• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Hutan Rakyat Pola Pengelolaan Hutan Rakyat

Berdasarkan kepemilikan jenis lahan, usaha tani yang dilakukan oleh petani hutan rakyat secara fisik memiliki pola tanam yang sangat beragam. Pengelolaan hutan rakyat di Kecamatan Salapian, Kutambaru dan Bahorok dilakukan oleh masyarakat, dimana pemilik lahan menanam pohon di lahan miliknya sendiri tanpa adanya bantuan dari pemerintah (pola swadaya). Hal ini sesuai dengan literatur lembaga penelitian IPB (1983) yang membagi hutan rakyat kedalam tiga bentuk yaitu:

(a). Hutan rakyat murni (monoculture), yaitu hutan rakyat yang terdiri dari satu jenis tanaman pokok berkayu yang ditanam secara homogen atau monokultur. Hutan rakyat murni/monokultur di Kecamatan Salapian, Kutambaru dan Bahorok memiliki komponen penyusun seperti tanaman jati (Tectona

grandis) dan mahoni (Swietenia mahagoni). Pola hutan rakyat murni/monokultur

yang dijumpai dilapangan seperti disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Pola tanam hutan rakyat murni/monoculture (mahoni)

(b). Hutan rakyat campuran (polyculture), yaitu hutan rakyat yang terdiri dari berbagai jenis pohon-pohon yang ditanam secara campuran. Hutan rakyat campuran di Kecamatan Salapian, Kutambaru dan Bahorok memiliki komponen penyusun seperti tanaman mahoni (Switenia mahagoni), durian (Durio

zibethinus), kemiri (Aleurites moluccana), manggis (Garcinia mangostana),

rambutan (Nephelium lappaceum), langsat (Lansium domesticum) dan kuweni (Mangifera odorata). Pola hutan rakyat campuran yang dijumpai dilapangan seperti disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Pola tanam hutan rakyat campuran

(c). Hutan rakyat wanatani (agroforestry), yaitu yang mempunyai bentuk usaha kombinasi antara kehutanan dengan cabang usahatani lainnya seperti tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan lain-lain yang dikembangkan secara terpadu. Hutan rakyat agroforestri di Kecamatan Salapian, Kutambaru dan

Bahorok memiliki komponen penyusun seperti tanaman coklat (Theobroma cacao), durian (Durio zibethinus), karet (Havea brasiliensis) dan sawit

(Elaeis guineensis). Pada hutan rakyat di Kecamatan Salapian, Kutambaru dan Bahorok ketiga bentuk pengelolaan seperti diatas telah dilakukan, dimana masing- masing pemilik lahan memiliki bentuk pengelolaan yang berbeda-beda berdasarkan jenis tanaman yang ditanam. Pola hutan rakyat agroforestri yang dijumpai di lapangan seperti disajikan pada Gambar 3.

kehutanan (durian, mahoni dan jati ) dan tanaman perkebunan (coklat)

Bentuk pengelolaan berdasarkan pemilik lahan dengan luasan yang dikelola berkisar antara 0,8-2,5 Ha. Hasil tabulasi disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Bentuk pengelolaan hutan rakyat

No. Bantuk pengelolaan Desa

Luas (Ha)

Jumlah responden

1 Hutan rakyat murni Mintakasih, Sulkam, Musam Kendit 6,5 5

2

Hutan rakyat campuran

Mintakasih, Turangi, Sulkam, Musam

Kendit 11,3 6

3 Agroforestri Pernantian, Musam Kendit 5,2 3

Total 23 14

Tabel 1 menunjukan bahwa ketiga bentuk pengelolaan hutan rakyat diatas telah dilakukan, dimana masing-masing pemilik lahan memiliki bentuk pengelolaan yang berbeda-beda berdasarkan jenis tanaman yang ditanam dan luas lahan yang dimiliki. Akan tetapi yang paling dominan yaitu bentuk pengelolaan hutan rakyat campuran. Pola Subsidi tidak ditemukan di lokasi penelitian karena pola ini dilakukan pada saat melakukan program penghijauan dari pemerintah dijalankan. Pengelolaan pola subsidi mengupayakan bantuan dari pemerintah berupa bibit dan pupuk, akan tetapi dikelola di tanah milik masyarakat.

Pola Penggunaan Lahan

Pola penggunaan lahan pada hutan rakyat di 3 kecamatan (Salapian, Kutambaru dan Bahorok), di Kabupaten Langkat dilakukan dengan penanaman tanaman kehutanan (berkayu) dengan tanaman pertanian yang dilakukan secara intensif. Pola penggunaan lahan di 3 kecamatan (Salapian, Kutambaru dan Bahorok) disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Pola penggunaan lahan di Kecamatan Salapian, Kutambaru dan Bahorok

No Pola penggunaan lahan Jumlah

desa

Keterangan

1 Intensif (monokultur) 6 Adanya kegiatan pemeliharaan tanaman

yag memerlukan banyak perlakuan berupa: persiapan lahan, pemilihan kualitas bibit penyemaian,

penyiangan/penyulaman, pendangiran, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit tanaman.

2 Semi intensif

(agroforestri)

8 Tanaman yang ditanam merupakan

perpaduan antara tanaman musiman, tahunan, yang tanaman penyelanya seperti tanaman colat yang proses pemeliharaanya 6 bulan sekali dan tidak memerlukan banyak perlakuan, sebagian besar tanaman tersebut jarang terserang penyakit/hama, akan tetapi pemeliharaannya hanya diutamakan pada saat penanaman sampai tanaman berumur 6 bulan.

Tabel 2 menunjukkan bahwa bentuk pengelolaan lahan di Kecamatan Salapian, Kutambaru dan Bahorok adalah intensif dan semi intensif. Persentase pengelolaan lahan yang intensif berkisar 42,85 % sedangkan yang tidak intensif 57,14 %. Menurut Prakosa (2004), tahapan penyusunan rancangan pembuatan tanaman dengan sistem silvikultur intensif meliputi tahapan persiapan lahan, penataan lokasi dan areal tanaman, pengolahan tanah dan pembuatan lubang tanaman, pembibitan, penanaman, pemeliharaan serta pengelolaan tanaman. Pola penggunaan lahan intensif dipengaruhi dengan adanya tanaman pertanian yang bersifat musiman atau pemeliharaan. Hal ini bertujuan agar mendapatkan keuntungan yang maksimal dari pemungutan hasil tanaman pertanian tersebut. Hutan rakyat lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dari pemilik lahan tersebut.

Struktur Tegakan dan Rasio Pohon

Kayu pada hutan rakyat memiliki diameter mulai dari 20-40 cm. Hutan rakyat ini merupakan tanaman yang dibudidayakan, oleh karena itu kelas diameternya dapat dikatakan seragam untuk satu lahan milik tertentu. Hubungan antara kelas diameter dengan jumlah batang dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4.Hubungan antara kelas diameter dan jumlah batang

Berdasarkan Gambar 4 struktur tegakan kayu pada hutan rakyat di lokasi penelitian berkisar antara 11 cm sampai >41 cm dengan jumlah pohon yang mendominasi yaitu pada kelas diameter 11-20 cm dan jumlah pohon pada kelas diameter 31-40 cm berada pada jumlah terkecil. Menurut Suhardjito (2000) jenis pohon yang siap panen menurut ketentuan para petani secara tidak tertulis adalah jika diameter pohon mencapai 30 cm. Pada grafik diatas, jumlah pohon yang berada pada kelas diameter 11-20 cm mendominasi, maka pohon-pohon tersebut belum siap dipanen oleh para petani, namun pohon-pohon tersebut tetap memberi nilai secara ekonomis karena pada tahun siap tebang, pohon tersebut bisa dimanfaatkan. Perbandingan antara pohon kayu dan pohon berbuah dapat dilihat pada diagram di bawah ini.

214 190 110 174 0 50 100 150 200 250 11-20 cm 21-30 cm 31-40 cm >41 cm Kelas Diameter (cm) Jumlah Pohon pohon berkayu; 570; 85% pohon berbuah; 103; 15%

Perbandingan Jumlah Pohon Berkayu

Dokumen terkait