi Indonesia (Perkeni) menetapkan empat pilar utama dalam penatalaksanaan DM. yang meliputi perencanaan diet, latihan jasmani, penyuluhan atau pendidikan kesehatan, dan pemberian obat hipoglikemia oral atau pemberian insulin. Pada penderita DM tipe II, obat hanya perlu diberikan, bila setelah melakukan diet dan latihan jasmani secara maksimal tetapi tidak berhasil mengendalikan kadar glukosa darah.

Menurut Rayfield dan Valentine (2006), obat hipoglikemik secara oral mempunyai beberapa cara kerja dalam menurunkan kadar glukosa darah. Mekanisme kerja obat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu:

a. Menurunkan penyerapan glukosa dalam usus b. Meningkatkan penyerapan glukosa pada sel c. Menurunkan produksi glukosa oleh hati d. Meningkatkan sekresi insulin

(22)

8

Penggunaan insulin yang tidak tepat jumlahnya juga dapat menyebabkan terlalu rendahnya kadar gula dalam tubuh (hipoglikemik).

Radikal Bebas

Radikal bebas adalah suatu molekul yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya sehingga sangat reaktif dan memicu terjadinya serangkaian reaksi radikal bebas. Radikal bebas dapat berupa ROS dan RNS. Spesies oksigen reaktif (ROS) merupakan metabolit molekul oksigen (O2), seperti kimia dari singlet oksigen (1O2), superoksida (O2.-). Radikal peroksil (ROO.), dan asam hipoklorit (HOCl) (Buettner 2015). Spesies nitrogen reaktif (RNS) merupakan metabolit molekul nitrogen, berupa nitrit oksida (NO.), nitrogen dioksida (NO2.) dan nitrat radikal (NO3.) (Valko et al. 2007).

Radikal bebas dihasilkan secara endogen maupun eksogen. Secara endogen radikal bebas dihasilkan melalui reaksi biokimia normal di dalam tubuh. Berbagai sumber radikal bebas yang terlibat dan dapat diklasifikasikan sebagai mitokondria, terutama dari Kompleks I dan III, dan extramitokondrial, seperti sitokrom P450, xantin oksidase, oksida nitrat sintase, dan NADPH oksidase. Neutrofil dan sel Kupffer adalah produsen utama radikal bebas dalam hati, sedangkan situs utama dari rilis ROS di hepatosit adalah sistem sitokrom P450 dan mitokondria (Valko et al. 2007).

Target terpenting ROS adalah komponen sel, terutama lipid, protein, dan juga sel DNA. Pada konsentrasi tinggi, radikal bebas berbahaya bagi beberapa konstituen seluler. Pada konsentrasi rendah atau sedang, mereka dapat bertindak sebagai mediator regulasi dalam proses signaling (Valko et al. 2007).

Diabetonik

Hewan model untuk percobaan diabetes diantaranya berupa mencit Wistar (Samadder et al. 2012; Indariani et al. 2014) dan tikus Sprague Dawley (Safithri et al. 2012; Shanmugam et al. 2011). Kondisi diabetes pada tikus diperoleh dengan cara menggunakan bahan kimia diabetonik seperti aloksan dan streptozotocin dengan dosis yang dapat menyebabkan kerusakan selektif terhadap sel-sel β pankreas (Lenzen 2007). Sifat diabetonik aloksan maupun streptozotocin dimediasi oleh senyawa oksigen reaktif yang terbentuk melalui cara yang berbeda.

Aloksan

(23)

9

Gambar 2 Struktur aloksan (Lenzen 2007)

Mekanisme kerja aloksan menghasilkan kerusakan pada sel-sel β pankreas terutama menyerang senyawa-senyawa seluler yang mengandung gugus sulfidril, asam-asam amino sistein dan protein yang berikatan dengan dua gugus SH (termasuk enzim yang mengandung gugus SH). Aloksan bereaksi dengan dua gugus SH yang berikatan pada bagian sisi dari protein atau asam amino membentuk ikatan disulfida sehingga menginaktifkan protein yang berakibat pada gangguan fungsi protein tersebut (Lenzen 2007).

Gambar 3 Mekanisme pembentukan ROS di dalam sel β pankreas tikus yang diinduksi dengan aloksan. Gka (glukokinase aktif); Gki (gluokinase inaktif); HA- (radikal aloksan); SH: gugus sulfidril; S-S: disulfida (Lenzen 2007)

Mekanisme kerja aloksan lainnya adalah menginduksi pembentukan radikal bebas karena bersifat polar sehingga dapat memberikan satu elektronnya kepada oksigen. Asam dialurat dibentuk sebagai hasil reduksi aloksan dengan menghasilkan metabolit intermediet radikal aloksan (HA*) melalui reaksi redoks. Asam dialurat kemudian dioksidasi kembali membentuk aloksan sehingga menghasilkan radikal ion superoksida (O2*). Anion superoksida dapat mengalami reaksi dismutasi oleh enzim SOD menjadi hidrogen peroksida. Radikal bebas tersebut dapat menyerang komponen penyusun sel sehingga menyebabkan kerusakan sel. Aloksan sering digunakan untuk membuat keadaan diabetes pada hewan percobaan secara eksperimental dengan dosis yang dapat menyebabkan kerusakan selektif pada sel-sel β pankreas sehingga menghasilkan hiperglikemia permanen yang merupakan salah satu etiologi dari IDDM (diabetes tipe 1).

Streptozotocin

(24)

10

bahwa penyebab kematian sel-sel β pankreas hasil induksi STZ adalah proses alkilasi DNA. Kerusakan DNA pada sel-sel β pankreas juga akibat aktivitas senyawa oksigen reaktif yang dihasilkan dari nitrogen oksida (NO) bersumber dari STZ. NO akan meningkatkan aktivitas xantin oksidase dan menurunkan konsumsi oksigen yang berdampak pada gangguan produksi ATP mengakibatkan kerusakan DNA di dalam mitokondria (Lenzen 2007).

Pemberian STZ pada tikus dewasa dengan dosis rendah secara berulang (40 mg/kg selama 5 hari) dapat menginduksi diabetes tergantung insulin yang sangat mirip dengan bentuk autoimun (inflamasi pulau Langerhans dan kematian sel β) pada diabetes tipe 1 (Fr’’ode dan Medeiros 2008). Pemberian STZ dengan dosis tungal antara 60 dan 100 mg/kg juga dapat menginduksi diabetes tergantung insulin tetapi tidak memiliki profil autoimun (Yu et al. 2000 dalam Fr’’ode dan Medeiros 2008). Streptozotocin dapat menginduksi kondisi diabetes yang lebih stabil dan kerusakan pulau Langerhans yang permanen dibandingkan dengan aloksan (Diab et al. 2015).

Gambar 4 Struktur kimia streptozotocin (Lenzen 2007) Imunohistokimia

Imunohistokimia merupakan suatu cara pemeriksaan untuk mengukur derajat imunitas atau kadar antibodi atau antigen dalam jaringan. Kata imunohistokimia diambil dari kata immune yang menunjukkan bahwa prinsip dasar dalam proses ini adalah penggunaan antibodi dan histo yang menunjukkan jaringan secara mikroskopis. Imunohistokimia adalah metode untuk mendeteksi keberadaan antigen spesifik di dalam sel suatu jaringan dengan menggunakan prinsip pengikatan antara antibodi (Ab) dan antigen (Ag) pada jaringan hidup. Pemeriksaan ini membutuhkan jaringan dengan jumlah dan ketebalan yang bervariasi tergantung dari tujuan pemeriksaan. Antibodi adalah suatu imunoglobulin yang dihasilkan oleh sistem imun dalam merespon kehadiran suatu antigen tertentu. Antibodi dibentuk berdasarkan antigen yang menginduksinya. Beberapa antibodi yang telah teridentifikasi adalah IgA, IgD, IgE, IgG, dan IgM. Antigen adalah suatu zat atau substansi yang dapat merangsang sistem imun dan dapat bereaksi secara spesifik dengan antibodi membentuk kompleks terkonjugasi. Ikatan antibodi-antigen divisualisasikan menggunakan senyawa label (marker).

(25)

11 divisualisasi secara langsung atau dengan reaksi untuk mengidentifikasi marker. Marker dapat berupa senyawa berwarna yaitu luminescence (zat berfluoresensi). yaitu fluorescein, umbelliferon, tetrametil rodamin, logam berat yaitu colloidal microsphere emas, perak, label radioaktif, dan enzim Horse Radish Peroxidase

(HRP) dan alkaline phosphatase. Enzim yang digunakan untuk melabel selanjutnya direaksikan dengan substrat kromogen, yaitu substrat yang menghasilkan produk akhir berwarna dan tidak larut yang dapat diamati dengan mikroskop bright field (mikroskop bidang terang). Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan khususnya dunia biologi, teknik imunohistokimia dapat langsung diamati (tanpa direaksikan lagi dengan kromogen yang menghasilkan warna) dibawah mikroskop fluorescense (Key 2009).

3 METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2015 hingga Mei 2016. Tempat yang digunakan untuk penelitian adalah Laboratorium Kimia Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB dan Seafast Center (produksi serbuk nanoenkapsulasi dan mikroenkapsulasi, serta minuman ready to drink), Pusat Studi Biofarmaka IPB (tempat perlakuan ke hewan uji), Pusat Studi Satwa Primata IPB, dan Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam pembuatan serbuk minuman nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing adalah rotary evaporator, magnetic stirrer,

homogenizer armfield L4R, dan spray dryer BUCHI-B190. Alat yang digunakan untuk karakterisasi minuman nanoenkapsulasi adalah particle size analyzer

(Malvern Technology, Germany), mikroskop elektron JEOL JSM-6510LA (karakterisasi serbuk nanoenkapsulasi), spektrofotometer UV-VIS (Thermo Scientific-Genesys 20, USA). Alat-alat lainnya yang digunakan untuk analisis antara lain: mikropipet, alat-alat uji antihiperglikemik dan alat-alat gelas lainnya.

Bahan yang digunakan dalam pembuatan minuman berbasis ekstrak daun kumis kucing adalah daun kumis kucing (kebun tanaman obat Pusat Studi Biofarmaka IPB), jahe gajah, kayu secang, jeruk nipis, jeruk lemon, jeruk purut, temulawak (Pasar Anyar Bogor), asam asetat, polisakarida C (Himedia GRM9358. India), STTP, pengemulsi B, CMC, pemanis (aspartam, asesulfam, dan sukralosa), bahan pengisi M, Na-bikarbonat, asam sitrat, asam tartarat (toko kimia), dan kertas saring Whatman 42.

Prosedur Penelitian

Penelitian dilakukan dengan dua tahap. yaitu pembuatan minuman dan uji aktivitas antihiperglikemik. Minuman mikroenkapsulasi dan minuman nanoenkapsulasi menggunakan konsentrasi ekstrak yang sama dengan minuman

(26)

12

nanoenkapsulasi dilakukan dengan metode gelasi ionik dan pembuatan serbuknya dengan spray dryer. Morfologi dan ukuran partikel minuman nanoenkapsulasi dilakukan analisis dengan SEM dan PSA. Masing-masing minuman dibuat dalam bentuk effervescent dan dilakukan analisis total fenol. Tahap pengukuran aktivitas antihiperglikemik yang dilakukan meliputi analisis jumlah ransum, perubahan bobot badan tikus, kadar glukosa darah, uji pewarnaan hematoksilin eosin, dan pewarnaan imunohistokimia. Tahapan penelitian tersaji pada Gambar 5.

Gambar 5 Tahap penelitian secara keseluruhan

Pembuatan ekstrak dan pengental

Ekstrak dan pengental dibuat seperti prosedur yang dikembangkan Wijaya et al (2007). Pembuatan ekstrak daun kumis kucing dan kayu secang melibatkan air sebagai pengekstrak, sedangkan ekstraksi jahe, temulawak dan jeruk tidak ada penambahan air. Ekstrak daun kumis kucing dan kayu secang dibuat dengan cara dididihkan selama 15 menit dalam wadah tertutup. Daun kumis kucing segar yang diekstraksi sebanyak a gram dalam 600 mL air, sedangkan kayu secang digunakan sebanyak d gram dalam 500 mL air. Ekstrak temulawak, jahe, jeruk purut, lemon dan jeruk nipis diperoleh dengan menggunakan juice extractor.

Karakterisasi nanoenkapsulasi

Tahap I

Tahap II

Ekstrak rempah dan herbal

Pembuatan produk minuman

Minuman

ready to drink

Minuman

mikroenkapsulasi Minuman

nanoenkapsulasi

Uji aktivitas antihiperglikemik (In Vivo): 1. Pengukuran bobot badan tikus 2. Pengukuran jumlah konsumsi pakan 3. Pegukuran kadar glukosa darah

(27)

13 Larutan pengental diperoleh dengan cara melarutkan CMC se3.banyak 10 g ke dalam 1000 mL air panas 65 oC dan diaduk dengan magnetic stirer di atas hot plate suhu 70 – 80 oC hingga homogen. Proses lengkap untuk mendapatkan ekstrak daun kumis kucing, jahe, kayu secang, temulawak, dan jeruk, serta larutan pengental dapat dilihat pada Lampiran 1 - 6.

Pembuatan minuman ready to drink

Minuman ready to drink dibuat menggunakan formula Febriani (2012) dengan modifikasi berupa tambahan bahan seperti Na-bikarbonat, asam sitrat, dan asam tartrat. Ekstrak daun kumis kucing A mL, ditambahkan ekstrak rempah dan herbal lain seperti temulawak B mL, jahe C mL, kayu secang D mL, jeruk nipis E mL, lemon F mL, dan jeruk nipis G mL. CMC I mL ditambahkan ke dalam campuran ekstrak. Aspartam 0.0425 g, 0.0157 g asesulfam, dan 0.0053 g sukralosa ditambahkan ke dalam campuran ekstrak. Air ditambahkan ke dalam campuran tersebut hingga bervolume 100 mL. Sebelum diberikan ke tikus minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing ditambahkan Na-bikarbonat 2.16 g, 1.08 g asam sitrat, dan 0.76 g asam tartrat. Proses lengkap pembuatan minuman

ready to drink dapat dilihat pada Lampiran 7. Pembuatan minuman mikroenkapsulasi

Minuman mikroenkapsulasi dibuat menggunakan formula Kusumasari (2012). Campuran ekstrak daun kumis kucing A mL, temulawak B mL, jahe C mL, kayu secang D mL, jeruk nipis E mL, lemon F mL, dan jeruk nipis G mL ditambahkan air hingga bervolume 100 mL. Campuran yang dihasilkan kemudian diberi bahan pengisi (M) sebanyak N % (b/v) dan dihomogenkan dengan homogenizer Armfield L4R dengan kecepatan O rpm selama P menit. Homogenat dikeringkan menggunakan spray dryer Buchi 190 dengan suhu outlet P °C, suhu inlet Q °C, diameter nozzle R mm, dan feed pump S mL/jam seperti yang dilakukan Wijaya et al (2013). Serbuk mikroenkapsulasi yang dihasilkan dalam setiap running sebanyak 4 g, ditambahkan 2.16 g Na-bikarbonat, 1.08 g asam sitrat, 0.76 g asam tartrat, 0.0425 g aspartam, 0.0157 g asesulfam, dan 0.0053 g sukralosa. Campuran kering dihomogenisasi dengan blender untuk menghasilkan serbuk mikroenkapsulasi effervescent. Sebelum diberikan ke tikus, serbuk mikroenkapsulasi effervescent di larutkan ke dalam air hingga membentuk minuman mikroenkapsulasi effervescent 100 mL. Proses lengkap pembuatan minuman mikroenkapsulasi dapat dilihat pada Lampiran 8 dan Lampiran 10.

Pembuatan minuman nanoenkapsulasi

Minuman nanoenkapsulasi dibuat dengan menggunakan polisakarida C sebanyak T g, sebagai enkapsulan. Pemilihan penggunaan polisakarida C sebagai enkapsulan dikarenakan memiliki beberapa keunggulan di antaranya food grade dan GRAS, serta memberikan perlindungan terhadap inti (Darmadji et al. 2012).

(28)

14

dibiarkan memutar hingga W menit. Tripolifosfat Z % sebanyak Y mL dan ditambahkan pekatan campuran ekstrak A mL (pekatan campuran ekstrak dibuat dengan cara memekatkan campuran ekstrak pada formula Febriani (2012) dengan

rotary evaporator hingga volume akhir sama dengan sepersepuluh volume awal). Campuran tetap diaduk menggunakan magnetic stirer 1500 rpm selama W menit hingga membentuk larutan enkapsulasi minuman. Bahan pengisi M ditambahkan sebanyak N % (b/v) dan dihomogenkan menggunakan homogenizer

dengan kecepatan O rpm selama C menit. Homogenat dikeringkan menggunakan

spray dryer Buchi 190 dengan suhu outlet P °C, suhu inlet Q °C, diameter nozzle R mm, dan feed pump S mL/jam seperti yang dilakukan Wijaya et al (2013). Serbuk nanoenkapsulasi yang dihasilkan dalam setiap running sebanyak 4 g, ditambahkan 2.16 g Na-bikarbonat, 1.08 g asam sitrat, 0.76 g asam tartrat, 0.0425 g aspartam, 0.0157 g asesulfam, dan 0.0053 g sukralosa. Campuran kering dihomogenisasi dengan blender untuk menghasilkan serbuk nanoenkapsulasi effervescent.

Sebelum diberikan ke tikus, serbuk nanoenkapsulasi effervescent di larutkan ke dalam air hingga membentuk minuman nanoenkapsulasi effervescent 100 mL. Proses lengkap pembuatan minuman mikroenkapsulasi dapat dilihat pada Lampiran 9 dan Lampiran 10.

Hewan percobaan

Tikus putih jantan galur Sprague Dawley usia 4-5 minggu di dapat dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOMRI). Selama masa adaptasi dan masa percobaan tikus mendapatkan pakan pellet standar (CP Rodent. Thailand) dengan komposisi karbohidrat 14.74 %, protein 17.31 %, lemak 10.63 %, air 5.88 %, dan abu 31.63 %. Seluruh tikus dibiarkan beradaptasi terlebih dahulu hingga usia 12 minggu. Pada hari pertama percobaan sebanyak 15 ekor hewan coba dibuat menjadi diabetes dengan cara diinduksi menggunakan streptozotocin dengan dosis 45 mg/kg. Sebelum diberi streptozotocin (hari ke-0), tikus dikeluarkan dari kandang dan diukur kadar glukosa darahnya. Streptozotocin dilarutkan dalam buffer sitrat (50 mM sodium sitrat pada pH = 4.5) dengan konsentrasi 1 mg/mL, secepatnya sebelum disuntikkan (< 15 menit). Streptozotocin disuntikkan secara intraperitoneal dengan menggunakan syring 1mL dengan jarum berukuran 25-G. Setelah itu tikus dimasukkan kembali ke dalam kandang dan disediakan air minum yang mengandung 10 % sukrosa. Pada hari ke-2, air minum tikus yaitu 10 % sukrosa diganti dengan air minum biasa dan dipuasakan selama 18 jam, kemudian diukur kadar glukosa darahnya. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui apakah induksi diabetes yang telah dilakukan dengan streptozotocin berjalan dengan baik (kadar glukosa darah > 150 mg/dL).

Tikus yang telah mengalami kondisi hiperglikemik dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok yang diberi asupan sampel minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing ready to drink dosis 3.64 mL/200 g bobot badan,

(29)

15 lain, yaitu kelompok kontrol normal (tikus normal yang diberi asupan air suling 3.64 mL/200 g bobot badan. Perlakuan pada setiap kelompok tikus dilakukan selama 14 hari (sampai hari ke 16 percobaan).

Keterangan :

A: kelompok kontrol negatif yaitu kelompok tikus yang diinduksi NaCl 0.9% (b/v) dan dicekok akuades.

B: kelompok kontrol positif yaitu kelompok tikus yang diinduksi streptozotocin 45 mg/kg BB dan dicekok akuades.

C: kelompok tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin 45 mg/kg BB dan dicekok minuman ready to drink berbasis ekstrak daun kumis kucing 3.64 mL/200 g BB.

D: kelompok tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin 45 mg/kg BB dan dicekok minuman mikroenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing 3.64 mL/200 g BB

E: kelompok tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin 45 mg/kg BB dan dicekok minuman nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing 3.64 mL/200 g BB.

F: kelompok tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin 45 mg/kg BB dan dicekok minuman nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing 7.28 mL/200 g BB.

Gambar 6 Rancangan penelitian terhadap hewan percobaan

Parameter yang digunakan dalam analisis antihiperglikemik yaitu pengukuran kadar glukosa darah tikus pada hari ke-0 (sebelum induksi streptozotocin), hari ke-2, 9, dan 16 setelah induksi streptozotocin, pengukuran bobot badan setiap 7 hari

 Pengukuran jumlah konsumsi pakan (H-7, 0, 7, dan 14)

 Pengukuran bobot badan tikus (H-7, 0, 7, dan 14)

(30)

16

sekali dan jumlah konsumsi ransum diukur setiap 7 hari, serta histopatologik pulau langerhans dan sel β pankreas pada akhir masa percobaan. Aklimitasi tikus dilakukan selama 16 hari pada kondisi ruang dengan suhu 24±1º C, 12 jam terang dan 12 jam gelap, serta kelembaban berkisar 55-75% (Ojiako et al. 2015; Safithri 2012). Penelitian dilakukan atas pengawasan Komisi Etik Hewan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor dengan no 20 – 2016 IPB. Rancangan penelitian terhadap hewan uji dapat dilihat pada Gambar 6.

Pembedahan tikus dan Pembuatan Sediaan Histopatologis

Tikus putih terlebih dahulu dibius dengan ketamine (Hospira, USA) 80 mg/kg BB dan xilazin (Syntec, Brazil) 10 mg/kg BB sebelum dilakukan pembedahan. Tikus diposisikan terlentang pada papan bedah menggunakan pins. Tikus dibedah dengan melakukan sayatan sepanjang torak sampai pubis menggunakan gunting bengkok.

Pankreas segera diambil, dan dicuci dengan larutan PBS (phosphate buffered saline pH 7.4), difiksasi dalam larutan 10 % buffer formalin selama minimal 24 jam. Sampel pankreas dipotong kecil dengan ketebalan kurang lebih 0.5 cm dan diletakkan di dalam tissue cassette, kemudian dilakukan dehidrasi di dalam seri larutan alkohol dengan konsentrasi bertingkat, dijernihkan dalam silol dan diembedding dalam parafin. Blok paraffin dipotong serial dengan ketebalan 4 µm menggunakan mikrotom dan sayatan dilekatkan di atas gelas objek. Proses deparafinasi dilakukan dengan xylol III, II dan I, rehidrasi dengan alkohol absolut III, II dan I, lalu alkohol 95 %, 90 %, 80 % dan 70 %, masing-masing selama 5 menit dan aquades selama 5 menit. Sediaan diwarnai dengan HE dan uji imunohistokimia (Beesley 1995).

Prosedur Analisis

Warna, ukuran partikel dan morfologi partikel minuman

Penampakan fisik minuman diamati dengan membandingkan warna serbuk dan minuman yang digunakan dalam penelitian. Diameter partikel minuman nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing ditentukan dengan teknik hamburan cahaya dinamis (DLS), menggunakan particle size analyzer (PSA). Sampel sebanyak 3 tetes diletakkan pada tempat preparat objek. Wadah tempat preparat objek ditutup dan dilakukan pengukuran menggunakan software NanoQ dengan input data berupa indeks bias pelarut dan kekentalannya serta dilakukan pengaturan intensitas sinar laser. Penembakan sinar laser dilakukan pada 30 titik medan sampel yang berbeda. Hasil ukuran partikel dan indeks polidispersitas dapat dilihat pada hasil keluaran metode kumulan (cumulant method) pada ZD dan PDI (Wu et al. 2012).

(31)

17 Total fenol

Kandungan total fenol ditentukan dengan metode Folin-Ciocalteu berdasarkan kemampuan senyawa fenol mereduksi fosfomolibdat dalam Folin-Ciocalteu membentuk molybdenum berwarna biru. Larutan reagen dibuat dengan mencampurkan reagen Folin-Ciocalteau (Merck, Germany) 50 mL dengan air suling 50 mL. Larutan Na2CO3 (Merck, Germany) dibuat dengan melarutkan 5 g Na2CO3 dalam 100 mL air suling.

Supernatan sampel dibuat dengan melarutkan 1 mL sampel dari masing-masing minuman dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 1 mL etanol 95 % dan 5 mL air bebas ion, divortex, dan disentrifus pada 4000 rpm selama 5 menit. Supernatan sampel ditambahkan 0.5 mL larutan reagen. Setelah itu, larutan didiamkan selama 5 menit dalam ruang gelap, ditambahkan 1 mL larutan Na2CO3 dan diinkubasi kembali dalam ruang gelap selama 1 jam.

Absorbansi larutan dari masing-masing minuman diukur pada panjang gelombang 725 nm, dan menggunakan larutan standar asam galat (Merck, Germany) dengan konsentrasi 10, 50, 75, 100, 125, 175, dan 250 ppm (Modifikasi Al-Owaisi et al. 2014). Perhitungan kadar total fenol dilakukan dengan cara memasukkan nilai absorbansi sampel pada persamaan garis yang diperoleh dari kurva standar (Lampiran 11).

Pengukuran kadar glukosa darah

Glukosa darah diukur menggunakan glukometer dengan menggunakan kit komersial strip Accu-Check (Germany). Glukotest ini secara otomatis akan hidup ketika strip dimasukkan dan akan mati ketika strip dicabut. Dengan menyentuhkan setetes darah ke strip, reaksi dari wadah strip akan otomatis menyerap darah ke dalam strip melalui aksi kapiler. Hasil pengukuran akan diperoleh selama 8 detik. Prinsip dasar metode ini adalah reaksi antara glukosa dalam darah dan NAD+ menjadi glukonolakton oleh enzim glukosa dehidrogenase (β -D-glukosa:NAD-Oksido reduktase) yang ada pada strip. Kalium ferisianida yang terdapat pada strip akan tereduksi menjadi kalium ferosianida, karena adanya transfer elektron dari enzim glukosa dehidrogenase (berasal dari glukosa). Transfer elektron tersebut akan dengan cepat diubah oleh elektroda glukometer menjadi arus listrik yang akan menampilkan konsentrasi glukosa pada layar glukometer.

Darah diambil melalui ujung ekor tikus yang sebelumnya dibersihkan dengan alkohol 70 %, diurut perlahan-lahan kemudian ujung ekor ditusuk dengan jarum kecil (syring 1 cc). Darah yang keluar kemudian disentuhkan pada strip glukometer. Kadar glukosa darah akan terbaca di layar glukometer setelah beberapa detik dan kadar glukosa darah dinyatakan dalam mg/dL. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan pada hari ke 0 (sebelum induksi streptozotocin), hari ke- 2, 9 dan 16 setelah induksi streptozotocin (Morakinyo et al. 2015).

Pewarnaan Haematoxylin Eosin

(32)

18

alkohol absolut I, II dan III. Sediaan dimasukkan ke dalam xylol I, II dan III untuk proses penjernihan (clearing). Tahap terakhir dari pewarnaan ini adalah mounting, yaitu penempelan gelas penutup pada sediaan dengan bantuan perekat entelan. Sediaan yang telah diwarnai lalu diamati di bawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 200 kali. Pengamatan dilakukan terhadap struktur umum jaringan normal maupun yang telah mengalami perubahan struktur (Beesley 1995 dengan modifikasi).

Pewarnaan imunohistokimia

Pewarnaan imunohistokimia dilakukan untuk mendeteksi hormon insulin yang dihasilkan oleh sel β pankreas. Tahapan pewarnaan imunohistokimia dimulai dari pembuatan sediaan histopatologis seperti yang diuraikan di atas, tetapi gelas objek yang digunakan untuk menaruh sediaan adalah gelas objek yang sudah diberi perekat (poli-L-lisin). Preparat histopatologis yang telah dibuat dilakukan pewarnaan imunohistokimia terhadap insulin menggunakan metode tidak langsung dua tahap (metode antibodi berlabel enzim). Setelah deparafinasi dan rehidrasi, sediaan direndam dalam air bebas ion selama 15 menit, sediaan direndam dengan H2O2 dalam methanol (1:100) selama 15 menit untuk menghilangkan aktivitas peroksidase endogen. Sediaan direndam dalam air bebas ion lalu PBS masing-masing 2 kali selama 10 menit. Sediaan ditetesi dengan serum normal (BSA) 10 % (80 µL/sediaan) dan diinkubasi pada suhu 37 ˚C selama 45 menit lalu dicuci dengan PBS 3 kali masing-masing selama 5 menit (Beesley 1995 dengan modifikasi).

Sediaan ditetesi dengan antibodi primermonoklonal anti-insulin dalam PBS (1:1000) sebanyak 80 µL/sediaan lalu diinkubasi pada suhu 4˚C (refrigerator) selama 24 jam, dicuci dengan PBS 3 kali masing-masing selama 5 menit. Sediaan ditetesi dengan antibodi sekunder Dako Envision Peroksidase sebanyak 80 µL/sediaan lalu diinkubasi pada suhu 37 ˚C. selama 1 jam. Sediaan dicuci dengan PBS 3 kali masing-masing selama 5 menit, ditetesi dengan diaminio benziden (DAB) sebanyak 80 µL/sediaan dan dibiarkan bereaksi dalam ruang gelap selama 25 menit. Sediaan dicuci dengan air bebas ion, diwarnai dengan hematoksilin. Setelah dilakukan dehidrasi dengan alkohol bertingkat (70. 80, 90 dan 95 %, alkohol absolut I, II dan III ) dan penjernihan dengan xylol I, II dan III. Tahap akhir sediaan kemudian di-mounting dengan penutup gelas dengan perekat entelan dan siap diamati di bawah mikroskop cahaya pembesaran 400 kali. Pengamatan secara kualitatif dilakukan pada sel beta pancreas, yang jika positif ditunjukkan dengan warna coklat. Untuk mengintrepetasikan intensitas warna coklat dilakukan scoring

dan penghitungan luas area berwarna coklat dari 10 lapang pandang pada setiap preparat pankreas sesuai dengan metode Kanter et al. 2004.

Viabilitas pulau Langerhans dan sel β

(33)

19 Analisis Data

Semua data yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk nilai rerata±standar deviasi (Rata-rata±SD). Data diolah dan dianalisis menggunakan metode sidik ragam (ANOVA) sistem rancangan acak lengkap faktor tunggal dengan program

Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 22 untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diukur, untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara rerata parameter yang diukur dilanjutkan dengan uji Duncan. Perbedaan dengan p < 0.05 dianggap signifikan secara statistik.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Warna, Ukuran dan Morfologi Partikel Minuman Nanoenkapsulasi Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing

Warna merupakan salah satu atribut kualitas yang sangat penting dari produk pangan, karena menjadi penilaian pertama mengenai kesukaan konsumen terhadap produk pangan (Joshi et al. 2011). Serbuk dan minuman nanoenkapsulasi memiliki kecerahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampel minuman lainnya (Gambar 7). Hal tersebut dikarenakan senyawa aktif pada minuman nanoenkapsulasi tetap terenkapsulasi di dalam polisakarida C yang bersifat tidak larut dalam air, sehingga warna kuning sebagai ekspresi dari senyawa aktif tidak dapat terlihat. Minuman mikroenkapsulasi memiliki nilai kecerahan yang lebih rendah dibandingkan dengan minuman nanoenkapsulasi, karena bahan pengkapsul pada minuman mikroenkapsulasi hanya bahan pengisi M yang bersifat larut air. Senyawa aktif yang sudah terenkapsulasi terpecah di dalam matrik air dan dapat mengekspresikan warna kuning.

Gambar 7. Warna serbuk dan minuman fungsional berbasis daun kumis kucing pada berbagai jenis minuman.

Dari warna minuman yang dihasilkan dapat diduga bahwa ukuran partikel minuman nanoenkapsulasi lebih kecil dari partikel pada minuman mikroenkapsulasi

Mikro-enkapsulasi

Nano-enkapsulasi

Mikro-enkapsulasi Nano-enkapsulasi Ready to

(34)

20

maupun ready to drink. Ron et al (2010) melaporkan bahwa ukuran nanoenkapsulasi senyawa aktif yang semakin kecil menyebabkan warna minuman menjadi lebih cerah. Semakin kecil ukuran partikel menyebabkan cahaya yang melewati objek tersebut semakin banyak yang dipantulkan (Giancoli 1998), sehingga kecerahan minuman nanoenkapsulasi lebih tinggi dibandingkan minuman lainnya.

Partikel minuman nanoenkapsulasi memiliki diameter rata-rata 537.8 nm (Gambar 8). Minuman ini termasuk sebagai nanopartikel, yang didefinisikan sebagai bahan dengan ukuran 1 sampai 1000 nm (FDA 2012; Zhao et al 2014; Petros dan De Simone 2010).

Ukuran partikel memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas nanoenkapsulasi, dan penurunan diameter partikel telah dilaporkan untuk meningkatkan bioavailabilitas senyawa yang dienkapsulasi (Ozturk et al. 2014). Konsentrasi TPP dan polisakarida C dikaitkan dengan peningkatan ukuran partikel, karena ikatan silang yang menghubungkan TPP dan polisakarida C mempengaruhi peningkatan viskositas dan kemampuan homogenisasi, sehingga mengarah ke pembentukan agregat dengan ukuran partikel yang besar (Elwerfalli et al. 2015). Ukuran partikel minuman nanoenkapsulasi pada penelitian ini (537.8 nm) lebih besar dibandingkan hasil penelitian Wijaya et al (2013) (224.3 nm), diduga karena perbedaan derajat deasetilasi polisakarida C yang digunakan (Elgadir et al. 2015). Derajat deasetilasi tinggi memberi kekuatan sizing yang lebih baik, sehingga menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil (Minagawa et al. 2007). Wijaya et al

(2013) menggunakan polisakarida C dengan derajat deasetilasi > 90 %, sedangkan penelitian ini menggunakan polisakarida C dengan derajat deasetilasi > 75 %.

Gambar 8 Diameter rata-rata dan indeks polidispersitas indeks minuman nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing.

(35)

21 adalah ukuran lebar distribusi partikel dengan kisaran 0.0 hingga 0.7 mewakili sifat homogen (monodispersi). Nilai indeks polidisperitas minuman nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing sebesar 0.495 (Gambar 8), menunjukkan bahwa minuman ini tergolong ke dalam sistem homogen. Jayapraksha et al (2016) melaporkan bahwa efisiensi pembentukan nanopartikel kurkumin dengan ukuran distribusi yang sempit tergantung pada parameter proses yang terlibat.

Gambar 9 Penampakan morfologi serbuk nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing pada pembesaran 5000 X.

Morfologi partikel serbuk nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing didominasi oleh partikel yang berbentuk bulat dan permukaan halus (Gambar 9). Bentuk bulat dengan ukuran partikel yang beragam merupakan karakteristik khas serbuk hasil spray drying. Morfologi ini juga ditemukan pada penelitian sebelumnya, yaitu pada serbuk nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing (Wijaya et al. 2013), partikel polisakarida C/Ag (Tokárová et al. 2013), dan minyak kopi yang dikeringkan dengan spray dryer (Frascareli et al. 2012). Bulatan penuh menunjukkan berhasilnya proses enkapsulasi, karena senyawa aktif dikemas dalam bulatan tersebut (Gomathi et al. 2014). Kalab (1979) dalam Frascareli et al (2012) melaporkan bahwa permukaan kasar pada serbuk mungkin dikarenakan gagalnya tetesan pada awal pengeringan dan aglomerasi antar partikel serbuk.

Kandungan Total Fenol pada Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing

Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing mengandung senyawa bioaktif seperti alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, triterpenoid, hidrokuinon, dan steroid (Indariani et al. 2014). Kandungan total fenol minuman

(36)

22

ditemukan pada minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing berbentuk

ready to drink (998.95±1.964 ppm GAE), sedangkan total fenol terendah ditemukan di dalam minuman nanoenkapsulasi (662.992±2.227 ppm GAE) (p  0.05) pada Gambar 10.

Gambar 10 Total fenol dari 3 jenis minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing. Nilai dengan huruf yang sama tidak berbeda secara statistik pada tingkat signifikan p <0.05 dengan menggunakan uji Duncan.

Minuman enkapsulasi memiliki total fenol lebih rendah dibandingkan minuman ready to drink. Nalamuthu et al (2015), Alves et al (2016), Pereira et al

(2015), Ghomati et al (2014) menyatakan bahwa rilis komponen aktif pada bahan enkapsulasi secara in vitro berjalan lambat dibandingkan dengan zat aktif yang tidak terenkapsulasi, sehingga komponen bioaktif yang terukur menjadi lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak dienkapsulasi. Hal ini diduga karena mekanisme difusi pelepasan senyawa aktif pada minuman enkapsulasi ke permukaan. Komponen aktif, polisakarida C, dan bahan tambahan lainnya dalam proses nanoenkapsulasi telah membentuk sistem yang homogen (Yoksan et al. 2010). Komponen aktif harus melewati sistem homogen tersebut, sehingga rilisnya lebih lambat dan menyebabkan sedikitnya jumlah gugus OH yang mereduksi fosfomolibdat dan fosfowalframat pada pereaksi Folin Ciocalteu yang digunakan untuk menghitung jumlah senyawa fenol.

Total fenol pada minuman nanoenkapsulasi lebih rendah dibandingkan dengan minuman mikroenkapsulasi. Hal ini diduga karena semakin kecil ukuran partikel, bidang kontak dan gaya antar molekul antara partikel semakin kuat (Opalinski et al. 2016), sehingga proses pelepasan OH untuk mereduksi pada bahan nanoenkapsulasi lebih sulit dibandingkan dengan bahan mikroenkapsulasi.

(37)

23 Akivitas Antihiperglikemik

Pengaruh minuman terhadap konsumsi ransum dan bobot badan tikus putih

Konsumsi ransum di tiap kelompok secara kontinyu dipantau, seperti nampak pada Gambar 11. Kelompok normal (A) menunjukkan peningkatan konsumsi ransum yang tidak berbeda signifikan (p < 0.05) di awal masa adaptasi (7 hari sebelum induksi streptozzotocin hingga hari ke-0), setelah itu konsisten stabil hingga hari ke-14. Tikus yang diinduksi streptozotocin menunjukkan konsumsi ransum yang stabil pada 7 hari sebelum induksi streptozotocin hingga hari ke-0.

Gambar 11 Pengaruh berbagai jenis minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing terhadap konsumsi ransum tikus (sebelum dan selama perlakuan). Nilai dengan huruf yang sama dalam satu kelompok tidak berbeda secara statistik pada tingkat signifikan p < 0.05 dengan menggunakan uji Duncan.

Konsumsi ransum tikus diabetes menurun signifikan (p < 0.05) pada hari ke-0 hingga hari ke-7. Persentase penurunan konsumsi jumlah ransum dari masing-masing kelompok ditunjukkan pada Tabel 1. Penurunan konsumsi ransum yang dialami oleh tikus kelompok positif pada hari ke-0 hingga hari ke-7 sebesar 20.63 %. Pemberian seluruh jenis minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing mampu menekan penurunan konsumsi jumlah ransum pada interval waktu tersebut. Minuman yang paling efektif menekan penurunan konsumsi ransum adalah minuman nanoenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g BB dengan persentasi penurunan sebesar 5.08 %. Minuman mikroenkapsulasi (13.01 %) lebih mampu menekan penurunan konsumsi ransum dibandingkan dengan minuman ready to drink (15.23 %). Minuman nanoenkapsulasi dosis 7.28 mL/200 g BB (15.56 %) memberikan kemampuan menekan penurunan konsumsi ransum paling kecil dibandingkan minuman lainnya.

Gambar

Gambar 2 Struktur aloksan (Lenzen 2007)
Gambar 5 Tahap penelitian secara keseluruhan
Gambar 7. Warna serbuk dan minuman fungsional berbasis daun
Gambar 8 Diameter rata-rata dan indeks polidispersitas indeks minuman
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula minuman fungsional berbasis kumis kucing yang didasarkan pada tingkat kesukaan panelis terhadap warna dan citarasa (aroma dan

Sampel yang digunakan adalah daun kumis kucing segar, infus daun kumis kucing segar, jamu aun kumis kucing dan seduhan jamu daun kumis kucing lalu dilakukan penetapan kadar

Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan penerimaan citarasa minuman fungsional berbasis kumis kucing dengan menentukan jumlah kombinasi ekstrak jeruk x,

Selain itu, belum ada penelitian mengenai pengaruh perbedaan jenis kumis kucing, yaitu kumis kucing berbunga ungu dan kumis kucing berbunga putih, yang digunakan dalam

Sampel yang digunakan adalah daun kumis kucing segar, infus daun kumis kucing segar, jamu aun kumis kucing dan seduhan jamu daun kumis kucing lalu dilakukan penetapan kadar

Untuk mengetahui perbedaan kadar kalium yang terdapat pada daun kumis kucing segar dengan jamu daun kumis kucing serta antara infus daun kumis kucing segar dan seduhan jamu

Hasil Uji Beda Nilai Rata-Rata Kadar Kalium Antara Infus Daun Kumis Kucing Segar dan Seduhan Jamu Daun Kumis

Judul KTI : Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus) Terhadap Fungsi Hepar Tikus Wistar Yang Diinduksi Plumbum Asetat Dengan ini menyatakan bahwa