• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Volume Lateks (ml) Penyadapan I

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet terhadap volume lateks penyadapan pertama disajikan pada Tabel Lampiran 1. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet berpengaruh tidak nyata terhadap volume lateks penyadapan pertama. Rataan perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet terhadap volume lateks penyadapan pertama disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet terhadap volume lateks (ml) penyadapan pertama.

Volume Lateks Penyadapan I

Klon Aplikasi Rataan

A1 A2 A3 A4 K1 65.13 61.92 43.72 53.40 56.04 a K2 73.80 72.65 76.73 87.08 77.57 a K3 87.02 76.42 79.30 67.88 77.65 a K4 80.35 80.07 93.60 93.02 86.76 a Rataan 76.58 a 72.76 a 73.34 a 75.35 a 74.51

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan waktu aplikasi pertama (A1) menghasilkan volume lateks tertinggi penyadapan pertama sebesar 76.58 ml, diikuti oleh waktu aplikasi keempat (A4) sebesar 75.35 ml, dan waktu aplikasi ketiga (A3) sebesar 73.34 ml, sedangkan perlakuan waktu aplikasi kedua (A2) menghasilkan volume lateks terendah penyadapan pertama sebesar 72.76 ml. Perlakuan klon IRR 39 (K4) menghasilkan volume lateks tertinggi penyadapan

pertama sebesar 86.76 ml, diikuti oleh klon IRR 42 (K3) sebesar 77.65 ml, dan klon PB 260 (K2) sebesar 77.57 ml, sedangkan perlakuan klon IRR 118 (K1) sebesar 56.04 ml menghasilkan volume lateks terendah penyadapan pertama.

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan stimulan hormon etilen terhadap volume lateks penyadapan pertama disajikan pada Tabel Lampiran 1. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan stimulan hormon etilen berpengaruh sangat nyata terhadap volume lateks penyadapan pertama. Rataan perlakuan stimulan hormon etilen terhadap volume lateks penyadapan pertama disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan perlakuan stimulan hormon etilen terhadap volume lateks (ml) penyadapan pertama.

Volume Lateks Penyadapan I

Klon Stimulan Rataan

S0 S1 S2 S3 S4 K1 28.42 87.38 81.85 53.50 29.06 56.04 a K2 65.33 41.54 153.81 77.88 49.27 77.57 a K3 61.27 108.21 99.65 57.08 62.06 77.65 a K4 67.13 120.63 95.13 81.06 69.85 86.76 a Rataan 55.54 d 89.44 b 107.61 a 67.38 c 52.56 d 74.51

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Pada tabel 2 menunjukan bahwa perlakuan stimulan SP1 (S2) menghasilkan volume lateks tertinggi penyadapan pertama yang berbeda nyata dengan perlakuan stimulan lainnya. Dimana perlakuan stimulan SP1 (S2) menghasilkan volume lateks sebesar 107.61 ml, diikuti oleh stimulan ethrel (S1) sebesar 89.44 ml, stimulan ekstrak kulit pisang (S3) sebesar 67.38 ml, dan tanpa stimulan (S0) sebesar 55.54 ml, sedangkan perlakuan stimulan ekstrak kulit nenas (S4) menghasilkan volume lateks terendah penyadapan pertama sebesar 52.56 ml.

Penyadapan II

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet terhadap volume lateks penyadapan kedua disajikan pada Tabel Lampiran 4. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan waktu aplikasi berpengaruh tidak nyata terhadap volume lateks penyadapan kedua. Sedangkan perlakuan klon tanaman karet berpengaruh nyata terhadap volume lateks penyadapan kedua. Rataan perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet terhadap volume lateks penyadapan kedua disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet terhadap volume lateks (ml) penyadapan kedua.

Volume Lateks Penyadapan II

Klon Aplikasi Rataan

A1 A2 A3 A4 K1 48.42 39.12 37.57 43.25 42.09 c K2 64.07 55.50 66.92 77.73 66.05 b K3 67.30 63.52 70.30 70.92 68.01 b K4 79.95 72.12 80.67 80.53 78.32 a Rataan 64.93 a 57.56 a 63.86 a 68.11 a 63.62

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan waktu aplikasi keempat (A4) menghasilkan volume lateks tertinggi penyadapan kedua sebesar 68.11 ml, diikuti oleh waktu aplikasi pertama (A1) sebesar 64.93 ml, waktu aplikasi ketiga (A3) sebesar 63.86 ml, sedangkan perlakuan waktu aplikasi kedua (A2) menghasilkan volume lateks terendah penyadapan kedua sebesar 57.56 ml. Perlakuan klon IRR 39 (K4) menghasilkan volume lateks tertinggi penyadapan kedua yang berbeda nyata dengan perlakuan klon tanaman karet lainnya. Dimana perlakuan klon IRR 39 (K4) menghasilkan volume lateks sebesar 78.32 ml, diikuti oleh klon IRR 42 (K3) sebesar 68.01 ml, dan klon PB 260 (K2) sebesar 66.05 ml, sedangkan

perlakuan klon IRR 118 (K1) menghasilkan volume lateks terendah penyadapan kedua sebesar 42.09 ml.

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan stimulan hormon etilen terhadap volume lateks penyadapan kedua disajikan pada Tabel Lampiran 4. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan stimulan hormon etilen berpengaruh sangat nyata terhadap volume lateks penyadapan kedua. Rataan perlakuan stimulan hormon etilen terhadap volume lateks penyadapan kedua disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan perlakuan stimulan hormon etilen terhadap volume lateks (ml) penyadapan kedua.

Volume Lateks Penyadapan II

Klon Stimulan Rataan

S0 S1 S2 S3 S4 K1 27.38 57.83 52.56 48.81 23.85 42.09 c K2 61.94 37.65 119.13 67.15 44.40 66.05 b K3 51.81 98.08 88.54 46.40 55.21 68.01 b K4 68.75 106.81 79.85 76.56 59.60 78.32 a Rataan 52.47 cd 75.09 b 85.02 a 59.73 c 45.77 d 63.62 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar

perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Pada tabel 4 menunjukan bahwa perlakuan stimulan SP1 (S2) menghasilkan volume lateks tertinggi penyadapan kedua yang berbeda nyata dengan perlakuan stimulan lainnya. Dimana perlakuan stimulan SP1 (S2) menghasilkan volume lateks tertinggi sebesar 85.02 ml, diikuti oleh stimulan ethrel (S1) sebesar 75.09 ml, stimulan ekstrak kulit buah pisang (S3) sebesar 59.73 ml, dan tanpa stimulan (S0) sebesar 52.47 ml, sedangkan perlakuan ekstrak kulit buah nenas (S4) menghasilkan volume lateks terendah penyadapan kedua sebesar 45.77 ml.

Penyadapan III

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet terhadap volume lateks penyadapan ketiga disajikan pada Tabel Lampiran 7. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan waktu aplikasi berpengaruh tidak nyata terhadap volume lateks penyadapan ketiga. Sedangkan perlakuan klon tanaman karet berpengaruh nyata terhadap volume lateks penyadapan ketiga. Rataan perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet terhadap volume lateks penyadapan ketiga disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet terhadap volume lateks (ml) penyadapan ketiga.

Volume Lateks Penyadapan III

Klon Aplikasi Rataan

A1 A2 A3 A4 K1 43.77 42.50 41.53 43.75 42.89 c K2 76.45 61.55 63.73 78.30 70.01 a K3 55.77 68.13 70.98 63.53 64.60 b K4 77.20 61.75 67.67 71.17 69.45 a Rataan 63.30 a 58.48 a 60.98 a 64.19 a 61.74

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan waktu aplikasi keempat (A4) menghasilkan volume lateks tertinggi penyadapan ketiga sebesar 64.19 ml, diikuti oleh waktu aplikasi pertama (A1) sebesar 63.30 ml, dan waktu aplikasi ketiga (A3) sebesar 60.98 ml, sedangkan perlakuan waktu aplikasi kedua (A2) menghasilkan volume lateks terendah penyadapan ketiga sebesar 58.48 ml. Perlakuan klon PB 260 (K2) menghasilkan volume lateks tertinggi penyadapan ketiga yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan klon IRR 39 (K4), tetapi berbeda nyata dengan perlakuan klon lainnya. Dimana perlakuan klon PB 260 (K2) menghasilkan volume lateks tertinggi penyadapan ketiga sebesar 70.01 ml,

diikuti oleh klon IRR 39 (K4) sebesar 69.45 ml, dan klon IRR 42 (K3) sebesar 64.60 ml, sedangkan perlakuan klon IRR 118 (K1) menghasilkan volume lateks terendah penyadapan ketiga sebesar 42.89 ml.

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan stimulan hormon etilen terhadap volume lateks penyadapan ketiga disajikan pada Tabel Lampiran 7. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan stimulan hormon etilen berpengaruh sangat nyata terhadap volume lateks penyadapan ketiga. Rataan perlakuan stimulan hormon etilen terhadap volume lateks penyadapan disajikan ketiga pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan perlakuan stimulan hormon etilen terhadap volume lateks (ml) penyadapan ketiga.

Volume Lateks Penyadapan III

Klon Stimulan Rataan

S0 S1 S2 S3 S4 K1 25.88 55.21 53.81 54.02 25.52 42.89 c K2 67.31 41.42 126.77 67.79 46.75 70.01 a K3 50.17 90.85 78.38 46.75 56.88 64.60 b K4 61.46 87.67 65.94 69.73 62.44 69.45 a Rataan 51.20 cd 68.79 b 81.22 a 59.57 c 47.90 d 61.74

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Pada tabel 6 menunjukan perlakuan stimulan SP1 (S2) menghasilkan volume lateks tertinggi penyadapan ketiga yang berbeda nyata dengan perlakuan stimulan lainnya. Dimana perlakuan stimulan SP1 (S2) menghasilkan volume lateks sebesar 81.22 ml, diikuti oleh stimulan ethrel (S1) sebesar 68.79 ml, stimulan ekstrak kulit buah pisang (S3) sebesar 59.57 ml, dan tanpa stimulan (S0) sebesar 51.20 ml, sedangkan perlakuan stimulan ekstrak kulit nenas (S4) menghasilkan volume lateks terendah penyadapan ketiga sebesar 47.90 ml.

Rataan perlakuan waktu aplikasi terhadap volume lateks seluruh penyadapan disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan perlakuan waktu aplikasi terhadap volume lateks (ml) seluruh penyadapan.

Penyadapan A1 A2 A3 A4 Rataan

PS I 76.58 72.76 73.34 75.35 74.51 PS II 64.93 57.56 63.86 68.11 63.62 PS III 63.30 58.48 60.98 64.19 61.74 Rataan 68.27a 62.94a 66.06a 69.21a 66.62

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari Tabel 7 dapat dilihat pada penyadapan pertama (PSI) menghasilkan volume lateks tertinggi sebesar 74.51 ml, diikuti oleh penyadapan kedua (PSII) sebesar 63.62 ml, dan penyadapan ketiga (PSIII) sebesar 61.74 ml. Perlakuan waktu aplikasi pertama (A1) menghasilkan volume lateks pada seluruh penyadapan sebesar 68.27 ml, waktu aplikasi kedua (A2) sebesar 62.94 ml, waktu aplikasi ketiga (A3) sebesar 66.06 ml, dan waktu aplikasi keempat (A4) sebesar 69.21 ml.

Rataan perlakuan klon tanaman karet terhadap volume lateks pada seluruh penyadapan disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan perlakuan klon tanaman karet terhadap volume lateks (ml) seluruh penyadapan. Penyadapan K1 K2 K3 K4 Rataan PS I 56.04 77.57 77.65 86.76 74.51 PS II 42.09 66.05 68.01 78.32 63.62 PS III 42.89 70.01 64.60 69.45 61.74 Rataan 47.01c 71.21b 70.09b 78.17a 66.62

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari Tabel 8 dapat dilihat perlakuan klon IRR 39 (K4) menghasilkan volume lateks tertinggi pada seluruh penyadapan yang berbeda nyata dengan

perlakuan klon lainnya. Perlakuan klon IRR 118 (K1) menghasilkan volume lateks sebesar 47.01 ml, klon PB 260 (K2) sebesar 71.21 ml, klon IRR 42 (K3) sebesar 70.09 ml, dan klon IRR 39 (K4) sebesar 78.17 ml

Rataan perlakuan stimulan hormon etilen terhadap volume lateks pada seluruh penyadapan disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan perlakuan stimulan hormon etilen terhadap volume lateks (ml) seluruh penyadapan. Penyadapan S0 S1 S2 S3 S4 Rataan PS I 55.54 89.44 107.61 67.38 52.56 74.51 PS II 52.47 75.09 85.02 59.73 45.77 63.62 PS III 51.20 68.79 81.22 59.57 47.90 61.74 Rataan 53.07d 77.77b 91.29a 62.23c 48.74d 66.62

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa perlakuan stimulan SP1 (S2) menghasilkan volume lateks tertinggi yang berbeda nyata dengan perlakuan stimulan lainnya. Perlakuan tanpa stimulan (S0) menghasilkan volume lateks sebesar 53.07 ml, stimulan ethrel (S1) sebesar 77.77 ml, stimulan SP1 (S2) sebesar 91.29 ml, stimulan ekstrak kulit buah pisang (S3) sebesar 62.23 ml, dan stimulan ekstrak kulit buah nenas (S4) sebesar 48.74 ml.

Kadar Padatan Total (Total Solid Content) Penyadapan I

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet terhadap kadar padatan total penyadapan pertama disajikan pada Tabel Lampiran 10. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet berpengaruh sangat nyata terhadap kadar padatan total penyadapan pertama. Rataan perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet terhadap kadar padatan total penyadapan pertama disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet terhadap kadar padatan total (%) penyadapan pertama.

Kadar Padatan Total (%)

Klon Aplikasi Rataan

A1 A2 A3 A4 K1 26.56 29.37 31.84 32.91 30.17 bc K2 24.99 27.18 31.33 31.46 28.74 c K3 32.56 35.53 38.09 39.81 36.50 a K4 31.86 32.75 33.80 28.57 31.75 b Rataan 28.99 c 31.21 b 33.77 a 33.19 a 31.79

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Pada Tabel 10 menunjukan perlakuan waktu aplikasi ketiga (A3) menghasilkan kadar padatan total tertinggi penyadapan pertama yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan waktu aplikasi keempat (A4), tetapi berbeda nyata dengan perlakuan waktu aplikasi lainnya. Dimana perlakuan waktu aplikasi ketiga (A3) menghasilkan kadar padatan total sebesar 33.77%, diikuti oleh waktu aplikasi keempat (A4) sebesar 33.19%, dan waktu aplikasi kedua (A2) sebesar 31.21%, sedangkan perlakuan waktu aplikasi pertama (A1) menghasilkan kadar padatan total terendah penyadapan pertama sebesar 28.99 %. Perlakuan klon IRR

42 (K3) menghasilkan kadar padatan total tertinggi pada yang berbeda nyata dengan perlakuan klon lainnya. Dimana perlakuan klon IRR 42 (K3) menghasilkan kadar padatan total sebesar 36.50 %, diikuti oleh klon IRR 42 (K4) sebesar 31.75%, dan klon IRR 118 (K1) sebesar 30.17%, sedangkan klon PB 260 (K2) menghasilkan kadar padatan total terendah penyadapan pertama sebesar 28.74%.

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan stimulan hormon etilen terhadap kadar padatan total penyadapan pertama disajikan pada Tabel Lampiran 10. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan stimulan hormon etilen berpengaruh sangat nyata terhadap kadar padatan total penyadapan pertama. Rataan perlakuan stimulan hormon etilen terhadap kadar padatan total penyadapan pertama disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan perlakuan stimulan hormon etilen terhadap kadar padatan total (%) penyadapan pertama.

Kadar Padatan Total (%)

Klon Stimulan Rataan

S0 S1 S2 S3 S4 K1 29.84 23.86 26.34 37.41 33.40 30.17 K2 29.16 24.48 28.05 27.44 34.56 28.74 K3 37.04 37.12 35.74 36.48 36.11 36.50 K4 31.43 30.77 33.23 31.52 31.79 31.75 Rataan 31.87 bc 29.06 d 30.84 cd 33.21 ab 33.97 a 31.79

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Pada tabel 11 menunjukan perlakuan stimulan ekstrak kulit buah nenas (S4) menghasilkan kadar padatan total tertinggi yang berbeda nyata dengan perlakuan stimulan lainnya. Dimana perlakuan stimulan ekstrak kulit buah nenas (S4) menghasilkan kadar padatan total sebesar 33.97%, diikuti oleh stimulan ekstrak kulit buah pisang (S3) sebesar 33.21%, tanpa stimulan (S0) sebesar

31.87%, dan stimulan SP1 (S2) sebesar 30.84%, sedangkan stimulan ethrel (S1) menghasilkan kadar padatan total terendah penyadapan pertama sebesar 29.06 %.

Penyadapan II

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet terhadap kadar padatan total penyadapan kedua disajikan pada Tabel Lampiran 12. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan waktu aplikasi berpengaruh tidak nyata terhadap kadar padatan total penyadapan kedua. Sedangkan perlakuan klon tanaman karet berpengaruh sangat nyata terhadap kadar padatan total penyadapan kedua. Rataan perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet terhadap kadar padatan total penyadapan kedua disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Rataan perlakuan waktu aplikasi dan beberapa klon terhadap kadar padatan total (%) penyadapan kedua.

Kadar Padatan Total (%)

Klon Aplikasi Rataan

A1 A2 A3 A4 K1 33.66 30.45 32.61 34.11 32.71 b K2 27.91 28.27 29.72 30.66 29.14 c K3 35.30 35.65 38.91 39.87 37.44 a K4 33.19 34.07 34.39 28.30 32.49 b Rataan 32.52 a 32.11 a 35.18 a 33.24 a 32.94

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari Tabel 12 menunjukkan bahwa perlakuan waktu aplikasi ketiga (A3) menghasilkan kadar padatan total tertinggi penyadapan kedua sebesar 35.18%, diikuti oleh waktu aplikasi keempat (A4) sebesar 33.24%, dan waktu aplikasi pertama (A1) sebesar 32.52%, sedangkan perlakuan oleh waktu aplikasi kedua (A2) menghasilkan kadar padatan total terendah penyadapan kedua sebesar

32.11%. Perlakuan klon IRR 42 (K3) menghasilkan kadar padatan total tertinggi penyadapan kedua yang berbeda nyata dengan perlakuan klon lainnya. Dimana perlakuan klon IRR 42 (K3) menghasilkan kadar padatan total sebesar 37.44 %, diikuti oleh klon IRR 118 (K1) sebesar 32.71%, dan klon IRR 39 (K4) sebesar 32.49%, sedangkan perlakuan klon PB 260 (K2) menghasilkan kadar padatan total terendah penyadapan kedua sebesar 29.14%.

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan stimulan hormon etilen terhadap kadar padatan total penyadapan kedua disajikan pada Tabel Lampiran 12. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan stimulan hormon etilen berpengaruh sangat nyata terhadap kadar padatan total penyadapan kedua. Rataan perlakuan stimulan hormon etilen terhadap kadar padatan total penyadapan kedua disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Rataan perlakuan stimulan hormon etilen terhadap kadar padatan total (%) penyadapan kedua .

Kadar Padatan Total (%)

Klon Stimulan Rataan

S0 S1 S2 S3 S4

K1 33.32 27.19 29.25 37.55 36.23 32.71 K2 28.91 24.43 28.31 29.84 34.21 29.14 K3 39.53 36.49 35.01 38.54 37.62 37.44 K4 32.80 29.85 32.78 32.58 34.44 32.49 Rataan 33.64abc 29.49d 31.34cd 34.63ab 35.63a 32.94

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Pada tabel 13 menunjukan perlakuan stimulan ekstrak kulit buah nenas (S4) menghasilkan kadar padatan total tertinggi penyadapan kedua yang berbeda nyata dengan perlakuan stimulan lainnya. Dimana perlakuan stimulan ekstrak kulit buah nenas (S4) menghasilkan kadar padatan total ) sebesar 35.63%, diikuti oleh stimulan ekstrak kulit buah pisang (S3) sebesar 34.63%, tanpa stimulan (S0)

sebesar 33.64%, dan stimulan ethrel (S2) sebesar 31.34%, sedangkan perlakuan stimulan etrel (S1) menghasilkan kadar padatan total terendah penyadapan kedua ) sebesar 29.49%.

Penyadapan III

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet terhadap kadar padatan total penyadapan ketiga disajikan pada Tabel Lampiran 14. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan waktu aplikasi berpengaruh nyata terhadap kadar padatan total penyadapan ketiga. Perlakuan klon tanaman karet berpengaruh sangat nyata terhadap kadar padatan total penyadapan ketiga. Rataan perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet terhadap kadar padatan total penyadapan ketiga disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Rataan perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet terhadap kadar padatan total (%) penyadapan ketiga.

Kadar Padatan Total (%)

Klon Aplikasi Rataan

A1 A2 A3 A4 K1 30.73 30.36 33.88 34.50 32.37 b K2 26.90 29.69 30.61 30.45 29.41 c K3 33.06 34.17 40.76 38.85 36.71 a K4 34.04 33.56 31.67 28.03 31.82 b Rataan 31.18 c 31.94 b 34.23 a 32.96 b 32.58

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa perlakuan waktu aplikasi ketiga (A3) menghasilkan kadar padatan total tertinggi penyadapan ketiga yang berbeda nyata dengan perlakuan waktu aplikasi lainnya. Dimana perlakuan waktu aplikasi ketiga (A3) menghasilkan kadar padatan total sebesar 34.23 %, diikuti oleh waktu aplikasi keempat (A4) sebesar 32.96 %, dan waktu aplikasi kedua (A2) sebesar

31.94 %, sedangkan perlakuan waktu aplikasi pertama (A1) menghasilkan kadar padatan total terendah penyadapan ketiga sebesar 31.18 %. Perlakuan klon IRR 42 (K3) menghasilkan kadar padatan total tertinggi penyadapan ketiga yang berbeda nyata dengan perlakuan klon lainnya. Dimana perlakuan klon IRR 42 (K3) menghasilkan kadar padatan total sebesar 36.71 %, diikuti oleh klon IRR 118 (K1) sebesar 32.37 %, dan klon IRR 39 (K4) sebesar 31.82%, sedangkan perlakuan klon PB 260 (K2) menghasilkan kadar padatan total terendah penyadapan ketiga sebesar 29.41%.

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan stimulan hormon etilen terhadap kadar padatan total penyadapan ketiga disajikan pada Tabel Lampiran 14. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan stimulan hormon etilen berpengaruh sangat nyata terhadap kadar padatan total penyadapan ketiga. Rataan perlakuan stimulan hormon etilen terhadap kadar padatan total penyadapan ketiga disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15. Rataan perlakuan beberapa jenis stimulan terhadap kadar padatan total (%) penyadapan ketiga.

Kadar Padatan Total (%)

Klon Stimulan Rataan

S0 S1 S2 S3 S4 K1 32.26 26.53 29.96 37.70 35.39 32.37 b K2 31.68 26.20 27.80 28.24 33.14 29.41 c K3 37.76 36.18 35.54 37.06 37.01 36.71 a K4 32.27 29.20 30.86 33.03 33.76 31.82 b Rataan 33.49 a 29.53 b 31.04 b 34.01 a 34.83 a 32.58

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari tabel 15 menunjukan bahwa perlakuan stimulan ekstrak kulit buah nenas (S4) menghasilkan kadar padatan total tertinggi penyadapan ketiga yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan stimulan ekstrak kulit buah pisang (S3) dan

tanpa stimulan (S0), tetapi berbeda nyata dengan perlakuan stimulan lainnya. Dimana perlakuan stimulan ekstrak kulit buah nenas (S4) menghasilkan kadar padatan total sebesar 34.83%, diikuti oleh stimulan ekstrak kulit buah pisang (S3) sebesar 34.01%, tanpa stimulan (S0) sebesar 33.49 %, dan stimulan ethrel (S2) sebesar 31.04, sedangkan perlakuan stimulan etrel (S1) menghasilkan kadar padatan total terendah penyadapan ketiga sebesar 29.53 %.

Rataan perlakuan waktu aplikasi terhadap kadar padatan total (%) pada seluruh penyadapan disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16. Rataan perlakuan waktu aplikasi terhadap kadar padatan total (%) seluruh penyadapan. Penyadapan A1 A2 A3 A4 Rataan PS I 28.99 31.21 33.77 33.19 31.79 PS II 32.52 32.11 33.91 33.24 32.94 PS III 31.18 31.94 34.23 32.96 32.58 Rataan 30.90 c 31.75 b 33.97 a 33.13 a 32.44

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa perlakuan waktu aplikasi ketiga menghasilkan kadar padatan total tertinggi pada seluruh penyadapan yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan waktu aplikasi keempat (A4), tetapi berbeda nyata dengan waktu aplikasi lainnya. Perlakuan waktu aplikasi pertama (A1) menghasilkan kadar padatan total sebesar 30.90 %. waktu aplikasi kedua (A2) sebesar 31.75 %, waktu aplikasi ketiga (A3) sebesar 33.97 %, dan waktu aplikasi keempat (A4) sebesar 33.13 %. Sedangkan waktu penyadapan pertama (PSI) menghasilkan kadar padatan total sebesar 31.79%, penyadapan kedua (PSII) sebesar 32.94%, dan penyadapan ketiga (PSIII) sebesar 32.58%.

Tabel 17. Rataan perlakuan klon tanaman karet terhadap kadar padatan total (%) seluruh penyadapan . Penyadapan K1 K2 K3 K4 Rataan PS I 30.17 28.74 36.50 31.75 31.79 PS II 32.71 29.14 37.44 32.49 32.94 PS III 32.37 29.41 36.71 31.82 32.58 Rataan 31.75 b 29.10 c 36.88 a 32.02 b 32.44

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari Tabel 17 dapat dilihat bahwa perlakuan klon IRR 42 (K3) menghasilkan kadar padatan total tertinggi yang berbeda nyata dengan perlakuan klon lainnya. Perlakuan klon IRR 118 (K1) menghasilkan kadar padatan total sebesar 31.75 %, klon PB 260 (K2) sebesar 29.10 %, klon IRR 42 (K3) sebesar 36.88 %, dan klon IRR 39 (K3) sebesar 32.02 %.

Rataan perlakuan stimulan hormon etilen terhadap kadar padatan total (%) seluruh penyadapan disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18. Rataan perlakuan stimulan hormon etilen terhadap kadar padatan total (%) seluruh penyadapan. Penyadapan S0 S1 S2 S3 S4 Rataan PS I 31.87 29.06 30.84 33.21 33.97 31.79 PS II 33.64 29.49 31.34 34.63 35.63 32.94 PS III 33.49 29.53 31.04 34.01 34.83 32.58 Rataan 33.00 b 29.36 c 31.07 c 33.95 b 34.81 a 32.44

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari Tabel 18 dapat dilihat bahwa perlakuan stimulan ekstrak kulit buah nenas (S4) menghasilkan kadar padatan total tertinggi yang berbeda nyata dengan perlakuan stimulan lainnya. Perlakuan tanpa stimulan (S0) menghasilkan kadar padatan total sebesar 33.00%, stimulan ethrel (S1) sebesar 29.36 %, stimulan SP1 (S2) sebesar 31.07 %, stimulan ekstrak kulit buah pisang (S3) sebesar 33.95 %, dan stimulan ekstrak kulit buah nenas (S4) sebesar 34.81%.

Total Produksi (gr/cm/sadap) Penyadapan I

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet terhadap total produksi penyadapan pertama disajikan pada Tabel Lampiran 16. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet berpengaruh tidak nyata terhadap total produksi penyadapan pertama. Rataan perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet terhadap total produksi penyadapan pertama disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19. Rataan perlakuan waktu aplikasi dan beberapa klon terhadap total produksi (gr/cm/sadap) penyadapan pertama.

Total Produksi Penyadapan I

Klon Aplikasi Rataan

A1 A2 A3 A4 K1 56.02 60.93 46.10 55.90 54.73 a K2 52.32 59.69 71.21 79.69 65.73 a K3 76.30 72.77 80.58 72.10 75.44 a K4 72.31 74.44 87.72 74.75 77.31 a Rataan 64.24 a 66.96 a 71.40 a 70.61 a 68.30

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari Tabel 19 dapat dilihat bahwa perlakuan waktu aplikasi ketiga (A3) menghasilkan total produksi tertinggi penyadapan pertama sebesar 71.40 gr/cm/sadap, diikuti oleh waktu aplikasi keempat (A4) sebesar 70.61 gr/cm/sadap, dan waktu aplikasi kedua (A2) sebesar 66.96 gr/cm/sadap, sedangkan perlakuan waktu aplikasi pertama (A1) menghasilkan total produksi terendah penyadapan pertama sebesar 64.24 gr/cm/sadap. Perlakuan klon IRR 39 (K4) menghasilkan total produksi tertinggi penyadapan pertama sebesar 77.31 gr/cm/sadap, diikuti oleh klon IRR 42 (K3) sebesar 75.44 gr/cm/sadap, dan klon PB 260 (K2) sebesar

65.73 gr/cm/sadap, sedangkan perlakuan klon IRR 118 (K1) menghasilkan total produksi terendah penyadapan pertama sebesar 54.73 gr/cm/sadap.

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan stimulan hormon etilen terhadap total produksi penyadapan pertama disajikan pada Tabel Lampiran 16. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan stimulan hormon etilen berpengaruh sangat nyata terhadap total produksi penyadapan pertama. Rataan perlakuan stimulan hormon etilen terhadap total produksi penyadapan pertama disajikan pada Tabel 20.

Tabel 20. Rataan perlakuan stimulan hormon etilen terhadap total produksi (gr/cm/sadap) penyadapan pertama.

Total Produksi Penyadapan I

Dokumen terkait