• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jamu telah dikenal masyarakat secara turun temurun, umumnya jamu dimanfaatkan sebagai preventif untuk menjaga kesehatan dan pengobatan suatu penyakit, karena efek samping yang ditimbulkan relatif kecil, praktis, aman dan harga yang terjangkau (Afifi, 2016). Jamu serbuk yamg beredar dan dikonsumsi oleh masyarakat harus memenuhi standar kualitas dan keamanannya secara mikrobiologis untuk dikonsumsi. Salah satu parameter jaminan keamanan dan mutu dari cairan obat dalam adalah nilai Angka Lempeng Total (ALT) dan Angka Kapang Khamir (AKK). Hal tersebut diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional menyatakan bahwa persyaratan mutu untuk nilai ALT jamu serbuk seduhan adalah ≤ 106 koloni/g, sedangkan untuk nilai AKK jamu serbuk seduhan yaitu ≤ 104 koloni/g.

Pemilihan dan Pengambilan Sampel

Sampel jamu serbuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamu serbuk temulawak produksi X yang dijual di pasar Beringharjo Yogyakarta. Jamu temulawak dipilih berdasarkan persentasi penggunaan tanaman obat di Indonesia dalam Formularium Obat Herbal Asli Indonesia yang menunjukkan bahwa temulawak masuk dalam daftar tanaman obat yang paling diminati untuk dikonsumsi. Temulawak berkhasiat sebagai penambah nafsu makan, penurun kolesterol, untuk memperlancar ASI, perut kembung, mengobati asma dan meredakan nyeri haid (Wasito, 2011).

Pasar Beringharjo dipilih sebagai tempat pengambilan sampel karena merupakan pasar pusat penjualan bahan baku jamu seperti rimpang, simplisia dan serbuk simplisia. Selain itu Pasar Beringharjo berada di pusat kota dan merupakan pasar terbesar di Yogyakarta. Pasar Beringharjo memiliki blok yang khusus menjual obat tradisional, dalam blok tersebut terdapat 3 baris toko yang menjual obat tradisional, kemudian diambil 9 sampel jamu serbuk temulawak dari 3 toko obat tradisional secara acak. Pengambilan sampel dilakukan dengan sistem kluster, dimana penarikan sampel secara acak pada individu dalam populasi. Dipilih sejumlah tiga sampel karena dalam pasar tersebut terdapat tiga baris toko untuk

13

penjual jamu serbuk. Sehingga untuk setiap baris toko diambil satu sampel untuk mewakili keseluruhan penjual jamu yang berada pada baris toko tersebut, kemudian dilakukan replikasi sebanyak tiga kali yang dianggap dapat mempresentasikan penjual obat tradisional di pasar tersebut. Sampel jamu serbuk selanjutnya disimpan dalam wadah yang sebelumnya telah dibersihkan menggunakan alkohol, kering dan tertutup rapat serta dimasukkan dalam coolbox dan dibawa ke laboratorium untuk diteliti.

Sterilisasi Alat, Media, dan Ruangan

Sterilisasi adalah proses penghilangan atau membunuh mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri, mycoplasma, virus) dalam benda/peralatan untuk menjaga peralatan dilaboratorium tetap bersih/steril, serta mencegah terjadinya kontaminasi (Istini, 2020). Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini seperti benda-benda kaca atau cawan dibungkus menggunakan kertas coklat kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit (Radji, 2009). Media yang telah dicampur dengan aquadest dan dihomogenkan hingga jernih diatas hotplate menggunakan stirrer, disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit.

Sterilisasi menggunakan panas lembab (tekanan uap dalam autoklaf) dapat membunuh mikroorganisme karena dapat menyebabkan denaturasi protein, termasuk enzim-enzim didalam sel (Istini, 2020). Autoklaf adalah alat untuk mensterilkan berbagai macam alat dan bahan yang digunakan dalam mikrobiologi menggunakan uap air panas bertekanan. Autoklaf ditujukan untuk membunuh endospora, karena sel ini dapat dibunuh pada suhu 100oC yang merupakan titik didih air pada tekanan atmosfer normal. Pada suhu 121oC, endospora dapat dibunuh dalam waktu 4-5 menit (Djais dan Theodorea, 2019). Tekanan yang digunakan pada umumnya 15 Psi atau sekitar 2 atm dan dengan suhu 121oC. Mekanisme kerusakan oleh panas ini ditandai dengan rusaknya produksi rantai tunggal DNA akibat tekanan tinggi yang menyebabkan penetrasi uap air ke dalam sel-sel mikroba menjadi optimal sehingga langsung mematikan mikroba (Dewi dkk, 2017).

Sterilisasi ruangan dilakukan dengan menyemprotkan alkohol 70% pada meja kerja kemudian dilap satu arah menggunakan tissue/lap.

14

Persiapan Sampel

Kemasan jamu serbuk temulawak dibersihkan dengan alkohol 70%

kemudian dibuka secara aseptis. Jamu serbuk temulawak kemudian diambil dan dilarutkan dengan aquadest steril.

Homogenisasi Sampel

Homogenisasi sampel merupakan tahap awal dalam pengujian yang berguna untuk membebaskan sel bakteri yang mungkin terlindung partikel sampel dan untuk memperoleh distribusi bakteri sebaik mungkin (Afifi dan Sugiarti, 2016).

Homogenisasi sampel dilakukan dengan mencampur 1 ml larutan jamu temulawak dan dimasukkan kedalam labu ukur 10 ml kemudian ditambah larutan pengencer BPW hingga tanda batas sehingga diperoleh pengenceran 10-1 .

Pengenceran Sampel

Pengenceran adalah proses melarutkan atau melepaskan mikroba dari substratnya kedalam air sehingga penanganannya lebih mudah. Pengenceran dilakukan untuk menurunkan atau memperkecil konsentrasi larutan dengan menambah zat pelarut kedalam larutan sehingga volume larutan menjadi berubah (Afifi dan Sugiarti, 2016).

Pada penelitian ini pengenceran dilakukan dengan mengambil 1 ml dari pengenceran 10-1 dan ditambahkan 9 ml larutan pengencer, sehingga diperoleh pengenceran 10-2 lalu dihomogenkan menggunakan vortex. Pengenceran pada uji ALT dilakukan sampai 10-4, sedangkan pengenceran pada uji AKK dilakukan sampai 10-6. Pengencer yang digunakan pada uji ALT dan AKK adalah BPW (Buffered Peptone Water). BPW memiliki kandungan utama berupa peptone yang merupakan protein yang berperan sebagai sumber nutrisi. BPW juga berfungsi sebagai buffer yang digunakan untuk mempertahankan pH optimum untuk pertumbuhan bakteri yaitu pada pH 6,5-7,5. Kandungan pepton pada larutan BPW ini berfungsi sebagai sumber karbon, nitrogen, vitamin dan mineral bagi pertumbuhan bakteri. Selain itu kandungan NaCl pada larutan BPW berfungsi dalam menjaga keseimbangan osmotik medium pertumbuhan (Soesetyaningsih, Azizah, 2020).

15

Uji Angka Lempeng Total

Uji ALT merupakan suatu metode yang digunakan untuk menumbuhkan sel-sel mikroorganisme hidup pada media agar, sehingga mikroorganisme tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat secara langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop (Tyas, 2018). Prinsip dari ALT adalah menghitung pertumbuhan koloni bakteri aerob mesofil setelah sampel ditanam pada media yang sesuai dengan cara tuang (metode pour plate) kemudian diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 35-37oC. Angka Lempeng Total dapat dipergunakan sebagai indikator proses higine sanitasi produk, analisis mikroba lingkungan pada produk jadi, indikator proses pengawasan, dan digunakan sebagai dasar pertimbangan dapat atau tidak diterimanya suatu produk berdasarkan kualitas mikrobiologinya (Puspandari dan Isnawati, 2015). Nilai ALT yang melebihi ambang batas juga dapat membahayakan bagi konsumen, karena jika nilai ALT tinggi kemungkinan terdapat bakteri patogen diantaranya adalah Salmonella, E.coli dan Shigella. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh bakteri patogen Salmonella adalah salmonelosis. Kaum lanjut usia dan orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang kurang baik beresiko menderita salmonelosis. Manifestasi klinik salmonelosis antara lain deman enteric(demam thypoid), gastroenteritis dan septisema (Radji, 2010;Yonathan, 2013).

Kelangsungan hidup dan pertumbuhan mikroorganisme yang berkelanjutan tergantung pada suplai nutrisi yang memadai dan lingkungan pertumbuhan yang menguntungkan (Cappucino, 2011). Nutrisi yang dibutuhkan mikroorganisme untuk pertumbuhannya meliputi karbon, nitrogen, unsur non logam seperti sulfur dan fosfor, unsur logam seperti Ca, Zn, Na, K, Cu, Mn, Mg, dan Fe, vitamin, air, dan energi (Cappucino, 2014). Menurut Cappuccino (2011) media pertumbuhan dapat berupa media cair, semi-padat, ataupun padat. Proses pembuatan media harus dilakukan sterilisasi dan selalu menerapkan perilaku aseptis agar tidak ada kontaminan yang berasal dari media.

Media yang digunakan dalam uji ALT adalah Plate Count Agar (PCA).

Media PCA mengandung tryptone, yeast extract, glukosa dan agar dengan pH

16

7,0±0,2 yang berfungsi sebagai nutrisi untuk pertumbuhan bakteri dalam media.

Menurut Radji (2010), bakteri tumbuh optimum pada pH 6,5-7,5.

Pada uji ALT seri pengenceran dibuat hingga 10-6 dengan tujuan untuk mendapatkan koloni bakteri yang tumbuh terpisah dengan jumlah antara 25-250 yang tampak pada cawan petri setelah inkubasi, sehingga mempermudah perhitungan koloni. Jika pengenceran tidak dilakukan, maka koloni bakteri akan sangat pekat, sehingga perhitungan koloni akan sulit dilakukan. Masing-masing pengenceran dibuat duplo yang bertujuan untuk meningkatkan akurasi dalam perhitungan.

Pada penelitian ini juga dibuat kontrol media dan kontrol pengencer untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer serta keaseptisan selama pengujian.

Kontrol media hanya berisi media PCA dengan tujuan untuk memastikan bahwa bakteri yang tumbuh nantinya murni berasal dari sampel dan bukan dari media.

Kontrol pengencer berisi media PCA dan pengencer BPW yang bertujuan untuk memastikan bahwa tidak terdapat kontaminan yang berasal dari pengencer BPW.

Gambar 1. Gambar Kontrol Pengencer dan Kontrol Media Uji ALT

Pada gambar 1 yaitu pada kontrol media dan kontrol pengencer tidak terdapat koloni bakteri yang tumbuh setelah diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa media PCA dan pengencer BPW yang digunakan tidak terkontaminsi mikroba, sehingga koloni bakteri yang tumbuh pada cawan petri selama penelitian bukan berasal dari media PCA dan pengencer BPW yang digunakan.

Setelah inkubasi selama 24 jam, pada pengenceran 10-1 hingga 10-6 tampak koloni bakteri tumbuh pada beberapa seri pengenceran. Koloni yang tumbuh pada media kemudian dihitung menggunakan colony counter menurut cara perhitungan

17

ALT yang tercantum dalam PPOMN tahun 2006. Jumlah koloni yang tumbuh dinyatakan sebagai jumlah koloni per mL sampel. Hasil perhitungan nilai ALT dari ketiga replikasi sampel jamu serbuk temulawak ditunjukkan pada lampiran 2, lampiran 7 dan lampiran 12. Sedangkan hasil dari perhitungan rata-rata nilai ALT pada ketiga replikasi sampel jamu serbuk temulawak ditunjukkan pada tabel I.

Tabel I. Hasil perhitungan rata-rata nilai ALT pada ketiga sampel Sampel ALT (koloni/g) SD CV A (Penjual A) 2,9 x 102 15,3 5,1%

B (Penjual B) 3,3 x 102 30,5 9,1 %

C (Penjual C) 1,8 x 102 10 5,5%

Berdasarkan hasil perhitungan ALT pada tabel I (tabel perhitungan lengkap pada lampiran 2 dengan mengacu pada MA PPOMN tahun 2006) menunjukkan bahwa ketiga sampel jamu serbuk temulawak berturut-turut seluruhnya masuk dalam kriteria ambang batas yang diperbolehkan atau masuk dalam range normal ALT seperti yang tercantum dalam BPOM RI 2014 yang menyatakan bahwa persyaratan mutu untuk nilai ALT jamu serbuk seduhan adalah ≤ 106 koloni/g.

Pada penjual A, pengenceran yang dipilih untuk perhitungan koloni adalah pengenceran 10-1 karena jumlah koloni yang tumbuh pada pengenceran ini masuk dalam range 25-250 koloni dan nilai ALT penjual A adalah 2,9 x 102 koloni/g. Pada penjual B, pengenceran yang dipilih untuk perhitungan koloni adalah pengenceran 10-1 karena jumlah koloni yang tumbuh pada pengenceran ini masuk dalam range 25-250 koloni dan nilai ALT penjual B adalah 3,3 x 102 koloni/g.Pada penjual C, pengenceran yang dipilih untuk perhitungan koloni adalah pengenceran 10-1 karena pada kedua cawan petri pada setiap replikasi hanya terdapat kurang dari 25 koloni.

Sehingga bila hasil koloni kurang dari 25, hitung jumlah yang ada pada cawan dari tiap pengenceran lalu rerata jumlah koloni tiap cawan dan kalikan dengan faktor pengencernya (SNI, 2008) dan nilai ALT penjual C adalah 1,8 x 102 koloni/g.

Nilai Standar Deviasi (SD) yang didapatkan pada penelitian ini untuk masing-masing sampel A, B dan C adalah 15,3; 30,5; dan 10. Nilai SD pada

18

penelitian ini menunjukkan bahwa presisi data yang didapat bagus. Selain itu.

Coefisien Variansi (CV) untuk masing-masing sampel A, B dan C adalah 5,1%;

9,1%; dan 5,5%. Tingginya nilai SD dan CV menunjukkan kemungkinan tempat penyimpanan sampel tiap toko yang berbeda, pengukuran yang dilakukan hanya sekali, pengambilan sampel hanya dari 3 toko. Presisi data yang didapat kurang bagus juga dikarenakan jumlah sampel yang diteliti kurang mencukupi, karena semakin besar sampel semakin tinggi pula tingkat presisi yang didapatkan, namun pada sampel B dan C sudah menunjukkan tingkat presisi yang cukup baik.

Sehingga dapat dikatakan bahwa jamu serbuk temulawak yang dijual oleh ketiga pedagang jamu serbuk tersebut layak untuk dikonsumsi masyarakat. Nilai ALT yang tidak melebihi batas dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu kebersihan bahan baku yang digunakan, tempat pengolahan jamu, proses pengolahan jamu, pengemasan yang baik, cara penyimpanan bahan baku ataupun jamu yang diproduksi, serta proses pencucian bahan baku hingga bersih menggunakan air mengalir secara berulang dalam proses pengolahannya juga dapat menjadi salah satu faktor minimnya kontaminasi mikroorganisme. Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti terhadap ketiga penjual jamu saat pengambilan sampel di pasar Beringharjo Yogyakarta.

Uji Angka Kapang Khamir

Uji AKK merupakan suatu metode untuk menghitung jumlah koloni kapang dan khamir yang tumbuh dari cuplikan yang diinokulasikan pada media yang sesuai setelah inkubasi selama 3-5 hari dalam suhu 20-25oC. Tujuan dilakukannya uji AKK adalah memberikan jaminan bahwa sediaan obat tradisional tidak mengandung cemaran fungi yang melebihi batas yang ditetapkan karena dapat mempengaruhi stabilitas dan alfatoksin yang berbahaya bagi kesehatan (Radji, 2010).

Kapang atau mold adalah mikroba bersel tunggal berupa benang-benang halus yang disebut hifa, kumpulan hifa disebut miselium, berkembang biak dengan spora atau membelah diri (SNI, 2009). Adanya kapang dalam makanan dan minuman sangat berbahaya karena kapang menghasilkan mitotoksin. Mitotoksin adalah metabolit sekunder dari kapang yang bersifat sitotoksik, merusak struktur

19

sel, seperti membran dan merusak proses pembentukan sel yang penting bagi tubuh.

Penyakit berbahaya yang disebabkan oleh mitotoksin disebut mikotoksis. Terdapat 5 jenis mikotoksin yang berbahaya bagi kesehatan yaitu, alfatoksin, fumonisin, okratoksin, trikotesena dan zearalenon. Alfatoksin terutama dihasilkan oleh Apergilus flavus dan Aspergilus parasiticus. Alfatoksin B1, B2, G1, G2 merupakan alfatoksin yang paling sering dijumpai dan bersifat toksik (Ahmad, 2009).

Khamir atau yeast adalah fungi uniseluler, tidak berfilamen, berbentuk oval atau bulat, tidak berflagela, dan berukuran lebih besar jika dibandingkan dengan sel bakteri. Khamir bereproduksi dengan pertunasan, beberapa khamir menghasilkan tunas yang tidak dapat melepaskan diri sehingga membentuk sel-sel rantai pendek yang disebut pseudohifa. Khamir mampu hidup dalam keadaan aerob maupun anaerob (Pratiwi, 2008). Beberapa kelompok khamir yang dominan ditemukan dalam air dan ekosistem tanah adalah genus Cryptococcus, Candidia, dan Debaryomyces. Candida albicans merupakan flora normal di permukaan membran mukosa, saluran pencernaan, dan saluran genitalia wanita. Candida albicans akan menjadi patogen apabila ada beberapa faktor risiko penyebab infeksi, seperti penurunan sistem imunitas dan terjadi perubahan fisiologis pada tubuh (Jayanti dan Nyoman, 2018). Apabila jumlahnya berlebihan di dalam tubuh, Candida akan mengkolonisasi saluran pencernaan dan membentuk struktur seperti rizoid. Rizoid dapat menembus mukosa atau dinding usus dan menyebabkan terbentuknya lubang sehingga dapat masuk ke sistemik Candida yang berada dalam sirkulasi sistemik akan menyebar ke berbagai organ tubuh seperti mulut, sinus, tenggorokan, dan saluran reproduksi sehingga menyebabkan infeksi penyakit (Pratiwi, 2008).

Kapang/ khamir dapat tumbuh selama proses penyimpanan bahan baku jamu, serta dalam kondisi tanah lembab (SNI, 2009).

Media yang akan digunakan untuk pengujian AKK adalah Potato Dextrose Agar (PDA). Potato Dextrose Agar merupakan media yang umum untuk pertumbuhan jamur di laboratorium karena memilki pH yang rendah (pH 4,5 - 5,6) sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang membutuhkan lingkungan yang netral dengan pH 7,0 dan suhu optimum untuk pertumbuhan antara 25-30° C (Cappucino, 2014). Potato Dextrose Agar tersusun atas bahan alami (kentang) dan

20

bahan sintesis (dextrose dan agar), sehingga termasuk media semi sintetik. Kentang merupakan sumber karbon (karbohidrat), vitamin dan energi, dextrose sebagai sumber gula dan energi, selain itu komponen agar berfungsi untuk memadatkan medium PDA, komponen ini sangat diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangbiakkan mikroorganisme terutama jamur (Octavia, 2017).

Dalam uji AKK homogenisasi sampel bertujuan untuk meratakan distribusi kapang/khamir dan dibuat seri pengenceran yang bertujuan untuk mendapatkan koloni yang tumbuh terpisah, sehingga memudahkan pengamatan dan perhitungan hasil, serta menghindari pertumbuhan koloni yang saling bertumpuk, yang nantinya akan sulit untuk diamati dan dihitung.

Pada penelitian ini juga dibuat kontrol media yang berisi media PDA dan kontrol pengencer yang berisi media PDA dan pengencer BPW yang bertujuan untuk memastikan bahwa mikroorganisme yang tumbuh bukan berasal dari media PDA atau pengencer BPW.

Gambar 2. Gambar Kontrol Pengencer dan Kontrol Media Uji AKK Pada gambar 2 yaitu pada kontrol media dan kontrol pengencer tidak terdapat koloni bakteri yang tumbuh setelah diinkubasi pada suhu 20-25oC selama 5 hari. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa media PDA dan pengencer BPW yang digunakan tidak terkontaminsi mikroba, sehingga koloni bakteri yang tumbuh pada cawan petri selama penelitian bukan berasal dari media PDA dan pengencer BPW yang digunakan.

Pada uji AKK seri pengenceran dibuat hingga 10-4 yang bertujuan sebagai orientasi untuk mendapatkan tingkat pengenceran yang paling efektif, koloni mudah dihitung dan sesuai range. Dibuat seri pengenceran agar memperoleh individu fungi yang tumbuh terpisah dan tidak menumpuk.

Hasil perhitungan nilai AKK dari ketiga replikasi sampel jamu serbuk temulawak ditunjukkan pada lampiran 17, lampiran 22 dan lampiran 27. Sedangkan

21

hasil dari perhitungan rata-rata nilai AKK pada ketiga replikasi sampel jamu serbuk temulawak ditunjukkan pada tabel II.

Tabel II. Hasil rata-rata nilai AKK pada ketiga sampel Sampel AKK (koloni/g) SD CV

A (Penjual A) <10 0 0

B (Penjual B) <10 0 0

C (Penjual C) <10 0 0

Berdasarkan hasil uji AKK yang ditunjukkan pada tabel II (tabel perhitungan lengkap pada lampiran 17 dengan mengacu pada MA PPOMN tahun 2006), menyatakan bahwa nilai AKK dari ketiga sampel jamu serbuk temulawak yang dijual di pasar Beringharjo Yogyakarta tidak melebihi batas keamanan dan seluruhnya masuk dalam ambang batas atau dalam range yang telah ditetapkan oleh BPOM RI 2014 yang menyatakan bahwa persyaratan mutu untuk nilai AKK jamu serbuk seduhan adalah ≤ 104 koloni/g. Pada penelitian ini nilai AKK yang didapat adalah <10 hal ini menunjukkan bahwa pembuatan jamu serbuk temulawak yang dijual dipasar Beringharjo Yogyakarta telah menerapkan CPOTB dengan baik.

Menurut observasi yang telah dilakukan oleh peneliti, penjual jamu serbuk memperhatikan kebersihan dan bahan yang digunakan merupakan rimpang yang segar seperti memilih rimpang yang kulitnya tidak keriput dan tidak dimakan serangga, bahan baku yang digunakan diletakkan ditempat yang sejuk dan kering sehingga terhindar dari pertumbuhan jamur, mencuci bahan-bahan yang akan diproses menjadi jamu serbuk, serta menyimpan jamu dalam kemasan khusus jamu serbuk dan ditutup rapat sehingga kemungkinan untuk tercemar sangat rendah.

Nilai Standar Deviasi (SD) yang diperoleh pada penelitian ini memiliki keterulangan yang baik karena ketiga replikasi dari sampel A, B dan C masing-masing tidak menunjukkan pertumbuhan koloni.untuk masing-masing-masing-masing sampel A, B dan C.

22

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait