• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini menunjukkan hasil dan pembahasan dari penelitian yang dilakukan meliputi pengungkapan biaya-biaya transaksi (transaction cost) yang ada dalam pembangunan jalan di Indonesia, pola-pola korupsi dalam mekanisme rent- seeking dalam pembangunan jalan di Indonesia, dan potensi pembangunan di Indonesia yang hilang akibat korupsi dan rent-seeking dalam pembangunan jalan.

Biaya Transaksi dalam Pembangunan Jalan di Indonesia

Berbagai kegiatan ekonomi dapat memunculkan biaya transaksi. Ketidaksempuraan informasi dapat menjadi penyebab munculnya biaya transaksi yang terjadi dalam berbagai kegiatan ekonomi tersebut. Selain itu, biaya transaksi dapat timbul pada beban biaya untuk suatu kegiatan ekonomi di luar biaya produksi. Di dalam pengadaan barang/ jasa, termasuk pengadaan jalan, biaya- biaya transaksi ini berwujud dalam berbagai macam biaya, seperti biaya administrasi, biaya klarifikasi, biaya transportasi, dan sebagainya. Pada konsep

value for money (VFM), biaya diartikan sebagai komponen yang dibentuk oleh kuantitas, kualitas, tempat, waktu, serta harga. Oleh karenanya, perhitungan biaya tidak hanya dinilai pada harganya saja, melainkan faktor kuantitas, kualitas,

84

Hasil wawancara dengan Kanit. Tipikor, Pidsus Mabes POLRI, AKBP Romylus 85

36

tempat, dan waktu juga diperhitungkan. Untuk melihat macam-macam biaya transaksi di dalam proses pengadaan jalan, biaya tersebut dikelompokkan menjadi biaya pencarian dan informasi, pembebasan tanah, biaya perencanaan, biaya negosiasi, dan biaya administrasi. Dari pengelompokan biaya tersebut, maka dapat dijabarkan biaya-biaya yang ada di dalamnya.

Biaya Pencarian dan Informasi

Berdasar pada Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003, media pengumuman pengadaan barang/ jasa melalui surat kabar nasional, surat kabar provinsi, serta papan pengumuman resmi. Sementara pengumuman atas penetapan penyedia barang/ jasa melalui pemberitahuan kepada peserta dan papan pengumuman resmi. Maka untuk ikut serta dalam pengadaan jalan, calon penyedia harus berlangganan atau setidaknya membeli surat kabar nasional dan surat kabar provinsi untuk mengetahui adanya pengadaan yang diselenggarakan pemerintah. Jika hal tersebut dirasa belum memiliki informasi yang jelas, calon penyedia akan mencari di papan pengumuman resmi yang lokasinya ditentukan, sehingga perlu mengeluarkan biaya transportasi.

Kalau saja pada saat pengumuman tersebut calon penyedia belum tertarik dengan paket-paket yang diumumkan, calon penyedia akan kembali ke asalnya lalu mendatangi lagi papan pengumuman atau membeli lagi surat kabar secara berkala dan hal tersebut akan menambah lagi biaya-biaya seperti biaya transportasi, biaya makan dan minum, biaya pembelian surat kabar, waktu yang telah dikorbankan, kesempatan, dan sebagainya.

Misalnya bagi calon penyedia yang mencari informasi melalui surat kabar. Lalu dia memutuskan untuk berlangganan surat kabar. Untuk satu surat kabar nasional (asumsi tahun 2010), seseorang mengeluarkan dana sekitar Rp85 ribu/ bulan. Belum lagi jika ingin berlangganan surat kabar lain, baik nasional maupun provinsi, tentu akan menambah biaya lagi. Di sisi lain, calon penyedia juga akan mengeluarkan biaya transportasi––walaupun dia tidak memilih untuk melihat pengumuman di papan pengumuman resmi––yaitu ketika proses pendaftaran yang diadakan di Kementerian/ Departemen/ Lembaga/ Instansi (K/D/L/I) terkait.

Misalnya calon penyedia berasal dari Makassar yang ingin mengikuti pengadaan nasional, maka dia akan mengeluarkan biaya untuk naik pesawat dari Makassar ke Jakarta, kemudian biaya kendaraan umum untuk mencapai K/D/L/I terkait. Belum lagi biaya makan dan minum, biaya sewa penginapan, biaya informasi untuk mengetahui lokasi K/D/L/I terkait, dan sebagainya. Untuk dokumen sendiri, calon penyedia perlu mencetak dokumen penawaran hingga rangkap tiga beserta lampiran-lampiran seperti spesifikasi material. Berdasar permisalan tersebut, calon penyedia perlu mengeluarkan biaya-biaya untuk memperoleh informasi dalam pengadaan.

Tidak hanya di sisi calon penyedia yang timbul pengeluaran berbagai biaya dalam akses informasi, namun penyelenggara juga mengeluarkan biaya dalam akses informasi. Misalnya dalam pengumuman pengadaan, penyelenggara perlu membuat pengumuman di surat kabar nasional serta surat kabar provinsi, maka penyelenggara akan mengeluarkan biaya untuk pengumuman tersebut. Dana iklan dalam satu kali tayang saja di surat kabar nasional (asumsi koran Kompas pada tahun 2010) yaitu bisa mencapai sekitar Rp15 juta.

37 Adanya ketidaksempurnaan informasi dalam pengadaan barang dan jasa, khususnya pembangunan jalan, Kementerian Pekerjaan Umum (PU) telah membuat sistem e-Procurement yang dimulai pada tahun 2002 hingga saat ini untuk mengatasi hal tersebut. Sistem ini berdampak positif karena dapat mengurangi bahkan memangkas biaya transportasi dan penggandaan. Hal ini disebabkan perusahaan yang ingin mengikuti pelelangan paket pekerjaan pembangunan jalan cukup mencari informasi dan mendaftar melalui website PU- NET (www.pu.go.id) dengan biaya internet yang wajar tanpa mendatangi langsung panitia pelelangan. Pendaftarannya cukup dengan mengisi formulir yang tersedia dalam sistem dan tidak dipungut biaya.

Selain itu, dokumen lelang tidak perlu dicetak atau digandakan (sebelum adanya sistem e-Procurement, dokumen dicetak dan digandakan hingga rangkap tiga), namun cukup diunggah satu dokumen saja ke dalam sistem. Sehingga terdapat penghematan biaya pada biaya transportasi, biaya pencarian informasi, biaya pendaftaran, biaya cetak dokumen, biaya penggandaan dokumen, dan biaya pengiriman dokumen. Ramli mengatakan bahwa “...meskipun ini pelelangan elektronik biaya akan tetap ada, semisal biaya langganan internet, makan minum, tenaga teknis IT, dan lain-lain. 86 ” Dengan demikian, walaupun sudah menggunakan sistem elektronik, calon penyedia juga tetap mengeluarkan biaya.

Meski demikian, pada awal pelaksanaan sistem elektronik tersebut, calon penyedia masih kebingungan dalam menggunakannya. Sehingga penyelenggara masih menggunakan sistem manual yang berjalan bersama sistem elektronik, artinya pengumuman pengadaan masih melalui surat kabar nasional, surat kabar provinsi, dan papan pengumuman resmi, serta adanya pengumuman di website

PU-NET. Pengumuman atas penetapan penyedia pun dalam sistem manual yang bergandengan dengan sistem elektronik yaitu pemberitahuan kepada peserta dan papan pengumuman resmi serta publikasi di website PU-NET.

Kementerian PU––dalam hal ini sebagai penyelenggara––mengeluarkan dana yang lebih untuk pengumuman karena masih digunakannya sistem manual dalam peralihan ke sistem elektronik. Akan tetapi dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010, mulai diatur tata cara pengumuman yaitu menghapus sistem manual dan menggunakan sistem elektronik, maka pengumuman pengadaan melalui surat kabar nasional dan surat kabar provinsi ditiadakan kemudian diganti dengan pengumuman di website PU-NET serta masih adanya pengumuman di papan pengumuman resmi. Sementara pengumuman atas penetapan penyedia tidak lagi ada pemberitahuan kepada peserta langsung, namun diumumkan di website PU-NET serta papan pengumuman resmi.

Pengaduan terhadap ketidaksesuaian harapan peserta terhadap jalannya pengadaan proyek pembangunan jalan pun memiliki biaya yang rendah. Hal tersebut diakibatkan oleh sistem pengaduan yang juga dimasukkan ke dalam sistem e-Procurement, sehingga cukup dengan mengisi formulir pengaduan dan mengunggah ke website PU-NET, pengaduan tersebut dapat diproses, bahkan tidak perlu mendatangi langsung penyelenggara. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang juga memberikan fasilitas pengaduan masyarakat secara online. Oleh sebab itu, biaya pengaduan dapat direduksi.

86

Hasil wawancara dengan Samsul Ramli (praktisi dan trainer pengadaan barang/ jasa pemerintah serta penulis berbagai buku tentang pengadaan barang/ jasa pemerintah).

38

Tabel 5.1 Perbandingan biaya pencarian dan informasi dalam pengadaan jalan (bagi penyedia) antara sistem manual dengan sistem elektronik

Jenis Biaya

Sistem Manual Sistem Elektronik Bentuk Biaya Kisaran Besar

Biaya (Harga) Bentuk Biaya

Kisaran Besar Biaya (Harga) Biaya perolehan informasi pengadaan Langganan surat kabar Rp85 ribu/ bulan/ surat kabar Langganan paket internet unlimited Rp192 ribu/ bulan Transportasi Tidak terstandardisasi Biaya Pendaftaran Transportasi Tidak terstandardisasi Langganan paket internet unlimited (tereduksi dalam biaya perolehan informasi) Rp192 ribu/ bulan Penginapan Tidak terstandardisasi Makan dan minum Tidak terstandardisasi Cetak dokumen penawaran dan penggandaannya Tidak terstandardisasi Cetak lampiran dokumen penawaran dan penggandaannya Tidak terstandardisasi Biaya perolehan informasi pemenang Tranportasi (melihat di papan pengumuman) Tidak terstandardisasi Langganan paket internet unlimited (tereduksi dalam biaya perolehan informasi) Rp192 ribu/ bulan Langganan telpon Biaya pengajuan sanggahan Transportasi/ Pengiriman Tidak terstandardisasi Langganan paket internet unlimited (tereduksi dalam biaya perolehan informasi) Rp192 ribu/ bulan Cetak surat pengajuan Biaya sanggahan Transportasi Tidak terstandardisasi Transportasi Tidak terstandardisasi Pengacara Tidak terstandardisasi Pengacara Tidak terstandardisasi Sehingga dengan adanya sistem elektronik mampu mereduksi biaya-biaya yang begitu banyak di dalam sistem manual. Meski demikian, sistem elektronik juga dibutuhkan sumber daya yang mampu mengoperasikan sistem tersebut, sehingga ada biaya tenaga ahli Teknologi Infomasi (Information Tecnology, IT) di situ.

39

Pembebasan Tanah

Perealisasian proyek pembangunan jalan pada tanah yang masih menjadi hak milik warga atau kelompok masyarakat, terdapat pembebasan tanah berupa ganti rugi. Pembebasan tanah tersebut diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Pada realitanya, pembebasan tanah tidak sepenuhnya sesuai dengan peraturan yang berlaku atau terjadi pelanggaran hukum. Menurut keterangan Kanit. Tipikor Pidsus Mabes POLRI, AKBP Romylus, bahwa terdapat

mark up serta pemalsuan dokumen dalam kasus pembebasan tanah. Romylus menggambarkan:

“Harga tanah yang seharusnya adalah Rp100 ribu untuk tiap satu meter persegi. Kemudian terjadi negosiasi antara pembeli dengan pemilik tanah. Karena latar belakang pendidikan pemilik tanah yang rendah [tidak tahu harga tanah yang sebenarnya], maka pembeli dapat menekan harga tanah menjadi Rp50 ribu per meter persegi. Oleh karenanya, terdapat selisih harga sebesar Rp50 ribu yang dapat diambil keuntungannya oleh pembeli melalui pencantuman harga yang melebihi harga kesepakatan [mark up]. Pengambilan keuntungan dapat melalui pemalsuan dokumen seperti [harga yang dicantumkan sesuai dengan kesepakatan] terdapat pemalsuan data luas wilayah, lokasi, hingga nilai jual objek pajak (NJOP)87”.

Kasus terkait pembebasan tanah dapat dimisalkan melalui kasus yang terjadi pada proyek pelebaran Jalan Jolotundo di Surabaya yang diputuskan kasusnya pada tahun 2004 dengan Satria Sukananda selaku Kepala DPU Bina Marga sebagai terdakwa. Harga ganti rugi tanah sesuai kesepakatan adalah Rp300 ribu per m2. Namun dalam kuitansi pembebasan tersebut tertera Rp950 ribu per m2. Sehingga terdapat selisih (mark up) sebesar Rp650 ribu per m2. Tidak hanya itu, pada kenyataannya, warga hanya mendapat Rp200 ribu per m2, sementara sisanya sebesar Rp100 ribu per m2 tidak dibagikan (penggelapan dana). Dengan demikian, terdakwa menyelewengkan dana sebesar Rp750 ribu untuk tiap satu m2 atau sebesar Rp1.9 miliar dari dana keseluruhan proyek sebesar Rp3.6 miliar atau dana yang diselewengkan adalah 52.78 %88.

Maka pembebasan tanah tidak hanya berpotensi adanya pelanggaran hukum berupa mark up dan pemalsuan dokumen saja yang seperti dijelaskan oleh Romylus, namun juga terdapat penggelapan dana. Biaya pembebasan tanah termasuk dalam biaya transaksi, maka ketika pembebasan tanah terdapat mark up

di dalamnya akan berakibat pada naiknya biaya transaksi menjadi tidak wajar.

Biaya Perencanaan

Sebelum melakukan pelelangan maupun swakelola, penyelenggara akan membuat perencanaan pekerjaan pembangunan jalan melalui konsultan perencana. Perencanaan tersebut berupa penelitian dalam berbagai aspek dan terbentuklah Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Di dalam rincian HPS juga disebutkan besaran keuntungan serta biaya overhead (OH). Kewajaran besar keuntungan dan biaya

overhead ini maksimal 15% dari total biaya.

Biaya perencanaan dibutuhkan untuk mendukung perencanaan tersebut. Perencanaan tidak hanya dibuat oleh penyelenggara, namun calon peserta

87

Hasil wawancara dengan Kanit. Tipikor, Pidsus Mabes POLRI, AKBP Romylus 88

40

pelelangan pun membuat perencanaannya sendiri dengan estimasi penawaran mendekati perencanaan yang dibuat oleh penyelenggara. Biaya perencanaan yang dibuat oleh penyelenggara maupun peserta pelelangan umum tidak dimasukkan ke dalam biaya proyek. Namun biaya perencanaan yang dibuat untuk kegiatan swakelola dimasukkan dalam biaya proyek itu sendiri. Meski demikian, secara umum biaya perencanaan merupakan salah satu dari biaya transaksi dalam pembangunan jalan.

Akan tetapi, biaya perencanaan ini tidak ada standardisasi, sehingga untuk tiap-tiap penyedia memiliki biaya perencanaan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.

Biaya Negosiasi

Pada tahap praperencanaan, perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan tidak dipungkiri terjadi negosiasi, baik penyelenggara dengan penyedia maupun pihak luar dan/ atau penyedia dengan pihak luar. Negosiasi tersebut ada yang memiliki motif positif secara hukum, namun juga ada yang memiliki motif melawan hukum.

Pelobian merupakan salah satu jenis negosiasi yang terjadi dalam rangkaian kegiatan proyek pembangunan jalan. Pelobian dapat dikategorikan melawan hukum jika pelobian tersebut menguntungkan pribadi atau kelompok kepentingan tertentu, termasuk menggunakan cara suap menyuap. Meskipun suap menyuap merupakan hal yang melawan hukum, namun ada perusahaan peserta pelelangan maupun penyelenggara proyek yang berani melakukannya demi mencapai tujuannya. Sebuah perusahaan yang posisinya lemah dalam pelelangan dapat melakukan penyuapan kepada penyelenggara proyek untuk meloloskan perusahaan tersebut sebagai pemenang, meski suap tersebut ada yang dibayarkan setelah proyek selesai. Selain itu, agar proyek yang dikerjakan lolos pembiayaan meski belum selesai 100%, maka pelaksana maupun penyelenggara yang sudah kerja sama dengan pelaksana melakukan penyuapan kepada pengawas dan atau penanggung jawab pengeluaran anggaran. Besaran suap tersebut tidak memiliki standar karena besaran tersebut dikeluarkan atas perhitungan kewajaran dari pemberi suap.

Begitu pula gratifikasi yang mirip dengan suap, hanya saja gratifikasi berupa barang atau jasa sedangkan suap berupa uang baik dalam bentuk riil maupun cek. Keluarnya gratifikasi sama dengan suap, begitu pula bentuk gratifikasinya tidak memiliki standar seperti suap karena disesuaikan dengan perhitungan pemberi gratifikasi.

Pelobian yang terjadi memiliki tujuan yang bermacam-macam, seperti pembocoran dokumen proyek rahasia, pemenangan tender, penghindaran pajak, penghindaran jaminan, penghindaran denda, dan sebagainya. Dokumen proyek yang bersifat rahasia adalah dokumen perencanaan yang dipegang oleh pejabat di lingkungan Bina Marga. Untuk memperoleh informasi dokumen tersebut, calon penyedia dapat melakukan pelobian terhadap pejabat terkait agar dokumen tersebut dapat diakses olehnya sebelum calon penyedia lain mengetahui. Selain itu, pemenangan tender dapat terjadi tidak sesuai kriteria ketika di balik itu ada pelobian antara penyelenggara dengan calon penyedia terkait.

Di dalam pembangunan jalan, terdapat pembebanan yang diterapkan oleh pemerintah seperti pajak. Pajak yang ditetapkan seperti PPN dan PPh. Pajak-pajak

41 tersebut dibebankan kepada penyedia, sedangkan pemerintah mengeluarkan anggaran berupa APBN/ APBD tanpa ada penambahan pajak.

Tabel 5.2 Perlakuan pajak dan tarifnya pada jasa konstruksia Jenis Jasa Penyelenggara Kegiatan Grade Tarif Jenis

Pajak Pelaksanaan konstruksi Kualifikasi kecil 1 – 4 2% PPh Kualifikasi menengah 5 3% Kualifikasi besar 6 – 7 3% Tidak memiliki kualifikasi 4% Perencanaan dan pengawasan

konstruksi

Mempunyai kualifikasi 4% Tidak mempunyai kualifikasi

6% Penyerahan dalam negeri 10%

PPN Penyerahan ke luar daerah

pabean

0% a

Sumber: Leaflet Jasa Konstruksi yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan RI, Direktorat Jenderal Pajak, tahun 2013

Sehingga untuk proyek pembangunan jalan dengan nilai paket sebesar Rp1 miliar dibebankan PPN senilai Rp100 juta dan ditambahkan PPh sebesar Rp30 juta. Dengan demikian total pajak yang dibebankan pada proyek senilai Rp1 miliar tersebut adalah Rp130 juta.

Sebagai contoh adalah proyek pekerjaan Jalan Mauponggo PU-Uwada, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur Tahun Anggaran 2009 yang nilai kontraknya sebesar Rp1 639 460 000 sudah termasuk PPN dan pajak lainnya dengan realisasi anggaran tanpa pajak sebesar Rp1 448 686 47389. PPN yang dibebankan adalah 10%, sehingga jika PPN yang dibebankan dalam bentuk nominal adalah Rp144 868 647.3. Kemudian sebesar 3% untuk pembebanan PPh, sehingga proyek tersebut dibebankan PPh sebesar Rp43 460 594.19. Total pajak berupa PPN dan PPh sebesar Rp188 329 241.49, masih ada selisih sebesar Rp2 444 285.51 atau 0.17% yang merupakan pembebanan pajak lainnya. Berdasar contoh kasus tersebut, maka pajak yang dibebankan oleh pemerintah tidak hanya PPN dan PPh saja, melainkan ada pajak lain meski dalam jumlah yang kecil.

Melalui pelobian, calon penyedia dapat menghindari beban pajak, sehingga pada proyek yang dijalankan penyedia dapat membayar pajak di bawah standar atau sama sekali bebas pajak.

Selain beban pajak, salah satu persyaratan dalam dokumen pengadaan/ kontrak adalah kewajiban menyerahkan jaminan dari penyedia kepada pengguna/ penyelenggara. Jaminan tersebut terdiri atas jaminan penawaran, jaminan pelaksanaan, jaminan uang muka, jaminan pemeliharaan, dan jaminan sanggahan banding. Jaminan-jaminan tersebut harus dapat dicairkan tanpa syarat (unconditional) sebesar nilai jaminannya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja yang dihitung setelah adanya surat pernyataan wanprestasi dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)/ Unit Layanan Pengadaan (ULP) diterima oleh penerbit jaminan. Penerbit jaminan merupakan bank atau lembaga non bank yang dapat memberikan

89

42

jaminan90. Akan tetapi, dari mulai diterbitkannya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 04/NB/2012, jaminan dari asuransi tidak berlaku lagi dalam pengadaan pemerintah.

Jaminan penawaran tidak diperlukan bagi proyek yang dilaksanakan dengan penunjukan langsung atau pengadaan langsung. Besaran jaminan penawaran yaitu antara 1% hingga 3% dari total HPS. Jaminan tersebut dapat dikembalikan setelah PPK menerima jaminan pelaksanaan untuk penandatanganan kontrak. Kontrak dengan nilai di atas Rp100 juta (dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 kemudian diubah menjadi nilai di atas Rp200 juta pada Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012) diwajibkan bagi penyedia untuk memberikan jaminan pelaksanaan.

Besar nilai jaminan tersebut adalah untuk penawaran 80% – 100% HPS nilai jaminan pelaksanaannya sebesar 5% dari nilai kontrak, sedangkan untuk penawaran di bawah 80% HPS nilai jaminan pelaksanaannya sebesar 5% dari nilai total HPS (sementara dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003, untuk nilai penawaran di bawah 80% HPS nilai jaminan pelaksanaannya sebesar 4% dari HPS). Aturan pengembalian jaminan pelaksanaan berbeda yaitu dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 pengembaliannya setelah masa pemeliharaan selesai; dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 pengembaliannya setelah berakhirnya masa pelaksanaan atau setelah penyerahan jaminan pemeliharaan sebesar 5% dari nilai kontrak. Lalu jaminan pemeliharaan akan dikembalikan setelah adanya Provisional Hand Over

(PHO) yang menyatakan pekerjaan telah selesai 100%91.

Jaminan-jaminan tersebut ditetapkan agar calon penyedia benar-benar berkomitmen pada keikutsertaannya di dalam proses pengadaan proyek jalan. Selain itu, adanya jaminan dapat membantu UMK dan koperasi kecil untuk turut serta dalam pelelangan.

Akan tetapi, penetapan jaminan tersebut khususnya pada pengadaan jalan–– yang termasuk dalam pengadaan kontruksi––membuat calon penyedia keberatan secara umum. Pasalnya meski jaminan tersebut dikembalikan, tidak semua penyedia menjadi pemenang atau dalam arti lain hanya ada satu pemenang dalam pelelangan. Bukan dari segi harga jaminan tersebut yang membuat para calon penyedia keberatan, akan tetapi biaya-biaya lain yang membentuk jaminan itu sendiri. Ramli menyatakan bahwa “Jaminan adalah biaya”. Biaya (cost) tersebut bukan hanya harga (price), melainkan ada komponen-komponen lain seperti di dalam konsep value for money (VFM) yaitu kualitas, kuantitas, tempat, waktu, serta harga. Maka di dalam sebuah jaminan juga mengandung biaya administrasi, biaya klarifikasi, biaya transportasi, waktu yang dikeluarkan, dan sebagainya92.

Tidak hanya faktor jaminan yang sebagai biaya saja, namun calon penyedia keberatan atas adanya jaminan yang ditebus dengan jaminan lagi. Ketika proses penawaran saja, calon penyedia diminta untuk memberikan jaminan penawaran senilai 1% hingga 3% dari total HPS. Lalu ketika penyedia dinyatakan sebagai

90

Peraturan Presiden RI Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, Pasal 67, Ayat (1) – (3).

91

Peraturan Presiden RI Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, Pasal 70 – Pasal 71.

92

Samsul Ramli, Bacaan Wajib Para Praktisi Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, (Jakarta:

43 pemenang, penyedia diminta untuk memberikan jaminan pelaksanaan senilai 5% dari nilai kontrak atau 5% dari nilai total HPS yang maksimal 14 (empat belas) hari kemudian jaminan penawaran cair. Setelah pekerjaan selesai dan penyedia memberikan jaminan pemeliharaan sebesar 5% dari nilai kontrak, 14 (empat belas) hari kemudian jaminan pelaksanaan cair dan jaminan pemeliharaan cair maksimal 14 (empat belas) hari kerja setelah masa pemeliharaan selesai.

Misalnya pada paket dengan nilai HPS sebesar Rp2 miliar, calon penyedia memberikan jaminan penawaran sebesar Rp60 juta (3% dari nilai paket). Jaminan penawaran tersebut berasal dari bank penjamin atau lembaga keuangan non bank seperti lembaga asuransi dalam bentuk surat jaminan. Biaya administrasi yang dikeluarkan untuk membuat jaminan tersebut adalah Rp500 ribu. Selama proses membuat jaminan tersebut, calon penyedia menghabiskan biaya transportasi sebesar Rp200 ribu. Belum lagi waktu yang dibutuhkan untuk memproses dari penggadaian barang hingga surat jaminan tersebut jadi.

Kemudian salah seorang calon penyedia ditunjuk sebagai pemenang dengan nilai penawarannya sebesar Rp1 500 juta dan waktu pelaksanaannya selama 150 hari kerja, maka penyedia tersebut memberikan jaminan pelaksanaan sebesar Rp100 juta (5% dari nilai total HPS) lalu jaminan penawarannya sebesar Rp60 juta cair. Setelah pekerjaannya dinilai selesai 100%, maka penyedia tersebut memberikan jaminan pemeliharaan sebesar Rp75 juta (5% dari nilai kontrak), maka jaminan pelaksanaannya senilai Rp100 juta pun cair beserta dana pengadaan yang sesuai dengan kontrak dipotong pajak dan digunakan untuk membayar tenaga kerja dan biaya-biaya selama pengadaan.

Masa pemeliharaan paling singkat adalah enam bulan, lalu ditambah maksimal 14 (empat belas) hari kerja, barulah jaminan pemeliharaan sebesar Rp75 juta cair. Jadi untuk menunggu pencairan jaminan saja bisa membutuhkan waktu yang sangat lama, dari mulai pendaftaran hingga masa pemeliharaan selesai,

Dokumen terkait