• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat Fisik dan Organoleptik Dendeng Giling Daging Domba dengan Suhu dan Waktu Pengeringan yang Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sifat Fisik dan Organoleptik Dendeng Giling Daging Domba dengan Suhu dan Waktu Pengeringan yang Berbeda"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK DENDENG GILING

DAGING DOMBA DENGAN SUHU DAN WAKTU

PENGERINGAN YANG BERBEDA

SKRIPSI

PRAWITA AYU SETIANINGTIAS

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

PRAWITA AYU SETIANINGTIAS. D14201074. 2005. Sifat Fisik dan Organoleptik Dendeng Giling Daging Domba dengan Suhu dan Waktu Pengeringan yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. M. Yamin, M.Agr.Sc Pembimbing Anggota : Zakiah Wulandari, S.TP, M.Si

Domba merupakan salah satu ternak yang potensial dikembangkan sebagai sumber protein hewani, disamping sapi, ayam, kerbau, kelinci dan lain-lain. Akan tetapi tingkat konsumsi daging domba relatif masih rendah yang salah satunya dapat disebabkan oleh baunya yang khas (prengus). Pengolahan daging domba menjadi produk lain diharapkan dapat mengatasi hal tersebut. Dendeng merupakan salah satu bentuk produk pangan olahan yang sudah dikenal luas dan disukai oleh masyarakat. Dendeng yang beredar di pasar biasanya menggunakan bahan baku daging sapi, sedangkan dendeng daging domba belum atau jarang diproduksi. Pengembangan dendeng dengan bahan baku utama daging domba merupakan suatu alternatif penganekaragaman produk olahan daging domba, selain itu juga dapat bersifat sebagai salah satu bentuk pengawetan bahan pangan.

Pengeringan merupakan suatu proses pengawetan yang digunakan dalam pengolahan dendeng. Pengeringan bertujuan menghilangkan sebagian besar air dengan menggunakan energi panas sampai batas dimana mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi. Suatu proses pengeringan membutuhkan keseimbangan antara suhu dan waktu pengeringan, sehingga dapat memberikan hasil yang sesuai dengan keinginan.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh suhu dan waktu pengeringan terhadap sifat fisik dan organoleptik dendeng giling daging domba. Penelitian dilakukan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Besar, Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Laboratorium Kimia dan Biokimia, Pusat Antar Universitas Bioteknologi dan Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertania n Bogor pada bulan Juni sampai Agustus 2005.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok pola faktorial 2 x 3 dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama adalah suhu pengeringan (60°C, 70°C, 80°C) dan faktor kedua adalah waktu pengeringan (7, 8, 9 jam).

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa peningkatan suhu dan waktu pengeringan tidak berpengaruh nyata terhadap warna (L, a, b) dendeng, tetapi secara linier sangat nyata (p<0,01) menurunkan rendemen dan kadar air serta meningkatkan kekerasan. Peningkatan waktu pengeringan juga berpengaruh secara linier terhadap aktivitas air, tetapi peningkatan suhu memberikan pengaruh yang sangat nyata secara kuadratik terhadap aktivitas air dendeng yang dihasilkan. Hasil penelitian juga memperlihatkan adanya interaksi antara suhu dan waktu pengeringan terhadap kekerasan, tetapi tidak ditemukan adanya interaksi terhadap nilai rendemen, warna (L, a, b), kadar air dan aktivitas air dendeng yang diamati.

(3)

manis, pahit dan gurih serta penerimaan umum dendeng. Penilaian panelis terhadap penerimaan umum dendeng giling daging domba berada dalam selang agak disukai hingga disukai.

(4)

ABSTRACT

Physical and Organoleptic Characteristics of Lamb Dendeng at Different Temperatures and Drying Times

Setianingtias, P. A., M. Yamin, Z. Wulandari

Lamb is one of good sources of protein, but this potency hasn’t fully utilized in Indonesia. This may due to the smell of the meat itself. In order to overcome these problem, the meat can be processed in some ways, which one of them is dendeng.

Dendeng is one way of meat preservation methods that have been widely known among Indonesian. The preservation process for dendeng is done by drying. The drying process commonly uses heat, however meat is sensitive to the heat. Therefore it is important to balance the drying time with the level of temperature to produce good result. The purpose of this research was to study the effect of level of temperature and the drying time on the physical and organoleptics charactheristic of lamb dendeng. Randomized Block Design in factorial pattern 2 x 3 and three replications was used in data analysis. Physical characteristics which have been observed were rendement, colour, moisture content, water activity and texture (hardness) of lamb dendeng. Organoleptic parameters observed were colour, taste, aroma, texture (tender ness) and general acceptance of lamb dendeng. Analysis of variance shows that the treatments significantly increased the hardness and decreased the moisture content, water activity and rendement of lamb dendeng. The organoleptic test shows that the treatments effects were significantly different on colour, tenderness and aroma of lamb dendeng.

(5)

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK DENDENG GILING

DAGING DOMBA DENGAN SUHU DAN WAKTU

PENGERINGAN YANG BERBEDA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Prawita Ayu Setianingtias D14201074

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(6)

Judul : SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK DENDENG GILING DAGING DOMBA DENGAN SUHU DAN WAKTU PENGERINGAN YANG BERBEDA

Nama : Prawita Ayu Setianingtias NRP : D.14201074

Menyetujui,

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.Sc) NIP 131 624 188

Tanggal lulus : 22 November 2005 Pembimbing I

(Ir. M. Yamin, M.Agr.Sc) NIP 131 760 853

Pembimbing II

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Agustus 1983 di Jakarta. Penulis adalah putri pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Rachmat Wali, B. A. dan Ibu Benny Rostiawary.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1995 di SDN Pondok Kelapa 03 pagi di Jakarta. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1998 di SLTPN 194 Jakarta dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2001 di SMUN 61 Jakarta. Penulis diterima sebagai mahasiswi pada Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada tahun 2001.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas karunia dan rahmatNya sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir yang menjadi syarat kelulusan dari Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Sifat Fisik dan Organoleptik Dendeng Daging Domba dengan Suhu dan Waktu Pengeringan yang Berbeda.

Skripsi ini disusun untuk dapat memberikan informasi mengenai pengaruh suhu dan waktu pengeringan terhadap sifat fisik dan organoleptik dari dendeng daging domba. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu dimulai dari bulan Juni 2005 sampai Agustus 2005. Penulisan skripsi ini dapat dilaksanakan setelah melalui diskusi dan pembahasan bersama pembimbing skripsi dan melibatkan banyak orang. Penulis berharap skripsi ini dapat memberi manfaat kepada penulis sendiri dan bagi pihak yang memerlukan.

Kepada semua pihak, khususnya para pembimbing skripsi yang telah menyumbangkan ide- idenya dan berpartisipasi hingga penyusunan skripsi ini penulis ucapkan terima kasih.

Bogor, November 2005

(9)
(10)

Nilai a ... 21

Nilai b... 22

Nilai °HUE ... 22

Kekerasan... 22

Aktivitas Air (aw) ... 24

Kadar A ir... 26

Penilaian Organoleptik ... 28

Warna ... 29

Rasa Manis ... 30

Rasa Pahit... 30

Rasa Gurih... 31

Keempuka n ... 31

Aroma ... 32

Penerimaan Umum ... 32

Penentuan Dendeng Giling Daging Domba Terpilih ... 32

KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

Kesimpulan... 35

Saran... 35

UCAPAN TERIMA KASIH ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

(11)

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK DENDENG GILING

DAGING DOMBA DENGAN SUHU DAN WAKTU

PENGERINGAN YANG BERBEDA

SKRIPSI

PRAWITA AYU SETIANINGTIAS

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(12)

RINGKASAN

PRAWITA AYU SETIANINGTIAS. D14201074. 2005. Sifat Fisik dan Organoleptik Dendeng Giling Daging Domba dengan Suhu dan Waktu Pengeringan yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. M. Yamin, M.Agr.Sc Pembimbing Anggota : Zakiah Wulandari, S.TP, M.Si

Domba merupakan salah satu ternak yang potensial dikembangkan sebagai sumber protein hewani, disamping sapi, ayam, kerbau, kelinci dan lain-lain. Akan tetapi tingkat konsumsi daging domba relatif masih rendah yang salah satunya dapat disebabkan oleh baunya yang khas (prengus). Pengolahan daging domba menjadi produk lain diharapkan dapat mengatasi hal tersebut. Dendeng merupakan salah satu bentuk produk pangan olahan yang sudah dikenal luas dan disukai oleh masyarakat. Dendeng yang beredar di pasar biasanya menggunakan bahan baku daging sapi, sedangkan dendeng daging domba belum atau jarang diproduksi. Pengembangan dendeng dengan bahan baku utama daging domba merupakan suatu alternatif penganekaragaman produk olahan daging domba, selain itu juga dapat bersifat sebagai salah satu bentuk pengawetan bahan pangan.

Pengeringan merupakan suatu proses pengawetan yang digunakan dalam pengolahan dendeng. Pengeringan bertujuan menghilangkan sebagian besar air dengan menggunakan energi panas sampai batas dimana mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi. Suatu proses pengeringan membutuhkan keseimbangan antara suhu dan waktu pengeringan, sehingga dapat memberikan hasil yang sesuai dengan keinginan.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh suhu dan waktu pengeringan terhadap sifat fisik dan organoleptik dendeng giling daging domba. Penelitian dilakukan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Besar, Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Laboratorium Kimia dan Biokimia, Pusat Antar Universitas Bioteknologi dan Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertania n Bogor pada bulan Juni sampai Agustus 2005.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok pola faktorial 2 x 3 dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama adalah suhu pengeringan (60°C, 70°C, 80°C) dan faktor kedua adalah waktu pengeringan (7, 8, 9 jam).

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa peningkatan suhu dan waktu pengeringan tidak berpengaruh nyata terhadap warna (L, a, b) dendeng, tetapi secara linier sangat nyata (p<0,01) menurunkan rendemen dan kadar air serta meningkatkan kekerasan. Peningkatan waktu pengeringan juga berpengaruh secara linier terhadap aktivitas air, tetapi peningkatan suhu memberikan pengaruh yang sangat nyata secara kuadratik terhadap aktivitas air dendeng yang dihasilkan. Hasil penelitian juga memperlihatkan adanya interaksi antara suhu dan waktu pengeringan terhadap kekerasan, tetapi tidak ditemukan adanya interaksi terhadap nilai rendemen, warna (L, a, b), kadar air dan aktivitas air dendeng yang diamati.

(13)

manis, pahit dan gurih serta penerimaan umum dendeng. Penilaian panelis terhadap penerimaan umum dendeng giling daging domba berada dalam selang agak disukai hingga disukai.

(14)

ABSTRACT

Physical and Organoleptic Characteristics of Lamb Dendeng at Different Temperatures and Drying Times

Setianingtias, P. A., M. Yamin, Z. Wulandari

Lamb is one of good sources of protein, but this potency hasn’t fully utilized in Indonesia. This may due to the smell of the meat itself. In order to overcome these problem, the meat can be processed in some ways, which one of them is dendeng.

Dendeng is one way of meat preservation methods that have been widely known among Indonesian. The preservation process for dendeng is done by drying. The drying process commonly uses heat, however meat is sensitive to the heat. Therefore it is important to balance the drying time with the level of temperature to produce good result. The purpose of this research was to study the effect of level of temperature and the drying time on the physical and organoleptics charactheristic of lamb dendeng. Randomized Block Design in factorial pattern 2 x 3 and three replications was used in data analysis. Physical characteristics which have been observed were rendement, colour, moisture content, water activity and texture (hardness) of lamb dendeng. Organoleptic parameters observed were colour, taste, aroma, texture (tender ness) and general acceptance of lamb dendeng. Analysis of variance shows that the treatments significantly increased the hardness and decreased the moisture content, water activity and rendement of lamb dendeng. The organoleptic test shows that the treatments effects were significantly different on colour, tenderness and aroma of lamb dendeng.

(15)

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK DENDENG GILING

DAGING DOMBA DENGAN SUHU DAN WAKTU

PENGERINGAN YANG BERBEDA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Prawita Ayu Setianingtias D14201074

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(16)

Judul : SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK DENDENG GILING DAGING DOMBA DENGAN SUHU DAN WAKTU PENGERINGAN YANG BERBEDA

Nama : Prawita Ayu Setianingtias NRP : D.14201074

Menyetujui,

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.Sc) NIP 131 624 188

Tanggal lulus : 22 November 2005 Pembimbing I

(Ir. M. Yamin, M.Agr.Sc) NIP 131 760 853

Pembimbing II

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Agustus 1983 di Jakarta. Penulis adalah putri pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Rachmat Wali, B. A. dan Ibu Benny Rostiawary.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1995 di SDN Pondok Kelapa 03 pagi di Jakarta. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1998 di SLTPN 194 Jakarta dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2001 di SMUN 61 Jakarta. Penulis diterima sebagai mahasiswi pada Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada tahun 2001.

(18)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas karunia dan rahmatNya sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir yang menjadi syarat kelulusan dari Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Sifat Fisik dan Organoleptik Dendeng Daging Domba dengan Suhu dan Waktu Pengeringan yang Berbeda.

Skripsi ini disusun untuk dapat memberikan informasi mengenai pengaruh suhu dan waktu pengeringan terhadap sifat fisik dan organoleptik dari dendeng daging domba. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu dimulai dari bulan Juni 2005 sampai Agustus 2005. Penulisan skripsi ini dapat dilaksanakan setelah melalui diskusi dan pembahasan bersama pembimbing skripsi dan melibatkan banyak orang. Penulis berharap skripsi ini dapat memberi manfaat kepada penulis sendiri dan bagi pihak yang memerlukan.

Kepada semua pihak, khususnya para pembimbing skripsi yang telah menyumbangkan ide- idenya dan berpartisipasi hingga penyusunan skripsi ini penulis ucapkan terima kasih.

Bogor, November 2005

(19)
(20)

Nilai a ... 21

Nilai b... 22

Nilai °HUE ... 22

Kekerasan... 22

Aktivitas Air (aw) ... 24

Kadar A ir... 26

Penilaian Organoleptik ... 28

Warna ... 29

Rasa Manis ... 30

Rasa Pahit... 30

Rasa Gurih... 31

Keempuka n ... 31

Aroma ... 32

Penerimaan Umum ... 32

Penentuan Dendeng Giling Daging Domba Terpilih ... 32

KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

Kesimpulan... 35

Saran... 35

UCAPAN TERIMA KASIH ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

(21)

DAFTAR TABEL

Nomor

1. Komposisi Daging Segar Domba dan Sapi... 3

2. Spesifikasi Persyaratan Mutu Dendeng Sapi (SNI 01-2908-1992) ... 5

3. Pengaruh Suhu Pengeringan terhadap Kadar Air dan Aw Dendeng .. 7

4. Komposisi Asam Amino pada Produk Daging Sapi... 9

5. Komposisi Kimia Dendeng yang Dibuat dengan Pengeringan Menggunakan Sinar Matahari dan Pengering Oven ... 10

6. Pembagian Warna Derajat HUE... 14

7. Rataan Nilai Rendemen Dendeng Giling Daging Domba ... 18

8. Rata an Nilai Warna (L, a, b dan °HUE) Dendeng Giling Daging Domba... 20

9. Rataan Nilai Kekerasan Dendeng Giling Daging Domba ... 23

10. Rataan Nilai Aktivitas Air (aw) Dendeng Giling Daging Domba ... 24

11. Rataan Nilai Kadar Air Dendeng Giling Daging Domba ... 27

12. Rataan Hasil Uji Skoring Dendeng Giling Daging Domba ... 29

(22)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

1. Contoh Kurva Hasil Pengukuran Kekerasan Dendeng... 15 2. Tahapan Proses Pembuatan Dendeng Giling Daging Domba ... 17 3. Grafik Hubungan antara Suhu Pengeringan dengan Rendemen

Dendeng Giling Daging Domba ... 19 4. Grafik Hubungan antara Waktu Pengeringan dengan Rendemen

Dendeng Giling Daging Domba ... 19 5. Grafik Interaksi Suhu dan Waktu Pengeringan terhadap Kekerasan

Dendeng Giling Daging Domba ... 24 6. Grafik Hubungan antara Suhu Pengeringan dengan Aktivitas Air

(aw) Dendeng Giling Daging Domba ... 26 7. Grafik Hubungan antara Waktu Pengeringan dengan Aktivitas Air

(aw) Dendeng Giling Daging Domba ... 26 8. Grafik Hubungan antara Suhu Pengeringan dengan Kadar Air

Dendeng Giling Daging Domba ... 28 9. Grafik Hubungan antara Waktu Pengeringan dengan Kadar Air

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

1. Format Uji Skoring ... 41 2. Analisis Ragam Rendemen Dendeng Giling Daging Domba ... 42 3. Uji Lanjut Polinomial Orthogonal Rendemen Dendeng Giling

Daging Domba ... 43 9. Uji Lanjut Polinomial Orthogonal Kekerasan Dendeng Giling

Daging Domba ... 45 10. Analisis Ragam Aktivitas Air (aw) Dendeng Giling Daging Domba. 45 11. Uji Lanjut Polinomial Orthogonal Kekerasan Dendeng Giling

Daging Domba ... 46 12. Analisis Ragam Kadar Air Dendeng Giling Daging Domba... 46 13. Uji Lanjut Polinomial Orthogonal Kadar Air Dendeng Giling

Daging Domba ... 47 14. Analisis Ragam Uji Skoring Rasa Manis Dendeng Giling Daging

Domba... 47 15. Analisis Ragam Uji Skoring Rasa Pahit Dendeng Giling Daging

Domba... 47 16. Analisis Ragam Uji Skoring Rasa Gurih Dendeng Giling Daging

Domba... 48 17. Analisis Ragam Uji Skoring Warna Dendeng Giling Daging

Domba... 48 18. Uji Lanjut Duncan Warna Dendeng Giling Daging Domba... 48 19. Analisis Ragam Uji Skoring Keempukan Dendeng Giling Daging

Domba... 49 20. Uji Lanjut Duncan Keempukan Dendeng Giling Daging Domba ... 49 21. Analisis Sidik Ragam Uji Skoring Penerimaan Umum Dendeng

Giling Daging Domba... 49 22. Analisis Ragam Uji Skoring Aroma Dendeng Giling Daging

(24)
(25)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Domba merupakan salah satu ternak yang potensial dikembangkan sebagai sumber protein hewani, disamping daging sapi, ayam, kerbau, kelinci dan lain- lain. Akan tetapi tingkat konsumsi daging domba relatif masih rendah yaitu sekitar 0,22 kg/kapita pada tahun 2004, dibandingkan dengan daging sapi sekitar 1,11 kg/kapita (Wasito, 2005). Hal ini diantaranya dapat disebabkan oleh baunya yang khas (prengus)

Salah satu usaha dalam mengatasi bau prengus daging domba adalah dengan mengolahnya menjadi produk lain. Proses pengolahan daging menjadi bentuk olahan lain selain sebagai salah satu bentuk diversifikasi produk, juga dapat bertujuan memodifikasi rasa, aroma dan tekstur serta meningkatkan cita rasa. Pengolahan tersebut juga dapat memperpanjang masa simpan produk karena dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme, mengingat daging merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan.

Dendeng merupakan salah satu bentuk awetan daging yang praktis dan cukup dikenal oleh masyarakat. Proses pengolahan dendeng menggunakan prinsip pengeringan dengan penambahan gula, garam dan rempah-rempah. Penambahan gu-la, garam dan rempah-rempah disamping untuk meningkatkan cita rasa, juga diha-rapkan dapat mengurangi bau prengus pada dendeng yang dihasilkan. Pengeringan dengan menggunakan energi panas bertujuan menghilangkan sebagian besar air sampai batas dimana mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi.

Metode pengeringan sangat mempengaruhi hasil akhir dan dapat disesuaikan dengan keinginan dan selera masyarakat. Metode pengeringan dendeng yang kita kenal ada dua yaitu pengeringan matahari dan pengeringan buatan.

(26)

tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada bahan pangan baik secara fisik maupun kimia. Penetapan kombinasi suhu dan waktu pengeringan yang tepat perlu dilakukan sehingga kerusakan bahan pangan dapat dicegah.

Perumusan Masalah

Daging domba sebagai salah satu sumber protein hewani masih memiliki tingkat konsumsi relatif rendah yang dapat disebabkan oleh baunya yang khas. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan pengolahan daging domba menjadi produk lain, salah satunya adalah dendeng. Proses pengolahan dendeng dilakukan dengan pengeringan sebagai salah satu metode pengawetan. Hampir semua metode pengeringan menggunakan energi panas dan bahan pangan sensitif terhadap pemanasan, maka perlu ditetapkan suatu keseimbangan antara suhu dan waktu pengeringan sehingga dapat mencegah terjadinya kerusakan pada produk akhir.

Tujuan Penelitian

(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Daging Domba

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan termasuk di dalamnya organ-organ seperti hati, jantung, ginjal dan paru-paru (Soeparno, 1994). Daging domba terdiri atas serabut-serabut halus yang sangat rapat, berwarna merah muda, merah terang hingga merah gelap. Kisaran warna merah ini sesuai dengan bertambahnya umur. Lemak daging domba banyak terdapat di serat otot (marbling) dan di bawah kulit (subkutan) yang berwarna putih atau putih cream. Daging berbau

prengus, aroma yang sama seperti halnya yang dijumpai pada daging kambing. Timbunan lemak daging domba lebih putih dan lebih padat daripada timbunan lemak daging kambing (Hery, 1992).

Cross dan Winger (1988) mengemukakan, peningkatan kandungan lemak akan meningkatkan aroma prengus dari daging dan akan berpengaruh pada penerimaan konsumen karena umumnya konsumen tidak menyukai aroma yang tinggi pada daging domba. Namun kandungan lemak daging domba relatif sama dengan daging sapi (Tabel 1), sehingga mungkin ada penyebab lain terhadap bau

prengus tersebut.

Tabel 1. Komposisi Daging Segar Domba dan Sapi

Komposisi (dalam 100 g daging) Daging Sapi Daging Domba

Air (%) 66 66,3

Protein (%) 18,8 17,2

Lemak (%) 14 14,8

Ca (mg) 11 10

P (mg) 170 101

Fe (mg) 2,8 2,6

Energi (Kal/100g) 207 206

Sumber : Depkes (1992)

(28)

daging masak banyak ditentukan oleh prekursor yang larut dalam air dan lemak, pembebasan substansi atsiri (volatil) yang terdapat dalam daging. Flavor atau aroma spesifik daging domba yang keras dapat berasal dari fraksi polar senyawa karbonil bebas dari lemak dan mempunyai komposisi tipe serabut. Beberapa senyawa volatil yang telah diidentifikasi dari daging domba panggang (roast), yaitu asetaldehid, propanal, n-heksanal, 3-dimetil-2-butanon, amonia dan hidrogen sulfida (Soeparno, 1994).

Young dan Braggins (1998) menambahkan, pirazin dan piridin, seperti 2-etil-3,6-dimetilpirazin dan 2-pentil-piridin merupakan contoh lain dari senyawa dasar yang ikut memberikan sumbangan pada bau daging domba. Asam lemak rantai cabang juga ikut mempengaruhi bau spesifik daging domba. Ada dua asam lemak bercabang yang penting, yaitu 4- metiloktanoik dan 4-metilnonanoik, lemak bercabang ini banyak terdapat pada lemak subkutan.

Dendeng

Dendeng merupakan salah satu bentuk hasil olahan pengawetan daging secara tradisional, yang telah banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia sejak dulu. Menurut SNI 01-2908-1992 (Dewan Standarisasi Nasional, 1992), dendeng adalah produk makanan berbentuk lempengan yang terbuat dari irisan atau gilingan daging segar yang telah diberi bumbu dan dikeringkan. Dendeng mempunyai rasa manis, karena kadar gulanya cukup tinggi serta mempunyai warna coklat gelap. Kombinasi gula, garam dan bumbu-bumbu menimb ulkan bau khas pada produk akhir (Purnomo, 1996). Legowo et al. (2002) menambahkan, dendeng mempunyai cita rasa yang spesifik, karena daging mengalami proses curing dan pengeringan, serta perlakuan penggorengan sesaat sebelum dikonsumsi.

(29)

Dendeng yang bermutu baik harus memenuhi spesifikasi persyaratan mutu seperti pada dendeng sapi, sehingga produk yang dihasilkan dapat diterima di pasaran dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Spesifikasi persyaratan mutu dendeng dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Spesifikasi Persyaratan Mutu Dendeng Sapi (SNI 01-2908-1992) Persyaratan

Jenis Uji

Mutu I Mutu II

Warna dan bau Khas dendeng Khas dendeng

Kadar air (Berat/berat basah) Maks 12% Maks 12% Kadar Protein (Berat/bahan kering) Min 30% Min 25% Abu (Berat/bahan kering) Maks 1% Maks 1% Benda asing (Berat/bahan kering) Maks 1% Maks 1%

Kapang dan serangga Tidak nampak Tidak nampak

Sumber : Dewan Standarisasi Nasional (1992)

Purnomo (1996) mengemukakan, ditinjau dari cara pembuatannya, dendeng dikelompokkan menjadi dendeng sayat dan dendeng giling. Komposisi bahan yang digunakan dalam pembuatan dendeng menurut Hadiwiyoto (1994) adalah daging, gula merah (30%), garam (5%), ketumbar (2%), bawang putih (2%), sendawa (0,2%), lengk uas (1%) dan jinten (1%). Selama pembumbuan dan pengeringan akan terjadi pula pembentukan komponen-komponen citarasa, yang akan menambah rasa dan aroma dendeng menjadi lebih sedap.

Bumbu

Gula Merah

(30)

osmosis dan menyebabkan sel mikroba mengalami plasmolisis dan pertumbuhannya akan terhambat (Winarno et al., 1984).

Garam

Penambahan garam dalam pembuatan dendeng berfungsi sebagai pengawet karena dalam jumlah yang cukup, garam dapat menyebabkan terjadinya autolisis dan pembusukan serta plasmolisis pada mikroba. Garam meresap ke dalam jaringan daging sampai tercapai keseimbangan tekanan osmosis antara bagian dalam dan luar daging (Soeparno, 1994). Sejumlah bakteri terhambat pertumbuhannya pada konsentrasi garam 2%. Mikroorganisme pembusuk, prote olitik dan pembentuk spora paling mudah terpengaruh oleh adanya garam, walau dengan kadar 6% (Buckle et al., 1987). Selain sebagai bahan pengawet, garam juga berfungsi merangsang cita rasa dan penambahan rasa enak pada produk.

Bawang Putih

Bawang putih me miliki aroma yang kuat dan tajam, tetapi hampir tidak berbau jika belum dimemarkan atau dipotong-potong (Farrell, 1990). Bawang putih dapat dipakai sebagai pengawet karena bersifat bakteriostatik yang disebabkan oleh adanya zat aktif allicin yang sangat efektif terhadap bakteri, selain itu bawang putih mengandung scordinin, yaitu senyawa komplek thioglisidin yang bersifat antioksidan (Palungkun dan Budhiarti, 1995).

Bawang Merah

Bawang merah digunakan sebagai bahan bumbu dapur dan penyedap berbagai masakan. Kegunaan lain bawang merah adalah sebagai obat tradisional. Berkhasiatnya umbi bawang merah sebagai obat, diduga karena mempunyai efek antiseptik dari senyawa aliin. Senyawa aliin oleh enzim alisin liase diubah menjadi asam piruvat, ammonia dan alicin antimikroba yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994).

Ketumbar

(31)

rempah-rempah dan terasa pedas. Minyak dari biji ketumbar terutama mengandung

d-linalol, stironelol, bermacam- macam ester, keton dan aldehida (Syukur dan Hernani, 2002).

Lengkuas

Lengkuas berwarna merah atau putih dan ukurannya ada yang besar ataupun kecil. Lengkuas mengandung beberapa minyak atsiri, diantaranya kamfer, galangi,

galangol, eugenol dan mungkin juga curcumin. Minyak atsiri tersebut menghasilkan aroma yang khas (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).

Jahe

Jahe berbau harum dan berasa pedas. Rimpang jahe juga mengandung minyak atsiri yang menimbulkan aroma khas jahe, diantaranya zingiberene,

curcumine, philandren dan sebagainya. Jahe juga mengandung gingerols dan

shogaols yang menimbulkan rasa pedas (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Jahe mampu menutupi bau beberapa flavor dan memberikan kesegaran terhadap bahan pangan.

Pengeringan

Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian besar air dari suatu bahan dengan cara menguapkannya dengan menggunakan energi panas (Winarno et al., 1984). Prinsip pengawetan bahan pangan dengan cara pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sehingga tidak memungkinkan lagi mikroorganisme melakukan aktivitasnya (Muchtadi, 1989). Peningkatan suhu pengeringan dapat menurunkan kadar air dan aw dendeng, seperti yang terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh Suhu Pengeringan terhadap Kadar Air dan Aw Dendeng. Suhu Pengeringan Kadar Air (%) Aktivitas air (Aw) Sebelum dikeringkan

(adonan dendeng) 56,3 0,93

35°C (4,5 jam) 17,9 0,60

70°C (3 jam) 14,6 0,57

(32)

Proses pengeringan didasari oleh terjadinya penguapan air sebagai akibat perbedaan kandungan uap air antara udara dan produk yang dikeringkan. Semakin tinggi suhu udara semakin banyak uap air yang dapat ditampung sebelum terjadinya kejenuhan (Muchtadi, 1989). Tidak hanya udara yang dipanaskan mengambil lebih banyak uap air daripada udara dingin, tetapi udara yang bergerak akan lebih efektif karena selain mengambil uap air juga menghilangkan dari permuk aan bahan pangan.

Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dengan volume menjadi lebih kecil, sehingga, mempermudah dan menghemat ruang dalam distribusi. Berat bahan juga berkurang, sedangkan kerugiannya adalah sifat bahan asal dapat berubah, baik fisik maupun kimia (Winarno et al., 1984)

Menurut Buckle et al. (1987), faktor utama yang mempengaruhi kecepatan pengeringan suatu bahan adalah (1) sifat fisik dan kimia dari produk (bentuk, ukuran, komposisi dan kadar air); (2) pengaturan geometris produk, sehubungan dengan permukaan alat atau media perantara pemindah panas; (3) sifat fisik dari lingkungan alat pengering (suhu, kelembaban dan kecepatan udara); dan (4) karakteristik alat pengering.

Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan suatu alat pengering (artificial drier), atau dengan penjemuran (sun drying) yaitu pengeringan dengan menggunakan energi langsung dari sinar matahari. Pengeringan buatan mempunyai keuntungan karena suhu dan aliran udara dapat diatur sehingga waktu pengeringan dapat ditentukan dengan tepat dan kebersihan dapat diawasi sebaik -baiknya (Winarno et al., 1984). Untuk aktivitas pengeringan menggunakan alat pengering buatan, hanya memerlukan tanah atau ruang yang lebih sedikit. Kualitas masak bahan pangan kering buatan biasanya lebih baik daripada bahan pangan kering matahari, tetapi daging hewan dan ikan yang dikeringkan dengan matahari memiliki akseptabilitas yang tinggi (Desrosier, 1988).

(33)

menggunakan suhu tinggi, tiamin dan vitamin C akan hilang, sedangkan riboflavin dan niasin hanya hilang sedikit (Purnomo, 1996).

Pemanasan yang terlalu lama pada suhu tinggi dapat mengakibatkan protein menjadi kurang berguna dalam makanan. Menurut Muchtadi dan Setiawaty (1985) pengolahan daging menjadi dendeng dapat merubah kandungan asam amino. Kandungan asam amino dendeng mentah akan meningkat karena adanya penam-bahan bumbu dan akan menurun setelah dilakukan pengeringan dan penggorengan, seperti yang tercantum pada Tabel 4. Hal ini dapat terjadi karena adanya reaksi

Mailard atau reaksi pencoklatan. Reaksi ini akan semakin efektif dengan bertambahnya suhu.

Tabel 4. Komposisi Asam Amino pada Produk Daging Sapi (mg/g protein) Asam Amino Daging Mentah Dendeng Mentah Dendeng Goreng

Lysine 29,3 125,1 35,6

Histidine 61,4 27,8 39,1

Arginine 64,4 165,9 74,1

Valine 47,9 57,6 53,4

Isoleucine 47,1 76,2 56,4

Leucine 72,4 37,1 93,3

Tyrosine 41,4 46,3 38,3

Phenylalanine 40,9 20,6 52,0

Methionine 27,4 5,6 25,4

Cycteine 6,1 60,6 1,4

Threonine 34,1 30,2 42,4

Serine 26,8 125,3 34,8

Proine 40,9 36,3 47,6

Glycine 31,3 45,7 50,1

Alanine 42,8 - 68,7

Sumber : Muchtadi dan Setiawaty (1985)

(34)

suhu yang rendah (Desrosier, 1988). Hadiwiyoto (1994) juga menambahkan, pengeringan dengan menggunakan sinar matahari dan oven 40°C memerlukan waktu yang lama, sehingga menyebabkan angka malonaldehida pada dendeng lebih tinggi daripada yang terdapat pada dendeng yang diperoleh pada perlakuan dengan oven 55°C dan oven 70°C (Tabel 5). Malonaldehida adalah parameter kerusakan lemak oleh karena oksidasi. Proses oksidasi lemak akan menghasilkan peroksida, yang akhirnya terurai menjadi bentuk-bentuk keton dan aldehid.

Tabel 5. Komposisi Kimia Dendeng yang Dibuat dengan Pengeringan Menggunakan Sinar Matahari dan Pengering Oven.

Oven Parameter Matahari

40°C 55°C 70°C Kadar air (%) 16,47 20,93 24,29 18,23 Kadar gula (%) 36,58 35,18 34,29 39,67 Kadar NaCl (%) 8,61 8,89 8,35 8,85 Malonaldehida

(mg/kg) 246,26 289,17 243,86 206,43

Sumber : Hadiwiyoto (1994)

Pengeringan juga dapat mengakibatkan warna dendeng menjadi coklat. Hal ini terjadi karena adanya reaksi antara gula pereduksi dengan asam amino secara non enzimatis hingga terbentuk pigmen melanoidin (Bailey, 1998). Laju reaksi pencoklatan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pH, suhu dan aktivitas air. Peningkatan suhu dan pH serta penurunan aktivitas air dapat meningkatkan laju reaksi pencoklatan sehingga produk menjadi lebih gelap (Williams, 1976).

Selama pemanasan terjadi peningkatan kekerasan daging yang disebabkan karena keluarnya cairan dari daging, menyusutnya serat daging dan koagulasi protein (Yohari, 1989). Pemanasan menyebabkan jaringan ikat menjadi lebih empuk, tetapi protein-protein miofibril akan menjendal dan cenderung menjadi alot (Soeparno, 1994). Purnomo (1996) menambahkan selama proses pengeringan akan menyebab-kan berkurangnya ruang antara masing-masing serabut urat daging akibat tidak dapat ditahannya air sehingga terjadi penyusutan pada bahan.

(35)

aktivitas air memiliki nilai satu. Setelah air bebas diuapkan, aktivitas air akan menjadi kurang dari satu sehingga permukaan menjadi kering.

(36)

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2005 sampai dengan bulan Agustus 2005, di Bagian Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Besar, Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan (penelitian utama dan uji organoleptik), Laboratorium Mutu dan Keamanan Pangan 1, Southeast Asian Food and Agriculture Science and Technology (SEAFAST) Center (uji kadar air, aktivitas air dan warna), serta Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (uji kekerasan).

Materi

Bahan utama yang digunakan adalah daging domba bagian paha. Bumbu-bumbu untuk pembuatan dendeng daging domba adalah garam, gula merah, bawang putih, bawang merah, ketumbar, jahe dan laos. Bahan kimia yaitu NaCl.

Alat yang digunakan adalah pisau, timbangan, berbagai wadah plastik,

Instron 5542, chromameter, cawan, food processor, oven dan aw meter. Formulir uji digunakan untuk uji organoleptik.

Rancangan

Perlakuan

Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini ada dua faktor, yang masing-masing terdiri atas tiga taraf perlakuan dengan tiga kali ulangan. Faktor pertama adalah suhu pengeringan (60oC, 70oC dan 80oC) dan faktor kedua adalah waktu pengeringan (7, 8 dan 9 jam).

Model

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok dalam percobaan faktorial 2x3. Model matematika yang digunakan menurut Steel dan Torrie (1993) :

Yij = ì + ái + âj + Kk + (áâ)ij + eij Keterangan :

(37)

ái = pengaruh suhu pengeringan ke- i âj = pengaruh waktu ke-j

Kk = pengaruh pengelompokan

(áâ)ij = interaksi pengaruh suhu pengeringan ke-i dan waktu ke-j eij = galat percobaan

Peubah

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah rendemen, warna, uji kekerasan, aktivitas air (aw), kadar air, dan uji organoleptik yang meliputi warna, rasa, keempukan, aroma dan penerimaan umum. Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan uji skoring

Rendemen (AOAC, 1995). Rendemen merupakan perbandingan antara berat produk setelah dikeringkan (dendeng giling daging domba) dengan berat adonan. Rendemen dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Berat produk (g)

Rendemen (%) = x 100% Berat adonan (g)

Penilaian Warna (Soekarto, 1990). Warna adalah refleksi cahaya pada permukaan suatu bahan yang ditangkap oleh indera penglihatan dan ditransmisikan dalam sistem syaraf. Penilaian warna dapat dilakukan dengan menggunakan alat Chromameter (R-20, Minolta Camera Co., Japan) dengan menentukan nilai Y, x dan y. Kemudian dikonversi menjadi notasi warna hunter yang terdiri dari L, a dan b.

Y = Y X = Y (x/y) Z = Y {(1- x-y)/y} L = 10 y

a = {17,5 (1,02X -Y)}/ Y b = {7,0 (Y – 0,847Z)}/ Y

(38)

biru. Nilai a dan b digunakan untuk menentukan derajat HUE. Derajat HUE berfungsi untuk menentukan warna dari produk. Derajat HUE mempunyai rumus, yaitu : °HUE = arc tg (b/a)

Penentuan warna dengan metode L, a, b harus menggunakan penghitungan derajat HUE untuk menghilangkan kerancuan dari warna produk yang dihasilk an (Febriyanti, 2003). Pembagian warna derajat HUE dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Pembagian Warna Derajat HUE

Warna °HUE

Red purple 342° – 18°

Red 18º – 54º

Yellow red 54° – 90°

Yellow 90º – 126º

Yellow green 126° – 162°

Green 162° – 198°

Blue green 198° – 234°

Blue 234° – 270°

Blue purple 270° – 306°

Purple 306° – 342°

Sumber : Febriyanti (2003)

Uji Kekerasan (Ranganna, 1986). Kekerasan adalah besarnya gaya tekan untuk memecah produk padat. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Instron Food Testing Instrument model 5542 tipe Warner Bratzler Meat Shear. Sampel dendeng ditempatkan pada alat pemotong. Sampel dipotong sampai putus dengan chart speed

(39)

Gambar 1. Contoh Kurva Hasil Pengukuran Kekerasan Dendeng

Nilai Aktivitas Air (AOAC, 1995). Aktivitas air merupakan air bebas yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Penentuan nilai aktivitas air dari produk diukur dengan menggunakan alat pengukur aw yaitu aw meter dengan spesifikasi alat adalah SHIBAURA aw WA-360. Sebelum melakukan pengukuran aw produk dilakukan kalibrasi alat dengan larutan NaCl jenuh yang mempunyai aw sekitar 0,750. Sejumlah sampel dendeng diletakkan ke dalam aw-meter. Pada saat alat tersebut dalam posisi ready, lalu tombol start ditekan. Nilai aw dapat dibaca jika alat tersebut dalam posisi completed.

Kadar Air (Ranganna, 1986). Cawan dikeringkan dengan oven pada suhu 105°C selama satu jam, diangkat dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 2-3 g dimasukkan ke dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven vakum pada suhu 75°C selama 4 – 5 jam hingga tercapai berat tetap. Cawan dipindahkan ke dalam desikator dan didinginkan serta ditimbang berat akhirnya. Kadar air dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0 200 400 600

Comp. extension (mm)

(40)

Berat sampel awal (g) – Berat sampel akhir (g)

Kadar Air (%) = x 100% Berat sampel awal (g)

Penilaian Organoleptik (Rahayu, 2001). Penilaian organoleptik yang digunakan adalah uji skoring. Uji skoring digunakan untuk menilai suatu sifat organoleptik yang spesifik terhadap rasa, warna, aroma, keempukan dan penerimaan umum. Panelis yang digunakan dalam uji skoring adalah panelis agak terlatih yang berjumlah 25 orang. Panelis diminta menilai contoh yang diuji sesuai dengan kriteria yang diminta. Contoh lembar uji skoring dapat dilihat pada Lampiran 1.

Analisis Data

Data diuji dengan sidik ragam (ANOVA), bila menunjukkan pengaruh yang nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Polinomial Ortogonal (Steel dan Torie, 1993). Data kualitatif hasil uji organoleptik dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA), bila menunjukkan pengaruh yang nyata dilanjutkan dengan uji Duncan.

Prosedu r

(41)

Gambar 2. Tahapan Proses Pembuatan Dendeng Giling Daging Domba Pembersihan dan pencucian

Digiling

Dicetak (loyang 28x26 cm2)

Pengeringan (suhu 60°C, 70°C dan 80°C; waktu 7, 8 dan 9 jam)

Curing (satu malam) Daging Domba

Pencampuran dengan bumbu yang telah

dihaluskan

(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen

Nilai rendemen merupakan peubah yang sangat penting untuk mengetahui nila i ekonomis atau efektivitas suatu bahan. Rendemen diperoleh dengan mem-bandingkan berat dendeng yang diperoleh dengan berat adonan. Semakin tinggi nilai rendemen, maka semakin tinggi pula nilai ekonomis produk tersebut, begitu pula sebaliknya semakin kecil nilai rendemen maka semakin sedikit nilai keefektivitasan produk atau bahan tersebut. Rataan nilai rendemen dendeng disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan Nilai Rendemen Dendeng Giling Daging Domba Suhu Pengeringan (°C)

Waktu Pengeringan

(Jam) 60 70 80

Rataan** --- %---

7 58,18 ± 0,21 54,85 ± 1,02 51,01 ± 0,69 54,68 ± 3,59 8 56,68 ± 0,92 52,69 ± 1,05 48,63 ± 2,40 52,67 ± 4,03 9 55,51 ± 0,39 52,19 ± 0,85 48,04 ± 1,08 51,91 ± 3,74 Rataan** 56,79 ± 1,34 53,24 ± 1,41 49,23 ± 1,57

Keterangan : ** = sangat berbeda nyata

Rendemen dendeng giling daging domba pada penelitian ini berkisar antara 48,04 – 58,18 % (Tabel 7). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan waktu dan suhu pengeringan memberikan pengaruh yang sangat nyata (p<0,01) secara linier terhadap nilai rendemen dendeng, sedangkan interaksi waktu dan suhu pengeringan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Uji nyata antar perlakuan dalam penelitian ini tidak dapat dilakukan karena uji yang digunakan adalah Polinomial Orthogonal, yaitu uji yang terdiri dari dua faktor atau lebih yang kedua -duanya bertaraf kuantitatif dan berinterval sama sehingga memperlihatkan efek linier, kuadratik, kubik dan seterusnya (Steel dan Torrie, 1993).

(43)

penyusutan ada kaitannya dengan panjang atau pendeknya sarkomer, yang biasanya terjadi pada suhu 60°C hingga 80°C (Lepetit et al., 2000). Semakin tinggi suhu pe-ngeringan maka sarkomer akan memendek karena terjadinya pengerutan sarkomer sehingga sebagian air akan keluar dan tidak dapat ditahan selama pemasakan (Utami, 2003).

Rendemen dendeng giling daging domba terhadap waktu pengeringan ber-ubah mengikuti persamaan Y = – 1,3833x + 64,153 dan R2 = 0,9353 (Gambar 4). Hal ini menandakan bahwa setiap peningkatan waktu pengeringan (x satuan), maka ren-demen (y) akan menurun sebesar 1,3833x. Penurunan ini terjadi karena semakin meningkatnya waktu pengeringan, maka semakin lama dendeng menerima panas sehingga uap air semakin banyak terbentuk dan kadar air dendeng akan menurun. Hilangnya air menyebabkan berat produk menjadi lebih rendah sehingga nilai ren-demen menurun.

Gambar 3. Grafik Hubungan antara Suhu Pengeringan dengan Rendemen Dendeng Giling Daging Domba.

(44)

Warna

Warna adalah salah satu faktor untuk menarik keinginan konsumen untuk mengkonsumsi produk yang dihasilkan. Uji warna yang dilakukan dalam penelitian ini menghasilkan tiga notasi yaitu L, a, b. Notasi L melambangkan kecerahan, notasi a melambangkan warna kromatik merah dan hijau, notasi b melambangkan warna kromatik biru dan kuning. Nilai a dan b digunakan untuk menentukan derajat HUE. Derajat HUE berfungsi untuk menentukan warna dari produk. Rataan nilai warna (L, a, b dan °HUE) dendeng giling daging domba dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan °HUE) Dendeng Giling Daging

Domba

Suhu (°C) Notasi Waktu

(Jam) 60 70 80 Rataan

7 37,89 ± 2,66 40,79 ± 3,24 37,11 ± 1,45 38,59 ± 1,94 8 39,67 ± 3,73 39,06 ± 0,24 39,49 ± 0,73 39,41 ± 0,31 9 38,64 ± 2,88 39,45 ± 1,14 43,59 ± 3,62 40,56 ± 2,66 Nilai L

Rataan 38,73 ± 0,89 39,77 ± 0,91 40,06 ± 3,28 39,52 ±± 0,84

7 -6,70 ± 1,83 -8,02 ± 0,87 -7,3 ± 1,45 -7,34 ± 0,66 8 -7,85 ± 1,80 -7,52 ± 0,37 -8,48 ± 0,94 -7,95 ± 0,49 Nilai a

9 -7,05 ± 1,08 -7,95 ± 0,77 -9,53 ± 1,18 -8,18 ± 1,26 Rataan -7,20 ± 0,59 -7,83 ± 0,27 -8,44 ± 1,12 -7,82 ±± 0,53

7 26,78 ± 0,91 28,02 ± 1,53 26,60 ± 0,20 27,13 ± 0,77 8 27,59 ± 1,68 27,27 ± 0,25 27,32 ± 0,99 27,39 ± 0,17 Nilai b

9 27,05 ± 1,32 27,41 ± 0,44 29,78 ± 1,59 28,08 ± 1,48 Rataan 27,14 ± 0,41 27,57 ± 0,39 27,90 ± 1,67 27,54 ±± 0,44

--- Derajat (°)---

7 76,04 ± 3,38 74,04 ± 1,55 74,69 ± 2,76 74,92 ± 1,02 Nilai °HUE

(45)

Nilai L

Nilai L me lambangkan tingkat kecerahan (light) dari produk de nga n kisaran 0 (nol) untuk warna hitam hingga 100 (seratus) untuk warna putih. Nilai L menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu dan hitam. Semakin tinggi nilai L, maka produk semakin cerah. Rataan nilai kecerahan dendeng giling daging domba disajikan pada Tabel 8.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu pengeringan serta interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kecerahan dendeng. Hal ini berarti peningkatan suhu dan waktu pengeringan menghasilkan kecerahan yang relatif sama. Hasil yang tidak berbeda nyata ini dapat disebabkan perbedaan suhu dan waktu pengeringan yang diberikan tidak terlalu besar. Nilai kecerahan dendeng giling daging domba dalam penelitian ini sebesar 39,52. Berdasarkan kisaran nilai kecerahan 0 – 100, maka dendeng yang dihasilkan memiliki tingkat kecerahan yang agak rendah atau agak gelap.

Kecerahan pada dendeng yang dihasilkan dapat disebabkan oleh gula merah, reaksi Maillard dan karamelisasi gula . Hal ini sesuai pernyataan Hamm (1977) bahwa warna coklat pada dendeng dapat disebabkan oleh kombinasi antara reaksi

Maillard dan karamelisasi gula. Williams (1976) mengatakan bahwa peningkatan suhu dapat meningkatkan reaksi pencoklatan, sehingga menghasilkan warna produk yang lebih gelap.

Nilai a

Nilai a menyatakan warna kromatik campuran merah sampai hijau. Nilai a (positif) mempunyai kisaran 0 sampai 100 untuk warna merah dan nilai – a (negatif) dari 0 sampai – 80 untuk warna hijau. Rataan nilai a pada dendeng disajikan pada Tabel 8.

(46)

bahwa warna dendeng giling daging domba yang dihasilkan terdapat pada daerah hijau tetapi warna hijau yang dihasilkan kurang signifikan.

Nilai b

Nilai b menyatakan warna kromatik campuran biru sampai kuning dengan kisaran 0 sampai 70 untuk warna kuning dan nilai 0 sampai -70 untuk warna biru. Rataan nilai b pada dendeng disajikan pada Tabel 8.

Hasil sidik ragam menunjukkan ba hwa perlakuan suhu dan waktu pengeringan serta interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap nilai b dendeng. Hal ini berarti peningkatan suhu dan waktu pengeringan menghasilkan intensitas warna kuning yang relatif sama. Hasil yang tidak berbeda nyata ini dapat disebabkan perbedaan suhu dan waktu pengeringan yang diberikan tidak terlalu besar. Rataan nilai b dendeng giling dalam penelitian sebesar 27,54. Rataan nilai yang bertanda positif menunjukkan warna produk yang dihasilkan berada dalam daerah kuning.

Nilai °°HUE

Derajat HUE dapat dihitung setelah nilai a dan b diketahui. Hasil sidik ragam menunjukkan perlakuan suhu dan waktu pengeringan serta interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap derajat HUE dendeng. Hasil yang tidak berbeda nyata ini dapat disebabkan perbedaan suhu dan waktu pengeringan yang diberikan tidak terlalu besar. Rataan nilai dari seluruh perlakuan untuk derajat HUE adalah 74,18. Secara lengkap disajikan pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 6 maka warna dendeng giling daging domba yang diha silkan adalah yellow red.

Warna yellow red menunjukkan adanya penggabungan warna kuning dan merah sehingga menampakkan warna coklat. Warna coklat ini disebabkan adanya reaksi Maillard dan karamelisasi gula akibat proses pengeringan.

Kekerasan

Nilai kekerasan adalah besarnya gaya tekan untuk memecah produk padat. Gaya tekan akan memecah produk padat dan pecahnya langsung dari bentuk aslinya tanpa mengalami perubahan bentuk (Soekarto, 1990). Rataan nilai kekerasan dendeng giling daging domba dapat dilihat pada Tabel 9.

(47)

interaksi antara waktu dan suhu pengeringan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai kekerasan dendeng giling daging domba (p<0,01). Interaksi perlakuan suhu dan waktu pengeringan terhadap kekerasan mengikuti persamaan Y6 0 = 0,26x + 3,6033 dan R2 = 0,3112; Y7 0 = 0,395x + 2,04 dan R2 = 0,769 serta Y8 0 = 1,85x – 6,6633 dan R2 = 0,75. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 5.

Tabel 9. Rataan Nilai Kekerasan Dendeng Giling Daging Domba Suhu (°C)

Waktu (Jam)

60 70 80 Rataan

--- kgf/cm2---

7 5,20 ± 1,05** 4,68 ± 0,67** 5,67 ± 0,56** 5,18 ± 0,49 8 6,13 ± 0,51** 5,45 ± 0,99** 9,37 ± 0,73** 6,98 ± 2,09 9 5,72 ± 0,43** 5,47 ± 0,78** 9,37 ± 0,73** 6,85 ± 2,18 Rataan 5,68 ± 0,47 5,20 ± 0,45 8,14 ± 2,14

Keterangan : ** = sangat berbeda nyata

Selama pemanasan terjadi peningkatan kekerasan daging yang disebabkan karena keluarnya cairan dari daging, menyusutnya serat daging dan koagulasi protein (Yohari, 1989). Suhu pengeringan yang meningkat dengan waktu pengeringan yang sama akan menyebabkan semakin besar kemampuan udara pengering untuk menampung uap air yang keluar dari dendeng. Begitu pula dengan suhu pengeringan yang sama dan waktu pengeringan yang meningkat, uap air akan semakin banyak terbentuk akibat semakin lama dendeng menerima panas. Semakin banyak uap air yang keluar maka kadar air dendeng akan menur un. Penurunan kadar air akan menyebabkan meningkatnya nilai kekerasan dendeng akibat berkurangnya ruang antara masing-masing serabut urat daging (Purnomo, 1996).

(48)

akibat terkoagulasinya protein miofibril, sehingga kekerasan produk akan semakin

Linear (suhu 80) Linear (suhu 60) Linear (suhu 70)

Gambar 5. Grafik Interaksi Suhu dan Waktu Pengeringan terhadap Kekerasan Dendeng Giling Daging Domba

Aktivitas Air (aw)

Aktivitas air merupakan air bebas yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme (Winarno, 1997). Tujuan dari pengukuran nilai aktivitas air (aw) adalah untuk mengetahui jumlah air yang terdapat dalam bahan pangan sehingga dapat dilakukan pencegahan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kontaminasi mikroba (Muchtadi, 1989). Rataan nilai aktivitas air dendeng giling daging domba disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan Nilai Aktivitas Air (aw) Dendeng Giling Daging Domba Suhu (°C)

(49)

Aktivitas air dendeng giling daging domba dalam penelitian berkisar antara 0,60 – 0,77. Nilai aktivitas air dendeng yang didapat masih sesuai dengan kisaran aktivitas air bahan pangan semi basah, yaitu 0,6 – 0,91 (Salguero et al., 1994). Menurut Purnomo (1996), bahan pangan semi basah yang mempunyai aw 0,6 – 0,85 pada umumnya cukup awet dan stabil pada penyimpanan suhu kamar. Bahan pangan semi basah dengan aw 0,70 – 0,75 memiliki masa simpan selama enam bulan tanpa dikemas (Garcia et al., 2001).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu pengeringan berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap aktivitas air dendeng giling daging domba, tetapi interaksi antar perlakuan tidak memberika n pengaruh yang nyata. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata secara kuadratik terhadap aktivitas air dendeng giling daging domba, mengikuti persamaan Y = -0,0003x2 + 0,0417x – 0,55 dan R2 = 1 (Gambar 6). Ha l ini menandakan bahwa kenaikan suhu pada awalnya akan meningkatkan aktivitas air dendeng hingga mencapai titik maksimum, setelah itu aktivitas air akan menurun seiring dengan bertambahnya suhu. Peningkatan aktivitas air terjadi karena air bebas terlebih dahulu menguap sehingga permukaan produk menjadi basah dan aktivitas air mendekati nilai satu. Setelah air bebas diuapkan aktivitas air akan menjadi kurang dari satu sehingga permukaan menjadi kering (Barbosa dan Vega, 1996). Titik maksimum aktivitas air pada penelitian ini dicapai pada suhu 69,5°C.

(50)

dihilangkan dan penghilangan air tipe II akan mengakibatkan penurunan aktivitas air (Winarno, 1997).

Gambar 6. Grafik Hubungan antara Suhu Pengeringan dengan Aktivitas Air (aw) Dendeng Giling Daging Domba

Gambar 7. Grafik Hubungan antara Waktu Pengeringan dengan Aktivitas Air (aw) Dendeng Giling Daging Domba

Kadar Air

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu penge-ringan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air dendeng giling daging domba (p<0,01), sedangkan interaksi waktu dan suhu pengeringan tidak berpengaruh nyata. Rataan kadar air dendeng giling hasil penelitian mempunyai kisaran 17,81 – 30,56 % (Tabel 11).

Kadar air yang didapat pada penelitian ini belum memenuhi standar SNI (1992) yang mencantumkan bahwa kadar air dendeng maksimum 12 %, tetapi nilai

0.64

Suhu Pengeringan (Celcius)

aw

(51)

kadar air ini masih berada pada kisaran kadar air dendeng yang ada di pasaran (Nuraini, 1996), yaitu sekitar 25,65 – 28,55%. Kadar air yang cukup tinggi pada hasil penelitian dapat dikarenakan beberapa faktor seperti jenis dendeng (dendeng giling atau sayat), jenis dan bagian daging yang digunakan, metode pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, jumlah dan jenis gula yang digunakan.

Tabel 11. Rataan Nilai Kadar Air Dendeng giling Daging Domba

Suhu (°C) Rataan**

Waktu (Jam)

60 70 80

--- %---

7 30,56 ± 3,26 27,82 ± 1,64 21,76 ± 3,10 26,71 ± 4,50 8 28,18 ± 1,45 23,98 ± 1,22 19,49 ± 4,65 23,88 ± 4,35 9 27,65 ± 3,52 23,39 ± 0,78 17,81 ± 2,20 22,95 ± 4,93 Rataan** 28,79 ± 1,55 25,06 ± 2,41 19,69 ± 1,98

Keterangan : ** = sangat berbeda nyata

Perlakuan suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata secara linier terhadap kadar air dendeng giling daging domba, mengikuti persamaan Y = – 0,4555x + 56,401 dan R2 = 0,9893 (Gambar 8). Hal ini menandakan bahwa setiap peningkatan suhu pengeringan (x satuan) akan menurunkan kadar air (y) sebesar 0,4555x. Menurunnya kadar air dendeng dikarenakan semakin besarnya perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan pangan. Hal ini akan mempercepat pemindahan panas ke dalam bahan pangan sehingga penghilangan air dari bahan semakin cepat pula (Muchtadi, 1989). Yohari (1989) menambahkan semakin tingginya suhu udara pengeringan semakin besar kemampuan udara tersebut menampung uap air dan juga semakin cepat dan mudah air untuk menguap, sehingga kadar air semakin menurun.

(52)

menerima panas dari udara pengeringan sehingga uap air semakin banyak terbentuk dan kadar air akan menurun.

y = -0,4555x + 56,401

Gambar 8. Grafik Hubungan antara Suhu Pengeringan dengan Kadar Air Dendeng Giling Daging Domba

Gambar 9. Grafik Hubungan antara Waktu Pengeringan dengan Kadar Air Dendeng Giling Daging Domba

Penilaian Organoleptik

(53)

Tabel 12. Rataan Hasil Uji Skoring Dendeng Giling Daging Domba

Keempuka n Aroma Penerimaan Umum Superskrip huruf besar pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p<0,01)

Warna

Warna makanan adalah refleksi cahaya pada permukaan makanan yang ditangkap oleh indra penglihatan dan ditransmisikan dalam sistem syaraf. Warna yang dikandung oleh bahan pangan dapat disebabkan oleh beberapa sumber, yaitu adanya pigmen, kara melisasi, reaksi Maillard dan adanya pencampuran bahan tambahan (Winarno, 1997).

(54)

suhu dan waktu pengeringan, warna dendeng akan semakin gelap. Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 12..

Warna dendeng yang kecoklatan disebabkan oleh warna gula kelapa, karamelisasi gula dan reaksi Maillard (reaksi pencoklatan). Reaksi Maillard terjadi karena adanya reaksi antara gula pereduksi dengan asam amino secara non enzimatis hingga terbentuk pigmen melanoidin (Bailey, 1998). Williams (1976) mengatakan bahwa peningkatan suhu dapat meningkatkan reaksi pencoklatan, sehingga menghasilkan warna produk yang lebih gelap.

Rasa Manis

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu pengeringan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasa manis dendeng giling daging domba. Penilaian panelis terhadap rasa manis dendeng giling daging domba yang dihasilkan berkisar antara 3,16 (agak manis) sampai 3,84 (manis). Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 12.

Rasa manis dendeng dipengaruhi oleh adanya gula merah. Peningkatan suhu dan waktu pengeringan menyebabkan kemanisan dendeng cenderung berkurang, karena sukrosa diubah menjadi gula pereduksi yang berperan dalam reaksi pencoklatan.

Rasa Pahit

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu pengeringan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasa pahit dendeng giling daging domba. Penilaian panelis terhadap rasa pahit dendeng giling daging domba yang dihasilkan berkisar antara 4,00 – 4,20 (tidak pahit). Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 12.

(55)

Rasa Gurih

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu pengeringan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasa gurih dendeng giling daging domba. Penilaian panelis terhadap rasa gurih dendeng giling daging domba yang dihasilkan berkisar antara 3,04 (agak gurih) sampai 3,60 (gurih). Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 12.

Rasa gurih dendeng dapat diperoleh dari penambahan gula merah dan bumbu-bumbu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Purnomo (1996) bahwa pe-nambahan gula kelapa pada adonan dendeng akan memberikan rasa khas pada dendeng bersama-sama dengan bumbu-bumbu yang lainnya.

Ke empukan

Kesan keempukan berasal dari tiga aspek, yaitu kemudahan awal penetrasi gigi dengan daging, mudahnya dikunyah menjadi potongan-potongan yang lebih kecil dan jumlah residu yang tertinggal setelah pengunyahan (Lawrie, 1995). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu pengeringan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap keempukan dendeng giling daging domba (p<0,01). Hasil uji duncan menunjukkan bahwa produk dendeng dengan perlakuan 60°C ; 8 jam memiliki sifat yang lebih empuk dengan penilaian panelis sebesar 4,04.

Penilaian panelis terhadap keempukan dendeng giling daging domba berkisar antara 2,48 (keras) sampai 4,04 (empuk). Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 12. Peningkatan suhu dan waktu pengeringan akan menurunkan nilai keempukan dendeng, sehingga dendeng menjadi lebih keras.

(56)

Aroma

Aroma menentukan kesukaan konsumen dalam me milih makanan yang disukai. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu pengeringan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap aroma dendeng giling daging domba (p<0,01). Penilaian panelis terhadap aroma dendeng giling daging domba yang dihasilkan berkisar antara 3,60 – 4,00 (tidak prengus). Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 12.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa peningkatan suhu dan waktu pengeringan cenderung menurunkan aroma prengus dendeng giling daging domba. Hal ini diduga karena adanya penguapan zat-zat volatil yang terdapat pada daging domba.

Penambahan gula merah dan bumbu-bumbu juga dapat membantu dalam mengurangi bau prengus tersebut. Hal ini sesuai pernyataan Purnomo (1996), bahwa kombinasi gula kelapa, garam dan bumbu-bumbu akan menimbulkan aroma khas dendeng dan selama pembuatan dendeng akan terjadi proses karamelisasi dan reaksi

Maillard yang menimbulkan aroma dendeng. Kombinasi gula kelapa, garam dan bumbu-bumbu juga diduga dapat menutupi bau prengus pada produk akhir.

Penerimaan Umum

Penilaian penerimaan umum dilakukan untuk mengetahui respon dari panelis terhadap tingkat kesukaan dari dendeng giling daging domba yang dihasilkan. Kesukaan ini meliputi warna, rasa, kekerasan dan aroma.

Hasil sidik ragam me nunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu pengeringan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penerimaan umum dendeng giling daging domba. Dendeng giling daging domba ya ng dihasilkan berkisar antara 3,32 (agak suka) sampai 3,80 (suka). Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan rataan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa penerimaan umum dendeng giling daging domba berada dalam selang agak disukai hingga disukai.

Penentuan Dendeng Giling Daging Domba Terpilih

(57)

dan warna (L, a, b dan ºHUE) berdasarkan hasil analisis statistik, dengan asumsi bobot nilai dari peubah dianggap sama. Rekapitulasi hasil analisa dan pemberian nilai pada dendeng giling daging domba dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Rekapitulasi Hasil Analisa dan Nilai Skoring Perlakuan (ºC ; Jam) Aktivitas Air 0,77

(2)

Keterangan : (...) = Angka dalam tanda kurung menunjukkan nilai urutan skoring (Nilai 1 = nilai terendah dan Nilai 9 = nilai tertinggi)

(58)

Nilai yang diberikan terhadap rendemen dan uji organoleptik (uji skoring) berdasarkan peringkat urutan hasil terendah (diberikan nilai 1) sampai tertinggi (diberikan nilai 9), sedangkan untuk kekerasan berdasarkan peringkat urutan hasil terendah (diberikan nilai 9) sampai tertinggi (diberikan nilai 1). Standar aktivitas air untuk dendeng berkisar antara 0,6 – 0,91 (Salguero et al., 1994). Hasil penelitian menunjukkan, aktivitas air yang diperoleh berkisar antara 0,60 – 0,77. Pemberian nilai untuk aktivitas air berdasarkan urutan aktivitas air terendah (diberikan nilai 9) sampai tertinggi (diberikan nilai 1).

Standar kadar air untuk dendeng adalah 12 % (Dewan Standarisasi Nasional, 1992). Hasil penelitian menunjukkan, kadar air yang diperoleh jauh lebih besar dari standar yang ada. Pemberian nilai untuk kadar air berdasarkan urutan kadar air terendah (diberikan nilai 9) sampai tertinggi (diberikan nilai 1). Nilai yang diberikan terhadap nilai L, a, b dan ºHUE, yaitu berdasarkan hasil analisa statistik. Jika hasil statisitik yang diperoleh adalah sama (tidak berbeda nyata), maka diberikan nilai sama.

(59)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan suhu dan waktu pengeringan berpengaruh nyata meningkatkan kekerasan serta menurunkan rendemen, aktivitas air dan kadar air. Hasil analisis menunjukkan bahwa aktivitas air dendeng giling daging domba masih sesuai dengan kisaran aktivitas air makanan semi basah, tetapi kadar air yang didapat lebih tinggi dari standar SNI (1992).

Hasil uji skoring dendeng giling daging domba menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap rasa manis, pahit dan gurih serta penerimaan umum, tetapi berpengaruh sangat nyata terhadap warna, kekerasan dan aroma dendeng giling daging domba. Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan daging domba menjadi produk lain yaitu dendeng, dapat mengurangi bau prengus. Suhu dan waktu pengeringan yang dianjurkan adalah 60°C ; 8 jam.

Saran

(60)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas karunia dan rahmat-Nya yang telah melimpahkan nikmat tak terhingga dan hanya dengan pertolongan-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua yang banyak membantu baik materi, motivasi serta kasih sayang yang tiada henti diberikannya. Juga kepada Bapak Ir. M. Yamin, M.Agr.Sc dan Ibu Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si yang telah membimbing, mengarahkan dan membantu pe-nyusunan usulan proposal hingga tahap akhir penulisan skripsi. Selain itu ucapan terima kasih disampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si dan Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr selaku dosen penguji yang telah menguji, mengkritik dan memberikan sumbangan pemikiran serta masukan dalam penulisan skripsi ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Taufik di Laboratorium Mutu dan Keamanan Pangan 1, Southeast Asian Food and Agriculture Science and Technology (SEAFAST) Center, Bapak drh. Hadri Latif, M.Si di Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Bapak Cucu Diana, A.Md dan Bapak Eko Prasetyo, A.Md sebagai teknisi Bagian Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Besar, Ibu Sri Wahyuni, A.Md di Bagian Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor atas segala bantuan dan dukungannya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada CHK Karyadinata atas bantuannya dalam pengolahan data dan penulisan skripsi ini serta teman-teman dari Teknologi Hasil Ternak angkatan 38 yang sudah bersedia membantu penelitian ini.

Terakhir penulis ucapkan terima kasih banyak kepada civitas akademika Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya.

Bogor, November 2005

(61)

DAFTAR PUSTAKA

Aberle, E. D., J. C. Forrest, D. E. Gerrard dan E. W. Mills. 2001. Principles of Meat Science. 4t h Ed. Kendal/Hunt Publishing Company, Iowa.

Association of Official Analytical Chemistry. 1995. Official Methods of Analysis. Association of Official Chemist Int., Washington D. C.

Bailey, M. E. 1998. Maillard reactions and meat flavour development. Dalam : F. Shahidi (Ed). Flavour of Meat Product and Seafood. 2n d Ed. Blackie Academic and Profesional, New York.

Barbosa, G. V. dan H. Vega. 1996. Dehydration of Foods. Chapman and Hall, New York.

Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan : H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Cross, H. R dan R. J. Winger. 1988. Factors affecting sensory properties of meat.

Dalam: H. R. Cross dan A. J. Overby (Eds). Meat Science, Milk Science and Technology. Elsevier Science Publishers, Amsterdam.

Departemen Kesehatan RI. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara, Jakarta.

Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Terjemahan : M. Muljohardjo. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Dewan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2908-1992. Dendeng Sapi, Jakarta. Farrell, K. T. 1990. Spices, Condiments and Seasonings. 2n d Ed. Van Nostrand

Reinhold, New York.

Febriyanti. 2003. Formulasi minuman instan markisa (Passiflora edulis)-terung belanda (Chiphomandra betacea) effervescent. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Gaman, P. M. dan K. B. Sherington. 1992. Ilmu Pangan : Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Terjemahan : M. Gardjito, S. Naruki, A. Murdiati dan Sardjono. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Garcia, F. A., I. Y. Mizubuti dan M. Y. Kanashiro. 2001. Intermediate moisture meat product : biological evaluation of charqui meat protein quality. J. Food Chemistry. 75 : 405 – 409.

Gambar

Tabel 1. Komposisi Daging Segar Domba dan Sapi
Tabel 2. Spesifikasi Persyaratan Mutu Dendeng Sapi (SNI 01-2908-1992)
Tabel 3. Pengaruh Suhu Pengeringan terhadap Kadar Air dan A w Dendeng.
Tabel 4. Komposisi Asam Amino pada Produk Daging Sapi (mg/g protein)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang beljudul 'Proses Pembuatan Dendeng Giling Campuran Daging Kerbau dan Jerami Nangka Muda'.. Penelitian ini

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji pengaruh cara pencucian (leaching) dan jenis daging terhadap nilai aktivitas air (Aw) dan warna objektif dendeng daging

Nilai lightness dari dendeng giling sapi-keluwih cenderung mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya proprosi keluwih yang ditambahkan dan menurunnya

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji pengaruh cara pencucian (leaching) dan jenis daging terhadap nilai aktivitas air (Aw) dan warna objektif dendeng daging

Hasil ini sejalan dengan kadar lemak dendeng yang diperoleh, yaitu bahwa pencucian tidak mem- pengaruhi kadar lemak dendeng, tetapi jenis daging berpengaruh nyata (Tabel 2)..

Pengaruh Perbedaan Jenis Daging Ayam Bagian Dada dan Konsentrasi Sodium Tripolyphosphate (STPP) terhadap Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Dendeng Giling Ayam.. Di

Dari hasil penelitian, dapat disimpulakan bahwa dendeng yang memiliki mutu dan stabilitas baik selama penyimpanan adalah dendeng ayam giling yang dikeringkan dengan metode

Pengaruh lama pengeringan terhadap aroma dendeng sayat daging ayam Gambar 5 menunjukkan bahwa nilai tertinggi organoleptik aroma terdapat pada lama pengeringan 9 jam 3,79 tingkat