• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seleksi Biji Tembakau Transgenik Generasi T2 dan T3

Seleksi biji tembakau transgenik dilakukan untuk memilih tanaman T2 dan T3 yang konsisten membawa gen B11. Pada penelitian ini, seleksi dilakukan dengan menggunakan antibiotik higromisin. Sifat resistensi terhadap higromisin dikendalikan oleh gen hpt yang merupakan salah satu marka antibiotik yang terdapat pada plasmid rekombinan pembawa B11 (Gambar 2). Gen hpt merupakan salah satu contoh marka seleksi yang dapat membunuh sel sel yang peka, sedangkan sel sel yang tertransformasi akan bertahan hidup. Konsentrasi antibiotik higromisin untuk seleksi ditentukan berdasarkan hasil percobaan pendahuluan dengan cara mengaplikasikan beberapa tingkat konsentrasi antibiotik pada tanaman tipe liar. Bila tanaman tipe liar menunjukkan ciri-ciri sensitif pada konsentrasi tertentu, maka konsentrasi tersebut digunakan untuk proses seleksi. Konsentrasi yang efektif digunakan untuk seleksi adalah konsentrasi terendah yang mampu menekan pertumbuhan sel-sel peka sehingga tidak menyebabkan efek yang negatif pada pertumbuhan sel-sel yang tertransformasi (Bhasir et al. 2004).

Pada konsentrasi 50 g/ml selama 3-4 minggu tanaman tipe liar menunjukkan sensitivitas terhadap antibiotik dengan ciri-ciri mempunyai akar pendek (kurang dari 1cm) dan hanya memiliki 2 helai daun berwarna hijau yang setelah 4 minggu akan mulai berwarna putih (Gambar 3A). Setelah 7-8 minggu tanaman tipe liar yang diseleksi dengan antibiotik higromisin seluruh bagian tubuhnya akan berwarna putih dan mati (Gambar 3B). Tanaman tembakau transgenik yang resisten higromisin pada minggu ke 4 menunjukkan pertumbuhan dengan citi-ciri memiliki lebih dari 2 helai daun yang berwarna hijau dan panjang akar lebih dari 1 cm (Gambar 3C). Pada minggu ke 8 tembakau transgenik menunjukkan pertumbuhan yang baik dengan daun menjadi lebih lebar dan akar lebih panjang (Gambar 3D).Higromisin merupakan antibiotik yang sangat beracun bagi tanaman . Higromisin meracuni tanaman dengan cara menghambat proses sintesis protein, mengganggu tRNA untuk menempel pada ribosom. Pada tanaman yang mengandung gen hpt mempunyai kemampuan untuk menghasilkan protein

hygromycin phosphotrasferase (HPT) yang menyebabkan fosforilasi pada higromisin sehingga antibiotik ini menjadi inaktif (McCoy et al. 2011; Pardon et al. 1985).

14

A B

C D

Gambar 3 Seleksi antibiotik pada media MS + VitB5 + 50 µg/ml higromisin. Tanaman tembakau tipe liar umur 4 minggu (A), Tanaman tembakau tipe liar umur 8 minggu (B), Tanaman tembakau transgenik umur 4 minggu (C), Tanaman tembakau transgenik umur 8 minggu (D). Hasil seleksi antibiotik menunjukkan bahwa sebagian besar biji tanaman tembakau transgenik terbukti resisten terhadap antibiotik higromisin. Uji Khi-kuadrat memperlihatkan bahwa sifat resisten tanaman tembakau transgenik terhadap higromisin diturunkan dari generasi T1 ke T2. Sebanyak 24 dari 26 nomor tanaman tembakau transgenik memiliki rasio pewarisan 3:1 (Tabel 1), sedangkan 2 nomor lainya yakni T2-15-11, T2-15-24 menunjukkan resistensi 100 persen terhadap antibiotik higromisin. Hasil ini menunjukkan gen resisten higromisin telah terintegrasi ke dalam genom tanaman tembakau transgenik. Rasio segregasi sifat resisten:sensitif higromisin diasumsikan mengikuti pewarisan gen tuggal karena mengikuti pola pewarisan 3:1.

Demikian juga pada tanaman tembakau transgenik generasi T3, uji Khi-kuadrat memperlihatkan bahwa sifat resisten tanaman tembakau transgenik terhadap antibiotik higromisin juga masih ada yang bersegregasi dari generasi T2

ke T3 dengan rasio pewarisan 3:1 (Tabel 2). Dalam hal ini, 8 dari 17 nomor tanaman tembakau transgenik memiliki rasio pewarisan 3:1, sedangkan 9 nomor lainnya menunjukkan resistensi 100 persen terhadap antibiotik higromisin. Rasio pewarisan 3:1 pada tanaman tembakau transgenik menunjukkan bahwa nomer tersebut belum homozigot, sedangkan pada nomor-nomor yang menunjukkan resistensi 100 persen menunjukkan bahwa genotipe nomor-nomor tersebut sudah homozigot untuk gen hpt.

Karena gen hpt difusikan dengan gen B11 pada daerah T-DNA pada konstruksi plasmid pembawa gen tersebut, maka gen B11 diwariskan bersama-sama ke generasi berikutnya sehingga jumlah gen B11 yang terintegrasi di generasi T2 dan T3 tembakau transgenik adalah satu copy. Untuk mengkonfirmasi bahwa tanaman tembakau T2 dan T3 yang resisten antibiotik higromisin mengandung gen B11, maka dilakukan analisis stabilitas dengan teknik PCR menggunakan primer spesifik gen B11.

Tabel 1 Rasio pewarisan sifat resisten higromisin dari 26 nomor tembakau transgenik T2 No Nomor tanaman Total biji yang dianalisis Jumlah biji yang resisten higromisin jumlah biji yang sensitif higromisin χ 2 (3:1)(db=1;α=0,05) hitung χ 2 (3:1)(db=1;α=0,05) tabel 1 T2-1-5 73 51 22 1.0274 3.841 2 T2-1-19 92 74 18 1.4493 3.841 3 T2-1-20 99 74 25 0.7070 3.841 4 T2-1-29 97 79 18 2.1478 3.841 5 T2-2-3 96 72 24 0.0408 3.841 6 T2-2-4 41 36 5 3.5854 3.841 7 T2-2-6 96 71 25 0.0556 3.841 8 T2-2-7 91 75 16 2.6703 3.841 9 T2-2-26 95 65 30 2.1930 3.841 10 T2-2-32 89 63 26 0.8427 3.841 11 T2-6-1 93 73 20 0.6057 3.841 12 T2-6-3 98 78 20 1.4301 3.841 13 T2-6-4 87 64 23 0.0958 3.841 14 T2-6-5 75 62 13 2.3511 3.841 15 T2-6-7 76 57 19 0.0000 3.841 16 T2-6-12 99 67 32 2.8316 3.841 17 T2-6-18 91 72 19 0.8242 3.841 18 T2-6-27 85 56 29 3.7686 3.841 19 T2-6-34 99 72 27 0.2727 3.841 20 T2-6-41 95 77 18 1.8561 3.841 21 T2-13-2 97 68 29 1.2405 3.841 22 T2-13-9 93 75 18 1.5806 3.841 24 T2-15-5 97 75 22 0.2784 3.841 25 T2-15-11 93 93 0 26 T2-15-24 90 90 0

16

Tabel 2 Rasio pewarisan sifat resisten higromisin pada T3 dari 17 nomor tembakau transgenik

Stabilitas Transgen pada Generasi T2 dan T3

Gambar 4 Profil hasil PCR 20 nomor T2 terpilih menggunakan primer gen B11. M: Marker 100 pb, C: kontrol reaksi tanpa template, TL: tanaman tipe liar, P: plasmid rekombinan pembawa B11, 1-20: tanaman transgenik generasi T2 terpilih.

Stabilitas tanaman tembakau transgenik dideteksi dengan teknik PCR. Hasil verifikasi sisipan gen B11 pada tanaman tembakau transgenik T2 yang lolos seleksi antibiotik higromisin ditunjukkan oleh Gambar 4. Amplifikasi DNA tanaman transgenik T2 yang diuji menunjukkkan pita dengan posisi migrasi yang

No Nomor tanaman Total biji yang dianalisis Jumlah biji yang resisten higromisin Jumlah biji yang sensitif higromisin χ 2 (3:1)(db=1;α=0,05) hitung χ 2 (3:1)(db=1;α=0,05) tabel 1 T3-15-11-3 100 100 0 2 T3-15-11-5 100 100 0 3 T3-15-11-9 100 100 0 4 T3-15-11-13 100 100 0 5 T3-1-19-5 100 100 0 6 T3-1-19-6 99 99 0 7 T3-1-19-9 98 98 0 8 T3-1-19-11 81 81 0 9 T3-6-4-1 100 71 29 0.8533 3.841 10 T3-6-4-2 100 73 27 0.2133 3.841 11 T3-6-4-3 100 78 22 0.4800 3.841 12 T3-2-3-2 100 81 19 1.9200 3.841 13 T3-2-3-7 100 83 17 3.4133 3.841 14 T3-2-3-16 100 73 27 0.2133 3.841 15 T3-2-3-30 100 80 20 1.3333 3.841 16 T3-13-2-1 100 80 20 1.3333 3.841 17 T3-13-2-3 100 100 0

sama dengan hasil amplifikasi plasmid pGWB5-B11 (342 pb) sebagai kontrol positif, sedangkan tanaman tembakau tipe liar tidak menunjukkan pita tersebut. Hasil PCR tersebut menunjukkan bahwa seleksi antibiotik yang dilakukan sudah efektif karena tanaman yang lolos seleksi juga menunjukkan adanya pita DNA

B11. Profil hasil PCR tersebut menunjukkan bahwa tanaman transgenik generasi T2 masih membawa gen B11.

Gambar 5 Profil hasil PCR 20 nomor T2 terpilih menggunakan primer gen hpt. M: marker 100 pb, C: kontrol reaksi tanpa template, P: plasmid rekombinan pembawa B11, TL: tanaman tipe liar, 1-20 : tanaman transgenik generasi T2 terpilih.

Stabilitas tanaman tembakau transgenik T2 juga dideteksi dengan salah satu marka antibiotik yang terdapat pada plasmid pembawa B11 yaitu hpt. Tanaman transgenik generasi T2 yang lolos seleksi antibiotik higromisin kemudian diamplifikasi dengan menggunakan primer yang dibuat berdasarkan sekuen gen hpt. Hasil amplifikasi menunjukkkan pita hpt (570 pb) dimiliki oleh semua tanaman transgenik yang lolos seleksi, sedangkan tanaman tembakau tipe liar tidak menunjukkan pita tersebut. Hasil PCR tersebut juga menunjukkan bahwa gen hpt yang merupakan marka antibiotik yang terdapat pada konstrak plasmid pembawa B11 terintegrasi ke dalam genom tanaman tembakau transgenik. Hal ini menunjukkan stabilitas tanaman transgenik pembawa gen B11

pada generasi T2, dimana tanaman tembakau transgenik generasi T2 masih membawa sisipan gen hpt.

18

A

B

Gambar 6 Profil hasil PCR 5 nomor T3 terpilih menggunakan primer gen B11 (A) dan primer gen hpt (B). M: marker 100 pb, C: tanpa template, P: plasmid rekombinan pembawa B11, TL: tanaman tipe liar, 1-5 : tanaman transgenik generasi T3 terpilih.

Stabilitas tanaman tembakau transgenik T3 yang dideteksi dengan teknik PCR dengan primer B11 dan hpt menunjukkan semua tanaman transgenik generasi T3 yang diuji memiliki pita B11 (342 pb) dan hpt (570 pb) seperti pada plasmid pembawa gen B11 (P) sebagai kontrol positif, sedang tanaman tembakau tipe liar tidak menunjukkan pita tersebut. Hasil PCR tersebut menunjukkan stabilitas integrasi gen B11 pada tembakau transgenik sampai generasi T3.

Hal yang menarik dari hasil analis PCR tersebut adalah tidak muculnya pita hasil PCR dengan primer gen B11 pada tembakau tipe liar. Hal ini mungkin disebabkan oleh dua hal. kemungkinan pertama adalah bahwa gen B11 tidak ditemukan pada tanaman tembakau tipe liar. Kedua, jika ada gen yang ortholog dengan B11 pada tanaman tembakau tipe liar, kemungkinan primer yang digunakan tidak dapat menempel pada DNA tanaman tembakau tersebut sehingga gen tidak dapat teramplifikasi.

Analisis Cekaman Aluminium pada Tanaman Tembakau Transgenik Generasi T3

Salah satu nomor tanaman tembakau transgenik generasi T3 yang lolos seleksi higromisin yakni nomor T3-15-11-3 serta tanaman tipe liar (kontrol) ditumbuhkan pada media ½ MS selama 7 hari, kemudian dicekam dengan 8.1 ppm Al dalam media cair menurut Delhaize dan Ryan (1995) selama 21 hari. Hasil analisis pada 6 parameter pengamatan menunjukkan bahwa tanaman tembakau tipe liar yang dicekam Al (TL+Al) mengalami penghambatan pertumbuhan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai panjang akar, panjang tajuk, bobot basah dan bobot kering akar serta tajuk yang lebih rendah dibandingkan dengan tanaman tembakau transgenik yang dicekam Al (T+Al), serta tanaman transgenik maupun tipe liar yang tidak dicekam Al (T-Al dan TL-Al) (Gambar 7 dan 8). Hasil tersebut menunjukkan bahwa tembakau transgenik lebih toleran terhadap cekaman Al dibandingkan dengan tanaman tipe liar. Toleransi terhadap cekaman

Al pada tanaman tembakau transgenik ini diduga terkait dengan ekspresi dari gen

B11 yang ada pada tanaman tembakau transgenik.

Gambar 7 Respon tembakau tipe liar (TL) dan transgenik (T) terhadap cekaman 8.1 ppm Al pada pH 4.1 selama 21 hari

Gambar 8 Tembakau tipe liar tanpa cekaman (TL-Al), tembakau tipe liar dicekam Al 21 hari (TL+Al), tembakau transgenik tanpa cekaman (T-Al), tembakau transgenik dicekam Al 21 hari (T+Al)

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 B o bo t ba sa h ( g ) 0 20 40 60 80 100 120 B o bo t K er ing ( m g ) 0 2 4 6 8 10 12 14 P a nja ng ( cm ) Tajuk Akar A B C TL - Al T - Al TL+Al T+Al

20

Cekaman oleh Al pada tanaman dapat menyebabkan tudung akar dan zona pemanjangan akar rusak sehingga akar terhambat untuk memanjang. Terhambatnya pemanjangan akar pada tanaman yang tercekam oleh Al juga dikarenakan gagalnya pembelahan sel (Panda et al. 2009). Aluminium dapat membentuk ikatan elektrostatik dengan karboksil atau fosfat, sehingga pektin dinding sel dan lapisan luar membran plasma menjadi target utama Al. Kemampuan Al dalam berinteraksi dengan dinding sel menyebabkan perubahan pada dinding sel, yaitu dinding sel menjadi kaku. Hal ini dikarenakan terjadinya lignifikasi pada dinding sel sehingga plastisitas dinding sel dan permeabilitas membran sel menurun. Al dapat mengikat kuat komponen lipid pada membran plasma sehingga memran plasma menjadi kaku (Jones dan Kochian 1997). Kondisi tersebut di atas menyebabkan sel-sel yang seharusnya mengalami pembelahan dan pemanjangan menjadi gagal membelah dan memanjang karena tidak adanya penyisipan massa sel sehingga sel tidak dapat mencapai ukuran untuk membelah (Milla et al. 2002).

Salah satu strategi pertahanan tanaman terhadap cekaman Al adalah dengan cara mencegah akumulasi ion trivalen dalam simplas dan meminimalisasi interaksi antara Al dengan dinding sel serta membran plasma atau target lain di apoplas. Mekanisme ini dilakukan dengan cara mengeluarkan eksudat akar berupa anion organik untuk mendetoksifikasi ion Al dengan mengikat dan mengeluarkan ion Al dari dalam sel (Delhaize 2001). Asam organik yang disekresikan oleh akar tanaman antara lain asam malat dan asam sitrat (Li et al 2000; Ryan et al. 1995).

Analisis Ekspresi Gen pada Tanaman Tembakau Transgenik Generasi T3

Analisis ekspresi gen dilakukan teknik qPCR menggunakan metode perhitungan ekspresi relatif 2-ΔΔCt. Syarat yang harus dipenuhi dalam menggunakan perhitungan 2- ΔΔCt adalah nilai slope normalizer dan gen target dari ΔCt (Ct normalizer-Ct target) < 0.1. Pada percobaan ini, dari nilai ΔCt yang

diperoleh, nilai slope pada masing-masing percobaan menunjukkan nilai < 0.1 (Lampiran 2). Dengan demikian nilai Ct yang diperoleh pada analisis ekspresi dapat dihitung dengan menggunakan metode 2-ΔΔCt untuk mendapatkan nilai ekspresi relatif pada gen yang dianalisis.

Hasil analisis ekspresi menunjukkan pada tembakau tipe liar tidak dijumpai ekspresi gen B11 baik pada kondisi tanpa maupun dengan cekaman Al. Tetapi ekspresi gen B11 pada tanaman tembakau transgenik yang dicekam Al 5.4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman tembakau transgenik tanpa cekaman Al (Gambar 8). Hal ini menunjukkan bahwa ekspresi gen B11, meskipun dikendalikan oleh promotor kuat CaMV35S, masih dipengaruhi atau diinduksi oleh Al.

Pola ekspresi gen B11 pada tanaman tembakau transgenik yang lebih tinggi ketika dicekam Al dibanding tembakau transgenik tanpa cekaman Al menunjukan bahwa gen B11 terlibat dalam toleransi tanaman terhadap cekaman Al. Gen-gen yang ekspresinya diinduksi oleh Al dan ekspresinya meningkat tinggi pada tanaman yang toleran Al dibandingkan sensitif Al menunjukkan bahwa gen tersebut terlibat dalam toleransi cekaman Al pada tanaman tersebut (Ezaki et al. 2000).

Gambar 9 Ekspresi relatif gen B11 pada tanaman tembakau transgenik tanpa cekaman (T-Al), dan tanaman tembakau transgenik dicekam Al 8,1 ppm selama 24 jam (T+Al)

Hasil analisis ekspresi gen-gen yang terkait dengan toleransi Al menunjukkan pola yang sama dengan ekspresi gen B11. Ekspresi gen ALMT1 dan

MATE lebih tinggi pada tanaman tembakau transgenik yang dicekam Al dibanding ekpresinya pada tanaman tembakau transgenik tanpa cekaman dan tanaman tembakau tipe liar (Gambar 10A dan B). Ekspresi relatif gen ALMT1

pada tembakau transgenik yang dicekam Al meningkat 5.8 kali lebih tinggi dari ekspresinya pada tanaman tembakau transgenik tanpa cekaman. Sementara ekspresi tanaman tembakau transgenik yang dicekam Al meningkat 2.3 kali lebih tinggi dari tanaman tipe liar dengan cekaman Al. Hal serupa juga terjadi pada ekspresi gen MATE, ekspresi relatif gen MATE tanaman tembakau transgenik yang dicekam Al meningkat 7.7 kali lebih tinggi dari ekspresinya pada pada tanaman transgenik tanpa cekaman Al, dan meningkat 4.3 kali dari tanaman tipe liar dengan cekaman Al. Data tersebut menunjukkan bahwa gen ALMT1 dan

MATE diinduksi oleh adanya cekaman Al, dan penyisipan B11 pada tanaman tembakau transgenik mampu meningkatkan ekspresi dari kedua gen tersebut.

ALMT1 dan MATE dilaporkan terlibat dalam detoksifikasi Al pada beberapa species tanaman (Ma et al. 2014). ALMT1 merupakan gen yang terkait dengan pengeluaran asam malat, sedangkan MATE merupakan gen yang terkait dengan pengeluaran asam sitrat oleh tanaman. Knockout atau knockdown gen

AtALMT1 and AtMATE menunjukkan penurunan toleransi terhadap Al pada tanaman Arabidopsis, sebaliknya over ekspresi dari TaALMT mampu meningkatkan toleransi terhadap cekaman Al pada tanaman wheat (Pereira et al.

2010) dan barley (Delhaize et al. 2004). OverexspresiMATE pada tanaman wheat and barley juga meningkatkan toleransi tanaman tersebut pada cekaman Al (Zhou

et al. 2013). 0 1 2 3 4 5 6 7

TL-Al TL+Al T-Al T+Al

E k spresi re la tif B 1 1

22

Gambar 10 Ekspresi relatif gen ALMT1 (A), MATE (B), STOP1(C). Tanaman tembakau tipe liar tanpa cekaman (TL-Al), tembakau tipe liar dicekam Al 8,1 ppm selama 24 jam (TL+Al), tembakau transgenik tanpa cekaman (T-Al), dan tembakau transgenik dicekam Al 8,1 ppm selama 24 jam (T+Al).

TaALMT1 terletak pada protein plasma membran dengan enam transmembran domain yang memediasi pengeluaran asam malat (Sasaki et al. 2004). Protein ALMT1 mengandung enam transmembran domain dengan asam amino dan karboksil yang terletak pada bagian ekstraseluler dari plasma membran (Motoda et al. 2007). MATE terletak pada plasma membran dengan sembilan transmembran domain, memediasi transport asam sitrat (Furukawa et al. 2007). Ohyama et al.(2013) melaporkan bahwa tingkat ekspresi dari NtMATE berkorelasi secara positif dengan kapasitas pengeluaran asam sitrat. Meskipun aktivitas MATE diaktivasi oleh Al, namun mekanismenya masih belum diketahui sampai sekarang. Tingkat ekspresi ALMT1 dan MATE lebih tinggi pada tanaman yang toleran dari pada yang sensitif, hal ini mengindikasikan bahwa toleransi terhadap Al diregulasi oleh tingkat ekspresi dari ALMT1 dan MATE. Tanaman tembakau transgenik pembawa B11 dalam cekaman Al memiliki ekspresi gen STOP1 paling tinggi dibandingkan tanaman tembakau transgenik tanpa cekaman dan tanaman tipe liar. Ekspresi relatif gen STOP1 pada tanaman tembakau transgenik dengan cekaman Al meningkat 5,7 kali dari ekspresinya pada tanaman tembakau transgenik tanpa cekaman Al. Ekspresi gen STOP1 pada tanaman tembakau transgenik dengan cekaman Al meningkat 3 kali lebih tinggi dari ekspresinya pada

0 5 10 15 20 25 E k spresi re la tif A L MT 1 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 E k spress i re la tif MATE 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 E k spresi re la tiv e STOP 1 A A B C

tanaman tembakau tipe liar dengan cekaman Al. Hal ini menunjukkan bahwa

STOP1 berperan dalam toleransi terhadap cekaman Al, dan penyisipan B11 pada tanaman tembakau transgenik mampu meningkatkan ekspresi dari gen STOP1.

Peningkatan ekspresi gen B11 diikuti dengan peningkatan ekspresi gen

STOP1, ALMT1 dan MATE.Liu et al. (2009) dan Sawaki et al. (2009) melaporkan bahwa pada Arabidopsis thaliana, STOP1 meregulasi ekspresi dari ALMT1 dan

MATE. Knockout atau knockdown gen tersebut menunjukan penurunan ekspresi dari ALMT1 dan MATE (Ohyama et al. 2013). Mekanisme toleransi cekaman aluminium diregulasi oleh faktor transkripsi AtSTOP1 pada tanaman Arabidopsis (Sawaki et al. 2009) dan ART1 pada padi (Yamaji et al. 2009), dimana AtSTOP1

dan ART1 holomog dalam Cis-2-His-2 zinc-finger domain. Penekanan ekspresi dari STOP1 dengan RNAi pada tanaman tembakau mampu meningkatkan sensitifitas tanaman terhadap pH rendah dan cekaman Al (Ohyama et al. 2013). Selanjutnya Ohyama et al. (2013) melaporkan ekspresi NtMATE menurun pada tanaman tembakau yang mengalami knockdown pada STOP1 (NtSTOP1-KD). Penurunan ekspresi NtMATE ternyata berkorelasi dengan penurunan sekresi asam sitrat. Sejalan dengan itu, pada tanaman padi ART1 juga meregulasi ekspresi dari gen OsFRDL4 yang merupakan gen yang berperan dalam sekresi asam sitrat pada padi (Yokosho et al., 2011). Yamaji et al. (2009) melaporkan bahwa ART1 tidak diinduksi oleh Al, namun ekspresi gen-gen downstream dari ART1 meningkat oleh induksi Al. Dengan adanya homologi antara ART1 dan STOP1, maka dapat diusulkan bahwa ekspresi gen B11 dapat meregulasi ekspresi gen STOP1 dan selanjutnya meregulasi ekspresi gen ALMT1 dan MATE. Gen-gen tersebut berkontribusi dalam toleransi terhadap cekaman Al pada tanaman tembakau transgenik. Jika diujikan pada padi yang overekspresi gen B11 diharapkan gen

B11 dapat meregulasi ekspresi gen ART1 yang selanjutnya dapat meregulasi gen-gen downstream ART1 yang terlibat dalam mekanisme toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al.

24

SIMPULAN

Analisis stabilitas genetik tanaman tembakau transgenik menunjukkan bahwa tanaman tembakau transgenik membawa gen B11 sampai generasi T3 dan telah diperoleh galur tembakau transgenik yang homozigot untuk alel gen B11. Analisis ekspresi menunjukkan bahwa peningkatan ekspresi gen B11 diikuti oleh peningkatan ekspresi dari gen STOP1, ALMT1 dan MATE dan menyebabkan tanaman toleran terhadap cekaman Al.

Dokumen terkait