• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pembuatan Emulsi MBJH

4.1.1 Formula Emulsi MBJH

Komposisi emulsi MBJH dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini. Tabel 4.1 Formula Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam

Bahan Konsentrasi Minyak Biji Jinten Hitam 10%

Tragakan 1,5%

Sukrosa 25%

Na Benzoat 0,10%

Aquades Ad 100%

[Sumber: Warda, 2013]

4.1.2 Hasil Kondisi Optimasi Kecepatan Spindel Homogenizer

Optimasi dilakukan dengan cara memilih kecepatan spindel dari homogenizer yang dapat menghasilkan emulsi yang homogen. Hasil dari optimasi dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2 Hasil Kondisi Optimasi Kecepatan Spindel Homogenizer Kecepatan (rpm) Hasil Emulsi

200 Emulsi tidak homogen 500 Emulsi tidak homogen 950 Emulsi homogen

Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa pada spindel dengan kecepatan 200, 500 rpm menghasilkan emulsi yang tidak homogen dan pada spindel dengan kecepatan 950 rpm menghasilkan emulsi yang homogen. Hal ini terjadi karena proses pengembangan tragakan tidak sempurna pada spindel dengan kecepatan 200 dan 500 rpm yang mengakibatkan terjadi penggumpalan pada tragakan sehingga

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menghasilkan emulsi yang tidak homogen. Sedangkan pada spindel dengan kecepatan 950 rpm proses pengembangan tragakan sempurna sehingga menghasilkan emulsi yang homogen. Oleh karena itu dalam pembuatan emulsi MBJH digunakan spindel dengan kecepatan 950 rpm. 4.1.3 Hasil Pembuatan Emulsi MBJH Dengan Kondisi Optimasi

Pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh warda, 2013 didapatkan bahwa formula emulsi yang baik adalah dengan menggunakan emulgator tragakan dengan konsentrasi 1,5%. Pembuatan emulsi ini diawali dengan mendispersikan tragakan dalam beacker glass berisi aquades sejumlah 20 kali dari berat tragakan. Pendispersian ini dilakukan hingga seluruh tragakan terdispersi sempurna. Kemudian dihomogenkan dengan homogenizer dengan kecepatan 950 rpm. Setelah tragakan homogen yang ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi putih kemudian ditambahkan ke dalamnya minyak biji jinten hitam sedikit demi sedikit dan sambil terus dihomogenkan hingga terbentuk korpus emulsi. Setelah terbentuk korpus emulsi setelah itu dilakukan pengenceran dengan menambahkan sedikit demi sedikit larutan sukrosa dan larutan natrium benzoat hingga emulsi homogen yaitu dengan kecepatan 1911 rpm selama 35 menit. Setelah terbentuk emulsi yang homogen kemudian ditempatkan dalam wadah yang tertutup rapat dan disimpan pada suhu ruang (25oC).

4.2 Evaluasi Fisik Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan

4.2.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan

Hasil dari pengamatan organoleptis emulsi MBJH sebelum dan setelah penyimpanan dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH

Hari Ke- Hasil Pengamatan Emulsi A

Warna Bau Pemisahan

0 Krem kekuningan Khas minyak Tidak terjadi pemisahan 2 Krem kekuningan Khas minyak Tidak terjadi pemisahan 7 Krem kekuningan Khas minyak Tidak terjadi pemisahan 14 Krem kekuningan Khas minyak Tidak terjadi pemisahan 21 Krem kekuningan Khas minyak Tidak terjadi pemisahan Hari Ke- Hasil Pengamatan Emulsi B

Warna Bau Pemisahan

0 Krem kekuningan Khas minyak Tidak terjadi pemisahan 2 Krem kekuningan Khas minyak Tidak terjadi pemisahan 7 Krem kekuningan Khas minyak Tidak terjadi pemisahan 14 Krem kekuningan Khas minyak Tidak terjadi pemisahan 21 Krem kekuningan Khas minyak Tidak terjadi pemisahan

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa hasil organoleptis dari emulsi MBJH sebelum dan setelah penyimpanan tidak menunjukkan perubahan. Warnanya tetap krem kekuningan sejak sebelum dan setelah penyimpanan. Baunya pun tidak berubah, yaitu tetap berbau khas minyak dan tidak tengik, serta tidak menunjukkan adanya pemisahan antara fase minyak dan fase air.

4.2.2 Hasil Pengukuran Nilai pH Rata-rata Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan

Pengukuran nilai pH emulsi dilakukan dengan menggunakan pH meter. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.4 dan gambar 4.1 berikut ini. Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Nilai pH Rata-rata Emulsi MBJH Sebelum

dan Setelah Penyimpanan

Hari Ke- Nilai pH Emulsi MBJH Emulsi A Emulsi B Rata-rata 0 6,212 6,028 6,120 2 6,091 5,993 6,042 7 6,037 5,795 5,916 14 6,005 5,052 5,529 21 5,962 5,001 5,482

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Nilai pH Rata-rata Emulsi MBJH

Sebelum dan Setelah Penyimpanan

Berdasarkan grafik pada gambar 4.1 dapat dilihat perbandingan nilai pH emulsi MBJH sebelum dan setelah penyimpanan selama 21 hari. Dari grafik terlihat bahwa nilai pH emulsi MBJH semakin menurun dengan lamanya waktu penyimpanan. Penurunan nilai pH emulsi MBJH dari hari ke- 0 sampai hari ke- 21 sebesar 0,6.

4.2.3 Hasil Pengukuran Nilai Viskositas Rata-rata Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan

Pengukuran nilai viskositas emulsi MBJH dilakukan dengan menggunakan viskometer. Pengukuran viskositas dengan viskometer ini menggunakan spindel nomer 3. Hasil dari pengukuran nilai viskositas emulsi MBJH sebelum dan setelah penyimpanan dapat dilihat pada tabel 4.5 dan gambar 4.2 berikut ini.

Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Nilai Viskositas Rata-rata Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan

Hari ke- Nilai Viskositas Emulsi MBJH (cps) Emulsi A Emulsi B Rata-rata

0 390 400 395

2 340 350 345

7 300 300 300

14 290 290 290

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Nilai Viskositas Rata-rata Emulsi

MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan

Berdasarkan grafik pada gambar 4.2 dapat dilihat perbandingan nilai viskositas emulsi MBJH sebelum dan setelah penyimpanan selama 21 hari. Dari grafik terlihat bahwa nilai viskositas emulsi MBJH semakin menurun dengan lamanya waktu penyimpanan. Penurunan nilai viskositas rata-rata emulsi MBJH dari hari ke- 0 sampai hari ke- 21 sebesar 125 cps. Penurunan viskositas ini diikuti oleh penurunan stabilitas dari sediaan emulsi MBJH. Hal ini karena viskositas yang menurun berarti sediaan semakin encer yang artinya juga fase terdispersi (globul) akan mudah bergerak dalam medium pendispersi sehingga peluang terjadinya tabrakan antar sesama globul semakin tinggi dan globul akan cenderung bergabung menjadi partikel yang lebih besar (Intan, dkk, 2012; Traynor, et al., 2013). 4.2.4 Hasil Pengukuran Nilai Diameter Rata-rata Globul Emulsi MBJH

Sebelum dan Setelah Penympanan

Pengukuran diameter globul emulsi MBJH dilakukan dengan menggunakan mikroskop optik dengan perbesaran 100 kali. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.6 dan gambar 4.3 berikut ini.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tabel 4.6 Hasil Pengukuran Diameter Rata-rata Globul Emulsi MBJH

Sebelum dan Setelah Penyimpanan Hari ke-

Diameter Globul Rata-Rata Emulsi MBJH (µm) Emulsi A Emulsi B Rata-rata

0 15,02 15,96 15,49

2 16,75 16,07 16,41

7 17,37 18,45 17,91

14 21,22 21,72 21,47

21 27,24 25,17 26,21

Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Nilai Diameter Rata-rata Globul Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan

Berdasarkan grafik pada gambar 4.3 dapat dilihat perbandingan nilai diameter rata-rata globul emulsi MBJH sebelum dan setelah penyimpanan 21 hari. Dari grafik terlihat bahwa nilai diameter rata-rata globul emulsi MBJH semakin meningkat dengan lamanya waktu penyimpanan. Peningkatan nilai diameter rata-rata globul emulsi MBJH dari hari ke- 0 sampai hari ke- 21 sebesar 10.72 µm. Peningkatan ukuran diameter globul mengindikasikan bahwa semakin tidak homogen ukuran globul emulsi yang berarti laju creaming juga semakin membesar dan kestabilan juga semakin berkurang (Traynor, et al., 2013).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4.2.5 Hasil Uji Sentrifugasi Emulsi MBJH

Uji sentrifugasi dilakukan dengan menggunakan alat uji sentrifugasi. Hasil uji sentrifugasi emulsi MBJH dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut ini:

Tabel 4.7 Hasil Uji Sentrifugasi Emulsi MBJH

Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat perbandingan kondisi emulsi MBJH sebelum dan setelah dilakukan uji sentrifugasi. Dari tabel terlihat bahwa adanya pemisahan pada emulsi MBJH setelah dilakukan uji sentrifugasi. Uji sentrifugasi ini pada prinsipnya merupakan penggunaan gaya sentrifugal yang dipercepat untuk memisahkan dua atau lebih substansi yang memiliki perbedaan densitas seperti antar cairan atau antara cairan dengan solid, yang bertujuan untuk mengevaluasi dan memprediksi

shelf-life emulsi dengan mengamati pemisahan fase terdispersi (El-Sayed and Mohammad, 2014).

Sediaan Awal Akhir

Emulsi A Homogen, tidak ada pemisahan fase Terjadi pemisahan fase, terbagi menjadi

2 bagian (atas: fase minyak; bawah: fase

air) Emulsi B Homogen, tidak ada pemisahan fase Terjadi pemisahan fase, terbagi menjadi

2 bagian (atas: fase minyak; bawah: fase

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4.3 Hasil Analisis Komponen Kimia MBJH Sebelum dan Setelah

Penyimpanan

4.3.1 Hasil Kondisi Optimasi GCMS MBJH

Optimasi GCMS ini dilakukan dengan pemrograman pada kondisi gc dan ms. Pada kondisi gc beberapa parameter yang dioptimasi adalah suhu oven, laju alir gas, rasio split, dan volume sampel yang akan disuntikkan. Suhu awal oven diprogram 100oC kemudian ditahan selama 3 menit. Setelah itu suhu dinaikkan hingga 260oC dengan laju kenaikan 10oC kemudian ditahan selama 1 menit. Laju alir gas diprogram sebesar 1 ml/menit. Mode split diprogram sebesar 1:50 dengan volume MBJH yang disuntikkan sebanyak 1 µl.

4.3.2 Hasil Analisis Stabilitas Komponen Kimia MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan

1. Preparasi Sampel

A. Hasil Demulsifikasi Emulsi MBJH

Demulsifikasi merupakan suatu proses untuk memecah emulsi. Dengan pemecahan emulsi maka akan menghasilkan dua fase yang terpisah yaitu fase minyak dan fase air. Pada penelitian ini digunakan HCl pekat sebanyak 5 ml untuk memecah emulsi. B. Hasil Ekstraksi Minyak Emulsi MBJH

Tujuan ekstraksi ini adalah mengambil MBJH setelah emulsi dipecah. Pengambilan MBJH ini dilakukan dengan menggunakan pelarut n-heksan. Setelah campuran didapatkan kemudian dievaporasi sampai pelarut heksannya habis menguap. Tujuan evaporasi adalah untuk memisahkan minyak dengan pelarut heksan yang telah bercampur sehingga diperoleh minyak pekat. Minyak pekat yang telah didapat kemudian ditimbang dan dihitung rendemennya. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.8 dan gambar 4.4 berikut ini.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tabel 4.8 Rendemen Hasil Ekstraksi Minyak Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah

Penyimpanan Hari ke-

Rendemen Hasil Ekstraksi Minyak Emulsi MBJH (%)

Emulsi A Emulsi B Rata-rata 0 33,65 31,67 32,66 2 25,28 25,11 25,19 7 20,95 18,62 19,78 14 14,11 16,07 15,09 21 10,02 12,55 11,28

Gambar 4.4 Grafik Perbandingan Rendemen Hasil Ekstraksi Minyak Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan

Berdasarkan grafik pada gambar 4.4 dapat dilihat perbandingan rendemen dari emulsi MBJH sebelum dan setelah penyimpanan. Dari grafik diperoleh bahwa rendemen hasil ekstraksi minyak emulsi MBJH sebelum dan setelah penyimpanan mengalami penurunan. Penurunan rendemen hasil ekstraksi minyak emulsi MBJH dari hari ke- 0 sampai hari ke- 21 sebesar 21,38%. Penurunan rendemen ini disebabkan karena semakin lama penyimpanan maka semakin tinggi proses oksidasi atau proses penguapan minyak yang terjadi sehingga persen area minyak di dalam sediaan juga semakin berkurang (Aryanto, 2006).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Hasil Analisis Komponen Kimia Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah

Penyimpanan

Penguraian dan penstabilan bahan obat dalam suatu sediaan farmasi merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan. Suatu sediaan obat yang diformulasi harus cukup stabil ketika penyimpanan, yaitu obat tidak berubah menjadi zat yang tidak berkhasiat atau bahkan menjadi zat yang bersifat toksik/racun. Obat mengandung banyak gugus fungsional. Oleh karena itu mereka bisa mengalami degradasi melalui berbagai reaksi seperti hidrolisis, oksidasi, isomerisasi, fotolisis, atau polimerisasi (Fathima, et al., 2011).

Senyawa terpenoid merupakan senyawa yang berasal dari molekul isoprena CH2=C(CH3)–CH=CH2 dan kerangka karbonnya dibangun

oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5 ini. Terpenoid terdiri atas

beberapa macam senyawa, salah satunya yaitu senyawa monoterpena yang merupakan komponen utama dari minyak atsiri. Senyawa monoterpen memiliki sifat mudah menguap karena titik uapnya rendah, tidak stabil terhadap panas, tersusun atas rantai C10

(Harborne, 1987).

Uji stabilitas sediaan emulsi yang telah dibuat dilakukan melalui evaluasi fisik dan berdasarkan profil dari kromatogram GCMS yang dihasilkan sebelum dan setelah penyimpanan selama 21 hari. Evaluasi fisik dan dan profil kromatogram dilakukan pada hari ke- 0, 2, 7, 14, dan 21.

Dari kromatogram (pada lampiran) dapat dilihat puncak dari senyawa minyak atsiri yang terkandung di dalam MBJH dalam bentuk minyak murni dan emulsi baik sebelum dan setelah penyimpanan. Dari puncak tersebut dapat dilihat apakah ada senyawa yang persen areanya menurun, naik, atau bahkan terbentuk senyawa baru.

Berdasarkan dari berbagai literature yang ada, minyak atsiri biji jinten hitam mengandung berbagai senyawa yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Senyawa-senyawa tersebut diantaranya adalah

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta α-terpinene, carvone, citronella, dan isopulegol (Burits and Bucar, 2000; Jiali, et al., 2013; Sadhana, Gupta, Verma, 2013). Oleh karena itu senyawa-senyawa tersebut diamati keberadaannya selama masa penyimpanan 21 hari. Hasilnya dapat dilihat berdasarkan tabel 4.9 dan grafik 4.5 berikut ini.

Tabel 4.9 Kandungan Kimia Senyawa Antioksidan Di dalam MBJH

No. Nama Formula

Area (%)

Minyak Murni Minyak Emulsi

0 21 0 2 7 14 21 1 Limonene C10H16 0,5 0,46 0,11 - - - - 2 p-Cymene C10H14 - - - - - - 0,97 3 -Terpinene C10H16 - - 0,27 - 0,48 0,61 0,54 4 α-Terpinene C10H16 - - - - - 0,14 0,1 5 4-Terpineol C10 H18 O 0,29 0,18 7,22 5,16 2,88 2,17 2,52 6 α-terpineol C10 H18 O - - 1,04 0,72 0,28 0,25 0,18 7 Carvacrol C10H14O - - 0,16 0,19 0,11 0,07 8 Carvone C10H14O 1,6 1,08 3,25 2,53 1,78 1,54 1,55 9 Thymoquinone C10 H12 O2 20,52 14,24 41,45 31,41 25,44 4,53 1,05 10 Citronella C10 H18 O 0,2 0.15 - - - - 11 Isopulegol C10 H18 O 5,81 3,92 2,11 2,59 4,25 - 3,00

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 4.5 Grafik Perbandingan Kandungan Kimia MBJH Sebelum dan

Setelah Penyimpanan

Gambar 4.6 Grafik Perbandingan Kandungan Kimia Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tabel 4.10 Perubahan Komponen Kimia Minyak Atsiri MBJH Sebelum

dan Setelah Penyimpanan

Senyawa Penurunan (%) Limonene 0,50 menjadi 0,46 (0,04) 4-terpineol 0,29 menjadi 0,18 (0,11) Carvone 1,60 menjadi 1,08 (0,52) Thymoquinone 20,52 menjadi 14,24 (6,28) Citronella 0,20 menjadi 0.15 (0,05) Isopulegol 5,81 menjadi 3,92 (1,89)

Tabel 4.11 Perubahan Komponen Kimia Minyak Atsiri Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan

Turun Penurunan

Thymoquinone 41,45 menjadi 1,05 (40,40) 4-terpineol 7,22 menjadi 2,52 (4,7) Carvone 3,25 menjadi 1,55 (0,52)

Hilang Senyawa Baru Tetap Limonene p-cymene Isopulegol Citronella -terpinene

α-terpinene

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Berdasarkan grafik pada gambar 4.5 dapat dilihat bahwa semua senyawa tersebut mengalami penurunan persen area setelah penyimpanan. Besarnya penurunan persen area dari masing-masing senyawa dapat dilihat pada tabel 4.10. Penurunan ini disebabkan selama penyimpanan di dalam emulsi tejadi berbagai reaksi sehingga kadar dari minyak atsiri di dalam MBJH semakin berkurang (Aryanto, 2006).

Sedangkan pada grafik pada gambar 4.6 dapat dilihat bahwa senyawa-senyawa tersebut ada yang persen area nya mengalami penurunan, hilang, tetap, serta ada juga senyawa baru yang terdeteksi. Senyawa yang mengalami penurunan persen area yaitu thymoquinone, 4-terpineol, dan carvone. Sedangkan senyawa yang hilang ketika penyimpanan yaitu limonene, carvacrol, dan citronella. Senyawa baru yang terdeteksi yaitu p-cymene, -terpinene, α-terpinene, dan α -terpineol. Senyawa isopulegol cenderung tidak berubah selama penyimpanan. Besarnya penurunan persen area dapat dilihat pada tabel 4.11. Adanya perubahan ini disebabkan karena ketika MBJH diformulasi menjadi emulsi dan disimpan selama 21 hari terjadi banyak reaksi yang mempengaruhi persen area senyawa aktif di dalamnya. Selain itu kondisi penyimpanan yang tidak sesuai juga bisa menjadi penyebabnya, seperti suhu penyimpanan, kelembaban, atau wadah yang digunakan.

MBJH mengandung minyak atsiri yang terdiri dari senyawa monoterpenoid. Senyawa monoterpenoid ini merupakan senyawa termolabil yaitu senyawa yang memiliki titik uap yang rendah yaitu dibawah suhu 25oC sehingga ketika kondisi suhu berada di atas titik uapnya maka senyawa-senyawa ini akan mudah menguap dan hilang. Sedangakan wadah penyimpanannya juga kurang tepat yaitu di dalam vial bening sehingga bisa terpapar cahaya dan mengakibatkan degradasi dari senyawa aktif di dalamnya. Selain itu pengaruh pH juga bisa menyebabkan senyawa mengalami reaksi sehingga berubah

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi senyawa lain atau mempercepat terjadinya degradasi senyawa itu sendiri (Fathima, et al., 2011; Salmani, et al., 2014).

Ketika bentuk minyak murni pada hari ke- 0 dan 21 setelah disimpan terdeteksi adanya senyawa limonene dengan penurunan persen area sebesar 0,04%. Kemudian setelah minyak diformulasi menjadi sediaan emulsi ternyata keberadaan senyawa limonene ini hanya terdeteksi pada hari ke- 0 yaitu sebanyak 0,11% dan setelah itu sampai penyimpanan hari ke- 21 senyawa limonene sudah tidak terdeteksi lagi. Bersamaan dengan hilangnya senyawa limonene ternyata terbentuk beberapa senyawa baru yaitu p-cymene, -terpinene, α-terpinene, dan α-terpineol. Pembentukan senyawa baru ini berbanding lurus dengan hilangnya senyawa limonene. Pada penyimpanan hari ke- 0, 7, 14, dan 21 ternyata terdeteksi senyawa baru yaitu senyawa -terpinene. Kemudian pada hari ke- 14 dan 21 terdeteksi senyawa α-terpinene. Dan pada hari ke- 21 terdeteksi adanya senyawa p-cymene. Tidak terdeteksinya ketiga senyawa ini pada hari ke- 2 diduga karena senyawa tidak stabil dimana senyawa tersebut mudah menguap dan telah habis menguap ketika proses ekstraksi. Senyawa -terpinene dan α-terpinene terbentuk karena adanya reaksi isomerisasi dari senyawa limonene pada kondisi asam dan dengan adanya panas. Kemudian terjadi reaksi dehidrogenasi

sehingga membentuk senyawa p-cymene

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 4.7 Reaksi Isomerisasi Limonene

[sumber: Nguyen, Duus, and Le, 2012, telah diolah kembali]

Sedangkan senyawa α-terpineol terbentuk karena adanya reaksi hidrolisis pada emulsi. Senyawa limonene mengalami reaksi hidrolisis sehingga membentuk senyawa α-terpineol.

Gambar 4.8 Reaksi Hidrolisis Limonene Menjadi α-terpineol [sumber: Nanik, et al., 2011, telah diolah kembali]

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kemudian untuk senyawa carvone terdeteksi pada minyak murni maupun setelah diformulasi menjadi sediaan emulsi. Senyawa carvone ini mengalami penurunan persen area selama penyimpanan baik dalam bentuk minyak murni maupun dalam bentuk emulsi. Pada bentuk minyak murni terjadi penurunan persen area sebesar 0,52%. Sedangkan dalam bentuk emulsi sebesar 1,70% hingga penyimpanan hari ke-21. Untuk senyawa carvacrol, dalam bentuk minyak murni tidak terdeteksi. Namun setelah minyak diformulasi menjadi emulsi, senyawa carvacrol ini mulai terdeteksi dan selama penyimpanan ternyata juga mengalami penurunan persen area sebesar 0,09%. Penurunan persen area senyawa carvone berbanding lurus dengan terbentuknya carvacrol. Senyawa carvone yang terdapat di dalam minyak akan mengalami reaksi isomerisasi karena kondisis sistem yang bersifat asam sehingga akan terbentuk senyawa carvacrol (Singh, et al., 2011).

Gambar 4.9 Reaksi Isomerisasi Carvone Menjadi Carvacrol [Singh, et al., 2011, telah diolah kembali]

Dari hasil kromatogram GCMS diketahui bahwa senyawa utama pada sampel MBJH adalah thymoquinone. Senyawa thymoquinone memiliki puncak tertinggi dengan luas area paling besar diantara

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta senyawa volatile lain. Pada bentuk minyak murni diketahui persen area dari thymoquinone mengalami penurunan sebesar 6,28% setelah penyimpanan 21 hari. Kemudian setelah diformulasi menjadi sediaan emulsi dan disimpan selama 21 hari, persen area dari senyawa ini juga mengalami penurunan sebesar 40,40%. Pada hari ke- 0, 2, dan 7, persen area dari senyawa ini secara berurutan yaitu 41.45, 31.41, dan 25,44%. Kemudian setelah hari ke- 7 terjadi penurunan persen area yang drastis yaitu pada hari ke- 14 menjadi 4,53% dan pada hari ke- 21 menjadi 1,05%.

Hal yang sama juga terjadi pada senyawa 4-terpineol. Ketika dalam bentuk minyak murni terjadi penurunan persen area sebesar 0,11% setelah penyimpanan 21 hari. Kemudian setelah diformulasi menjadi emulsi dan disimpan selama 21 hari juga terjadi penurunan persen area sebesar 4,70%.

Kemudian pada senyawa citronella ketika dalam bentuk minyak murni terjadi penurunan persen area sebesar 0,05% selama penyimpanan 21 hari. Kemudian setelah diformulasi menjadi emulsi senyawa tidak terdeteksi. Sedangkan pada senyawa isopulegol cenderung tidak berubah selama penyimpanan dalam bentuk emulsi. Akan tetapi ketika dalam bentuk minyak murni terjadi penurunan persen area sebesar 1,89% selama penyimpanan 21 hari. Adanya senyawa isopulegol yang cenderung tetap persen area nya selama penyimpanan berbanding lurus dengan hilangnya senyawa citronella. Keberadaan isopulegol selama penyimpanan disebabkan karena citronella akan mengalami siklisasi ketika kondisi asam sehingga membentuk senyawa isopulegol (Jacob, et al., 2003).

44

Dokumen terkait