• Tidak ada hasil yang ditemukan

Epoksidasi Minyak Jarak Pagar

Epoksida minyak jarak pagar (EJP) yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki warna yang relatif sama dengan minyak jarak pagar yang digunakan sebagai bahan baku. Minyak jarak pagar sebagai bahan baku utama penelitian diperoleh dari BPPT Serpong Jawa Barat. Minyak diambil dari hasil pengepresan biji jarak pagar menggunakan unit pengepres yang dimiliki oleh BPPT, kemudian

dilanjutkan dengan proses degumming sehingga diperoleh minyak jarak pagar

yang terbebas dari kandungan getah/lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, dan poliol tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak.

Analisis bilangan iodin dan bilangan oksirana yang dilakukan terhadap

EJP yang dipisahkan dari campuran reaksi dan telah dikeringkan dengan Na2SO4

anhidrat memberikan hasil sebagaimana disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Kualitas Minyak Jarak Pagar dan EJP

Parameter Minyak Jarak Pagar EJP

Bilangan iodin (g I2/100g) Bilangan Oxirana (%) 108.9 0.04 10.8 3.15

Tabel 5 memperlihatkan nilai bilangan iodin minyak jarak pagar sebesar

108,9 g I2/100g menurun pada EJP menjadi 10,8 g I2/100g, sebaliknya bilangan

oksirana pada EJP meningkat dibandingkan bilangan oksirana minyak menjadi sebesar 3,15%. Penurunan bilangan iod yang terjadi mengindikasikan terjadinya proses oksidasi ikatan rangkap akibat perlakuan penelitian, sedangkan peningkatan bilangan oksirana mengindikasikan telah terbentuk cincin epoksida sebagai salah satu produk oksidasi ikatan rangkap yang terdapat pada minyak jarak. Reaksi pembentukan epoksida dari minyak nabati telah dilaporkan oleh Hill

C C O O H C R O C C O C R O + O H

Gambar 11 Mekanisme reaksi epoksidasi menggunakan asam perkarboksilat

Gambar 11 menggambarkan mekanisme reaksi epoksidasi ikatan rangkap menggunakan asam perkarboksilat dalam suasana asam yang termasuk reaksi adisi elektrofilik (Edenborough 1999). Epoksida yang terbentuk merupakan senyawa antara yang dapat bereaksi lebih lanjut membentuk senyawa diol dengan adanya nukleofil. Gugus pergi berupa anion karboksilat dapat bereaksi lebih lanjut dengan epoksida terprotonasi membentuk asam konjungat yaitu asam karboksilat dan epoksida netral.

Nilai bilangan oksirana EJP sebesar 3,15% yang diperoleh pada penelitian

ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil yang diperoleh oleh Meyer et al.

(2008) sebesar 4,75% menggunakan pereaksi HCOOH dan H2O2 50%, suhu 50oC

dan waktu reaksi 5 jam. Rendahnya bilangan oksirana diduga disebabkan oleh

penggunaan H2O2 yang berlebih yang dapat menyebabkan reaksi pembukaan

cincin epoksida dari EJP. Selain itu, pembukaan cincin juga diduga karena katalis Amberlite IR-120 yang digunakan merupakan resin asam penukar kation.

Persentase EJP hasil epoksidasi yang diperoleh dapat berkurang akibat adanya serangan nukleofil terhadap cincin epoksida menghasilkan senyawa diol. Serangan nukleofil terhadap cincin epoksida dapat terjadi dalam suasana asam maupun basa. Secara umum, mekanisme reaksi pembentukan diol dalam suasana asam dapat dilihat pada Gambar 12.

Suasana asam O H O OH Nu +H+ Nu Suasana basa O O OH OH H OH SN2 HO OH + OH

Gambar 12 Mekanisme reaksi pembentukan diol

Hasil analisis menunjukkan dalam penelitian ini telah terbentuk gugus hidroksil pada produk EJP akibat reaksi samping epoksida dengan sisa peroksida,

H2O, dan asam asetat. Reaksi pembukaan cincin epoksida oleh sisa peroksida

dalam campuran reaksi yang dikatalis asam didukung oleh penelitian yang dilaporkan oleh Campanella & Baltanas (2005), dimana pada kondisi tersebut

reaksi pembukaan cincin secara kinetik memiliki Ea = 16,3 ±0,72 kkal/mol. Lama

waktu reaksi sebesar 12 jam yang digunakan dalam proses epoksidasi pada penelitian ini juga diduga menjadi penyebab terjadinya reaksi pembukaan cincin

epoksida. Hasil penelitian yang dilaporkan Chou & Chang (1986); Gan et al.

(1992); dan Rangarajan et al. (1995), waktu reaksi proses epoksidasi yang dapat

meminimalkan reaksi pembukaan cincin adalah 4 jam.

Reaksi epoksidasi minyak jarak pagar menjadi EJP memiliki energi

aktivasi sebesar 45,43 kJ/mol (Sugita et al. 2007b) yang setara dengan 10,86

kkal/mol relatif lebih rendah dibandingkan energi aktivasi reaksi pembukaan cincin sebesar 16,3 kkal/mol (Campanella & Baltanas 2005). Secara teoretis reaksi epoksidasi minyak jarak pagar menghasilkan EJP lebih dominan dibandingkan reaksi pembukaan cincinnya. Namun demikian, perbedaan energi

aktivasi yang juga relatif kecil tersebut tetap memungkinkan terjadinya reaksi pembukaan cincin epoksida sehingga sebagian produk EJP telah mengalami reaksi pembukaan cincin.

Gambar 13 menunjukkan reaksi pembukaan cincin epoksida minyak nabati oleh adanya air, peroksida, asam karboksilat dan asam peroksikarboksilat dalam suasana asam (Campanella & Baltanas 2005). Bilangan oksirana EJP yang relatif rendah dalam penelitian diprediksi disebabkan oleh reaksi ini.

Gambar 13 Reaksi Pembukaan cincin epoksida minyak nabati

Berdasarkan hasil analisis FTIR produk epoksidasi (Lampiran 7), spektrum EJP menunjukkan adanya serapan untuk gugus -OH, C-O, C=O, dan

oksirana berturut-turut diperoleh pada bilangan gelombang 3472 cm-1, 1241 cm-1;

1743 cm-1; 1169 cm-1 dan 723 cm-1. Munculnya pita serapan yang melebar pada

3472 cm-1 menunjukkan adanya gugus hidroksil yang terbentuk akibat reaksi

memberikan indikas disimpulkan gugus h pada atom C sekunde

Poliol yang d berwarna kekuningan sintesis dibandingkan kekuningan yang tam diprediksi berasal d dipisahkan dari bahan Senyawa beta karoten lazim terdapat pada b minyak yang lebih o warna kuning pada pr

Keterangan: MINYAK EJP K L.OHV H.OHV ISO Gambar 1 Bahan baku epoksidasi minyak ja

asi adanya gugus hidroksil sekunder, s hidroksil yang terbentuk adalah gugus hidrok der.

Pembuatan Poliol

dihasilkan pada penelitian ini berwujud c an. Gambar 14 memperlihatkan perbedaan wa an poliol komersial, minyak jarak pagar dan i

mpak pada minyak jarak pagar, EJP, dan pol dari senyawa pengotor berwarna yang han baku minyak jarak pagar pada proses pem ten yang berwarna kuning merupakan salah sat a bahan nabati termasuk minyak jarak pagar. P

optimal diprediksi dapat mengurangi hingga produk akhir poliol berbasis minyak jarak paga

: Minyak jarak pagar; : Epoksida jarak pagar; : Poliol komersial;

: Poliol sintesis dengan bilangan hidroksil renda : Poliol sintesis dengan bilangan hidroksil tinggi : Isosianat

r 14 Hasil sintesis poliol dari minyak jarak p

u pembuatan poliol minyak jarak pagar ad jarak pagar pada tahap sebelumnya. Dalam

sehingga dapat roksil yang terikat

cair agak kental warna poliol hasil n isosianat. Warna oliol hasil sintesis belum mampu emurnian minyak. satu senyawa yang r. Proses preparasi ga menghilangkan gar ini. dah; ggi; pagar

adalah EJP hasil am penelitian ini,

reaksi pembukaan cincin epoksida pada EJP menjadi poliol dilakukan dengan menggunakan pereaksi utama asam akrilat mengacu pada prosedur yang

dilaporkan oleh Chasar et al. (2003) yang telah dimodifikasi. Penggunakan TEA

selain sebagai katalis reaksi juga dimaksudkan untuk mengurangi terjadinya reaksi oligomerisasi (Wool & Koht 2007).

Transformasi EJP menjadi poliol pada berbagai ragam %AA, %TEA dan waktu reaksi telah berhasil dilakukan pada penelitian ini. Variasi %AA, %TEA dan waktu reaksi sebanyak 48 jenis perlakukan dengan tiga kali ulangan menghasilkan respon bilangan hidroksil, bilangan oksirana dan rendemen reaksi yang berbeda-beda. Data pengujian poliol hasil sintesis meliputi: bilangan hidroksil, bilangan oksirana, dan rendemen hasil reaksi dapat dilihat pada Lampiran 6.

Data hasil analisis menunjukkan bilangan hidroksil, bilangan oksirana dan rendemen poliol berturut-turut berkisar 70.23 – 134,96 mg KOH/g, 0,03 – 0,14 % dan 58,93 – 91,53%. Data bilangan hidroksil yang lengkap digunakan untuk mempelajari pengaruh asam akrilat, katalis TEA, dan waktu reaksi terhadap pencapaian bilangan hidroksil poliol. Bilangan hidroksil merupakan parameter utama kualitas poliol yang digunakan untuk perhitungan dalam reaksinya dengan isosianat menghasilkan poliuretan.

Data bilangan oksirana poliol pada semua ragam perlakuan menunjukkan penurunan dibandingkan dengan data bilangan oksirana sebesar 3,15% pada EJP, hal ini mengindikasikan bahwa reaksi pembukaan cincin epoksida pada penelitian ini berhasil. Salah satu bukti hasil reaksi pembukaan cincin oksirana adalah terbentuknya gugus hidroksil yang ditunjukkan oleh hasil analisis bilangan hidroksil. Penurunan bilangan oksirana tidak secara linier berimbas terhadap kenaikan bilangan hidroksil sebab reaksi pembukaan cincin epoksida diduga menghasilkan produk yang beragam selain poliol. Dugaan produk dari hasil reaksi pembukaan epoksida dapat dilihat pada Gambar 13.

Rendemen poliol yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar antara 58,93% dan 91,53% dengan rata-rata 80,24%. Rendemen terendah terjadi pada kondisi reaksi 1,4% AA, 2% TEA dan waktu reaksi 120 menit, sedangkan

rendemen tertinggi dicapai pada penggunaan 2,9% AA, 3% TEA dan waktu reaksi 180 menit. Data rendemen poliol sintesis secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6.

Hasil analisis keragaman terhadap rendemen poliol menunjukkan bahwa %AA, %TEA, dan waktu reaksi berpengaruh secara nyata terhadap rendemen poliol yang dihasilkan. Variasi level %AA. %TEA dan waktu reaksi secara parsial dapat digunakan untuk memprediksi penurunan atau peningkatan rendemen dari poliol yang dihasilkan. Analisis keragaman rendemen poliol ditunjukkan pada Lampiran 8.

Reaksi pembukaan cincin epoksida minyak nabati dengan asam akrilat

dapat menghasilkan senyawa beta hidroksi ester (Guner et al. 2005; Mannari &

Goel 2007). Berdasarkan hasil analisis, bilangan hidroksil poliol minyak jarak pagar yang dihasilkan meningkat secara signifikan dengan meningkatnya %AA. Grafik peningkatan bilangan hidroksil akibat peningkatan %AA disajikan pada Gambar 15.

Gambar 15 Pengaruh parsial %AA terhadap bilangan hidroksil

Gambar 15 menunjukkan peningkatan bilangan hidroksil akibat peningkatan %AA yang cukup signifikan. Peningkatan bilangan hidroksil disebabkan oleh asam akrilat merupakan donor proton yang baik yang dapat

79.34 94.18 119.23 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 1.4 2.9 4.3 %AA B il a n g a n H id r o k si l (m g K O H /g )

mengkatalisis reaksi pembukaan cincin epoksida. Kelimpahan proton dalam campuran reaksi yang berasal dari asam akrilat menyebabkan terbentuknya cincin epoksida yang terprotonasi dalam suasana asam. Serangan nukleofil akrilat terhadap cincin epoksida terprotonasi menghasilkan senyawa beta hidroksi ester akrilat.

Fungsi utama penggunaan TEA dalam penelitian ini adalah sebagai katalis dan penghambat terjadinya reaksi oligomerisasi (Mannari & Goel 2007). Reaksi

oligomerisasi dapat terjadi akibat peningkatan konsentrasi H+ yang berasal dari

asam akrilat. Pengaruh penggunaan TEA terhadap bilangan hidroksil secara parsial dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16 Pengaruh parsial %TEA terhadap bilangan hidroksil

Pada konsentrasi TEA yang rendah, poliol yang dihasilkan cenderung memiliki bilangan hidroksil yang rendah karena sebagian gugus epoksida terkonversi menjadi dimer, trimer, dan atau oligomer. Penggunaan TEA pada konsentrasi yang tinggi dapat menekan terjadinya reaksi oligomerisasi, tetapi penggunaan TEA dengan konsentrasi berlebihan justru diprediksi dapat memperlambat reaksi pembukaan cincin epoksida karena terjadi netralisasi proton dari asam akrilat oleh sifat basa dari TEA.

87.49 90.58 103.51 108.74 40 50 60 70 80 90 100 110 120 0 1 2 3 %TEA B il a n g a n H id r o k si l (m g K O H /g )

Gambar 17 Pengaruh parsial waktu reaksi terhadap bilangan hidroksil

Pengaruh parsial waktu reaksi terhadap bilangan hidroksil poliol pada Gambar 17 menunjukkan pola peningkatan bilangan hidroksil dengan nilai yang relatif kecil. Peningkatan bilangan hidroksil hanya berkisar antara 0,02 – 3,61 mg KOH/g untuk tiap kenaikan waktu 60 menit. Waktu reaksi 180 menit terlihat cukup efisien untuk menghasilkan poliol dengan bilangan hidroksil 99,90 mg KOH/g. Reaksi pembukaan cincin epoksida tidak memerlukan waktu yang lama

karena protonasi epoksida oleh H+ dari asam akrilat cukup efektif untuk terjadinya

reaksi ini.

Hasil analisis keragaman terhadap bilangan hidroksil poliol menunjukkan bahwa %AA, %TEA dan waktu reaksi berpengaruh nyata terhadap bilangan hidroksil. Hasil analisis secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 7.

Gambar 18 memperlihatkan respon bilangan hidroksil pada variasi %AA dan waktu reaksi. Pengaruh variasi %TEA belum bisa terlihat pada grafik tersebut, pengaruh variasi %TEA dapat dilihat secara jelas pada grafik kontur yang ditunjukkan pada Gambar 18. Pembahasan selanjutnya, karena grafik respon hanya memperlihatkan dua buah variabel dari tiga variabel yang ada, maka pengaruh ketiga variabel secara bersama-sama terhadap respon ditunjukkan melalui grafik kontur.

99.92 99.90 96.29 94.21 40 50 60 70 80 90 100 110 120 60 120 180 240

W aktu Re aksi (Me nit)

B il a n g a n H id r o k si l (m g K O H /g )

Gambar 18 R

Pada Gambar poliol apabila %AA memberikan pengaru Kenaikan bilangan hi tinggi dibandingkan k waktu reaksi.

Gambar 19 m waktu reaksi dan %A secara konsisten me 4.0% dan waktu rea bilangan hidroksil 9 penggunaan TEA 1% KOH/g (Gambar 19b yang berturut-turut m KOH/g dan 120-130 m

Respons bilangan hidroksil pada variasi % waktu reaksi

ar 18, memperlihatkan terjadinya kenaikan bi AA bertambah besar, sedangkan kenaikan aruh relatif kecil terhadap kenaikan bila hidroksil akibat peningkatan %AA secara jel n kenaikan bilangan hidroksil yang disebabka

memberikan informasi yang lebih lengkap men AA pada variasi penggunaan katalis TEA. K enyebabkan kenaikan bilangan hidroksil. Pa eaksi 60 menit, penggunaan TEA 0% menye 90 – 100 mg KOH/g (Gambar 19a), s

% ternyata bilangan hidroksil berada pada kisa b). Pola yang sama terjadi pada penggunaan T menghasilkan bilangan hidroksil pada kisar 0 mg KOH/g (Gambar 19c dan 19d).

%AA dan

bilangan hidroksil an waktu reaksi ilangan hidroksil. jelas terlihat lebih kan oleh kenaikan

engenai pengaruh Kenaikan %TEA Pada kondisi AA yebabkan kisaran sedangkan pada isaran 100-110 mg TEA 2% dan 3% aran 110-120 mg

Gambar 19 Pengar 2% (

Gambar 20 Resp

aruh waktu reaksi dan %AA pada %TEA 0 (c) dan 3% (d) terhadap bilangan hidroksil

spons bilangan hidroksil pada variasi %AA

(a) (c) 0% (a), 1% (b), sil A dan %TEA (b) (d)

Pengaruh vari dapat dilihat pada Ga respon bilangan hidr terhadap kenaikan bi tinggi dari 2,5% mem pada konsentrasi TEA dampak yang berarti optimal pada %TEA s

Gambar 21 Pengaru menit (b), 180

Gambar 21 m dan %AA pada vari %TEA berpengaruh k gambaran, pada wakt

ariasi %AA dan %TEA terhadap respon bil Gambar 20. Kenaikan %AA secara siginifika droksil poliol. Kenaikan %TEA juga berpeng

bilangan hidroksil, namun pada konsentrasi T emberikan respon yang relatif stabil. Hasil ini m EA lebih besar dari 2,5%, kenaikan %TEA tid rti terhadap bilangan hidroksil. Penggunaan k

sebesar 3% pada berbagai variasi %AA dan w

aruh %AA dan %TEA pada waktu reaksi 60 80 menit (c) dan 240 menit (d) terhadap bila

memberikan informasi lebih lanjut mengenai p ariasi waktu reaksi. Kenaikan waktu reaksi p h kecil terhadap peningkatan bilangan hidroksil

ktu reaksi 60 menit, AA 1,5% dan TEA 0%,

(a)

(c)

bilangan hidroksil kan meningkatkan ngaruh signifikan i TEA yang lebih i mengindikasikan tidak memberikan katalis diprediksi waktu reaksi. 60 menit (a), 120 ilangan hidroksil i pengaruh %TEA i pada %AA dan sil poliol. Sebagai , poliol memiliki

(b)

bilangan hidroksil ku menit dengan kondis kurang dari 80 mg KO variabel AA dan TEA

Gambar 22 R

Respon bilang Gambar 22 menunju terhadap peningkatan interaksi antara wak (Gambar 18). Disisi bilangan hidroksil po %TEA juga sejenis de

Berdasarkan r waktu reaksi yang dit hidroksil dipengaruhi waktu reaksi merupak bilangan hidroksil ak cukup tinggi.

kurang dari 70 mg KOH/g, sedangkan pada w disi AA dan TEA yang sama diperoleh bil KOH/g. Pola yang sama terjadi pada hampir se

A.

Respons bilangan hidroksil pada variasi %T waktu reaksi

angan hidroksil pada variasi %TEA dan wa jukkan kenaikan waktu reaksi tidak berpeng an bilangan hidroksil, hal yang sama telah dip aktu reaksi dan %AA terhadap respon bil isi lain, kenaikan %TEA berpengaruh terh poliol. Pola respon bilangan hidroksil akibat p dengan pola sebelumya pada Gambar 20.

respon bilangan hidroksil akibat variasi %A ditunjukkan oleh Gambar 18, 20 dan 22, penin

hi secara dominan oleh variabel %AA dan %T akan variabel yang tidak dominan. Meskipun akibat kenaikan waktu reaksi namun kenaika

waktu reaksi 240 bilangan hidroksil seluruh kombinasi

TEA dan

aktu reaksi pada ngaruh signifikan diperlihatkan pada ilangan hidroksil erhadap kenaikan t pengaruh variasi

AA, %TEA dan ingkatan bilangan %TEA, sedangkan n terjadi kenaikan kan tersebut tidak

Gambar 22 m penggunaan AA 1,4% grafik secara umum terhadap bilangan hi menunjukkan kenaika konsisten pada berba dominan dibandingka

Gambar 23 Pengar (b),

Penggunaan T berdasarkan Gambar KOH/g. Pada Gamba poliol yang dihasilk KOH/g. Sedangkan, p menit, poliol yang di

memperlihatkan pengaruh %TEA dan wak 4%, 2,9% dan 4,3% terhadap respon bilangan menunjukkan variasi waktu reaksi tidak ber hidroksil poliol seperti pada grafik respon. ikan %TEA mampu meningkatkan bilangan rbagai level %AA yang digunakan. Pengaru kan pengaruh waktu reaksi terhadap bilangan h

aruh %TEA dan waktu reaksi pada %AA 1 ), dan (c) 4,3% terhadap bilangan hidroksil

TEA 1% dan waktu reaksi 60 menit, poliol ar 23a memiliki bilangan hidroksil pada kis

bar 23b, penggunaan TEA 1% dan waktu r ilkan memiliki bilangan hidroksil pada kisa

, pada Gambar 23c, penggunaan TEA 1% dan dihasilkan memiliki bilangan hidroksil pada k

(a)

(c)

aktu reaksi pada an hidroksil. Pola berpengaruh nyata n. Grafik kontur n hidroksil secara ruh %TEA lebih hidroksil poliol. 1,4% (a), 2,9% yang dihasilkan kisaran 70-75 mg reaksi 60 menit, isaran 85-90 mg n waktu reaksi 60 a kisaran 110-115 (b)

mg KOH/g. Hasil ini menunjukkan %AA berpengaruh kuat terhadap bilangan hidroksil poliol yang dihasilkan dalam penelitian ini.

Bilangan hidroksil poliol hasil sintesis yang dihasilkan dari penelitian ini berada pada kisaran 70.23 – 134,92 mg KOH/g, lebih rendah dari prediksi teoretis 230 – 240 mg KOH/g dengan asumsi fungsionalitas EJP memiliki 3 gugus epoksida/mol. Bilangan hidroksil poliol yang lebih rendah diduga disebabkan oleh terjadinya reaksi-reaksi antara gugus hidroksil yang terbentuk dan gugus epoksida membentuk dimer, trimer atau oligomer. Reaksi oligomerisasi dapat terjadi lebih

cepat dengan adanya H+ dari asam akrilat. Secara fisik, reaksi oligomerisasi

ditandai dengan kenaikan viskositas poliol akibat kenaikan bobot molekul poliol (Ionescu 2005).

Dalam penelitian ini, upaya untuk mencegah terjadinya reaksi oligomerisasi telah dilakukan dengan menambahkan katalis TEA yang bersifat

basa sehingga diharapkan dapat menurunkan konsentrasi H+ dalam campuran

reaksi. Mannari & Goel (2007), melaporkan poliol yang dihasilkan dari epoksida minyak kedelai yang secara teoretis memiliki bilangan hidroksil 440-450 mg KOH/g, tetapi akibat dari terjadinya reaksi oligomerisasi poliol yang dihasilkan hanya memiliki bilangan hidroksil pada kisaran 200 – 250 mg KOH/g. Hasil tersebut sebanding dengan capaian bilangan hidroksil poliol yang dihasilkan dalam penelitian ini. Penggunaan TEA selain berfungsi sebagai katalis dan mencegah terjadinya reaksi oligomerisasi, juga berfungsi lebih lanjut dalam mengkatalis reaksi poliol dengan isosianat dalam reaksi pembentukan poliuretan.

Reaksi pembukaan cincin epoksida selain dengan menggunakan asam akrilat seperti yang telah dilaporkan, juga dapat dilakukan dengan cara hidrolisis, alkoholisis dan hidrogenolisis (Ionescu 2005). Reaksi pembukaan cincin epoksida dengan menggunakan alkohol dapat menghasilkan senyawa beta hidroksi eter dan keton (Rios 2003). Hasil transformasi gugus epoksida menjadi gugus hidroksil pada epoksida minyak nabati lebih dikenal sebagai poliol oleokimia. Penggunaan asam akrilat dalam penelitian ini didasarkan pada pertimbangan target aplikasi produk yang diinginkan yaitu sebagai bahan pelapis poliuretan.

Senyawa beta hidroksi ester yang terbentuk sebagai hasil reaksi antara EJP dan asam akrilat secara teoretis menyediakan gugus hidroksil sekunder yang dapat direaksikan dengan isosianat menghasilkan poliuretan. Adanya ikatan rangkap pada rantai ujung ester akrilat memungkinkan terjadinya reaksi lanjutan menghasilkan polimer dengan bobot molekul yang lebih besar. Gugus akrilat dalam matrik polimer yang akan terbentuk setelah direaksikan dengan isosianat diharapkan dapat memberikan karakter keras yang dibutuhkan dalam aplikasi pelapis.

Pembuatan Bahan Pelapis Poliuretan

Pembuatan bahan pelapis poliuretan berbasis minyak jarak pagar dilakukan dengan tahap-tahap, yaitu 1) pencampuran poliol dengan pelarut dan aditif; 2) penambahan isosianat dengan rasio molar ekuivalen dengan poliol; 3) pelapisan pada panel plastik ABS; 4) penguapan pelarut; 5) pengeringan oven

bersuhu 70oC selama 30 menit; dan 6) pendinginan. Pembuatan film poliuretan

dilakukan dengan tiga jenis poliol, yaitu poliol L.OHV, poliol H.OHV, dan poliol komersial. Jenis isosianat yang digunakan terdiri dari dua jenis, yaitu isosianat A dan isosianat B.

Bahan pelapis poliuretan dalam penelitian ini dibuat dari poliol dari minyak jarak pagar. Poliol yang digunakan pada tahap ini merupakan hasil sintesis yang dipisahkan menjadi dua kelompok dan dilakukan analisis ulang bilangan hidroksil. Poliol dengan bilangan hidroksil 81,28 mg KOH/g disebut dengan poliol L.OHV, sedangkan poliol dengan bilangan hidroksil 117,43 mg KOH/g disebut dengan poliol H.OHV.

Lapisan film poliuretan dari poliol hasil sintesis menampakkan warna film agak kekuningan dibandingkan film poliuretan dari poliol komersial. Warna kuning pada poliol sintesis diduga disebabkan adanya pengotor dalam bahan baku poliol. Penyempurnaan proses preparasi bahan baku minyak jarak pagar diprediksi dapat mengurangi timbulnya warna kuning pada film poliuretan. Hasil analisis lapisan film poliuretan yang dihasilkan disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil Uji Film Poliuretan Jenis Poliol Jenis

Isosianat Daya Kilap

a) Tingkat kekerasanb) Daya rekat (Adhesi)c) L.OHV Iso A 901 932 913 31 32 33 901 952 953 Iso B 911 892 853 31 32 23 981 912 863 H.OHV Iso A 901 902 883 31 32 43 941 902 913 Iso B 891 912 943 31 42 33 961 922 893 Komersial Iso A 951 972 943 31 32 43 1001 982 1003 Iso B 961 992 963 41 42 33 991 952 973

Keterangan : 1 ulangan ke-1; 2 ulangan ke-2; 3 ulangan ke-3

a)

diukur dengan glossmeter bersudut 60o

b)

(data hasil konversi) diukur dengan Mitsubishi pencil hardness

c)

diukur dengan metode crosscut test

Dalam teknologi poliuretan, bilangan hidroksil didefinisikan sebagai banyaknya gugus hidroksil yang dapat bereaksi dengan isosianat (Ionescu 2005). Persen hidroksil (%OH) juga dapat digunakan untuk menunjukkan banyaknya gugus hidroksil dalam poliol. Konversi bilangan hidroksil menjadi %OH dapat dilakukan dengan membagi bilangan hidroksil dengan 33. Jika bilangan hidroksil poliol dan kandungan NCO dalam isosianat diketahui, maka dapat dihitung jumlah stoikiometrik poliol dan isosianat yang ekuivalen menggunakan persamaan berikut:

! dengan,

a = bobot isosianat b = bobot poliol

x = % NCO dalam isosianat y = %OH dalam poliol

Berdasarkan perhitungan di atas, bobot poliol dan isosianat yang digunakan dalam formulasi dapat ditentukan secara tepat. Perhitungan ini perlu dilakukan untuk mencegah kelebihan salah satu komponen terhadap komponen lainnya yang dapat berpengaruh terhadap kualitas film poliuretan. Pembuatan film

poliuretan diawali dengan pencampuran poliol dengan pelarut, aditif, dan dilanjutkan dengan pencampuran dengan isosianat.

Kelebihan jumlah komponen poliol dalam formulasi poliuretan menyebabkan adanya sisa gugus hidroksil yang tidak bereaksi dengan isosianat. Lapisan film poliuretan yang mengandung sisa gugus hidroksil mengakibatkan terbentuknya rantai polimer yang tidak sempurna. Dalam tahap awal polimerisasi, sisa gugus hidroksil menyebabkan lapisan film lambat kering, sedangkan lapisan film dengan gugus hidroksil bebas cenderung bersifat hidrofil sehingga mudah rusak oleh pengaruh uap air. Kelebihan jumlah komponen isosianat dalam formulasi poliuretan menyebabkan lapisan film poliuretan rapuh karena sisa

Dokumen terkait