BERBAGAI SUMBER HORMON ETILEN
SKRIPSI
OLEH :
HANTAR M. K. S. SINAMO/090301176 AGROEKOTEKNOLOGI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
BERBAGAI SUMBER HORMON ETILEN
SKRIPSI
OLEH :
HANTAR M. K. S. SINAMO/090301176 AGROEKOTEKNOLOGI
Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
Nama : Hantar M. K. S. Sinamo
NIM : 090301176
Program Studi : Agroekoteknologi
Minat : Budidaya Pertanian dan Perkebunan
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Ir. Charloq, MP. Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS.
Ketua Anggota
Dr. Radite Tistama, S.Si, M.Si. Pembimbing Lapangan
Mengetahui,
HANTAR M. K. S. SINAMO : Respon Produksi Lateks Dalam Berbagai Waktu Aplikasi Pada Beberapa Klon Tanaman Karet Terhadap Pemberian Beberapa Sumber Hormon Etilen dibimbing oleh CHARLOQ dan ROSMAYATI.
Peningkatan produksi lateks pada tanaman karet umumnya menggunakan stimulan ethrel yang memiliki kandungan hormon etilen, stimulan tersebut memiliki respon yang berbeda pada setiap klon, pemberian yang tidak optimal dapat menyebabkan penyakit kering alur sadap (KAS), dan ethrel sulit dikonsumsi oleh petani rakyat, oleh sebab itu dibutuhkan perlakuan stimulan alternatif. Penggunaan stimulan alternatif karena stimulan tersebut memiliki kandungan hormon etilen yang dapat memacu metabolisme lateks dalam peningkatan produksi pada tanaman karet. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui respon produksi lateks pada waktu aplikasi yang berbeda pada beberapa klon tanaman karet terhadap pemberian berbagai sumber hormon etilen. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Februari 2014 di Balai Penelitian Karet Sungei Putih, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Petak Tersarang Tiga Step dengan tiga ulangan. Step pertama yaitu waktu aplikasi terdiri dari waktu aplikasi pertama, waktu aplikasi kedua, waktu aplikasi ketiga, dan waktu aplikasi keempat, step kedua yaitu perlakuan klon terdiri dari klon IRR 118, klon PB 260, klon klon IRR 42, klon IRR 39 dan step ketiga yaitu stimulan terdiri dari tanpa stimulan, etephon ethrel, etephon SP1, ekstrak kulit pisang, dan ekstrak kulit nenas. Pengamatan parameter adalah volume lateks, kadar padatan total, dan total produksi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan stimulan dalam klon pada berbagai waktu aplikasi berpengaruh nyata dalam peningkatan produksi lateks. Klon IRR 39 adalah klon yang mengalami peningkatan produksi tertinggi akibat pemberian stimulan. Etephon SP1 adalah stimulan yang meningkatkan produksi lateks tertinggi. Etephon ethrel, ekstrak kulit pisang adalah stimulan yang dapat meningkatkan produksi lateks lebih tinggi dari tanpa stimulan. Ekstrak kulit nenas mengakibatkan penggumpalan aliran lateks pada alur sadap dan menghasilkan produksi lateks yang rendah.
HANTAR M. K. S. SINAMO: Production of Response Latex Rubber Plant In Multiple Clones of Giving Some sources Hormone Ethylene guided by CHARLOQ and ROSMAYATI.
Increasing production of latex in rubber commonly used stimulant Ethrel etephon that contain hormone ethylene but the stimulant can only affect a particular clone, causing KAS disease , and difficult to be consumed by the people's plantation(estates), and therefore required an alternative stimulant treatment. The use of stimulants alternative because the stimulant contains hormones that can stimulate the metabolism of ethylene in an increase in the production of latex in rubber plant. The purpose of this study was to evaluate the response of latex production at some rubber plants clones to giving several sources hormone ethylene. The study was conducted in September 2013 until February 2014 in Sungei Putih Rubber Research Institute, Galang Subdistrict , Deli Serdang regency. The study design used was a nested plot design with two treatment factors and three replications. The first factor of clones treatment consists of IRR 118 clones, PB 260 clones, IRR 42 clones, IRR 39 clones and the second factor is composed of non-stimulant , etephon Ethrel, etephon SP1, banana peel extract, and extracts of pineapple skin. Observed parameters latex volume, total solids content, and total production.
The results showed that stimulant treatment in clones at various times in the application significantly increased production of latex. IRR 39 clones are clones that experienced the highest increase in production due to the provision treatment of stimulants. Etephon SP1 is a stimulant that increases the production of the highest latex. Etephon Ethrel, banana peel extract is a stimulant that can increase the production of latex higher than without stimulants. Pineapple peel extract resulted in clumping of latex flow on tapping grooves and a low yield of latex production
Penulis dilahirkan di Medan, pada tanggal 25 Oktober 1992 dari ayah Drs. Th. V. Sinamo dan ibu N. Manalu, S.Pd. Penulis merupakan anak keempat
dari 4 bersaudara.
Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Medan dan pada tahun 2009 terdaftar sebagai mahasiswa program studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan diantaranya Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (HIMAGROTEK) masa jabatan 2011-2012, menjadi Asisten Laboratorium Budidaya Tanaman Kelapa Sawit dan Karet tahun 2014, Asisten Laboratorium Teknologi Budidaya Tanaman Perkebunan tahun 2014 di Fakultas Pertanian USU.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan di PTPN III Kebun Sarang Giting, Kab. Serdang Bedagai pada bulan Juli hingga Agustus 2012.
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Respon Produksi Lateks Dalam Berbagai Waktu Aplikasi Pada Beberapa Klon Tanaman Karet Terhadap Pemberian Berbagai Sumber Hormon Etilen.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, mengasihi, dan
mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan terima kasih kepada
Ibu Ir. Charloq, MP sebagai ketua komisi pembimbing, dan Ibu Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS sebagai anggota komisi pembimbing yang telah
membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis mulai
dari penyusunan sampai selesainya skripsi ini. Dan penulis juga mengucapkan terima kasih atas koordinasi dan bantuannya kepada
Bapak Dr. Radite Tistama, S.Si, M.Si selaku pembimbing penelitian di Balai Penelitian Tanaman Karet Sungei Putih dan Bapak Abu Yazid SP, M.Stat
selaku konsultan statistik.
ABSTRAK ... i
Kegunaan Penelitian... 7
TINJAUAN PUSTAKA
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 20
Bahan dan Alat Penelitian ... 20
Metode Penelitian... 21
Pelaksanaan Penelitian ... 24
Hasil ... 29
Volume Lateks (ml) ... 29
Penyadapan Pertama ... 29
Penyadapan Kedua ... 31
Penyadapan Ketiga ... 33
Kadar Padatan Total (%) ... 37
Penyadapan Pertama ... 37
Penyadapan Kedua ... 39
Penyadapan Ketiga ... 41
Total Produksi (g/cm/sadap) ... 45
Penyadapan Pertama ... 45
Penyadapan Kedua ... 47
Penyadapan Ketiga ... 49
Pembahasan ... 52
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 58
Saran ... 58 DAFTAR PUSTAKA
1. Rataan Perlakuan Waktu Aplikasi Dan Klon Tanaman Karet Terhadap
Volume Lateks (ml) Penyadapan Pertama ... 29 2. Rataan Perlakuan Stimulan Hormon Etilen Terhadap Volume Lateks (ml)
Penyadapan Pertama ... 30 3. Rataan Perlakuan Waktu Aplikasi Dan Klon Tanaman Karet Terhadap
Volume Lateks (ml) Penyadapan Kedua ... 31 4. Rataan Perlakuan Stimulan Hormon Etilen Terhadap Volume Lateks (ml) Penyadapan Kedua ... 32 5. Rataan Perlakuan Waktu Aplikasi Dan Klon Tanaman Karet Terhadap
Volume Lateks (ml) Penyadapan Ketiga ... 33 6. Rataan Perlakuan Stimulan Hormon Etilen Terhadap Volume Lateks (ml) Penyadapan Ketiga ... 34 7. Rataan Perlakuan Waktu Aplikasi Terhadap Volume Lateks (ml) Seluruh Penyadapan ... 35 8. Rataan Perlakuan Klon Tanaman Karet Terhadap Volume Lateks (ml)
Seluruh Penyadapan ... 35 9. Rataan Perlakuan Stimulan Hormon Etilen Terhadap Volume Lateks (ml) Seluruh Penyadapan ... 36 10. Rataan Perlakuan Waktu Aplikasi Dan Klon Tanaman Karet Terhadap
Kadar Padatan Total (%) Penyadapan Pertama ... 37 11. Rataan Perlakuan Stimulan Hormon Etilen Terhadap Kadar Padatan
Total (%) Penyadapan Pertama ... 38 12. Rataan Perlakuan Waktu Aplikasi Dan Beberapa Klon Terhadap Kadar
Padatan Total (%) Penyadapan Kedua ... 39 13. Rataan Perlakuan Stimulan Hormon Etilen Terhadap Kadar Padatan
Total (%) Penyadapan Kedua ... 40 14. Rataan Perlakuan Waktu Aplikasi Dan Klon Tanaman Karet Terhadap
Kadar Padatan Total (%) Penyadapan Ketiga ... 41 15. Rataan Perlakuan Beberapa Jenis Stimulan Terhadap Kadar Padatan
17. Rataan Perlakuan Klon Tanaman Karet Terhadap Kadar Padatan Total (%) Seluruh Penyadapan ... 44 18. Rataan Perlakuan Stimulan Hormon Etilen Terhadap Kadar Padatan
Total (%) Seluruh Penyadapan ... 44 19. Rataan Perlakuan Waktu Aplikasi Dan Beberapa Klon Terhadap Total
Produksi (gr/cm/sadap) Penyadapan Pertama ... 45 20. Rataan Perlakuan Stimulan Hormon Etilen Terhadap Total Produksi
(gr/cm/sadap) Penyadapan Pertama ... 46 21. Rataan Perlakuan Waktu Aplikasi Dan Beberapa Klon Terhadap Total
Produksi (gr/cm/sadap) Penyadapan Kedua ... 47 22. Rataan Perlakuan Stimulan Hormon Etilen Terhadap Total Produksi
(gr/cm/sadap) Penyadapan Kedua ... 48 23. Rataan Perlakuan Waktu Aplikasi Dan Klon Tanaman Karet Terhadap
Total Produksi (gr/cm/sadap) Penyadapan Ketiga ... 49 24. Rataan Perlakuan Stimulan Hormon Etilen Terhadap Total Produksi
(gr/cm/sadap) Penyadapan Ketiga ... 50 25. Rataan Perlakuan Waktu Aplikasi Total Produksi (gr/cm/sadap) Seluruh Penyadapan ... 51 26. Rataan Perlakuan Klon Tanaman Karet Terhadap Total Produksi
(gr/cm/sadap) Seluruh Penyadapan ... 51 27. Rataan Perlakuan Stimulan Hormon Etilen Terhadap Total Produksi
1. Hasil Pengamatan Parameter Volume Lateks (ml) Penyadapan
Pertama ... 62 2. Hasil Pengamatan Volume Lateks (ml) Penyadapan Pertama
(Transformasi
��)...64 3. Hasil Analisis Sidik Ragam Data Parameter Volume Lateks (ml)
Penyadapan Pertama (Transformasi ��)...65 4. Hasil Pengamatan Parameter Volume Lateks (ml) Penyadapan Kedua ... 66 5. Hasil Pengamatan Volume Lateks (ml) Penyadapan Kedua
(Transformasi��) ... 68 6. Hasil Analisis Sidik Ragam Data Parameter Volume Lateks (ml)
Penyadapan Kedua (Transformasi ��) ... 69 7. Hasil Pengamatan Parameter Volume Lateks (ml) Penyadapan Ketiga ... 70 8. Hasil Pengamatan Volume Lateks (ml) Penyadapan Ketiga
(Transformasi��) ... 72 9. Hasil Analisis Sidik Ragam Data Parameter Volume Lateks (ml)
Penyadapan Ketiga (Transformasi��) ... 73 10. Hasil Pengamatan Parameter Kadar Padatan Total (%) Penyadapan
Pertama ... 74 11. Hasil Analisis Sidik Ragam Data Kadar Padatan Total (%) Penyadapan
Pertama ... 75 12. Hasil Pengamatan Parameter Kadar Padatan Total (%) Penyadapan
Kedua ... 76 13. Hasil Analisis Sidik Ragam Data Kadar Padatan Total (%) Penyadapan
Kedua ... 77 14. Hasil Pengamatan Parameter Kadar Padatan Total (%) Penyadapan
Ketiga ... 78 15. Hasil Analisis Sidik Ragam Data Kadar Padatan Total (%) Penyadapan
Ketiga ... 79 16. Hasil Pengamatan Parameter Total Produksi (g/cm/sadap) Penyadapan
Pertama ... 80 17. Hasil Pengamatan Parameter Total Produksi (g/cm/sadap) Penyadapan
Kedua ... 84
20. Hasil Pengamatan Parameter Total Produksi (g/cm/sadap) Penyadapan Kedua (Transformasi��) ... 86
21. Hasil Analisis Sidik Ragam Data Total Produksi (g/cm/sadap) Penyadapan Kedua (Transformasi��) ... 87
22. Hasil Pengamatan Parameter Total Produksi (g/cm/sadap) Penyadapan Ketiga ... 88
23. Hasil Analisis Sidik Ragam Data Total Produksi (g/cm/sadap) Penyadapan Ketiga ... 89
24. Deskripsi Klon IRR 118 ... 90
25. Deskripsi Klon PB 260 ... 91
26. Deskripsi Klon IRR 42 ... 92
27. Deskripsi Klon IRR 39 ... 93
28. Bagan Lahan Penelitian Klon IRR 118 Ancak Besar A Blok 15 ... 94
29. Bagan Lahan Penelitian Klon PB 260 Ancak Besar B Blok 18 ... 95
30. Bagan Lahan Penelitian Klon IRR 42 Ancak Besar A Blok 4 ... 96
31. Bagan Lahan Penelitian Klon IRR 39 Ancak Besar B Blok 16 ... 97
32. Data Curah Hujan ... 98
33. Jadwal Kegiatan ... 99
HANTAR M. K. S. SINAMO : Respon Produksi Lateks Dalam Berbagai Waktu Aplikasi Pada Beberapa Klon Tanaman Karet Terhadap Pemberian Beberapa Sumber Hormon Etilen dibimbing oleh CHARLOQ dan ROSMAYATI.
Peningkatan produksi lateks pada tanaman karet umumnya menggunakan stimulan ethrel yang memiliki kandungan hormon etilen, stimulan tersebut memiliki respon yang berbeda pada setiap klon, pemberian yang tidak optimal dapat menyebabkan penyakit kering alur sadap (KAS), dan ethrel sulit dikonsumsi oleh petani rakyat, oleh sebab itu dibutuhkan perlakuan stimulan alternatif. Penggunaan stimulan alternatif karena stimulan tersebut memiliki kandungan hormon etilen yang dapat memacu metabolisme lateks dalam peningkatan produksi pada tanaman karet. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui respon produksi lateks pada waktu aplikasi yang berbeda pada beberapa klon tanaman karet terhadap pemberian berbagai sumber hormon etilen. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Februari 2014 di Balai Penelitian Karet Sungei Putih, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Petak Tersarang Tiga Step dengan tiga ulangan. Step pertama yaitu waktu aplikasi terdiri dari waktu aplikasi pertama, waktu aplikasi kedua, waktu aplikasi ketiga, dan waktu aplikasi keempat, step kedua yaitu perlakuan klon terdiri dari klon IRR 118, klon PB 260, klon klon IRR 42, klon IRR 39 dan step ketiga yaitu stimulan terdiri dari tanpa stimulan, etephon ethrel, etephon SP1, ekstrak kulit pisang, dan ekstrak kulit nenas. Pengamatan parameter adalah volume lateks, kadar padatan total, dan total produksi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan stimulan dalam klon pada berbagai waktu aplikasi berpengaruh nyata dalam peningkatan produksi lateks. Klon IRR 39 adalah klon yang mengalami peningkatan produksi tertinggi akibat pemberian stimulan. Etephon SP1 adalah stimulan yang meningkatkan produksi lateks tertinggi. Etephon ethrel, ekstrak kulit pisang adalah stimulan yang dapat meningkatkan produksi lateks lebih tinggi dari tanpa stimulan. Ekstrak kulit nenas mengakibatkan penggumpalan aliran lateks pada alur sadap dan menghasilkan produksi lateks yang rendah.
HANTAR M. K. S. SINAMO: Production of Response Latex Rubber Plant In Multiple Clones of Giving Some sources Hormone Ethylene guided by CHARLOQ and ROSMAYATI.
Increasing production of latex in rubber commonly used stimulant Ethrel etephon that contain hormone ethylene but the stimulant can only affect a particular clone, causing KAS disease , and difficult to be consumed by the people's plantation(estates), and therefore required an alternative stimulant treatment. The use of stimulants alternative because the stimulant contains hormones that can stimulate the metabolism of ethylene in an increase in the production of latex in rubber plant. The purpose of this study was to evaluate the response of latex production at some rubber plants clones to giving several sources hormone ethylene. The study was conducted in September 2013 until February 2014 in Sungei Putih Rubber Research Institute, Galang Subdistrict , Deli Serdang regency. The study design used was a nested plot design with two treatment factors and three replications. The first factor of clones treatment consists of IRR 118 clones, PB 260 clones, IRR 42 clones, IRR 39 clones and the second factor is composed of non-stimulant , etephon Ethrel, etephon SP1, banana peel extract, and extracts of pineapple skin. Observed parameters latex volume, total solids content, and total production.
The results showed that stimulant treatment in clones at various times in the application significantly increased production of latex. IRR 39 clones are clones that experienced the highest increase in production due to the provision treatment of stimulants. Etephon SP1 is a stimulant that increases the production of the highest latex. Etephon Ethrel, banana peel extract is a stimulant that can increase the production of latex higher than without stimulants. Pineapple peel extract resulted in clumping of latex flow on tapping grooves and a low yield of latex production
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan karet alam maupun karet sintetik terus meningkat sejalan
dengan meningkatnya standar hidup manusia. Kebutuhan karet sintetik relatif
lebih mudah dipenuhi karena sumber bahan baku relatif tersedia walaupun
harganya mahal, akan tetapi karet alam digunakan sebagai bahan baku industri
tetapi diproduksi sebagai komoditi perkebunan. Sejak pertengahan tahun 2002
harga karet mendekati harga US$ 1.00/kg, dan sampai sekarang ini telah
mencapai US$ 1.90kg untuk harga SIR 20 di SICOM Singapura. Diperkirakan
harga akan mencapai US$ 2.00 pada tahun 2007 dan pada jangka panjang sampai
2020 akan tetap stabil, dikarenakan permintaan yang terus meningkat terutama
dari China, India, Brazil dan negara-negara yang mempunyai pertumbuhan
ekonomi yang tinggi di Asia Pasifik (Anwar, 2008).
Karet merupakan salah satu komoditas pertanian di Indonesia. Komoditas
ini dibudidayakan relatif lebih lama daripada komoditas perkebunan lainnya.
Tanaman ini diintroduksi pada tahun 1864. Dalam kurun waktu sekitar 150 tahun
sejak dikembangkan pertama kalinya, luas areal perkebunan karet di Indonesia
telah mencapai 3.262.291 hektar. Dari total area perkebunan di Indonesia tersebut
84,5% milik perkebunan rakyat, 8,4% milik swasta, dan hanya 7,1% merupakan
milik negara (Setiawan dan Andoko, 2008).
Dalam dua sampai tiga dasa warsa terakhir ini telah dikembangkan pula
penggunaan stimulan. Penggunaan stimulan bertujuan untuk meningkatkan
Stimulan adalah suatu campuran yang terdiri dari minyak nabati (misalnya
minyak kelapa sawit) dan hormon etilen atau bahan aktif lainnya. Stimulasi lateks
umumnya dilaksanakan pada tanaman karet yang telah dewasa dengan tujuan
untuk mendapatkan kenaikan hasil lateks sehingga diperoleh tambahan
keuntungan bagi perkebunan karet (Setyamidjaja, 1993).
Etephon adalah senyawa 2-chloroethylposphonic acid atau CEPA yang
digunakan sebagai stimulan atau perangsang untuk meningkatkan produksi
hormon etilen endogen pada tanaman karet (Sumarmadji et al, 2005). Etilen
merupakan faktor stimulan utama untuk meningkatkan produksi karet alam pada
Hevea brasiliensis. Enzim yang berperan dalam biosintesis etilen ini salah satunya
adalah asam aminosiklopopana-1-karboksilat oksidase (ACO). ACO merupakan
katalisator dalam perubahan asam aminosiklopopana-1- karboksilat menjadi
etilen.
Penambahan etephon sebagai bahan stimulasi yang melepaskan etilen pada
sistem sadap tertentu, telah umum dilakukan terutama pada perkebunan besar.
Aplikasi etephon dimaksudkan untuk menekan biaya eksploitasi dan memperoleh
produksi yang tinggi. Namun setiap klon memiliki respons yang berbeda terhadap
intensitas eksploitasi. Intensitas eksploitasi mencakup faktor panjang irisan sadap,
fiekuensi sadap, dan aplikasi stimulasi etephon. Penggunaan etephon yang
berlebihan atau intensitas sadapan yang tinggi misalnya S/1 d/1 (irisan sadap 1
spiral dan dilakukan setiap hari) seperti yang sering tejadi di perkebunan rakyat,
biasanya diikuti oleh tingginya jumlah pohon yang mengalami kekeringan alur
sadap (KAS) (Darussamin et al., 1995; Siswanto, 1997). Sistem eksploitasi yang
tanaman, hemat kulit dan biaya murah serta tidak menimbulkan KAS yang
merupakan gangguan fisiologis sehingga tanaman karet tidak dapat mengalirkan
lateks apabila disadap (Siswanto, 1998).
Aplikasi stimulan pada tanaman karet, tidak semua memberikan respon
yang diharapkan. Hal ini tergantung pada masing-masing klon karet dan
umumnya tanaman karet yang dapat dipacu produksinya dengan stimulan jika
berumur lebih dari 15 tahun atau 10 tahun. Menurut Setiawan dan Andoko (2008),
sebagai ukuran jika kadar karet kering lateks lebih kecil dari 30% dengan
pemberian stimulan artinya responnya terhadap stimulan kurang berarti. Sehingga
perlu diketahui jenis-jenis stimulan alternatif yang tepat yang berbahan aktif etilen
sebagai pengganti ethrel dalam meningkat produksi lateks pada beberapa klon
tanaman karet.
Pemakaian etephon yang berlebihan dapat mengakibatkan penyimpangan
proses metabolisme, seperti penebalan kulit batang, nekrosis, terbentuknya
retakan pada kulit, dan timbulnya bagian yang tidak produktif pada irisan sadap
(Paranjothy et al, 1979). Selain itu, pemakaian etephon yang berlebihan juga
dapat menghambat aliran lateks yang disebabkan oleh koagulasi partikel yang
dikenal dengan kering alur sadap (KAS) (Tistama dan Siregar, 2005).
Bahan perangsang yang biasa dipakai untuk perangsangan dengan cara oles
adalah stimulan berbahan aktif ethepon dengan berbagai merek dagang seperti
Ethrel, ELS dan Cepha. Bahan aktif ini mengeluarkan gas etilen yang jika
diaplikasikan akan meresap ke dalam pembuluh lateks. Di dalam pembuluh lateks
gas tersebut menyerap air dari sel-sel yang ada di sekitarnya. Penyerapan air ini
Aplikasi stimulan pada tanaman karet, tidak semua memberikan respons yang
diharapkan. Hal ini tergantung pada masing-masing klon karet.
Trucker di dalam Saputro (2004) menyatakan bahwa gas etilen (C2H4)
adalah suatu jenis bahan yang banyak digunakan sebagai pemicu (trigger) proses
pematangan, dimana jumlah dan waktu yang tepat dalam pemberiannya juga
sangat khas untuk tiap jenis buah. Menurut Winarno dan Aman (1979),
konsentrasi etilen selama pematangan berubah-ubah. Buah pisang yang baru
dipanen mengandung etilen 0.2 ppm dan sekitar 4 jam sebelum pematangan
jumlah etilen secara cepat bertambah menjadi sekitar 0.5 ppm. Pisang pada saat
memasuki proses pematangan, jumlah etilen sekitar 1.0-1.5 ppm dan segera
setelah respirasi hingga mencapai puncak klimaterik jumlah etilen meningkat
menjadi 25-40 ppm.
Etilen tebentuk dalam buah yang sudah mengalami pematangan. Selama
pemasakan, berbagai buah- buahan mengandung etilen dalam jumlah yang
berbeda pula. Macam-macam hasil tanaman dengan konsentrasi etilen pada
stadium pertumbuhan/perkembangan yang berbeda (Rhodes 1970, dalam
Sholihati, 2004), kandungan etilen pada buah pisang 0,2-50 ppm, kandungan
etilen pada buah nenas 0,16-0,40 ppm. Pematangan terjadi dengan perubahan
warna pada kulit buah. Ini menunjukkan bahwa kandungan hormon etilen sangat
banyak terdapat pada kulit buah.
Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup
banyak jumlahnya. Menurut Susanti (2006), pada umumnya kulit pisang belum
dimanfaatkan secara nyata, hanya dibuang sebagai limbah organik saja atau
kulit pisang dapat dimanfaakan sebagai stimulan karena mengandung jumlah
kandungan etilen yang cukup tinggi dalam meningkatkan produksi lateks pada
tanaman karet.
Tanaman nenas merupakan salah satu tanaman komoditi yang banyak
ditanam di Indonesia. Prospek agrobisnis tanaman nenas sangat cerah, cenderung
semakin meningkat baik untuk kebutuhan buah segar maupun sebagai bahan
olahan (Rukmana, 1996). Untuk pemanfaatan nenas hanya terbatas pada daging
buahnya saja, sementara kulit dan bonggolnya dibuang. Padahal kulit dan bonggol
nenas tersebut masih memiliki manfaat. Menurut Wijana et al, (1991) kulit nenas
mengandung 81,72 % air; 20,87 % serat kasar; 17,53 % karbohidrat; 4,41 %
protein dan 13,65 % gula reduksi. Sehingga walaupun kandungan hormon etilen
pada kulit nenas tidak tinggi tetapi kulit nenas mengandung kadar air yang tinggi
sehingga dapat dilakukan peningkatan jumlah kandungan etilen pada kulit nenas.
Sejak dekade 1980 hingga saat ini tahun 2010, permasalahan karet
Indonesia adalah rendahnya produktivitas dan mutu karet yang dihasilkan,
khususnya oleh petani karet rakyat. Sebagai gambaran produksi karet rakyat
hanya 600 - 650 kg KK/ha/thn (Damanik et al, 2010). Sedangkan umumnya untuk
meningkatkan produksi lateks umumnya perkebunan menggunakan stimulan
etilen seperti ethrel tetapi masyarakat tidak menggunakan ethrel dikarenakan
harga yang mahal dan pemberian yang berlebihan dapat menyebabkan penyakit
kering alur sadap. Maka alternatif stimulan etilen diciptakan yang dapat
menghindari penyakit KAS dan mudah dapat diperoleh masyarakat dengan
kulit buah tersebut mengandung hormon etilen yang dapat meningkatkan produksi
lateks pada tanaman karet.
Menurut Rizqi (2013) beberapa alternatif stimulan diciptakan salah satunya
stimulan SP1 yang diproduksi oleh Pusat Penelitian Karet Sungei Putih tidak
hanya dapat meningkatkan produksi lateks tetapi juga dapat memperbaiki keadaan
bidang sadap seperti kering alur sadap dengan peningkatan kandungan glukosa,
protein dan lain-lain pada produksi lateks serta terhindar dari penyakit kering alur
sadap.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang respons produksi lateks pada beberapa klon tanaman karet terhadap
pemberian berbagai hormon etilen yang salah satunya pemanfaatan limbah kulit
buah.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui respon produksi lateks pada waktu aplikasi yang
berbeda pada beberapa klon tanaman karet terhadap pemberian berbagai sumber
hormon etilen.
Hipotesis Penelitian
Ada perbedaan produksi lateks pada waktu aplikasi yang berbeda pada
beberapa klon tanaman karet yang digunakan terhadap pemberian berbagai
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar
sarjana pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dan
berguna pula untuk pihak-pihak yang berkepentingan dalam perkebunan tanaman
karet.
Botani Tanaman
Klasifikasi tanaman karet adalah sebagai berikut Divisi : Spermatophyta,
Subdivisi : Angiospermae, Kelas :Monocotyledoneae, Ordo : Euphorbiales,
Famili: Euphorbiaceae, Genus: Hevea, Spesies : Hevea brassiliensis Muell. Arg.
(Setiawan dan Andoko, 2005).
Sistem perakaran tanaman karet kompak/padat, akar tunggangnya dapat
menembus tanah hingga kedalaman 1-2 m, sedangkan akar lateralnya dapat
menyebar sejauh 10 m (Syamsulbahri, 1996).
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang
cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya
tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Di beberapa kebun
karet ada kecondongan arah tumbuh tanaman agak miring ke arah utara. Batang
tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks. Lateks inilah
yang biasanya menjadi bahan baku karet (Island, 2010).
Daun karet berselang-seling, helai daunnya panjang dan terdiri dari 3 anak
daun yang licin berkilat. Petiola tipis, hijau, berpanjang 3,5-30 cm. Helaian anak
daun berhelai pendek dan berbentuk lonjong-oblong atau oblong-obovate, pangkal
sempit dan tegang, ujung runcing, sisi atas daun hijau tua dan sisi bawah agak
cerah, panjangnya 5-35 cm dan lebar 2,5-12,5 cm (Sianturi, 2001).
Bunga karet terdiri atas bunga jantan dan bunga betina. Kepala putik yang
akan dibuahi berjumlah 3 buah. Bunga jantan mempunyai 10 benang sari yang
tersusun menjadi 1 tiang. Buahnya memiliki 3 ruang dengan pembagian yang
Buah karet dengan diameter 3-5 cm, terbentuk dari penyerbukan bunga
karet dan memiliki pembagian ruangan yang jelas, biasanya 3-6 ruang.Setiap
ruang berbentuk setengah bola. Jika sudah tua, buah karet akan pecah dengan
sendirinya dan setiap pecahan akan tumbuh menjadi individu baru jika jatuh ke
tempat yang tepat (Setiawan dan Andoko, 2008).
Biji karet besar, bulat bersegi 4, tertekan pada satu atau dua sisinya,
berkilat, berwarna cokelat muda dengan noda – noda cokelat tua, panjang 2-3,5
cm dan lebar 1,5-3 cm dan tebal 1,5-2,5 cm (Sianturi, 2001).
Syarat Tumbuh
Iklim
Untuk pertumbuhan terbaiknya, tanaman karet memerlukan persyaratan
iklim dan tanah yang sesuai dengan daerah asalnya, Brazil yang beriklim tropis,
daerah yang cocok ditanami karet yaitu daerah yang berada antara 15˚ LU- 10˚
LS. Suhu harian yang diinginkan tanaman karet antara 25˚ - 30˚C.ketinggian
tempat yang cocok untuk tanaman karet adalah antara 6-700 m dari permukaan
laut (Setyamidjaja, 1993).
Tanaman turnbuh baik di dataran rendah hingga menengah (0 - 400 m di
atas permukaan laut) dengan curah hujan yang cukup sepanjangtahun (1500 -
2500 mm/tahun) (Dijkman, 1951; Webster &Baulkwill, 1989).
Kelembaban nisbi (RH) yang sesuai untuk tanaman karet adalah rata – rata
berkisar 75% - 90%. Kelembaban yang terlalu tinggi tidak baik untuk
pertumbuhan karet karena dapat membuat laju aliran transpirasi tanaman karet
tanaman sering mengalami gutasi dan terjadi lelehan lateks akibat retakan kulit.
Angin yang bertiup kencang dapat mengakibatkan patah batang, cabang atau
tumbang. Angin kencang pada musim kemarau sangat berbahaya, laju
evapotranspirasi menjadi besar (Sianturi, 2001).
Tanah
Pada pada lapisan olah tanah tidak disukai tanaman karet karena mengganggu pertumbuhan dan perkembangan akar, sehingga proses pengambilan hara dari dalam tanah terganggu. Derajat keasaman mendekati normal cocok untuk tanaman karet, yang paling cocok adalah pH 5-6. Batas toleransi pH tanah adalah 4-8. Sifat-sifat tanah yang cocok pada umumnya antara lain; aerasi dan drainase cukup, tekstur tanah remah, struktur terdiri dari 35% tanah liat dan 30% tanah pasir, kemiringan lahan <16% serta permukaan air tanah < 100 cm
(Damanik et al, 2010).
Tanaman karet termasuk tanaman perkebunan yang mempunyai toleransi
cukup tinggi terhadap kesuburan tanah. Tanaman ini tidak menuntut kesuburan
tanah yang terlalu tinggi. Tanah kurang subur seperti podsolik merah kuning yang
banyak dijumpai di Indonesia (Setiawan, 2000).
Sifat-sifat tanah yang cocok pada umumnya antara lain; aerasi dan
drainase cukup, tekstur tanah remah, struktur terdiri dari 35% tanah liat dan 30%
tanah pasir, kemiringan lahan < 16% serta permukaan air tanah < 100 cm.
Sedangkan tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya kurang baik
sehingga drainase dan aerasenya kurang baik. Tanah-tanah kurang subur seperti
pengelolaan yang baik bisa dikembangkan menjadi perkebunan karet dengan hasil
yang cukup baik (Budiharto, 2010).
Klon Tanaman Karet
Klon merupakan bahan tanaman karet yang diperbanyak secara vegetatif
melalui teknik okulasi. Perbaikan terhadap produktivitas dan sifat-sifat agronomis
tanaman karet secara terus-menerus dilakukan melalui penemuan klon-klon
unggul baru. Sebelum direkomendasikan, setiap jenis klon harus diuji lebih dulu
melelui beberapa tahap pengujian. Pada setiap tahapan pengujian akan dapat
diketahui karakteristik setiap jenis klon tersebut, baik dari segi potensi hasil,
pertumbuhan, bentuk morfologis, dan ketahanan terhadap penyakit, sampai pada
mutu lateks dan sifat karetnya (Woelan, et al, 1999).
Penggunaan klon dapat menaikkan produksi yang cukup tinggi
dibandingkan dengan tanaman asal biji. Pusat penelitian perkebunan Sembawa
menetapkan anjuran bahan tanaman karet yang berguna bagi praktisi perkebunan,
para penyuluh lapangan, dan petani. Klon-klon yang dianjurkan tersebut terbagi
menjadi tiga kelompok yaitu klon skala besar, skala kecil dan skala percobaan
(Siregar, 1995).
Penelitian dan penerapan di perkebunan selama periode 1955 hingga
1980-an membuktik1980-an bahwa pengguna1980-an stimul1980-an sebaiknya dilakuk1980-an pada t1980-anam1980-an
karet yang cukup tua yaitu sudah disadap lebih dari 12 tahun. Penerapan stimulan
bagi tanaman yang lebih muda umurnnya lebih berisiko. Berbagai faktor yang
umur pohon, kultivar (klon), sistem sadap, konsentrasi bahan aktif dalam
campuran, serta cara dan frekuensi aplikasi (Webster and Baulkwill, 1989).
Klon karet anjuran komersial untuk penanaman skala luas tahun
2010-2014 dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu: a) klon penghasil lateks, dan b)
klon penghasil lateks-kayu seperti disajikan pada tabel berikut :
Klon karet anjuran komersial tahun 2010-2014
Uraian Jenis klon
1. Klon penghasil lateks IRR 104, , IRR 112, IRR 118, IRR 220, BPM 24, PB 260, PB 330, dan PB 340.
2. Klon penghasil lateks-kayu RRIC 100, IRR 5, IRR 39, IRR 42, IRR 107, dan IRR 119
Sumber : Balai Penelitian Sembawa – Pusat Penelitian Karet. 2011
Klon PB 260 merupakan klon anjuran komersial penghasil lateks. Klon
PB 260 tergolong tahan terhadap penyakit daun utama (Corynespora,
Colletotrichum, dan Oidium), tetapi kurang tahan terhadap angin. Karakteristik
klon PB 260 adalah pertumbuhan lilit batang pada saat tanaman belum
menghasilkan sedang. Potensi produksi awal cukup tinggi dengan rata-rata
produksi aktual 2107 kg/ha/tahun selama 9 tahun penyadapan dan tidak respon
terhadap stimulan. Lateks berwarna putih kekuningan. Pengembangan tanaman
dapat dilakukan pada daerah beriklim sedang dan basah (Woelan, et al, 1999).
Tanaman karet rentan terhadap penyakit kering alur sadap maka
pengendalian penyakit ini dilakukan dengan menghindari penyadapan yang terlalu
sering dan mengurangi pemakaian Ethepon terutama pada klon yang rentan
terhadap kering alur sadap yaitu BPM 1, PB 235, PB 260, PB 330, PR 261 dan
RRIC 100. Bila terjadi penurunan kadar karet kering yang terus menerus pada
sadap sampai 10% pada seluruh areal, maka penyadapan diturunkan intensitasnya
dari 1/2S d/2 menjadi 1/2S d/3 atau 1/2S d/4, dan penggunaan ethepon dikurangi
atau dihentikan untuk mencegah agar pohon‐pohon lainnya tidak mengalami
kering alur sadap. Penyadapan dapat dilanjutkan di bawah kulit yang kering atau
di panel lainnya yang sehat dengan intensitas rendah (1/2S d/3 atau 1/2S d/4).
Hindari penggunaan ethepon pada pohon yang kena kekeringan alur sadap. Pohon
yang mengalami kekeringan alur sadap perlu diberikan pupuk ekstra untuk
mempercepat pemulihan kulit (Anwar, 2001).
Klon tanaman karet IRR 118 merupakan klon quick starter yang
dihasilkan oleh Pusat Penelitian Karet Sungai Putih. Klon tersebut merupakan
klon yang memiliki respon sedang terhadap stimulan, ketahanan terhadap angin
sangat baik, dan ketahanan terhadap penyakit kering alur sadap baik. Klon IRR
118 memiliki pertumbuhan cepat dan produksi karet kering rata- rata 2057
kg/ha/th (Woelan et al, 2006).
Klon IRR 42 merupakan klon hasil cipta Pusat Penelitian Karet Sembawa
yang merupakan jenis klon slow starter. Klon tersebut memiliki respon yang baik
terhadap stimulan, ketahanan terhadap angin baik, dan ketahanan terhadap
penyakit kering alur sadap baik. Klon IRR 42 memiliki lilit batang yang besar
50,1 cm karena merupakan klon penghasil kayu sedangkan produksi lateks hanya
1980 kg/ha/th (Woelan et al, 2006).
Klon IRR 39 merupakan klon hasil cipta Pusat Penelitian Karet Sembawa
yang merupakan jenis klon slow starter yang menghasilkan kayu. Klon IRR 39
memiliki respon yang baik terhadap stimulan, ketahanan terhadap angin sedang,
lilit batang yang besar 48,2 cm karena merupakan klon penghasil kayu sedangkan
produksi lateks hanya 1924 kg/ha/th (Woelan et al, 2006).
Hormon Etilen
Etephon Ethrel
Stimulan adalah suatu campuran yang terdiri dari minyak nabati (misalnya
minyak kelapa sawit) dengan gemuk alami (disebut carrier stimulan) dan hormon
atau bahan aktif lainnya. Penggunaan stimulan bertujuan untuk menggenjot
produksi lateks tanaman dan memperpanjang masa pengaliran lateks karet.
Stimulasi lateks umumnya dilaksanakan pada tanaman karet yang telah dewasa
dengan tujuan untuk mendapatkan kenaikan hasil lateks. Pemberian stimulan
tanpa menurunkan intensitas sadapan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman, terutama tanaman yang masih muda. Karenanya tanaman karet hanya
bisa dipacu produksinya dengan stimulan jika telah berumur 15 tahun atau 10
tahun jika disadap dengan intensitas rendah (Setyamidjaja, 1993).
Etilen meningkatkan lama aliran lateks dan meningkatkan aktivitas
regenerasi lateks in situ pada tanaman karet. Hasil penelitian sebelumnya
(Kuswanhadi, 2006) menunjukkan bahwa etephon meningkatkan tekanan internal
dalam pembuluh lateks dan meningkatkan kondisi fisiologis yang berkaitan
dengan aliran lateks dan perubahan dalam pembuluh lateks yang menyebabkan
lambatnya penyumbatan aliran lateks. Lama aliran lateks berbanding lurus dengan
jumlah lateks yang dihasilkan. Etephon juga menginduksi biosintesis etilena
Keluarnya lateks adalah dengan adanya tekanan pada pembuluh lateks sebagai akibat adanya tekanan turgor, yaitu tekanan pada dinding sel oleh isi sel. Semakin banyak isi sel semakin besar tekanan pada dinding sel atau turgor. Dengan semakin besarnya turgor ini semakin besar tekanan pada pembuluh lateks
dan semakin banyak lateks yang keluar melalui pembuluh lateks. (Balai Penelitian Perkebunan Sembawa, 1982).
Bahan aktif etephon yang biasa dipakai untuk stimulan mengeluarkan gas etilen yang jika diaplikasikan akan meresap ke dalam pembuluh lateks. Gas tersebut menyerap air dari sel-sel yang ada di sekitarnya dalam pembuluh lateks. Penyerapan air ini menyebabkan tekanan turgor naik yang diiringi dengan derasnya aliran lateks (Setiawan dan Andoko, 2008).
Pengaruh stimulasi dengan etephon terutama adalah meningkatkan
produksi lateks, menurunkan kadar karet kering (KKK), namun juga berpengaruh
terhadap komposisi lateks, sifat teknis lateks dan karet (antara lain viskositas,
plastisitas, stabilitas mekanis dan warna), kekeringan batang, pertumbuhan lilit
batang,kulit pulihan, komposisi daun dan memiliki pengaruh jangka panjang yang
berkaitan dengan kapasitas produksi (Sivakumaran et al., 1984).
Etephon biasanya diaplikasikan pada pohon karet dalam bentuk produk
komersial ethrel" (Am.Chem.; Rhone Poullenc) dengan konsentrasi 10,0% dan
kemudian dapat diencerkan dengan minyak kelapa sawit sampai dengan
konsentrasi 2.5%. Pada sistem eksploitasi dengan frekuensi sadap yang lebih
rendah, konsentrasi etephon dapat ditingkatkan sampai 5.0 - 10.0%. Aplikasi
etephon pada pohon ada dua macam yaitu pada alur irisan sadap (Ga = groove
application). Bagi tanaman karet dengan kondisi normal dan cukup umur
(lebih dari 10 tahun), sistem eksploitasi yang sering dianjurkan adalah 1/2S &
3.ET 2.5%. Ba1.0 (1.5) 9/y(m); yaitu sadapan 1/2 spiral, disadap 3 hari sekali
dengan pemberian etephon 2.5% sebanyak 1,0 gram yang diaplikasikan
pada bidang sadap yang dikerok selebar 1,5 cm selama 9 bulan per
tahun; berarti selama 3 bulan gugur daun, tanaman diistirahatkan
(Lukman, 1971; Santoso, 1993).
Etephon SP1
Tidak semua klon karet bisa disebut baik jika disadap dengan sistem stimulan. Di antara banyak klon karet yang ada, masih ada yang tidak dapat memberi respons yang baik terhadap rangsangan. Sebagai patokan, jika kadar karet kering lateks lebih kecil dari 30% maka responsnya terhadap rangsangan tidak baik. Lateks bisa mengalir keluar dari pembuluh lateks akibat adanya turgor. Turgor adalah tekanan pada dinding sel oleh isi sel. Banyak sedikitnya isi sel berpengaruh pada besar kecilnya tekanan pada dinding sel. Semakin banyak isi sel, semakin besar pula tekanan pada dinding sel. Tekanan yang besar akan memperbanyak lateks yang keluar dari pembuluh lateks. Oleh sebab itu, penyadapan dianjurkan dimulai saat turgor masih tinggi, yaitu saat belum terjadi pengurangan isi sel melalui penguapan oleh daun atau pada saat matahari belum tinggi (Damanik et al, 2010).
Peningkatan produksi lateks berkisar antara 20 - 100% selama satu siklus
stimulasi, terutama disebabkan oleh lamanya aliran lateks. Pemanjangan waktu
pohon karet yang disadap akan mengeluarkan lateks dalam jangka waktu tertentu,
yang berhubungan dengan panjangnya irisan sadap, dan dinyatakan sebagai
indeks penyumbatan (IP). Semakin rendah IP semakin lama lateks mengalir.
Proses penyumbatan terjadi akibat pecahnya lutoid dalam sel pembuluh lateks,
dan ini berarti pemberian stimulan akan lebih menstabilkan lateks (lutoid tidak
pecah) sehingga lateks tetap mengalir. Pembeian stimulan umumnya memberi
tambahan hasil setelah lateks dikutip, yakni berupa lump mangkok pada hari
berikutnya (Sumarmadji, 1999).
SP 1 merupakan stimulan yang diproduksi oleh Balit Sungei Putih untuk
menggenjot produksi lateks pada tanaman karet. Stimulan SP 1 tersebut
merupakan stimulan cair yang diaplikasikan dengan cara pengolesan pada bagian
alur sadap, kulit panel sadap atau panel bekas sadap. Stimulan SP1 juga dapat
memperbaiki keadaan bidang sadap seperti kering alur sadap dengan peningkatan
kandungan glukosa, protein dan lain-lain pada produksi lateks. (Rizqi, 2013)
Tabel. Produksi lateks terhadap pemberian stimulan SP1
Perlakuan Tanaman Sebelum (ml) Sesudah (ml)
SC DC SC DC
Stimulan SP1
1 100 116 147 163
2 157 90 227 111
3 144 77 155 87
4 63 82 90 102
5 33 43 55 62
Rata-rata 99,4 81,6 134 105
TSC 39% 27,10% 40,60% 26,20%
Ekstrak Kulit Buah
Menurut Winarno dan Aman (1979), selain berperan dalam pematangan
buah, etilen juga mempunyai pengaruh pada sistem tanaman lainnya. Pada sistem
cabang, etilen dapat menyebabkan terjadinya pengerutan, menghambat kecepatan
pertumbuhan, mempercepat penguningan pada daun,dan menyebabkan kelayuan.
Pada sistem akar, etilen dapat menyebabkan akar menjadi terpilin (terputar),
menghambat kecepatan pertumbuhan, memperbanyak tumbuhnya rambut-rambut
akar, dan dapat menyebabkan kelayuan. Pada sistem bunga, etilen dapat
mempercepat proses pemekaran kuncup, akan tetapi kuncup yang telah mekar itu
akan cepat menjadi layu, misalnya pada bunga mawar. Pada bunga anggrek, etilen
menyebabkan warna bunga menjadi pucat, sedangkan pada bunga anyelir etilen
dapat menyebabkan tidak mekarnya kuncup bunga (Kurniawan, 2008).
Etilen terbentuk dalam buah yang sedang mengalami pematangan. Selama
pemasakan, berbagai buah-buahan mengandung etilen dalam jumlah yang berbeda
pula. Dalam Tabel 1 disajikan informasi mengenai kandungan etilen pada
berbagai macam hasil tanaman (Kurniawan, 2008).
Tabel 1. Macam-macam hasil tanaman dengan konsentrasi etilen pada stadium pertumbuhan /perkembangan yang berbeda
Macam Hasil Tanaman Kandungan Etilen (ppm)
Menurut Wijana, et al (1991), secara ekonomi kulit nenas masih
bermanfaat untuk diolah menjadi pupuk dan pakan ternak. Komposisi limbah kulit
nenas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2. Hasil analisis proksimat limbah kulit nenas berdasarkan berat basah
Komposisi Rata-rata Berat Basah (%)
Air 86,7
Protein 0,69
Lemak 0,02
Abu 0,48
Serat basah 1,66
Karbohidrat 10,54
Sumber: Sidharta (1989)
Kulit pisang mengandung air dalam jumlah besar yaitu mencapai 68,90 %,
unsur kedua yg terkandung cukup besar dalam kulit pisang yaitu karbohidrat
sebesar 18,50 %. Sisanya terdiri dari protein, zat besi dan unsur lainnya. Di bawah
ini adalah komposisi lengkap unsur-unsur kimia dalam 100 g kulit pisang
(Ali, 2005):
Tabel 2. Komposisi lengkap unsur-unsur kimia dalam 100 g kulit pisang
Zat Gizi Kadar
Air (g) 68.90
Karbohidrat (g) 18.50
Lemak (g) 2.11
Protein (g) 0.32
Kalsium (mg) 715
Fosfor (mg) 117
Zat Besi (mg) 1.60
Vitamin B (mg) 0.12
Vitamin C (mg) 17.50
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Lahan Percobaan Balai Penelitian Karet
Sungei Putih Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang yang berada pada
ketinggian tempat ± 54 m di atas permukaan laut, dimulai dari bulan Oktober
2013 sampai dengan Maret 2014.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman karet klon IRR
118 pada Ancak A, klon PB 260 pada Ancak B tahun tanam 2003 sebagai objek
penelitian klon quick starter, klon IRR 42 pada Ancak A, klon IRR 39 pada
Ancak B tahun tanam 2006 sebagai objek penelitian klon slow starter, etephon
Ethrel 10 PA Bayern sebagai perlakuan kontrol, kulit buah pisang dan kulit buah
nenas kriteria menuju matang bewarna kuning sebagai perlakuan, etephon Sungei
Putih (SP1) sebagai perlakuan, air sebagai pelarut ekstrak.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender untuk
mengekstrak kulit buah, gelas ukur untuk mengukur pelarut, kain kasa untuk
memisahkan ekstrak dan ampas kulit buah, ember sebagai wadah perlakuan, oven
untuk mengukur kadar padatan total (TSC), timbangan analitik (Mettler PC 180)
untuk mengukur volume lateks, kamera untuk mengamati keadaan bagian
sadapan, cat sebagai penanda perlakuan yang diberikan, sikat gigi kriteria lembut
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Tersarang Tiga Step (Three- Stage Nested Design) dengan tiga ulangan, yaitu:
Step I : Waktu Aplikasi
A1 = Waktu Aplikasi Pertama
A2 = Waktu Aplikasi Kedua
A3 = Waktu Aplikasi Ketiga
A4 = Waktu Aplikasi Keempat
Step II : Klon Tanaman Karet
K1 = Klon IRR 118
K2 = Klon PB 260
K3 = Klon IRR 42
K4 = Klon IRR 39
Step III : Stimulan Hormon Etilen
S0 = Tanpa Stimulan
S1 = Stimulan Etrel
S2 = Stimulan SP1
S3 = Stimulan Ekstrak Kulit Buah Pisang
Dengan demikian diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 80 kombinasi
sebagai berikut :
A1K1S0 A1K2S0 A1K3S0 A1K4S0
A1K1S1 A1K2S1 A1K3S1 A1K4S1
A1K1S2 A1K2S2 A1K3S2 A1K4S2
A1K1S3 A1K2S3 A1K3S3 A1K4S3
A1K1S4 A1K2S4 A1K3S4 A1K4S4
A2K1S0 A2K2S0 A2K3S0 A2K4S0
A2K1S1 A2K2S1 A2K3S1 A2K4S1
A2K1S2 A2K2S2 A2K3S2 A2K4S2
A2K1S3 A2K2S3 A2K3S3 A2K4S3
A2K1S4 A2K2S4 A2K3S4 A2K4S4
A3K1S0 A3K2S0 A3K3S0 A3K4S0
A3K1S1 A3K2S1 A3K3S1 A3K4S1
A3K1S2 A3K2S2 A3K3S2 A3K4S2
A3K1S3 A3K2S3 A3K3S3 A3K4S3
A3K1S4 A3K2S4 A3K3S4 A3K4S4
A4K1S0 A4K2S0 A4K3S0 A4K4S0
A4K1S1 A4K2S1 A4K3S1 A4K4S1
A4K1S2 A4K2S2 A4K3S2 A4K4S2
A4K1S3 A4K2S3 A4K3S3 A4K4S3
Jumlah Ulangan : 3 Ulangan
Jumlah Tanaman/Perlakuan : 4 Tanaman
Jumlah Tanaman/Klon : 60 Tanaman
Jumlah Tanaman Seluruhnya : 240 Tanaman
Menggunakan sidik ragam dengan model linier Rancangan Tersarang Tiga Step (Three-Stage Nested Design):
����� = µ+��+��(�)+��(��)+�(���)� �
� = �,�,�,�
� = �,�,�,�
� = �,�,�,�,�
� = �,�,�
Dimana:
����� : Hasil pengamatan stimulan ke-k tersarang dalam klon ke-j
dan tersarang waktu aplikasi ke-i pada ulangan ke-l
µ : Nilai rataan umum
�� : Waktu aplikasi ke-i
��(�) : Klon ke-j tersarang dalam waktu aplikasi ke-i
��(��) : Stimulan ke-k tersarang dalam klon ke-j dan tersarang
waktu aplikasi ke-i
�(���)� : Galat percobaan pada stimulan ke-k tersarang dalam klon
ke-j dan tersarang waktu aplikasi ke-i pada ulangan ke-l
Pelaksanaan Penelitian
Pra Aplikasi
Penentuan Letak Tanaman
Ditentukan klon tanaman karet yaitu klon IRR 118 pada ancak A tahun
tanam 2003, klon PB 260 pada ancak B tahun tanam 2003, klon IRR 42 ancak A
tahun tanam 2006, dan klon IRR 39 ancak A tahun tanam 2006 yang akan
menjadi sampel. Tanaman karet yang digunakan dengan sistem sadap normal (1/2
lilitan).
Ploting
Dilakukan ploting atau letak klon tanaman dengan pemberian tanda sesuai
dengan perlakuan yang diberikan. Penandaan sampel dilakukan dengan penulisan
kombinasi perlakuan pada batang tanaman karet menggunakan cat.
Pengujian Awal Tanpa Perlakuan
Pengukuran Panjang Alur Sadap
Dilakukan pengukuran panjang alur sadap (cm) pada setiap sampel
tanaman karet. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh lilit batang dan
panjang bidang sadap terhadap produksi lateks.
Penyadapan
Dilakukan penyadapan pada tanaman karet yang telah ditentukan. Sistem
penyadapan 3 hari sekali. Penyadapan dilakukan pada pagi hari pukul 06.00
sampai dengan 08.00.
Panen
Pengukuran Volume Lateks
Lateks pada setiap klon dikumpulkan dari mangkuk penampung lateks
yang telah ditancapkan pada batang tanaman. Pemanenan lateks dilakukan siang
hari pukul 11.00 setelah penyadapan. Lateks diambil dan kemudian diukur setiap
volume lateks menggunakan gelas ukur .
Pengambilan Sampel
Lateks setiap ulangan sesuai perlakuan dicampur dan diambil sebagian
sebagai sampel untuk pengukuran kadar padatan total (TSC) dengan
menggunakan ring sampel. Volume lateks yang diperoleh dari setiap sampel
tanaman dijadikan sebagai data pembanding untuk perlakuan stimulan.
Pembuatan Ekstrak
Kulit Buah Pisang
Dipilih buah pisang yang mengalami puncak klimakterik dengan kriteria
matang dan bewarna kuning. Dilakukan pengupasan kulit buah pisang tersebut.
Diblender kulit buah tersebut tersebut dengan campuran air sebagai pelarut
dengan perbandingan 2:1. Diperas hasil blenderan tersebut menggunakan kain
kasa agar terpisah ekstrak dari ampas kulit buah.
Dipilih buah nenas yang mengalami puncak klimakterik dengan kriteria
matang dan bewarna kuning. Dikupas kulit buah nenas dari daging buah.
Diblender kulit buah tersebut tersebut dengan campuran air sebagai pelarut
dengan perbandingan 3:1. Diperas hasil blenderan tersebut menggunakan kain
kasa agar terpisah ekstrak dari ampas kulit buah.
Aplikasi
Hormon Ethrel
Pengenceran pada hormon yakni dengan mencampur ethrel konsentrasi
10% dengan air dengan perbandingan 3 : 1 menjadi konsentrasi 2,5 % kemudian
mengambil spoit ukuran untuk mengukur dosis tersebut juga diberikan pada
klon-klon tanaman karet yang telah disiapkan. Bersihkan alur sadap dari lateks yang
mengering (skrep) lalu oleskan ethrel dengan dosis 1 gram per pohon per aplikasi.
Pengaplikasian dilakukan sehari sebelum sadap dengan interval 2 minggu.
Aplikasi dilakukan pada pagi hari untuk menghindari suhu udara (temperatur) dan
penguapan air yang terlalu tinggi dan menggunakan sistem scrapping aplication
yakni stimulan dioleskan menggunakan sikat kecil sesuai dengan dosis yang
ditentukan.
Etephon SP1
Diencerkan ethilen SP1 yang mengandung hormon etilen 2% dengan
mencampukan dengan air sebagai pelarut. Bersihkan alur sadap dari lateks yang
mengering (skrep) lalu oleskan etilen SP1 dengan dosis 1 gram per pohon per
agar stimulan yang dioleskan meresap optimal masuk kedalam pembuluh lateks.
Aplikasi dilakukan pada pagi hari untuk menghindari suhu udara (temperatur) dan
penguapan air yang terlalu tinggi dan menggunakan sistem scrapping aplication
yakni stimulan dioleskan menggunakan sikat kecil sesuai dengan dosis yang
ditentukan.
Ekstrak Kulit Buah
Bersihkan alur sadap dari lateks yang mengering (skrep) lalu oleskan
ekstrak kulit buah pada bidang sadap tanaman karet. Pengaplikasian dilakukan
sehari sebelum sadap dengan interval 2 minggu. Aplikasi dilakukan pada pagi hari
untuk menghindari suhu udara (temperatur) dan penguapan air yang terlalu tinggi
dan menggunakan sistem scrapping aplication yakni stimulan dioleskan
menggunakan sikat kecil sesuai dengan dosis 5 gram per pohon per aplikasi.
Penyadapan
Dilakukan penyadapan penyadapan pertama sampai penyadapan ketiga
pada bidang sadap. Penyadapan pertama dilakukan sehari setelah pengaplikasian
stimulan etilen. Sistem sadap yang digunakan sadapan ½S D/3 yaitu sistem sadap
½ spiral dan disadap tiga hari sekali.
Panen
Pengukuran Volume Lateks
Lateks pada setiap klon dikumpulkan dari mangkuk penampung lateks
Pemanenan lateks dilakukan siang hari pukul 11.00 setelah penyadapan dimulai
dari penyadapan pertama sampai penyadapan ketiga. Lateks diambil dan
kemudian diukur setiap volume lateks menggunakan gelas ukur .
Pengambilan Sampel
Lateks setiap ulangan sesuai perlakuan dicampur dan diambil sebagian
sebagai sampel untuk pengukuran kadar padatan total (TSC) dengan
menggunakan ring sampel dan kemudian dibawa menuju laboratorium agar
diukur kadar padatan total/kadar karet kering lateks tersebut.
Pengamatan Parameter
Volume Lateks (ml)
Dilakukan penimbangan produksi lateks (mililiter) setiap perlakuan dan
klon mulai dari penyadapan pertama sampai penyadapan ketiga.
Kadar Padatan Total (%)
Setelah dilakukan penimbangan lateks cair kemudian dilakukan
pengukuran kadar padatan total atau yang biasa disebut total solid content (TSC)
dengan cara pengovenan selama 12 jam dengan suhu 60 derajat. Kemudian akan
diperoleh kadar kering dari lateks tersebut dan dilakukan perhitungan antara
perbandingan berat basah lateks dengan berat kering setelah diovenkan.
Total Produksi (g/cm/sadap)
Seluruh data produksi seperti lateks ditimbang massanya (gram),
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Volume Lateks (ml)
Penyadapan I
Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet terhadap volume lateks penyadapan pertama disajikan pada Tabel Lampiran 1. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet berpengaruh tidak nyata terhadap volume lateks penyadapan pertama. Rataan perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet terhadap volume lateks penyadapan pertama disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet terhadap volume lateks (ml) penyadapan pertama.
Volume Lateks Penyadapan I
Klon Aplikasi Rataan
A1 A2 A3 A4
K1 65.13 61.92 43.72 53.40 56.04 a K2 73.80 72.65 76.73 87.08 77.57 a K3 87.02 76.42 79.30 67.88 77.65 a K4 80.35 80.07 93.60 93.02 86.76 a Rataan 76.58 a 72.76 a 73.34 a 75.35 a 74.51
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.
pertama sebesar 86.76 ml, diikuti oleh klon IRR 42 (K3) sebesar 77.65 ml, dan klon PB 260 (K2) sebesar 77.57 ml, sedangkan perlakuan klon IRR 118 (K1) sebesar 56.04 ml menghasilkan volume lateks terendah penyadapan pertama.
Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan stimulan hormon etilen terhadap volume lateks penyadapan pertama disajikan pada Tabel Lampiran 1. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan stimulan hormon etilen berpengaruh sangat nyata terhadap volume lateks penyadapan pertama. Rataan perlakuan stimulan hormon etilen terhadap volume lateks penyadapan pertama disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rataan perlakuan stimulan hormon etilen terhadap volume lateks (ml) penyadapan pertama.
Volume Lateks Penyadapan I
Klon Stimulan Rataan
S0 S1 S2 S3 S4
K1 28.42 87.38 81.85 53.50 29.06 56.04 a K2 65.33 41.54 153.81 77.88 49.27 77.57 a K3 61.27 108.21 99.65 57.08 62.06 77.65 a K4 67.13 120.63 95.13 81.06 69.85 86.76 a Rataan 55.54 d 89.44 b 107.61 a 67.38 c 52.56 d 74.51
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.
Pada tabel 2 menunjukan bahwa perlakuan stimulan SP1 (S2) menghasilkan volume lateks tertinggi penyadapan pertama yang berbeda nyata dengan perlakuan stimulan lainnya. Dimana perlakuan stimulan SP1 (S2) menghasilkan volume lateks sebesar 107.61 ml, diikuti oleh stimulan ethrel (S1) sebesar 89.44 ml, stimulan ekstrak kulit pisang (S3) sebesar 67.38 ml, dan tanpa stimulan (S0) sebesar 55.54 ml, sedangkan perlakuan stimulan ekstrak kulit nenas (S4) menghasilkan volume lateks terendah penyadapan pertama sebesar 52.56 ml.
Penyadapan II
Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet terhadap volume lateks penyadapan kedua disajikan pada Tabel Lampiran 4. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan waktu aplikasi berpengaruh tidak nyata terhadap volume lateks penyadapan kedua. Sedangkan perlakuan klon tanaman karet berpengaruh nyata terhadap volume lateks penyadapan kedua. Rataan perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet terhadap volume lateks penyadapan kedua disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet terhadap volume lateks (ml) penyadapan kedua.
Volume Lateks Penyadapan II
Klon Aplikasi Rataan
A1 A2 A3 A4
K1 48.42 39.12 37.57 43.25 42.09 c K2 64.07 55.50 66.92 77.73 66.05 b K3 67.30 63.52 70.30 70.92 68.01 b K4 79.95 72.12 80.67 80.53 78.32 a Rataan 64.93 a 57.56 a 63.86 a 68.11 a 63.62
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.
perlakuan klon IRR 118 (K1) menghasilkan volume lateks terendah penyadapan kedua sebesar 42.09 ml.
Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan stimulan hormon etilen terhadap volume lateks penyadapan kedua disajikan pada Tabel Lampiran 4. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan stimulan hormon etilen berpengaruh sangat nyata terhadap volume lateks penyadapan kedua. Rataan perlakuan stimulan hormon etilen terhadap volume lateks penyadapan kedua disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan perlakuan stimulan hormon etilen terhadap volume lateks (ml) penyadapan kedua.
Volume Lateks Penyadapan II
Klon Stimulan Rataan
S0 S1 S2 S3 S4
K1 27.38 57.83 52.56 48.81 23.85 42.09 c K2 61.94 37.65 119.13 67.15 44.40 66.05 b K3 51.81 98.08 88.54 46.40 55.21 68.01 b K4 68.75 106.81 79.85 76.56 59.60 78.32 a Rataan 52.47 cd 75.09 b 85.02 a 59.73 c 45.77 d 63.62 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar
perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.
Pada tabel 4 menunjukan bahwa perlakuan stimulan SP1 (S2) menghasilkan volume lateks tertinggi penyadapan kedua yang berbeda nyata dengan perlakuan stimulan lainnya. Dimana perlakuan stimulan SP1 (S2) menghasilkan volume lateks tertinggi sebesar 85.02 ml, diikuti oleh stimulan ethrel (S1) sebesar 75.09 ml, stimulan ekstrak kulit buah pisang (S3) sebesar 59.73 ml, dan tanpa stimulan (S0) sebesar 52.47 ml, sedangkan perlakuan ekstrak kulit buah nenas (S4) menghasilkan volume lateks terendah penyadapan kedua sebesar 45.77 ml.
Penyadapan III
Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet terhadap volume lateks penyadapan ketiga disajikan pada Tabel Lampiran 7. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan waktu aplikasi berpengaruh tidak nyata terhadap volume lateks penyadapan ketiga. Sedangkan perlakuan klon tanaman karet berpengaruh nyata terhadap volume lateks penyadapan ketiga. Rataan perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet terhadap volume lateks penyadapan ketiga disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet terhadap volume lateks (ml) penyadapan ketiga.
Volume Lateks Penyadapan III
Klon Aplikasi Rataan
A1 A2 A3 A4
K1 43.77 42.50 41.53 43.75 42.89 c K2 76.45 61.55 63.73 78.30 70.01 a K3 55.77 68.13 70.98 63.53 64.60 b K4 77.20 61.75 67.67 71.17 69.45 a Rataan 63.30 a 58.48 a 60.98 a 64.19 a 61.74
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.
diikuti oleh klon IRR 39 (K4) sebesar 69.45 ml, dan klon IRR 42 (K3) sebesar 64.60 ml, sedangkan perlakuan klon IRR 118 (K1) menghasilkan volume lateks terendah penyadapan ketiga sebesar 42.89 ml.
Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan stimulan hormon etilen terhadap volume lateks penyadapan ketiga disajikan pada Tabel Lampiran 7. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan stimulan hormon etilen berpengaruh sangat nyata terhadap volume lateks penyadapan ketiga. Rataan perlakuan stimulan hormon etilen terhadap volume lateks penyadapan disajikan ketiga pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan perlakuan stimulan hormon etilen terhadap volume lateks (ml) penyadapan ketiga.
Volume Lateks Penyadapan III
Klon Stimulan Rataan
S0 S1 S2 S3 S4
K1 25.88 55.21 53.81 54.02 25.52 42.89 c K2 67.31 41.42 126.77 67.79 46.75 70.01 a K3 50.17 90.85 78.38 46.75 56.88 64.60 b K4 61.46 87.67 65.94 69.73 62.44 69.45 a Rataan 51.20 cd 68.79 b 81.22 a 59.57 c 47.90 d 61.74
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.
Rataan perlakuan waktu aplikasi terhadap volume lateks seluruh penyadapan disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan perlakuan waktu aplikasi terhadap volume lateks (ml) seluruh penyadapan.
Penyadapan A1 A2 A3 A4 Rataan
PS I 76.58 72.76 73.34 75.35 74.51 PS II 64.93 57.56 63.86 68.11 63.62 PS III 63.30 58.48 60.98 64.19 61.74 Rataan 68.27a 62.94a 66.06a 69.21a 66.62
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.
Dari Tabel 7 dapat dilihat pada penyadapan pertama (PSI) menghasilkan volume lateks tertinggi sebesar 74.51 ml, diikuti oleh penyadapan kedua (PSII) sebesar 63.62 ml, dan penyadapan ketiga (PSIII) sebesar 61.74 ml. Perlakuan waktu aplikasi pertama (A1) menghasilkan volume lateks pada seluruh penyadapan sebesar 68.27 ml, waktu aplikasi kedua (A2) sebesar 62.94 ml, waktu aplikasi ketiga (A3) sebesar 66.06 ml, dan waktu aplikasi keempat (A4) sebesar 69.21 ml.
Rataan perlakuan klon tanaman karet terhadap volume lateks pada seluruh penyadapan disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Rataan perlakuan klon tanaman karet terhadap volume lateks (ml) seluruh penyadapan.
Penyadapan K1 K2 K3 K4 Rataan
PS I 56.04 77.57 77.65 86.76 74.51 PS II 42.09 66.05 68.01 78.32 63.62 PS III 42.89 70.01 64.60 69.45 61.74 Rataan 47.01c 71.21b 70.09b 78.17a 66.62
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.
perlakuan klon lainnya. Perlakuan klon IRR 118 (K1) menghasilkan volume lateks sebesar 47.01 ml, klon PB 260 (K2) sebesar 71.21 ml, klon IRR 42 (K3) sebesar 70.09 ml, dan klon IRR 39 (K4) sebesar 78.17 ml
Rataan perlakuan stimulan hormon etilen terhadap volume lateks pada seluruh penyadapan disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Rataan perlakuan stimulan hormon etilen terhadap volume lateks (ml) seluruh penyadapan.
Penyadapan S0 S1 S2 S3 S4 Rataan
PS I 55.54 89.44 107.61 67.38 52.56 74.51 PS II 52.47 75.09 85.02 59.73 45.77 63.62 PS III 51.20 68.79 81.22 59.57 47.90 61.74 Rataan 53.07d 77.77b 91.29a 62.23c 48.74d 66.62
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.
Kadar Padatan Total (Total Solid Content)
Penyadapan I
Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet terhadap kadar padatan total penyadapan pertama disajikan pada Tabel Lampiran 10. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet berpengaruh sangat nyata terhadap kadar padatan total penyadapan pertama. Rataan perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet terhadap kadar padatan total penyadapan pertama disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Rataan perlakuan waktu aplikasi dan klon tanaman karet terhadap kadar padatan total (%) penyadapan pertama.
Kadar Padatan Total (%)
Klon Aplikasi Rataan
A1 A2 A3 A4
K1 26.56 29.37 31.84 32.91 30.17 bc K2 24.99 27.18 31.33 31.46 28.74 c K3 32.56 35.53 38.09 39.81 36.50 a K4 31.86 32.75 33.80 28.57 31.75 b Rataan 28.99 c 31.21 b 33.77 a 33.19 a 31.79
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.
42 (K3) menghasilkan kadar padatan total tertinggi pada yang berbeda nyata dengan perlakuan klon lainnya. Dimana perlakuan klon IRR 42 (K3) menghasilkan kadar padatan total sebesar 36.50 %, diikuti oleh klon IRR 42 (K4) sebesar 31.75%, dan klon IRR 118 (K1) sebesar 30.17%, sedangkan klon PB 260 (K2) menghasilkan kadar padatan total terendah penyadapan pertama sebesar 28.74%.
Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan stimulan hormon etilen terhadap kadar padatan total penyadapan pertama disajikan pada Tabel Lampiran 10. Dari analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan stimulan hormon etilen berpengaruh sangat nyata terhadap kadar padatan total penyadapan pertama. Rataan perlakuan stimulan hormon etilen terhadap kadar padatan total penyadapan pertama disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Rataan perlakuan stimulan hormon etilen terhadap kadar padatan total (%) penyadapan pertama.
Kadar Padatan Total (%)
Klon Stimulan Rataan
S0 S1 S2 S3 S4
K1 29.84 23.86 26.34 37.41 33.40 30.17 K2 29.16 24.48 28.05 27.44 34.56 28.74 K3 37.04 37.12 35.74 36.48 36.11 36.50 K4 31.43 30.77 33.23 31.52 31.79 31.75 Rataan 31.87 bc 29.06 d 30.84 cd 33.21 ab 33.97 a 31.79
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom/baris antar perlakuan, menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.