Nilai rendemen merupakan peubah yang sangat penting untuk mengetahui nila i ekonomis atau efektivitas suatu bahan. Rendemen diperoleh dengan mem- bandingkan berat dendeng yang diperoleh dengan berat adonan. Semakin tinggi nilai rendemen, maka semakin tinggi pula nilai ekonomis produk tersebut, begitu pula sebaliknya semakin kecil nilai rendemen maka semakin sedikit nilai keefektivitasan produk atau bahan tersebut. Rataan nilai rendemen dendeng disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan Nilai Rendemen Dendeng Giling Daging Domba Suhu Pengeringan (°C) Waktu Pengeringan (Jam) 60 70 80 Rataan** --- %--- 7 58,18 ± 0,21 54,85 ± 1,02 51,01 ± 0,69 54,68 ± 3,59 8 56,68 ± 0,92 52,69 ± 1,05 48,63 ± 2,40 52,67 ± 4,03 9 55,51 ± 0,39 52,19 ± 0,85 48,04 ± 1,08 51,91 ± 3,74 Rataan** 56,79 ± 1,34 53,24 ± 1,41 49,23 ± 1,57
Keterangan : ** = sangat berbeda nyata
Rendemen dendeng giling daging domba pada penelitian ini berkisar antara 48,04 – 58,18 % (Tabel 7). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan waktu dan suhu pengeringan memberikan pengaruh yang sangat nyata (p<0,01) secara linier terhadap nilai rendemen dendeng, sedangkan interaksi waktu dan suhu pengeringan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Uji nyata antar perlakuan dalam penelitian ini tidak dapat dilakukan karena uji yang digunakan adalah Polinomial Orthogonal, yaitu uji yang terdiri dari dua faktor atau lebih yang kedua -duanya bertaraf kuantitatif dan berinterval sama sehingga memperlihatkan efek linier, kuadratik, kubik dan seterusnya (Steel dan Torrie, 1993).
Rendemen dendeng giling daging domba terhadap suhu pengeringan berubah mengikuti persamaan Y = – 0,3782x + 79,558 dan R2 = 0,9987 (Gambar 3). Hal ini menandakan bahwa setiap peningkatan suhu pengeringan (x satuan), maka rendemen (y) akan menurun sebesar 0,3782x satuan. Turunnya nilai rendemen tersebut terjadi karena proses penyusutan bahan yang terjadi selama proses pengeringan. Terjadinya
penyusutan ada kaitannya dengan panjang atau pendeknya sarkomer, yang biasanya terjadi pada suhu 60°C hingga 80°C (Lepetit et al., 2000). Semakin tinggi suhu pe- ngeringan maka sarkomer akan memendek karena terjadinya pengerutan sarkomer sehingga sebagian air akan keluar dan tidak dapat ditahan selama pemasakan (Utami, 2003).
Rendemen dendeng giling daging domba terhadap waktu pengeringan ber- ubah mengikuti persamaan Y = – 1,3833x + 64,153 dan R2 = 0,9353 (Gambar 4). Hal ini menandakan bahwa setiap peningkatan waktu pengeringan (x satuan), maka ren- demen (y) akan menurun sebesar 1,3833x. Penurunan ini terjadi karena semakin meningkatnya waktu pengeringan, maka semakin lama dendeng menerima panas sehingga uap air semakin banyak terbentuk dan kadar air dendeng akan menurun. Hilangnya air menyebabkan berat produk menjadi lebih rendah sehingga nilai ren- demen menurun. y = -0,3782x + 79,558 R2 = 0,9987 48 50 52 54 56 58 60 70 80
Suhu Pengeringan (Celcius)
Rendemen (%)
Gambar 3. Grafik Hubungan antara Suhu Pengeringan dengan Rendemen Dendeng Giling Daging Domba.
y = -1,3833x + 64,153 R2 = 0,9353 51 52 53 54 55 7 8 9
Waktu Pengeringan (jam)
Rendemen (%)
Gambar 4. Grafik Hubungan antara Waktu Pengeringan dengan Rendemen Dendeng Giling Daging Domba
Warna
Warna adalah salah satu faktor untuk menarik keinginan konsumen untuk mengkonsumsi produk yang dihasilkan. Uji warna yang dilakukan dalam penelitian ini menghasilkan tiga notasi yaitu L, a, b. Notasi L melambangkan kecerahan, notasi a melambangkan warna kromatik merah dan hijau, notasi b melambangkan warna kromatik biru dan kuning. Nilai a dan b digunakan untuk menentukan derajat HUE. Derajat HUE berfungsi untuk menentukan warna dari produk. Rataan nilai warna (L, a, b dan °HUE) dendeng giling daging domba dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan °HUE) Dendeng Giling Daging
Domba Suhu (°C) Notasi Waktu (Jam) 60 70 80 Rataan 7 37,89 ± 2,66 40,79 ± 3,24 37,11 ± 1,45 38,59 ± 1,94 8 39,67 ± 3,73 39,06 ± 0,24 39,49 ± 0,73 39,41 ± 0,31 9 38,64 ± 2,88 39,45 ± 1,14 43,59 ± 3,62 40,56 ± 2,66 Nilai L Rataan 38,73 ± 0,89 39,77 ± 0,91 40,06 ± 3,28 39,52 ±± 0,84 7 -6,70 ± 1,83 -8,02 ± 0,87 -7,3 ± 1,45 -7,34 ± 0,66 8 -7,85 ± 1,80 -7,52 ± 0,37 -8,48 ± 0,94 -7,95 ± 0,49 Nilai a 9 -7,05 ± 1,08 -7,95 ± 0,77 -9,53 ± 1,18 -8,18 ± 1,26 Rataan -7,20 ± 0,59 -7,83 ± 0,27 -8,44 ± 1,12 -7,82 ±± 0,53 7 26,78 ± 0,91 28,02 ± 1,53 26,60 ± 0,20 27,13 ± 0,77 8 27,59 ± 1,68 27,27 ± 0,25 27,32 ± 0,99 27,39 ± 0,17 Nilai b 9 27,05 ± 1,32 27,41 ± 0,44 29,78 ± 1,59 28,08 ± 1,48 Rataan 27,14 ± 0,41 27,57 ± 0,39 27,90 ± 1,67 27,54 ±± 0,44 --- Derajat (°)--- 7 76,04 ± 3,38 74,04 ± 1,55 74,69 ± 2,76 74,92 ± 1,02 Nilai °HUE 8 74,18 ± 2,99 74,69 ± 0,75 72,78 ± 1,82 73,88 ± 0,99 9 75,43 ± 1,81 73,84 ± 1,26 71,96 ± 1,24 73,74 ± 1,74 Rataan 75,22 ± 0,95 74,19 ± 0,44 73,14 ± 1,40 74,18 ±± 0,84
Nilai L
Nilai L me lambangkan tingkat kecerahan (light) dari produk de nga n kisaran 0 (nol) untuk warna hitam hingga 100 (seratus) untuk warna putih. Nilai L menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu dan hitam. Semakin tinggi nilai L, maka produk semakin cerah. Rataan nilai kecerahan dendeng giling daging domba disajikan pada Tabel 8.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu pengeringan serta interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kecerahan dendeng. Hal ini berarti peningkatan suhu dan waktu pengeringan menghasilkan kecerahan yang relatif sama. Hasil yang tidak berbeda nyata ini dapat disebabkan perbedaan suhu dan waktu pengeringan yang diberikan tidak terlalu besar. Nilai kecerahan dendeng giling daging domba dalam penelitian ini sebesar 39,52. Berdasarkan kisaran nilai kecerahan 0 – 100, maka dendeng yang dihasilkan memiliki tingkat kecerahan yang agak rendah atau agak gelap.
Kecerahan pada dendeng yang dihasilkan dapat disebabkan oleh gula merah, reaksi Maillard dan karamelisasi gula . Hal ini sesuai pernyataan Hamm (1977) bahwa warna coklat pada dendeng dapat disebabkan oleh kombinasi antara reaksi
Maillard dan karamelisasi gula. Williams (1976) mengatakan bahwa peningkatan suhu dapat meningkatkan reaksi pencoklatan, sehingga menghasilkan warna produk yang lebih gelap.
Nilai a
Nilai a menyatakan warna kromatik campuran merah sampai hijau. Nilai a (positif) mempunyai kisaran 0 sampai 100 untuk warna merah dan nilai – a (negatif) dari 0 sampai – 80 untuk warna hijau. Rataan nilai a pada dendeng disajikan pada Tabel 8.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu pe- ngeringan serta interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap nilai a dendeng, yang berarti peningkatan suhu dan waktu pengeringan menghasilkan intensitas warna hijau yang relatif sama. Hasil yang tidak berbeda nyata ini dapat disebabkan perbedaan suhu dan waktu pengeringan yang diberikan tidak terlalu besar. Rataan nilai a dari seluruh perlakuan adalah -7,82. Rataan nilai yang bertanda negatif menunjukkan
bahwa warna dendeng giling daging domba yang dihasilkan terdapat pada daerah hijau tetapi warna hijau yang dihasilkan kurang signifikan.
Nilai b
Nilai b menyatakan warna kromatik campuran biru sampai kuning dengan kisaran 0 sampai 70 untuk warna kuning dan nilai 0 sampai -70 untuk warna biru. Rataan nilai b pada dendeng disajikan pada Tabel 8.
Hasil sidik ragam menunjukkan ba hwa perlakuan suhu dan waktu pengeringan serta interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap nilai b dendeng. Hal ini berarti peningkatan suhu dan waktu pengeringan menghasilkan intensitas warna kuning yang relatif sama. Hasil yang tidak berbeda nyata ini dapat disebabkan perbedaan suhu dan waktu pengeringan yang diberikan tidak terlalu besar. Rataan nilai b dendeng giling dalam penelitian sebesar 27,54. Rataan nilai yang bertanda positif menunjukkan warna produk yang dihasilkan berada dalam daerah kuning.
Nilai °°HUE
Derajat HUE dapat dihitung setelah nilai a dan b diketahui. Hasil sidik ragam menunjukkan perlakuan suhu dan waktu pengeringan serta interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap derajat HUE dendeng. Hasil yang tidak berbeda nyata ini dapat disebabkan perbedaan suhu dan waktu pengeringan yang diberikan tidak terlalu besar. Rataan nilai dari seluruh perlakuan untuk derajat HUE adalah 74,18. Secara lengkap disajikan pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 6 maka warna dendeng giling daging domba yang diha silkan adalah yellow red.
Warna yellow red menunjukkan adanya penggabungan warna kuning dan merah sehingga menampakkan warna coklat. Warna coklat ini disebabkan adanya reaksi Maillard dan karamelisasi gula akibat proses pengeringan.
Kekerasan
Nilai kekerasan adalah besarnya gaya tekan untuk memecah produk padat. Gaya tekan akan memecah produk padat dan pecahnya langsung dari bentuk aslinya tanpa mengalami perubahan bentuk (Soekarto, 1990). Rataan nilai kekerasan dendeng giling daging domba dapat dilihat pada Tabel 9.
Kekerasan dendeng giling daging domba berkisar antara 4,68 – 9,37 kgf/cm2. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan waktu dan suhu pengeringan serta
interaksi antara waktu dan suhu pengeringan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai kekerasan dendeng giling daging domba (p<0,01). Interaksi perlakuan suhu dan waktu pengeringan terhadap kekerasan mengikuti persamaan Y6 0 = 0,26x + 3,6033 dan R2 = 0,3112; Y7 0 = 0,395x + 2,04 dan R2 = 0,769 serta Y8 0 = 1,85x – 6,6633 dan R2 = 0,75. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 5.
Tabel 9. Rataan Nilai Kekerasan Dendeng Giling Daging Domba Suhu (°C) Waktu (Jam) 60 70 80 Rataan --- kgf/cm2--- 7 5,20 ± 1,05** 4,68 ± 0,67** 5,67 ± 0,56** 5,18 ± 0,49 8 6,13 ± 0,51** 5,45 ± 0,99** 9,37 ± 0,73** 6,98 ± 2,09 9 5,72 ± 0,43** 5,47 ± 0,78** 9,37 ± 0,73** 6,85 ± 2,18 Rataan 5,68 ± 0,47 5,20 ± 0,45 8,14 ± 2,14
Keterangan : ** = sangat berbeda nyata
Selama pemanasan terjadi peningkatan kekerasan daging yang disebabkan karena keluarnya cairan dari daging, menyusutnya serat daging dan koagulasi protein (Yohari, 1989). Suhu pengeringan yang meningkat dengan waktu pengeringan yang sama akan menyebabkan semakin besar kemampuan udara pengering untuk menampung uap air yang keluar dari dendeng. Begitu pula dengan suhu pengeringan yang sama dan waktu pengeringan yang meningkat, uap air akan semakin banyak terbentuk akibat semakin lama dendeng menerima panas. Semakin banyak uap air yang keluar maka kadar air dendeng akan menur un. Penurunan kadar air akan menyebabkan meningkatnya nilai kekerasan dendeng akibat berkurangnya ruang antara masing-masing serabut urat daging (Purnomo, 1996).
Peningkatan suhu dan waktu pengeringan juga akan menyebabkan pengerutan serat daging sehingga menyebabkan air akan keluar dan tidak dapat ditahan selama pemanasan. Semakin banyak air yang keluar, maka serat daging akan semakin rapat sehingga akan meningkatkan nilai kekerasan dendeng. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Aberle et al. (2001), bahwa peningkatan suhu dan waktu pemasakan akan menyebabkan terjadinya pengerasan protein (protein hardening)
akibat terkoagulasinya protein miofibril, sehingga kekerasan produk akan semakin meningkat. Y80 = 1,85x - 6,6633 R 2 = 0,75 Y60 = 0,26x + 3,6033 R 2 = 0,3112 Y70 = 0,395x + 2,04 R2 = 0,769 0 2 4 6 8 10 12 7 8 9
Waktu Pengeringan (jam)
kekerasan (kgf/cm2)
Linear (suhu 80) Linear (suhu 60) Linear (suhu 70) Gambar 5. Grafik Interaksi Suhu dan Waktu Pengeringan terhadap Kekerasan
Dendeng Giling Daging Domba
Aktivitas Air (aw)
Aktivitas air merupakan air bebas yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme (Winarno, 1997). Tujuan dari pengukuran nilai aktivitas air (aw) adalah untuk mengetahui jumlah air yang terdapat dalam bahan pangan sehingga dapat dilakukan pencegahan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kontaminasi mikroba (Muchtadi, 1989). Rataan nilai aktivitas air dendeng giling daging domba disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Rataan Nilai Aktivitas Air (aw) Dendeng Giling Daging Domba Suhu (°C) Waktu (Jam) 60 70 80 Rataan** 7 0,77 ± 0,02 0,76 ± 0,01 0,69 ± 0,03 0,74 ± 0,04 8 0,75 ± 0,03 0,73 ± 0,01 0,66 ± 0,02 0,71 ± 0,05 9 0,73 ± 0,01 0,71 ± 0,03 0,60 ± 0,05 0,68 ± 0,07 Rataan** 0,75 ± 0,02 0,73 ± 0,03 0,65 ± 0,05
Aktivitas air dendeng giling daging domba dalam penelitian berkisar antara 0,60 – 0,77. Nilai aktivitas air dendeng yang didapat masih sesuai dengan kisaran aktivitas air bahan pangan semi basah, yaitu 0,6 – 0,91 (Salguero et al., 1994). Menurut Purnomo (1996), bahan pangan semi basah yang mempunyai aw 0,6 – 0,85 pada umumnya cukup awet dan stabil pada penyimpanan suhu kamar. Bahan pangan semi basah dengan aw 0,70 – 0,75 memiliki masa simpan selama enam bulan tanpa dikemas (Garcia et al., 2001).
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu pengeringan berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap aktivitas air dendeng giling daging domba, tetapi interaksi antar perlakuan tidak memberika n pengaruh yang nyata. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata secara kuadratik terhadap aktivitas air dendeng giling daging domba, mengikuti persamaan Y = -0,0003x2 + 0,0417x – 0,55 dan R2 = 1 (Gambar 6). Ha l ini menandakan bahwa kenaikan suhu pada awalnya akan meningkatkan aktivitas air dendeng hingga mencapai titik maksimum, setelah itu aktivitas air akan menurun seiring dengan bertambahnya suhu. Peningkatan aktivitas air terjadi karena air bebas terlebih dahulu menguap sehingga permukaan produk menjadi basah dan aktivitas air mendekati nilai satu. Setelah air bebas diuapkan aktivitas air akan menjadi kurang dari satu sehingga permukaan menjadi kering (Barbosa dan Vega, 1996). Titik maksimum aktivitas air pada penelitian ini dicapai pada suhu 69,5°C.
Perlakuan waktu pengeringan berpengaruh sangat nyata secara linier terhadap aktivitas air dendeng giling daging domba (p<0,01) mengikuti persamaan linier Y = – 0,03x + 0,9511 dan R2 = 0,9959 (Gambar 7). Hal ini berarti peningkatan waktu pengeringan (x satuan) akan menurunkan aktivitas air (y) sebesar 0,03x. Peningkatan waktu pengeringan akan menyebabkan dendeng lebih lama menerima panas dan uap air semakin banyak yang menguap, sehingga untuk lama waktu pengeringan yang sama suhu yang lebih tinggi akan menyebabkan semakin banyak uap air yang terlepas dari dendeng. Semakin lamanya waktu pengeringan juga dapat memberi peluang bagi air tipe II untuk menguap. Air tipe II merupakan molekul- molekul air yang membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dari air murni. Air jenis ini lebih sukar
dihilangkan dan penghilangan air tipe II akan mengakibatkan penurunan aktivitas air (Winarno, 1997).
Gambar 6. Grafik Hubungan antara Suhu Pengeringan dengan Aktivitas Air (aw) Dendeng Giling Daging Domba
y = -0,03x + 0,9511 R2 = 0,9959 0.67 0.68 0.69 0.7 0.71 0.72 0.73 0.74 0.75 7 8 9
Waktu Pengeringan (jam)
aw
Gambar 7. Grafik Hubungan antara Waktu Pengeringan dengan Aktivitas Air (aw) Dendeng Giling Daging Domba
Kadar Air
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu penge- ringan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air dendeng giling daging domba (p<0,01), sedangkan interaksi waktu dan suhu pengeringan tidak berpengaruh nyata. Rataan kadar air dendeng giling hasil penelitian mempunyai kisaran 17,81 – 30,56 % (Tabel 11).
Kadar air yang didapat pada penelitian ini belum memenuhi standar SNI (1992) yang mencantumkan bahwa kadar air dendeng maksimum 12 %, tetapi nilai
0.64 0.66 0.68 0.7 0.72 0.74 0.76 60 70 80
Suhu Pengeringan (Celcius)
aw
Y = -0,0003x2 + 0,0417x – 0,55 R2 = 1
kadar air ini masih berada pada kisaran kadar air dendeng yang ada di pasaran (Nuraini, 1996), yaitu sekitar 25,65 – 28,55%. Kadar air yang cukup tinggi pada hasil penelitian dapat dikarenakan beberapa faktor seperti jenis dendeng (dendeng giling atau sayat), jenis dan bagian daging yang digunakan, metode pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, jumlah dan jenis gula yang digunakan.
Tabel 11. Rataan Nilai Kadar Air Dendeng giling Daging Domba
Suhu (°C) Rataan** Waktu (Jam) 60 70 80 --- %--- 7 30,56 ± 3,26 27,82 ± 1,64 21,76 ± 3,10 26,71 ± 4,50 8 28,18 ± 1,45 23,98 ± 1,22 19,49 ± 4,65 23,88 ± 4,35 9 27,65 ± 3,52 23,39 ± 0,78 17,81 ± 2,20 22,95 ± 4,93 Rataan** 28,79 ± 1,55 25,06 ± 2,41 19,69 ± 1,98
Keterangan : ** = sangat berbeda nyata
Perlakuan suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata secara linier terhadap kadar air dendeng giling daging domba, mengikuti persamaan Y = – 0,4555x + 56,401 dan R2 = 0,9893 (Gambar 8). Hal ini menandakan bahwa setiap peningkatan suhu pengeringan (x satuan) akan menurunkan kadar air (y) sebesar 0,4555x. Menurunnya kadar air dendeng dikarenakan semakin besarnya perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan pangan. Hal ini akan mempercepat pemindahan panas ke dalam bahan pangan sehingga penghilangan air dari bahan semakin cepat pula (Muchtadi, 1989). Yohari (1989) menambahkan semakin tingginya suhu udara pengeringan semakin besar kemampuan udara tersebut menampung uap air dan juga semakin cepat dan mudah air untuk menguap, sehingga kadar air semakin menurun.
Perlakuan waktu pengeringan berpengaruh sangat nyata secara linier terhadap kadar air dendeng giling daging domba, mengikuti persamaan Y = – 1,8817x + 39,569 dan R2 = 0,9219 (Gambar 9). Hal ini menandakan bahwa setiap peningkatan waktu (x satuan) akan menurunkan kadar air sebesar 1,8817x. Semakin lamanya waktu pengeringan yang diberikan, maka akan semakin besar intensitas panas yang diberikan sehingga pemindahan panas ke dalam bahan akan lebih cepat. Waktu pengeringan yang semakin lama akan menyebabkan semakin lama dendeng
menerima panas dari udara pengeringan sehingga uap air semakin banyak terbentuk dan kadar air akan menurun.
y = -0,4555x + 56,401 R2 = 0,9893 0 10 20 30 40 60 70 80
Suhu Pengeringan (celcius)
kadar air (%)
Gambar 8. Grafik Hubungan antara Suhu Pengeringan dengan Kadar Air Dendeng Giling Daging Domba
y = -1,8817x + 39,569 R2 = 0,9219 22 23 24 25 26 27 7 8 9
Waktu Pengeringan (jam)
kadar air (%)
Gambar 9. Grafik Hubungan antara Waktu Pengeringan dengan Kadar Air Dendeng Giling Daging Domba
Penilaian Organoleptik
Penilaian organoleptik adalah cara mengukur, menilai, atau menguji mutu suatu produk dengan menggunakan kepekaan alat indra manusia. Sifat organoleptik terkadang disebut pula sifat sensorik karena penilaiannya didasarkan pada rangsangan sensorik oleh organ atau indra yang dimiliki oleh tubuh manusia. Penilaian organoleptik pada penelitian ini dilakukan dengan uji skoring terhadap warna, rasa, keempukan, aroma dan penerimaan umum. Rataan nilai uji sko ring dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Rataan Hasil Uji Skoring Dendeng Giling Daging Domba Peubah
Rasa Perlakuan
(°C ; Jam) Warna
Manis Pahit Gurih
Keempuka n Aroma Penerimaan Umum 60 ; 7 3,36AB 3,64 4,20 3,32 4,00A 3,60AB 3,60 60 ; 8 3,52AB 3,84 4,20 3,60 4,04A 3,60AB 3,80 60 ; 9 3,56A 3,52 4,00 3,04 3,60AB 3,30A 3,80 70 ; 7 3,40AB 3,44 4,20 3,32 3,32B 3,70AB 3,80 70 ; 8 3,32ABC 3,40 4,10 3,24 3,28B 3,80B 3,72 70 ; 9 3,00BCD 3,24 4,00 3,04 3,28B 3,90B 3,56 80 ; 7 2,68D 3,16 4,04 3,32 2,60C 3,92B 3,36 80 ; 8 2,80D 3,28 4,00 3,12 2,48C 4,00B 3,32 80 ; 9 2,84CD 3,20 4,10 3,24 2,48C 4,00B 3,40 Keterangan :
Warna : 1 = sangat hitam; 2 = hitam; 3 = coklat kehitaman; 4 = coklat; 5 = merah kecoklatan Rasa Manis : 1 = sangat tidak manis; 2 = tidak manis; 3 = agak manis; 4 = manis; 5 = sangat manis Rasa Pahit : 1 = sangat pahit; 2 = pahit; 3 = agak pahit; 4 = tidak pahit; 5 = sangat tidak pahit Rasa Gurih : 1 = sangat tidak gurih; 2 = tidak gurih; 3 = agak gurih; 4 = gurih; 5 = sangat gurih Keempukan : 1 = sangat keras; 2 = keras; 3 = agak keras; 4 = empuk; 5 = sangat empuk Aroma : 1 = sangat prengus; 2 = prengus; 3 = agak prengus; 4 = tidak prengus; 5 = sangat tidak
prengus
Penerimaan Umum : 1 = sangat tidak suka ; 2 = tidak suka; 3 = agak suka; 4 = suka; 5 = sangat suka Superskrip huruf besar pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p<0,01) Warna
Warna makanan adalah refleksi cahaya pada permukaan makanan yang ditangkap oleh indra penglihatan dan ditransmisikan dalam sistem syaraf. Warna yang dikandung oleh bahan pangan dapat disebabkan oleh beberapa sumber, yaitu adanya pigmen, kara melisasi, reaksi Maillard dan adanya pencampuran bahan tambahan (Winarno, 1997).
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu pengeringan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap warna dendeng giling daging domba (p<0,01). Hasil uji duncan menunjukkan bahwa produk dendeng dengan perlakuan 60°C ; 9 jam memiliki warna yang paling cerah berdasarkan penilaian panelis, yaitu dengan skor rataan 3,56. Penilaian panelis terhadap warna dendeng giling daging domba yang dihasilkan berkisar antara 2,68 (coklat kehitaman) sampai 3,56 (coklat). Hal ini menunjukkan bahwa semakin meningkatnya
suhu dan waktu pengeringan, warna dendeng akan semakin gelap. Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 12..
Warna dendeng yang kecoklatan disebabkan oleh warna gula kelapa, karamelisasi gula dan reaksi Maillard (reaksi pencoklatan). Reaksi Maillard terjadi karena adanya reaksi antara gula pereduksi dengan asam amino secara non enzimatis hingga terbentuk pigmen melanoidin (Bailey, 1998). Williams (1976) mengatakan bahwa peningkatan suhu dapat meningkatkan reaksi pencoklatan, sehingga menghasilkan warna produk yang lebih gelap.
Rasa Manis
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu pengeringan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasa manis dendeng giling daging domba. Penilaian panelis terhadap rasa manis dendeng giling daging domba yang dihasilkan berkisar antara 3,16 (agak manis) sampai 3,84 (manis). Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 12.
Rasa manis dendeng dipengaruhi oleh adanya gula merah. Peningkatan suhu dan waktu pengeringan menyebabkan kemanisan dendeng cenderung berkurang, karena sukrosa diubah menjadi gula pereduksi yang berperan dalam reaksi pencoklatan.
Rasa Pahit
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu pengeringan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasa pahit dendeng giling daging domba. Penilaian panelis terhadap rasa pahit dendeng giling daging domba yang dihasilkan berkisar antara 4,00 – 4,20 (tidak pahit). Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 12.
Rasa pahit dendeng dapat diperoleh dari hasil reaksi Maillard dan karamelisasi gula, yaitu melanoidin dan karamelin. Semakin banyak melanoidin dan karamelin yang terbentuk maka dendeng akan semakin pahit. Peningkatan suhu dan waktu pengeringan dalam penelitian ini belum memberikan pengaruh yang besar terhadap rasa pahit dendeng, sehingga dendeng yang dihasilkan memiliki rasa yang tidak pahit.
Rasa Gurih
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu pengeringan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasa gurih dendeng giling daging domba. Penilaian panelis terhadap rasa gurih dendeng giling daging domba yang dihasilkan berkisar antara 3,04 (agak gurih) sampai 3,60 (gurih). Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 12.
Rasa gurih dendeng dapat diperoleh dari penambahan gula merah dan bumbu-bumbu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Purnomo (1996) bahwa pe- nambahan gula kelapa pada adonan dendeng akan memberikan rasa khas pada dendeng bersama-sama dengan bumbu-bumbu yang lainnya.
Ke empukan
Kesan keempukan berasal dari tiga aspek, yaitu kemudahan awal penetrasi gigi dengan daging, mudahnya dikunyah menjadi potongan-potongan yang lebih kecil dan jumlah residu yang tertinggal setelah pengunyahan (Lawrie, 1995). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu pengeringan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap keempukan dendeng giling daging domba (p<0,01). Hasil uji duncan menunjukkan bahwa produk dendeng dengan perlakuan 60°C ; 8 jam memiliki sifat yang lebih empuk dengan penilaian panelis sebesar 4,04.
Penilaian panelis terhadap keempukan dendeng giling daging domba berkisar antara 2,48 (keras) sampai 4,04 (empuk). Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 12. Peningkatan suhu dan waktu pengeringan akan menurunkan nilai keempukan dendeng, sehingga dendeng menjadi lebih keras.
Suhu dan waktu pengeringan yang semakin tinggi akan mempercepat penurunan kadar air. Penurunan kadar air akan menyebabkan meningkatnya nilai kekerasan dendeng akibat berkurangnya ruang antara masing-masing serabut urat daging (Purnomo, 1996). Peningkatan kekerasan selama pemanasan juga terjadi karena keluarnya cairan dari daging, menyusutnya serat daging dan koagulasi protein daging (Yohari, 1989).
Aroma
Aroma menentukan kesukaan konsumen dalam me milih makanan yang disukai. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu pengeringan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap aroma dendeng giling daging domba (p<0,01). Penilaian panelis terhadap aroma dendeng giling daging domba yang dihasilkan berkisar antara 3,60 – 4,00 (tidak prengus). Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 12.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa peningkatan suhu dan waktu pengeringan cenderung menurunkan aroma prengus dendeng giling daging domba. Hal ini diduga karena adanya penguapan zat-zat volatil yang terdapat pada daging domba.
Penambahan gula merah dan bumbu-bumbu juga dapat membantu dalam mengurangi bau prengus tersebut. Hal ini sesuai pernyataan Purnomo (1996), bahwa kombinasi gula kelapa, garam dan bumbu-bumbu akan menimbulkan aroma khas dendeng dan selama pembuatan dendeng akan terjadi proses karamelisasi dan reaksi
Maillard yang menimbulkan aroma dendeng. Kombinasi gula kelapa, garam dan bumbu-bumbu juga diduga dapat menutupi bau prengus pada produk akhir.
Penerimaan Umum
Penilaian penerimaan umum dilakukan untuk mengetahui respon dari panelis terhadap tingkat kesukaan dari dendeng giling daging domba yang dihasilkan. Kesukaan ini meliputi warna, rasa, kekerasan dan aroma.
Hasil sidik ragam me nunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu pengeringan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penerimaan umum dendeng giling daging domba. Dendeng giling daging domba ya ng dihasilkan berkisar antara 3,32 (agak suka) sampai 3,80 (suka). Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan rataan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa penerimaan umum dendeng giling daging domba berada dalam selang agak disukai hingga disukai.
Penentuan Dendeng Giling Daging Domba Terpilih
Penentuan dendeng giling daging domba terpilih berdasarkan pada pemberian nilai (skoring) hasil analisis terhadap rendemen, kekerasan dan uji skoring berdasarka n peringkat hasil terbaik. Aktivitas air dan kadar air berdasarkan standar,
dan warna (L, a, b dan ºHUE) berdasarkan hasil analisis statistik, dengan asumsi bobot nilai dari peubah dianggap sama. Rekapitulasi hasil analisa dan pemberian nilai pada dendeng giling daging domba dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Rekapitulasi Hasil Analisa dan Nilai Skoring Perlakuan (ºC ; Jam) Peubah 60 ; 7 60 ; 8 60 ; 9 70 ; 7 70 ; 8 70 ; 9 80 ; 7 80 ; 8 80 ; 9 Sifat Fisik Rendemen