• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perancangan dan Prinsip Kerja Alat

Alat pencetak rak telur puyuh dirancang untuk mencetak bubur kertas menjadi rak telur. Perancangan dan pembuatan alat ini selain bertujuan untuk mengatasi sampah kertas yang tidak terolah juga mempermudah pengolahan sampah kertas untuk dijadikan sebagai bahan kemasan telur puyuh sehingga sampah kertas yang sudah tidak memiliki nilai ekonomis dapat menjadi produk yang berguna dan bernilai.

Alat ini terdiri dari empat bagian utama yaitu kerangka alat, wadah penampung, cetakan (mold) dan pemanas (heater). Pada bagian kerangka alat digunakan logam besi, sedangkan cetakan (mold) terbuat dari aluminium. Berikut adalah bagian-bagian dari alat pencetak rak telur puyuh

a. Kerangka alat

Bagian utama pada alat pencetak rak telur puyuh ini adalah kerangka. Fungsinya ialah sebagai tempat dudukan dari setiap komponen-komponen seperti pemanas (heater) dan cetakan (mold). Unit rangka ini terbuat dari bahan besi dengan ukuran panjang 35,5 cm, lebar 18 cm dan tinggi 40 cm.

24

b. Wadah penampung

Bagian ini berfungsi sebagai tempat untuk menampung bubur kertas yang tercecer serta air yang keluar saat proses penekanan. Bagian ini terbuat dari plat besi dengan ketebalan 2 mm dan berbentuk persegi berukuran 35,5 × 18 × 12 cm.

Gambar 2. Wadah penampung

c. Cetakan (mold)

Bagian yang terpenting pada alat ini ialah cetakan (mold). Bagian ini memiliki fungsi untuk mencetak bubur kertas yang terdiri dari dua buah cetakan yaitu mal atas dan mal bawah. Untuk bagian atas terbuat dari bahan aluminium dengan ukuran 16 × 13 ×1,5 dan berat 1,2 kg serta memiliki jumlah 12 gigi sedangkan mal bawah terbuat dari bahan yang sama dengan ukuran 15 × 13 ×1,5 dan berat 1 kg serta memiliki jumlah 12 lubang.

25

Gambar 4. Mal bawah

d. Pemanas (heater)

Pemanas (heater), menggunakan sumber energi listrik dengan tenaga sebesar 250 Watt, 220 Volt dan suhu maksimal 180 oC serta menggunakan kabel listrik sepanjang 1,6 meter. Bagian ini berfungsi untuk mengeringkan bubur kertas yang terdapat dalam cetakan.

26

Prinsip kerja alat pencetak rak telur puyuh

Prinsip kerja alat pencetak rak telur puyuh ini ialah mencetak bahan melalui cetakan (mold) dengan melakukan proses penekanan (press), kemudian diharapkan bahan dapat merekat sehingga berbentuk rak telur puyuh. Oleh karena itu, pada saat perancangan perlu dilakukan perhitungan untuk menentukan dimensi alat yang sesuai agar alat ini dapat bekerja. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sholeh dkk (2012) yang menyatakan bahwa perancangan adalah penuangan ide (gagasan) dalam bentuk tulisan, yang didasarkan pada logika gerak (mekanis), ratio posisi (konstruksi) didukung pendekatan matematis.

Kapasitas Efektif Alat

Menurut Harjanto (1997) kapasitas efektif suatu alat atau mesin didefenisikan sebagai kapasitas yang dapat diharapkan untuk mengolah maupun menghasilkan produk tertentu melalui nisbah antara jumlah bahan yang diolah dengan lamanya waktu yang dibutuhkan dalam prosesnya per satuan waktu (jam). Kapasitas efektif alat pencetak rak telur puyuh ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. kapasitas efektif alat Ulangan Berat awal

(kg) Berat akhir (kg) Waktu (jam) Kapasitas efektif (kg/jam) I 0,292 0,155 0,11 2,65 II 0,292 0,141 0,11 2,65 III 0,292 0,149 0,11 2,65 Total 0,876 0,445 0,33 7,95 Rataan 0,292 0,148 0,11 2,65

Berdasarkan data hasil penelitian, pada ulangan I, II dan III rataan berat awalnya yaitu sebesar 0,292 kg serta rataan berat akhir yaitu sebesar 0,148 kg. perbedaan antara berat awal dan berat akhir ini dipengaruhi oleh proses pengeringan selama waktu 0,11 jam sehingga kadar air yang terkandung dalam

27

bahan yang diolahpun berubah menjadi uap air serta berat bahan menjadi berkurang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Taib dkk (1988) yang menyatakan bahwa panas yang diberikan akan menaikkan suhu bahan yang menyebabkan tekanan uap air di dalam bahan lebih tinggi dari pada tekanan uap air di udara sehingga terjadi perpindahan uap air dari bahan ke udara yang merupakan perpindahan massa.

Bahan tidak terolah

Pada alat pencetak rak telur puyuh ini, bahan tidak terolah mencakup bahan yang tertinggal di alat selama proses pencetakan (pressing). Persentase ini diperoleh dengan membandingkan antara berat bubur kertas (pulp) tidak terolah (kg) dengan berat awal bahan yang diolah (kg). hal ini sesuai dengan pernyataan Daywin dkk (2008) yang menyatakan bahwa bahan tidak terolah merupakan sebahagian dari jumlah bahan yang tidak terproses sempurna dari jumlah bahan seluruhnya dan jumlah bahan tidak terolah biasanya dinyatakan dalam persen. Persentase bahan tidak terolah pada alat pencetak rak telur puyuh ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Persentase bahan tidak terolah pada alat pencetak rak telur puyuh Ulangan Berat awal

(kg)

Berat bubur kertas (pulp) yang tertinggal di alat

(kg)

Persentase bahan tidak terolah (%) I 0,292 0,013 4,45 II 0,292 0,008 2,73 III 0,292 0,006 2,05 Total 0,876 0,027 9,23 Rataan 0,292 0,009 3,07

Berdasarkan data hasil penelitian, pada ulangan I diperoleh persentase bahan tertinggal sebesar 4,45%, pada ulangan II diperoleh persentase bahan tertinggal

28

sebesar 2,73%, dan pada ulangan III diperoleh persentase bahan tertinggal 2,05%. Rataan persentase bahan tidak terolah pada alat ini sebesar 3,07%. Bahan tertinggal ini diduga disebabkan oleh suhu pemanas yang tinggi yang mengakibatkan kertas menempel pada cetakan serta pada saat mencetak (pressing) bahan tercecer dalam wadah penampungnya.

Analisis Ekonomi

Investasi merupakan suatu kegiatan penanaman modal sebagai proses untuk produksi guna mendapatkan hasil yang lebih dari modal tersebut . Menurut Soeharno (2007) menyatakan bahwa analisis ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang harus dikeluarkan saat produksi menggunakan alat. Dengan analisis ekonomi dapat diketahui besar biaya produksi sehingga keuntungan alat dapat diperhitungkan.

Dari analisis biaya yang dilakukan (lampiran 6), diperoleh biaya untuk mncetak rak telur berbeda tiap tahun. Biaya untuk mencetak rak telur puyuh pada tahun pertama sebesar Rp 4.046,88/kg, pada tahun kedua sebesar Rp 4.052,60/kg, pada tahun ketiga sebesar Rp 4.058,73/kg, pada tahun keempat sebesar Rp

4.065,26/kg, dan pada tahun kelima sebesar Rp 4.072,27/kg. Hal ini disebabkan perbedaan nilai biaya penyusutan tiap tahun sehingga mengakibatkan biaya tetap alat tiap tahun berbeda juga.

Break Even Point

Manfaat perhitungan titik impas (break even point) adalah untuk mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Menurut Waldiyono (2008), break even

29

point (analisis titik impas) umumnya berhubungan dengan proses penentuan tingkat produksi untuk menjamin agar kegiatan usaha yang dilakukan dapat membiayai sendiri (self financing) dan selanjutnya dapat berkembang sendiri (self growing). Dalam analisis ini, keuntungan awal dianggap sama dengan nol.

Berdasarkan analisis biaya yang dilakukan (lampiran 7), titik impas terjadi setelah mencetak rak telur puyuh sebanyak 1.187,43 kg pada tahun pertama,

1.248,36 kg pada tahun kedua, 1.313,51 kg pada tahun ketiga, 1.382,90 kg pada tahun keempat, dan 1.457,37 kg pada tahun kelima. Peningkatan break even point setiap tahunnya dipengaruhi oleh biaya penyusutan yang meningkat setiap tahun.

Net Present Value

Net present value (NPV) adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur suatu alat layak atau tidak untuk diusahakan. Berdasarkan analisis biaya yang dilakukan (lampiran 8), diketahui besarnya NPV dengan suku bunga 6,75% adalah Rp 12.295.643,1/tahun dan dengan suku bunga bank coba-coba sebesar 8% adalah Rp 8.633.897,5/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan karena NVP lebih besar dari nol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Giatman (2006) yang menyatakan bahwa jika NPV > 0, berarti usaha yang telah dilaksanakan menguntungkan.

Internal Rate of Return

Menurut Soekartawi (1995) internal rate of return atau tingkat pengembalian internal merupakan parameter yang dipakai apakah suatu usaha tani mempunyai kelayakan usaha atau tidak. Kriteria layak atau tidak layak bagi usaha tani bila IRR lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku saat usaha tani itu diusahakan

30

dengan meminjam uang (biaya) dari bank pada saat nilai netto sekarang (NPV = 0). Dari analisis biaya yang dilakukan (lampiran 9), diperoleh nilai IRR sebesar 12,2%. Usaha ini layak dijalankan apabila bunga pinjaman bank tidak melebihi 12,2%. Jika bunga pinjaman di bank melebihi angka tersebut, maka usaha ini tidak layak lagi diusahakan. Semakin tinggi bunga pinjaman di bank maka keuntungan yang diperoleh dari usaha ini semakin kecil.

Dokumen terkait