Berdasarkan persamaan tersebut dapat dikatakan bahwa yang mempengaruhi penerimaan respon warna secara organoleptik adalah suhu air. Pada Gambar 6 dapat terlihat bahwa semakin tinggi suhu air, maka warna grafik semakin merah yang menunjukkan respon warna semakin tinggi. Secara tidak langsung terdapat hubungan antara penggunaan ekstrak jeruk pada minuman fungsional dengan suhu air, meskipun konsentrasi jeruk tidak berpengaruh.
Menurut Cortez et al. (2006) pada saat jus jeruk mengalami pasteurisasi maka akan terjadi peningkatan nilai Hue yang menjadikan warna produk lebih menuju arah kuning daripada merah. Selain itu nilai L juga akan lebih meningkat akibat berkurangnya efek cloudy. Kemungkinan warna kuning cerah inilah yang disukai oleh konsumen. Selain penggunaan ekstrak jeruk, juga terdapat komponen ekstrak bahan baku yang juga mendukung terbentuknya warna kuning, yaitu ekstrak temulawak dan ekstrak secang.
Gambar 6. Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap respon warna secara organoleptik pada minuman fungsional
Analisis Respon Rasa
Kesukaan panelis terhadap karakteristik rasa minuman fungsional bervariasi dari 3 (agak tidak suka) sampai 6 (suka) pada skala kesukaan 7. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh program untuk respon rasa secara organoleptik didapatkan model linear untuk variabel proses dan quadratic untuk variabel formula. Ilustrasi model tersebut dapat dilihat pada Gambar 6 grafik yang menunjukkan warna merah menandakan penerimaan rasa oleh konsumen yang semakin meningkat. Adapun persamaan model untuk respon rasa yaitu:
Design-Expert® Software warna 6 4 X1 = A: jeruk nipis X2 = B: jeruk purut X3 = D: suhu air Actual Component C: jeruk lemon = 1.000 2 2 2.25 1.75 2.5 1.5 2.75 1.25 3 1 30.00 47.50 65.00 82.50 100.00 4 4.5 5 5.5 6 w ar na A : jeruk nipis D: suhu air B: jeruk purut
rasa = 4.30A + 10.62B + 4.56C – 9.13AB + 0.55AC + 0.038 AD – 10.12BC +
34.29BD – 3.70CD – 49.13ABD + 8.62ACD – 37.19BCD Keterangan: A = Konsentrasi jeruk nipis
B = Konsentrasi jeruk purut C = Konsentrasi jeruk lemon D = Suhu air yang ditambahkan
Konsentrasi jeruk dan interaksi konsentrasi jeruk dengan suhu air terlihat memegang peranan penting terhadap respon rasa. Hal ini sudah sewajarnya terjadi, mengingat rasa akhir minuman fungsional ini lebih ke arah rasa jeruk. Rasa minuman fungsional dominan rasa asam jeruk, meskipun masih ada rasa pahit yang dimungkinkan juga berasal dari komponen jeruk. Rasa pahit dari bahan baku yang lain, seperti ekstrak temulawak dan jahe, tertutupi oleh rasa jeruk. Selain itu juga dimungkinkan terjadi efek supresi atau masking akibat penambahan flavor enhancer. Penambahan flavor enhancer pada suatu produk dapat berfungsi untuk meningkatkan rasa yang disukai dan menekan rasa pahit.
Rasa asam dan pahit yang berasal dari jeruk dikarenakan adanya komponen naringenin dan limonin. Menurut Ladaniya (2008) naringin memberikan rasa asam pada jeruk, naringenin dan limonin berasa pahit, sedangkan hesperidin tidak memberikan rasa. Keberadaan komponen tersebut juga tergantung tingkat kematangan buah, semakin matang buah tersebut maka kandungan gulanya meningkat yang diikuti penurunan kandungan asam dan limonin. Tentunya jumlahnya juga tergantung jenis jeruk, pada jeruk asam maka penurunan kandungan asam tidak sedrastis pada jeruk manis.
Proses ekstraksi sari jeruk juga mempengaruhi, berdasarkan penelitian Marin et al. (2002) proses ekstraksi manual akan menurunkan kandungan asam askorbat dibandingkan proses in line design ataupun penghancuran yang dikombinasi dengan pengepresan. Proses ekstraksi sari jeruk pada penelitian dilakukan secara semi manual terhadap ketiga jenis jeruk, dimungkinkan terjadi beberapa perubahan seperti penurunan asam askorbat serta terjadinya pembentukan rasa pahit. Mengingat adanya waktu tunggu setelah sari jeruk didapatkan dengan proses pembuatan minuman fungsional.
Rasa pahit dari sari jeruk meningkat setelah didiamkan selama beberapa jam ataupun setelah proses pemanasan. Setelah ekstraksi pada kondisi asam maka pembentukan kompenen pahit yaitu limonin semakin intensif. Komponen pahit
monolactone berubah menjadi dilactone yang pahit yaitu limonin (Ladaniya,
Gambar 7. Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan
suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap respon rasa secara organoleptik pada minuman fungsional
Analisis Respon Aroma
Kesukaan panelis terhadap karakteristik aroma minuman fungsional bervariasi dari 4 (netral) sampai 6 (suka) pada skala kesukaan 7. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh program untuk respon aroma secara organoleptik didapatkan model mean untuk variabel proses dan cubic untuk variabel formula. Grafik ilustrasi dari respon aroma dapat dilihat pada Gambar 7 Adapun persamaan model untuk respon aroma yaitu:
aroma = 4.66A + 22.71B + 7.84C – 25.42AB – 5.18AC + 0.46AD – 36.06BC + 8.85BD – 4.12CD – 11.29ABD + 10.24ACD
Keterangan: A = Konsentrasi jeruk nipis B = Konsentrasi jeruk purut C = Konsentrasi jeruk lemon D = Suhu air yang ditambahkan
Berdasarkan persamaan yang didapatkan, respon aroma dipengaruhi oleh konsentrasi jeruk dan interaksi antara konsentrasi jeruk dan suhu air. Aroma akhir dari minuman fungsional adalah jeruk, sedangkan aroma dari ekstrak lainnya tertutupi oleh aroma jeruk. Aroma jeruk didominasi oleh komponen monoterpene hidrokarbon (-)-limonene (d-limonene) sebanyak 80-100% dan oxygenated
terpenes sebanyak 5% (Ladaniya 2008). Sementara, suhu air berpengaruh
terhadap degradasi aroma minuman fungsional, menurut Syarif dan Halid (1993) menyatakan suhu merupakan faktor yang berpengaruh dalam pertahanan aroma produk.
Desig n-Expert® Software rasa 6 3 rasa = 3 Std # 17 Run # 1 X1 = A: jeruk nipis = 2 X2 = B: jeruk purut = 2 X3 = D: suhu air = 30.00 Actual Component C: jeruk lemon = 1.000 2 2 2.25 1.75 2.5 1.5 2.75 1.25 3 1 30.00 47.50 65.00 82.50 100.00 2.8 3.6 4.4 5.2 6 r as a A : jeruk nipis D: suhu air B: jeruk purut
Gambar 8. Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan
suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap respon aroma secara organoleptik pada minuman fungsional
Analisis Respon Penerimaan secara Keseluruhan
Kesukaan panelis terhadap karakteristik keseluruhan minuman fungsional bervariasi dari 3 (agak tidak suka) sampai 6 (suka) pada skala kesukaan 7. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh program untuk respon keseluruhan secara organoleptik didapatkan model modified untuk variabel proses dan
modified untuk variabel formula. Model modified didapatkan apabila model yang
disarankan program, seperti mean, linear, quadratic, cubic, maupun special cubic
belum mampu memberikan hasil yang sesuai harapan. Kondisi yang dimaksudkan yaitu, model yang didapatkan tidak signifikan, lack of fit signifikan, ataupun adjusted R2 bernilai negatif. Modifikasi model dapat dilakukan, dengan cara mengeliminasi interaksi yang dimungkinkan tidak berpengaruh secara backward,
forward, ataupun stepwise
.
Adapun persamaan model untuk respon penerimaansecara keseluruhan yaitu:
Penerimaan keseluruhan = 4.66A + 22.71B + 7.84C – 25.42AB – 5.18AC + 0.46AD – 36.06BC + 8.85BD – 4.12CD – 11.29ABD + 10.24ACD Keterangan: A = Konsentrasi jeruk nipis
B = Konsentrasi jeruk purut C = Konsentrasi jeruk lemon D = Suhu air yang ditambahkan
Penerimaan secara keseluruhan pada penelitian ini didominasi oleh penerimaan konsumen terhadap rasa, warna, dan aroma suatu produk secara utuh. Sehingga interaksi antara variabel sangatlah berpengaruh. Pada Gambar 8 terlihat pada suhu yang semakin tinggi penerimaan konsumen juga semakin tinggi, hal tersebut ditunjukkan dengan warna grafik yang cenderung merah. Selain itu pada konsentrasi jeruk juga terjadi kondisi yang sama.
Desig n-Expert® Software aroma 6 4 X1 = A: jeruk nipis X2 = B: jeruk purut X3 = D: suhu air Actual Component C: jeruk lemon = 1.000 2 2 2.25 1.75 2.5 1.5 2.75 1.25 3 1 30.00 47.50 65.00 82.50 100.00 4 4.3 4.6 4.9 5.2 a ro m a A : jeruk nipis D: suhu air B: jeruk purut
Gambar 9. Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan
suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap respon keseluruhan secara organoleptik pada minuman fungsional
Analisis Respon Komponen Bioaktif pada Minuman Fungsional Hasil Produksi Skala Pilot Plant
Suatu produk pangan dikatakan memiliki nilai fungsional apabila mampu memberikan efek fungsional bagi tubuh konsumen yang mengkonsumsinya. Efek fungsional suatu bahan pangan identik dengan komponen fitokimia yang terkandung didalamnya. Pada minuman fungsional ini diharapkan terjadi sinergisme aktivitas antioksidan dari beberapa ekstrak herbal dan rempah-rempah yang digunakan. Selain itu juga memiliki aktivitas antihiperglikemik yang tinggi, yang ditunjukkan dengan tingginya total fenol pada minuman fungsional. Oleh karena itu, respon aktivitas antioksidan dan total fenol merupakan salah satu respon yang penting untuk dianalisis pada penelitian ini.
Analisis Respon Aktivitas Antioksidan
Aktivitas antioksidan yang terukur pada minuman fungsional hasil produksi skala pilot plant bervariasi antara 510 sampai 801 ppm AEAC. Aktivitas antioksidan tertinggi sebesar 801 ppm AEAC, didapatkan pada kombinasi perlakuan konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, jeruk lemon z%, dan suhu air sebesar D0C. Aktivitas antioksidan terendah sebesar 510 ppm AEAC, didapatkan pada kombinasi perlakuan konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, jeruk lemon z%, dan suhu air sebesar D0C.
Pengukuran aktivitas antioksidan diukur dengan metode penangkapan radikal bebas stabil DPPH. DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) adalah suatu radikal bebas stabil yang dapat bereaksi dengan radikal lain membentuk suatu senyawa yang stabil. Selain itu DPPH juga dapat bereaksi dengan atom hidrogen
Design-Expert® Software overall 6 3 X1 = A: jeruk nipis X2 = B: jeruk purut X3 = D: suhu air Actual Component C: jeruk lemon = 1.000 2 2 2.25 1.75 2.5 1.5 2.75 1.25 3 1 30.00 47.50 65.00 82.50 100.00 2.5 3.375 4.25 5.125 6 o ve ra ll A : jeruk nipis D: suhu air B: jeruk purut
+ AH
+ + A*
(berasal dari suatu antioksidan) membentuk DPPH tereduksi (DPP Hidrazin) yang stabil (Molyneux 2004).
Prinsip pengukurannya menggunakan prinsip spektrofotometri, senyawa DPPH (dalam metanol) berwarna ungu tua (deep violet) terdeteksi pada panjang gelombang sinar tampak sekitar 517 nm. Menurut Molyneux (2004), suatu senyawa dapat dikatakan memiliki aktivitas antioksidan apabila senyawa tersebut mampu mendonorkan atom hidrogennya untuk berikatan dengan DPPH membentuk DPP Hidrazin, ditandai dengan semakin hilangnya warna ungu (menjadi kuning pucat). Apabila diketahui bahwa AH adalah donor molekul hidrogen dan A* merupakan radikal bebas, ilustrasi reaksinya dapat dilihat pada Gambar 9.
DPPH (ungu) DPP-H tereduksi (kuning pucat)
Gambar 10. Reaksi penangkapan radikal bebas stabil oleh antioksidan (Molyneux 2004)
Asam askorbat (Vitamin C) digunakan sebagai standar pengukuran aktivitas antioksidan dalam penelitian ini. Kemampuan aktivitas asam askorbat dalam berbagai konsentrasi untuk menangkap radikal bebas stabil DPPH dipetakan dalam kurva standar asam askorbat. Persamaan regresi kemudian didapat dari kurva standar tersebut. Persamaan regersi ini selanjutnya digunakan untuk mengetahui aktivitas antioksidan sampel (ekstrak rempah dan produk minuman) yang disetarakan dengan aktivitas asam askorbat (donor atom hidrogen) dalam menangkap radikal bebas stabil DPPH. Oleh karena itu, hasil akhir pengukuran aktivitas antioksidan sampel dinyatakan dalam AEAC (Ascorbic acid Equivalent
Antioxidant Capacity).
Model polinomial respon aktivitas antioksidan yang didapatkan dari hasil analisis program yaitu modified, baik untuk variabel proses ataupun formula. Model modified didapatkan apabila model yang disarankan program, seperti
mean, linear, quadratic, cubic, maupun special cubic belum mampu memberikan
hasil yang sesuai harapan. Kondisi yang dimaksudkan yaitu, model yang didapatkan tidak signifikan, lack of fit signifikan, ataupun adjusted R2 bernilai negatif. Modifikasi model dapat dilakukan, dengan cara mengeliminasi interaksi yang dimungkinkan tidak berpengaruh secara backward, forward, ataupun
stepwise. Adapun persamaan yang didapatkan untuk respon aktivitas antioksidan,
yaitu:
aktivitas antioksidan = 587.28A + 528.19B + 916.47C – 49.84AD – 42.81CD + 134.55AD2– 248.04CD2
Keterangan: A = Konsentrasi jeruk nipis
B = Konsentrasi jeruk purut C = Konsentrasi jeruk lemon D = Suhu air yang ditambahkan
Berdasarkan persamaan yang didapatkan, dapat dikatakan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan minuman fungsional adalah konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut, jeruk lemon, dan interaksi konsentasi jeruk dengan suhu air. Konsentrasi jeruk lemon mempunyai pengaruh yang paling tinggi, terlihat dari tingginya nilai konstantanya. Hal ini terbukti perlakuan dengan konsentrasi jeruk lemon tertinggi, yaitu sebesar z% mempunyai aktivitas antioksidan tertinggi. Sedangkan perlakuan yang tidak ditambahkan jeruk lemon, memiliki aktivitas antioksidan terendah.
Aktivitas antioksidan ekstrak jeruk lemon sebesar 538 ppm AEAC, nilai ini lebih rendah apabila dibandingkan dengan aktivitas antioksidan jeruk purut dan jeruk nipis. Aktivitas antioksidan jeruk purut sebesar 909.5 ppm AEAC dan jeruk nipis sebesar 915.5 ppm AEAC. Menurut Ghafar et al. (2009) jeruk purut memiliki kandungan flavonoid, total fenol, serta aktivitas antioksidan tertinggi dibandingkan dengan jeruk lainnya. Namun, pada saat diformulasikan menjadi minuman fungsional, jeruk lemon memiliki pengaruh yang besar dalam menentukan aktivitas antioksidan minuman fungsional. Hal ini dimungkinkan karena telah terjadi efek sinergis aktivitas antioksidan dari semua formula yang dicampurkan. Mengingat minuman fungsional ini terdiri dari tujuh jenis ekstrak herbal dan rempah-rempah yang semuanya memiliki karakteristik aktivitas antioksidan yang spesifik.
Sinergisme aktivitas antioksidan pada produk pangan yang terdiri lebih dari tiga formula telah diteliti oleh Hyardin et al. (2012). Hyardin et al. (2012) menyatakan aktivitas antioksidan dari produk pangan yang kompleks tidak dapat diprediksikan berdasarkan aktivitas antioksidan setiap bahan baku tunggal penyusunnya. Aktivitas antioksidan produk pangan komplek cenderung lebih rendah daripada aktivitas antioksidan bahan baku penyusunnya, dimungkinkan karena adanya efek sinergi dari setiap bahan baku yang digunakan.
Hal tersebut didukung oleh Pinelo et al. (2004) bahwa aktivitas antioksidan didasarkan pada kemampuan suatu molekul untuk mendonorkan gugus hidrogennya. Ketersediaan gugus hidroksil tergantung pada struktur kimia dan
spatial dari molekul tersebut. Matrik suatu bahan pangan dapat merubah
kemampuan penetrasi gugus aktif dan kemampuan reaksi suatu molekul. Hal inilah yang menjadikan aktivitas antioksidan produk pangan kompleks tidak dapat diprediksikan berdasarkan bahan baku penyusunnya.
Selain konsentrasi jeruk, interaksi antara konsentrasi jeruk dengan suhu air juga berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan minuman fungsional. Aktivitas antioksidan minuman fungsional tertinggi, didapatkan pada minuman fungsional yang ditambahkan air dengan suhu D0C. Aktivitas antioksidan terendah didapatkan pada minuman fungsional yang ditambahkan air dengan suhu D0C. Suhu air yang ditambahkan secara tidak langsung akan menentukan lama waktu pemanasan minuman fungsional, semakin tinggi suhu air maka waktu pemanasannya semakin singkat. Lama waktu pemanasan pada akibat perbedaan suhu air yang ditambahkan dapat dilihat pada Tabel 9. Pada Tabel 9 terlihat pada
penambahan suhu air sebesar D0C, maka lama pemasakannya hanya mebutuhkan waktu a menit. Pada suhu air D0C, lama waktu pemasakannya relatif lama yaitu selama a menit. Kondisi tersebut juga diperkuat dengan penampakan grafik 3- dimensi pada Gambar 10, terlihat bahwa semakin rendah suhu air, warna pada grafik cenderung semakin berwarna kuning sampai merah. Simbol warna tersebut menunjukkan bahwa respon aktivitas antioksidan yang semakin tinggi, yaitu pada suhu air 300C.
Tabel 9 Lama waktu pemasakan akibat suhu air yang ditambahkan Suhu air (0C) Kesetimbangan suhu saat
pencampuran (0C)
Lama pemasakan (menit)
* D a
* D a
* D a
* D a
* D a
Keterangan: data disamarkan
Pada awalnya diasumsikan bahwa minuman fungsional yang ditambahkan air dengan suhu tinggi akan memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi pula. Harapannya dengan waktu pemasakan yang relatif singkat minuman fungsional mampu mempertahankan aktivitas antioksidannya akibat efek pemanasan. Namun, kondisi tersebut tidak dapat diamati dengan jelas pada penelitian ini, karena hasil yang didapatkan merupakan interaksi dari beberapa variabel yang digunakan.
Herreros et al. (2010) mengatakan bahwa efek pemanasan terhadap potensial aktivitas antioksidan pada tanaman rempah dan sayuran tergantung beberapa faktor yaitu jenis bahan baku dan kondisi proses pengolahan. Analisis efek pemanasan terhadap aktivitas antioksidan ekstrak jamur shitake dilakukan oleh Choi et al. (2006), ditemukan bahwa semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu pemanasan, maka aktivitas antioksidannya semakin meningkat. Hal serupa juga dikatakan oleh Dewanto et al. (2002) proses pemanasan dapat meningkatkan aktivitas antioksidan tomat. Kondisi yang berbeda dikatakan oleh Gebczyn dan Kmiecik (2007) bahwa proses blansing dan pemasakan dapat menurunkan aktivitas antioksidan brokoli. Hal ini didukung oleh Zhang dan Hamazu (2004) aktivitas antioksidan brokoli menurun selama proses blansing dan pemasakan menggunakan microwave.
Perbedaan pendapat mengenai pengaruh pemanasan terhadap aktivitas antioksidan diteliti oleh Roy et al. (2007) kondisi pemanasan normal yaitu pada suhu 75-1000C selama 10-30 menit dapat menurunkan aktivitas antioksidan dari ekstrak jus sayuran ataupun rempah. Pemanasan pada suhu yang lebih rendah, yaitu 500C selama 10-30 menit mampu mempertahankan komponen fenol sebesar 80-100%. Berdasarkan beberapa literatur tersebut dapat dikatakan bahwa suhu air memang berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan, meskipun pada penelitian ini pengaruhnya tidak dapat dilihat secara jelas dikarenakan adanya interaksi antar variabel.
Design-Expert® Software antioksidan 801 510 X1 = A: jeruk nipis X2 = B: jeruk purut X3 = D: suhu air Actual Component C: jeruk lemon = 1.000 2 2 2.25 1.75 2.5 1.5 2.75 1.25 3 1 30.00 47.50 65.00 82.50 100.00 600 640 680 720 760 a nt io ks id an A : jeruk nipis D: suhu air B: jeruk purut
Gambar 11. Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap respon aktivitas antioksidan minuman fungsional
Analisis Respon Total Fenol
Total fenol yang terukur pada minuman fungsional hasil produksi skala pilot
plant bervariasi antara 290 sampai 594.4 ppm GAE. Total fenol tertinggi sebesar
594.4 ppm GAE, didapatkan pada kombinasi perlakuan konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, jeruk lemon z%, dan suhu air sebesar D0C. Sedangkan total fenol terendah sebesar 290 ppm GAE, didapatkan pada kombinasi perlakuan konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, jeruk lemon z%, dan suhu air sebesar D0C.
Analisis total fenol yang dilakukan menggunakan metode folin-ciocalteu
dengan melihat kemampuan reduksi dari komponen fenol. Prinsip dari metode ini adalah reduksi dari reagen asam fosfomolibdat (MoO42-) dan asam fosfotungstat
(WO42-) sehingga terbentuk kompleks warna biru yang dapat terdeteksi dengan
spektrofotometri sinar tampak (Vermerris dan Nicholson 2006). Ada satu hal yang perlu diperhatikan, yaitu kelompok asam askorbat, asam organik, gula, amina aromatik dapat bereaksi dengan reagent Folin-ciocalteu (Meda et al. 2005). Meski demikian, metode ini merupakan metode yang umum digunakan dalam analisis total fenol karena mudah, cepat, dan murah.
Berdasarkan analisis program, maka didapatkan model polinomial untuk respon total fenol adalah quadratic untuk varibel proses dan special cubic untuk variabel formula. Model special cubic akan memberikan grafik yang menanjak kemudian mendatar dan setelah beberapa saat akan menanjak kembali. Adapun persamaan respon total fenol yang didapatkan yaitu:
total fenol = 460.48A + 292.11B + 485.70C + 384.72AB – 45.00AC + 74.33AD + 779.71BC + 1451.83BD + 620.37CD – 2468.97ABC -2397.75ABD
1841.94CD2 + 5906.71ABCD + 20100.12ABD2 + 5474.73ACD2 +
6973.24BCD2– 12947.71ABCD2 Keterangan: A = Konsentrasi jeruk nipis
B = Konsentrasi jeruk purut C = Konsentrasi jeruk lemon D = Suhu air yang ditambahkan
Persamaan yang didapatkan memberikan gambaran bahwa semua variabel perlakuan baik proses maupun formula, memberikan pengaruh terhadap total fenol minuman fungsional yang diproduksi pada skala pilot plant. Selain itu terdapat beberapa interaksi antar variabel yang cukup kompleks. Adanya interaksi yang terlalu kompleks inilah yang menjadi penyebab tidak didapatkan nilai
prediction R-squared.
Menurut Susanti (2008) kadar total fenol lebih sesuai didekati dengan persamaan polinomial derajat 2 (quadratic), yaitu pola yang menunjukkan pola naik sampai mencapai titik maksimum kemudian menurun kembali. Pola ini telah sesuai dengan pola yang didapatkan oleh program yaitu model quadratic dengan puncak yang terbuka ke atas. Pada Gambar 12 terlihat bahwa pada suhu air terendah (D0C) dan tertinggi (Di0C), warna grafik semakin merah. Hal tersebut
menunjukkan bahwa nilai total fenol yang semakin tinggi, suhu secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap lama waktu pemasakan. Penurunan kadar total fenol terjadi pada suhu D0C. Hal ini menunjukkan bahwa total fenol relatif sensitif terhadap suhu dan lama waktu pemasakan.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa proses pemanasan dapat meningkatkan kadar total fenol. Lee et al. (2006) melaporkan bahwa lamanya waktu pemanasan pada kulit kacang dapat meningkatkan total fenol, hal yang sama juga terjadi pada jus dan kulit jeruk (Jeong et al. 2004) dan ekstrak biji anggur (Kim et al. 2006). Menurut Susanti (2008), fenomena tersebut terjadi karena lama pemanasan akan memudahkan keluarnya fenol dari matrik bahan. Selain itu tingginya suhu pemanasan juga berpengaruh terhadap inaktivasi enzim
polifenol oksidase sehingga aktivitas enzim semakin rendah, akibatnya kerusakan
fenol semakin kecil. Akan tetapi stabilitas fenol juga akan terganggu oleh semakin meningkatnya suhu pemanasan sehingga jumlah total fenol terdeteksi akan mencapai puncak maksimum kemudian konstan dan cenderung menurun.
Komponen fenolik pada jeruk didominasi oleh kelompok flavonones terutama hesperidine dan naringenin. Menurut Ghafar et al.(2009) jeruk nipis memiliki kandungan hesperidine tertinggi yaitu sebesar 16.67±2.57 mg/100 ml jus jeruk. Berdasarkan Ladaniya (2008) kelompok hesperidine merupakan kelompok flavonone utama pada jeruk. Namun, mengingat minuman fungsional ini terdiri dari tujuh jenis herbal dan rempah, maka nilai total fenol yang didapatkan bukan hanya berasal dari formula jeruk yang digunakan.
Design-Expert® Software total fenol 594.444 290 X1 = A: jeruk nipis X2 = B: jeruk purut X3 = D: suhu air Actual Component C: jeruk lemon = 1.000 2 2 2.25 1.75 2.5 1.5 2.75 1.25 3 1 30.00 47.50 65.00 82.50 100.00 400 597.5 795 992.5 1190 t ota l f en ol A : jeruk nipis D: suhu air B: jeruk purut
Gambar 12. Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap respon total fenol minuman fungsional
Optimasi Pembuatan Minuman Fungsional Skala Pilot Plant dengan Design Expert® 7
Optimasi dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan variabel proses dan formula yang tepat pada pembuatan minuman fungsional skala pilot plant dengan cara mengoptimalkan semua respon yang telah didapatkan. Proses optimasi dilakukan dengan bantuan program Design Expert® 7, respon dikatakan optimal apabila diperoleh nilai keinginan (desirability) mendekati 1. Pada proses optimasi setiap variabel dan respon diberikan pembobotan kepentingan (Importance) untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Importance dari suatu respon akan menentukan formula yang dihasilkan oleh program tersebut. Nilai importance dari suatu respon dapat dipilih dari nilai 1 (+) hingga 5 (+++++). Semakin tinggi nilai
importance maka semakin tinggi kepentingan respon tersebut untuk dicapai.
Variabel dan respon yang akan dioptimasi pada pembuatan minuman fungsional skala pilot plant ditunjukkan pada Tabel 10.
Respon aktivitas antioksidan, total fenol, rasa, dan keseluruhan dioptimasikan semaksimal mungkin. Mengingat minuman yang dibuat merupakan minuman fungsional, sehingga nilai fungsional dan penerimaan citarasa merupakan respon yang memiliki tingkat kepentingan setara. Importance dari respon tersebut adalah 5 (+++++) dan target dari masing-masing respon adalah
maximize. Target untuk respon L, Hue, aroma, dan warna adalah in range,
pemilihan target ini dikarenakan hasil analisa keempat respon pada 28 sampel tidak terlalu bervariasi.
Hasil optimasi yang dilakukan program memberikan empat solusi formula optimum yang dapat dilihat pada Lampiran 42. Formula 1 memiliki nilai