• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Tim NLFC

NLFC (Netic Ladies Futsal Club) merupakan tim futsal putri yang berada di kabupaten Cibinong, Bogor. Tempat latihan dan markas utama tim terletak di Jl. Raya Karadenan, komplek pendidikan. Tim futsal memiliki jadwal, intensitas dan durasi latihan yang sudah terpola dan teratur disetiap minggu. Anggota tim futsal terdiri dari umur 13 hingga 18 tahun. Terdapat lima orang anggota tim futsal NLFC yang sudah pernah dipangggil pelatnas TIMNAS dan terdapat tiga orang anggota yang masuk TIMNAS Indonesia.

Karakteristik Responden

Penelitian ini menggunakan atlet futsal remaja putri yang dijadikan sebagai responden. Para responden merupakan atlet futsal yang sudah masuk kedalam tim inti futsal dengan jadwal latihan dan jenis-jenis latihan yang sudah ditetapkan. Karakteristik responden yang diteliti dalam penelitian ini meliputi umur, berat badan, tinggi badan.

Usia

Para responden yang terlibat didalam penelitian ini berusia 13-18 tahun. Keseluruhan responden masuk kedalam tiga tahapan remaja. Depkes (2005) menyatakan terdapat tiga tahapan didalam perkembangan masa remaja, yaitu remaja awal (10-13 tahun), remaja tengah (14-16 tahun), dan remaja akhir (17-19 tahun). Berikut Tabel 5 sebaran responden berdasarkan usia.

Tabel 5 Sebaran responden berdasarkan usia

Kategori Usia (Tahun) n %

Remaja awal 10-13 9 42.9

Remaja tengah 14-16 5 23.8

Remaja akhir 17-19 7 33.3

Total 21 100

Rata-rata±SD 14.7±0.46

Tabel 5 menunjukkan sebaran usia responden. Berdasarkan Tabel 5, diketahui bahwa sebagian besar responden (42.9%) termasuk kategori remaja awal (10-13 tahun). Rata-rata usia responden adalah 14.7±2.12 tahun.

Berat Badan

Data berat badan didapatkan langsung dengan pengukuran. Pengkategorian data didasari oleh berat badan ideal menurut AKG (2013), yaitu usia 13-15 tahun adalah 46 kg dan usia 16-18 tahun adalah 50 kg. Berikut Tabel 6 sebaran responden berdasarkan berat badan.

Tabel 6 Sebaran responden berdasarkan berat badan

Usia (tahun) Berat badan (kg) n %

13-15 <46 7 46.7 ≥46 18 53.3 Total 15 100 16-18 <50 3 50 ≥50 3 50 Total 6 100 Rata-rata±SD 48.11±7.57

Berdasarkan Tabel 6, pada kategori usia 13-15 tahun sebagian besar responden (53.3%) memiliki berta badan ≥46 kg dan pada kategori usia 16-18 tahun terdapat nilai persentase yang seimbang (50%) antara berat badan <50 kg dan ≥50 kg dengan masing-masing jumlah responden sebanyak tiga orang. Dimana rata-rata berat badan adalah 48.1±7.57 kg.

Tinggi Badan

Hasil pengukuran penelitian dianalisis dengan menggunakan kategori AKG (2013). Pengkategorian tinggi badan dibagi menjadi dua, yaitu usia 13-15 tahun adalah 155 cm dan usia 16-18 tahun adalah 158 cm. Berikut Tabel 7 hasil pengukuran tinggi badan.

Tabel 7 Sebaran responden berdasarkan tinggi badan

Usia (Tahun) Berat Badan (kg) n %

13-15 <155 8 53.3 ≥155 7 46.7 Total 15 100 16-18 <158 3 50 ≥158 3 50 Total 6 100 Rata-rata±SD 154.5±5.89

Hasil menunjukkan bahwa tinggi badan responden berkisar antara 143.3-162.8 cm. Berdasarkan Tabel 7, pada usia 13-15 tahun sebagian besar responden (53.3%) memiliki tinggi badan <155 cm dengan jumlah responden sebanyak delapan orang dan pada usia 16-18 tahun terdapat persentase seimbang (50%) antara tinggi badan <158 cm dan ≥158. Rata-rata tinggi badan responden adalah 154.5±5.89 cm.

Status Gizi

Status gizi merupakan suatu kondisi yang dapat diukur dan dinilai dengan tujuan mengetahui kondisi seseorang atau sekelompok orang memiliki status gizi yang baik atau tidak baik (Riyadi 2003). Penelitian ini menggunakan pengukuran antropometri untuk menentukan status gizi. Data antropometri diolah dengan menggunakan rumus IMT/U. Hal ini sesuai dengan Riyadi (2003) yang menyatakan bahwa indikator IMT/U direkomendasikan sebagai indikator penentuan status gizi untuk remaja. Penentuan status gizi yang digunakan untuk usia 5-19 tahun mengacu pada referensi WHO (2007). Berikut Tabel 8 sebaran responden berdasarkan status gizi.

Tabel 8 Sebaran responden berdasarkan status gizi

Kategori status gizi n %

Normal 20 95.2

Gemuk 1 4.8

Total 21 100

Kategori status gizi didapatkan dari hasil perhitungan rumus IMT/U. Berdasarkan Tabel 8, sebagian besar responden (95.2%) memiliki status gizi yang normal dan hanya (4.8%) yang memiliki kategori status gizi gemuk. Menurut Rachmawati (2013) status gizi sangat mempengaruhi tingkat kebugaran jasmani seseorang, karena status gizi menyebabkan tingkat kesehatan seseorang menjadi baik.

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dikonsumsi sehingga

tidak menimbulkan penyakit, dan cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat (Notoatmojo 2003). Pengukuran pengetahuan gizi dilakukan dengan menggunakan instrument berbentuk pertanyaan pilihan dan berganda/Multiple choice test, instrument ini merupakan bentuk tes obyektif yang paling sering digunakan. Di dalam menyusun instrument diperlukan pilihan jawaban yang sudah tertera, sehingga responden hanya memilih jawaban yang menurutnya benar (Khomsan 2000).

Seluruh pertanyaan diberi skor dan kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu pengetahuan baik (>80%), pengetahuan sedang (60-80%), dan pengetahuan rendah (<60%) (Khomsan 2000). Berikut adalah Tabel 9 yang menyajikan data hasil sebaran responden menurut pengetahuan gizi.

Tabel 9 Sebaran responden berdasarkan hasil pengukuran pengetahuan gizi

Kategori Pengetahuan Gizi n %

Kurang (<60%) 2 9.5

Sedang (60-80%) 13 61.9

Baik (>80%) 6 28.6

Total 21 100

Berdasarkan Tabel 9, diketahui bahwa sebagian besar pengetahuan gizi responden dalam kategori sedang (61.9%), kemudian kategori baik (28.6%) dan terakhir adalah kategori kurang (9.5%). Didalam praktek penilaian, para responden diharuskan untuk mengisi jawaban dari 20 pertanyaan yang telah disajikan didalam sebuah kuesioner, kemudian dihitung berapa jawaban yang benar dan diberikan skor penilaian. Sebaran responden berdasarkan pertanyaan dilampirkan pada Lampiran 5.

Terdapat dua pertanyaan yang dijawab benar oleh seluruh reponden. Pertanyaan tentang pengertian makanan sehat yaitu mengandung zat gizi yang cukup dan higienis dan pertanyaan tentang salah satu contoh makanan sumber protein hewani yaitu ayam. Sedangkan, pertanyaan yang paling sedikit dijawab responden adalah pertanyaan tentang protein juga disebut sebagai zat apa yaitu zat pembangun (28.6%), salah satu contoh vitamin yang larut dalam air yaitu vitamin B (33.3%) dan terakhir adalah pertanyaan tentang sinar matahari pagi bermanfaat untuk menghasilkan vitamin apa yaitu vitamin D (33.3%).

Kesalahan-kesalahan responden dalam menjawab pertanyaan yang disajikan diduga karena adanya beberapa faktor, seperti pilihan jawaban yang tidak umum, ketidakpahaman responden tentang pertanyaan, dan kurangnya pengetahuan responden. Peningkatan pengetahuan gizi bisa dilakukan dengan program pendidikan gizi yang dilakukan oleh pemerintah. Program pendidikan gizi dapat memberikan pengaruh terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku anak terhadap kebiasaan makannya (Soekirman 2000). Hal lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan adalah aktif mengikuti perkembangan informasi tentang gizi khusus untuk olahragawan, misalnya memperoleh informasi dari media, seperti majalah, radio, siaran televisi, dan internet.

Konsumsi Pangan

Pola konsumsi makan adalah susunan makanan yang merupakan suatu kebiasaan yang dimakan seseorang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rata-rata per orang per hari yang umum dikonsumsi dimakan penduduk dalam jangka waktu tertentu (Suhardjo 1989). Hardinsyah dan Martianto (1992) menyatakan konsumsi pangan diperlukan untuk mencukupi kebutuhan fisiologis tubuh akan sejumlah zat gizi agar dapat hidup sehat dan dapat mempertahankan kesehatan. Kelebihan konsumsi pangan yang tidak diimbangi dengan pengeluaran energi yang mencukupi dapat mengakibatkan timbulnya gizi lebih. Oleh sebab itu, setiap orang harus mengonsumsi sejumlah makanan yang sesuai dengan kecukupan berdasarkan usia, ukuran tubuh, serta aktivitasnya.

Kebiasaan Makan dan Minum

Kebiasaan makan dan minum adalah cara seseorang atau sekelompok orang dalam memilih pangan dan minum apa yang dikonsumsi sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, sosial, dan budaya (Suhardjo 1989). Pertumbuhan remaja, meningkatkan partisipasi dalam kehidupan sosial dan aktivitas remaja, sehingga dapat menimbulkan dampak terhadap apa yang dimakan. Remaja mulai dapat membeli dan mempersiapkan makanan untuk mereka sendiri dan biasanya remaja lebih suka makanan dan minuman serba instant yang berasal dari luar rumah seperti fast food dan soft drink (Santrock 2003). Tabel yang meyajikan data responden berdasarkan kebiasaan makan dan minum dapat dilihat pada Lampiran 6.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden (95.23%) melakukan sarapan dan hanya 4.76% yang tidak sarapan. Hal ini disebabkan, responden tidak suka sarapan karena merasakan perut yang tidak enak setelah sarapan. Frekuensi sarapan pagi responden juga cukup baik karena (80%) responden selalu sarapan pagi dan hanya (20%) responden yang tidak sering sarapan pagi. Menurut Sharlin & Edelstein (2011) remaja putri merupakan kelompok umur yang paling sering melewatkan sarapan pagi. Menu sarapan yang paling banyak dikonsumsi responden (45%) terdiri nasi, lauk hewani atau lauk nabati dan sayur, lalu sekitar (25%) responden mengonsumsi nasi dan lauk, kemudian sekitar (20%) responden mengonsumsi roti pada saat sarapan dan hanya (10%) responden mengonsumsi susu untuk sarapan. Khomsan (2002) menyatakan bahwa sarapan yang sehat seharusnya mengandung unsur empat sehat lima sempurna untuk persiapan menghadapi segala aktivitas pada hari tersebut. Kemudian manfaat sarapan sangat penting bagi seorang siswa sekolah. Khomsan (2004) menyatakan sarapan pagi bermanfaat untuk meningkatkan konsentrasi belajar dan memudahkan penyerapan pelajaran sehingga berdampak pada prestasi belajar siswa yang lebih baik.

Disamping menu sarapan, konsumsi minuman juga menjadi hal yang diperhatikan dalam penelitian ini. Sebagian besar responden (60%) mengonsumsi air putih pada saat sarapan, kemudian (25%) mengonsumsi susu dan (15%) mengonsumsi teh manis. Konsumsi jenis makanan dan minuman ini sudah merupakan suatu pola, dimana para responden mendapatkan dukungan dari orang tua mereka, sehingga mereka memakan apa yang telah disediakan.

Berdasarkan hasil penelitian, seluruh responden selalu mengonsumsi makan siang (100%), dengan menu makanan yang beragam. Sebanyak (71.43%) responden mengonsumsi menu makan siang yang terdiri dari nasi, lauk hewani atau nabati dan sayur, (19.05%) responden mengonsumsi mie instan dan hanya (9.52%) responden mengonsumsi makanan yang terdiri dari nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah. Berdasarkan hasil wawancara, sebanyak (80.95%) responden selalu membawa bekal dari rumah untuk dikonsumsi saat jam makan siang, sedangkan (19.05%) responden mengaku tidak membawa bekal dari rumah, sehingga membeli makanan yang terdapat dikantin sekolah.

Pada saat malam hari, seluruh responden (100%) mengonsumsi makan malam, hanya saja yang membedakan adalah frekuensi para responden mengonsumsi makan malam. Frekuensi responden berbeda-beda, (90.48%) responden sering mengonsumsi makan malam dan hanya (9.52%) yang tidak sering mengonsumsi makan malam. Berdasarkan penelitian, responden sengaja tidak mengonsumsi makan malam karena malas, lelah dan tidak adanya nafsu makan setelah seharian berkegiatan. Menurut Arisman (2004), kelompok remaja memiliki frekuensi makan utama yang tidak teratur. Kelompok remaja sering melewatkan waktu makan karena aktivitas yang dimilikinya sehari-hari.

Menu makan malam yang paling banyak dikonsumsi responden (71.43%) adalah nasi, lauk hewani atau nabati dan sayur. Kemudian sebanyak (14.29%) responden mengonsumsi nasi; lauk hewani; lauk nabati; sayur; dan buah, dan sisanya (14.29%) mengonsumsi makanan yang terdiri dari nasi dan lauk hewani. Jika dibandingkan dengan susunan menu makan siang, susunan menu makan malam responden lebih baik, hal ini disebabkan responden mengonsumsi makanan di rumah dan lebih mendapatkan perhatian dari orang tua.

Kebiasaan konsumsi makanan disela-sela waktu makan utama juga dilakukan para responden. Seluruh responden (100%) mengaku selalu mengonsumsi makanan disela-sela waktu makan utama. Terdapat (95.24%) responden yang mengonsumsi makanan ringan pada pukul 10.00 WIB dan (4.76%) responden yang mengonsumsi pukul 14.00 WIB. Perbedaan kebiasaan konsumsi makanan selingan ini terdapat pada frekuensi konsumsi makanan, dimana terdapat (71.42%) responden mengaku sering mengonsumsi makanan dan (28.57%) responden mengau tidak sering mengonsumsi makanan. Seluruh responden mengaku membeli makanan berasal dari lingkungan disekitar sekolah. Jenis-jenis makanan tersebut antara lain makaroni panggang, lumpia basah, bihun goreng, gorengan, cilok, pempek, keripik singkong, wafer, biskuit, ciki, donat, pop ice, es teh, dan es susu.

Setiap responden memiliki kesukaan terhadap pengolahan makanan masing-masing, sebanyak (71.43%) responden menyukai pengolahan makanan yang digoreng, (19.05%) responden yang menyukai pengolahan makanan yang direbus, dan hanya (9.52%) responden yang menyukai pengolahan makanan yang dikukus. Keseluruhan responden (100%) mengaku selalu membeli makanan dan minuman di sekitar lingkungan sekolah, terutama di Kantin Sekolah. Kemudian, seluruh responden (100%) memiliki makanan dan minuman pantangan atau yang tidak boleh dikonsumsi, yaitu minuman dingin (es), makanan pedas, dan minum berkarbonasi. Para responden mengaku larangan ini merupakan peraturan yang berasal dari pelatih dan tidak mengetahui alasan yang pasti terhadap larangan ini.

Selain memiliki makanan dan minuman pantangan, para responden juga memiliki hal yang wajib untuk dikonsumsi. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, seluruh responden (100%) mengonsumsi suplemen. Suplemen tersebut berasal dari sekolah yang diberikan secara gratis kepada responden dengan merk Armovit yang berisi royal jelly 6 mg, vitamin A 5000 iu, vitamin C 150 mg, vitamin E 10 mg, vitamin D 400 iu, vitamin B1 5 mg, vitamin B2 5 mg, vitamin B6 10 mg dan vitamin B12 5 mcg yang berindikasi dapat meningkatkan energi dan stamina. Hanya saja, terdapat (14.29%) responden yang mengonsumsi suplemen tambahan diluar dari suplemen yang diberikan dengan merk Enervon-C, sakatonik, dan neurobion.Waktu mengonsumsi suplemen pada responden juga berbeda-beda. Terdapat (85.71%) responden yang mengonsumsi setiap hari dan hanya (14.29%) responden yang mengonsumsi saat pertandingan saja. Perbedaan ini terjadi karena adanya perbedaan kelas antara responden. Responden yang meminum suplemen hanya pada saat pertandingan merupakan senior yang terdapat didalam tim, sedangkan responden lainnya masuk kedalam kelas junior.

Jumlah air yang dikonsumi perhari responden juga dapat dilihat pada lampiran 6. Sebanyak (95.24%) responden mengonsumsi air ≥8 gelas per hari dan (4.76%) responden mengonsumsi air tujuh gelas per hari. Irawan (2007) menyatakan konsumsi antara 8-10 gelas (1gelas=240 ml) dijadikan sebagai pedoman dalam pemenuhan kebutuhan cairan 1 gelas per harinya. Sebanyak (57.14%) responden memilih mengonsumsi susu selain air mineral didalam keseharian, kemudian terdapat (28.57%) responden mengonsumsi teh, (9.52%) responden mengonsumsi jus buah dan (4.76%) mengonsumsi pop ice. Selanjutnya, kebiasaan responden membawa air mineral ke Sekolah juga diteliti dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian yang ada, terdapat (21.42%) responden membawa air mineral dan hanya (28.57%) responden yang tidak membawa air. Jumlah air yang dibawa responden berbeda-beda, yaitu 500 ml; 600 ml; dan 750 ml. Berdasarkan hasil wawancara, alasan responden tidak membawa air adalah malas dan berat karena sudah terlalu banyak yang dibawa, sehingga lebih memilih untuk membeli air mineral kemasan botol.

Kebiasaan minum juga diteliti dari aktivitas minum ketika bangun tidur, sebelum makan, saat makan, dan sesudah makan. Berdasarkan Lampiran 6, terdapat (57.14%) responden minum ketika bangun tidur dan hanya (42.86%) yang tidak minum ketika bangun tidur. Menurut Depkes (2002) atlet disarankan untuk mengonsumsi air minum sebanyak 500 mL air putih setelah bangun pagi.Selanjutnya, terdapat (52.38%) responden yang selalu minum sebelum makan dan (47.62%) responden yang tidak melakukan kebiasaan itu. Lalu, seluruh responden (100%) selalu minum setelah makan.

Kebiasaan Makan dan Minum Sebelum dan Sesudah Latihan/Pertandingan

Makanan menjelang latihan/pertandingan memiliki peranan kecil dalam menyediakan energi, tetapi perlu diberikan untuk menghindari rasa lapar dan kelemahan. Atlet disarankan mengonsumsi makanan tinggi karbohidrat 2-4 jam sebelum mengikuti latihan/pertandingan untuk meningkatkan cadangan glikogen. Atlet sebaiknya memiliki makanan yang familiar dan mudah dicerna (Depkes 2002). Hal ini didukung Irianto (2007) bahwa makanan menjelang pertandingan hanya berperan kecil dalam menyediakan energi, tetapi perlu diberikan untuk

menghindarkan rasa lapar dan kelemahan. Berikut Tabel 10 kebiasaan makan dan minum sebelum dan sesudah latihan/pertandingan.

Tabel 10 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan makan dan minum sebelum sesudah latihan/pertandingan

No Pertanyaan Sebelum Setelah n % n % 1 Rentang waktu konsumsi makanan

0-2 jam 2-3 jam 18 3 85.71 14.29 15 6 71.42 28.57 2 Jenis makanan yang dikonsumsi

Makanan ringan Makanan berat 11 10 52.38 47.62 0 21 0 100 3 Rentang waktu konsumsi minuman

0-1 jam 1-2 jam 1 20 4.76 95.24 21 0 100 0 4 Jenis minuman yang dikonsumsi

Air putih 21 100 21 100

5 Rata-rata jumlah konsumsi air 246 mL 369 mL 21 0 100 0 0 21 0 100 6 Jenis makanan/minuman yang harus

dikonsumsi Ada Tidak Ada 1 20 4.76 95.24 0 21 0 100 7 Makanan/minuman yang dihindari

Ada 21 100 21 100

Pada periode sebelum latihan/pertandingan, sebagian besar responden (85.71%) memiliki rentang waktu makan 0-2 jam dan (14.29%) responden memiliki rentang waktu 2-3 jam.Menurut Depkes (2002) sebaiknya atlet memberi waktu cukup makanan untuk dicerna. Makanan tinggi kalori memakan waktu lebih lama meninggalkan perut daripada camilan ringan. Patokan umum untuk diperhatikan 3-4 jam untuk makan besar dicerna; 2-3 jam untuk porsi lebih kecil; 1-2 jam untuk makanan halus atau cair; dan <1 jam untuk sedikit camilan. Pada periode setelah latihan/pertandingan (71.42%) responden memiliki rentang waktu makan 0-2 dan (28.57%) responden memiliki rentang waktu makan 2-3 jam.

Jenis makanan yang dikonsumsi responden sebelum latihan/pertandingan adalah makanan ringan (52.38%) responden dan makanan berat (47.62%) responden. Makanan berat yang dikonsumsi berupa nasi, lauk hewani atau lauk nabati dan sayur, sedangkan untuk makanan ringan responden memilih biskuit. Depkes (2002) menyatakan selama latihan dengan intensitas rendah, darah mengalir ke perut 60-70% dari biasanya, dan makanan camilan pun masih dapat dilakukan. Pada periode setelah latihan/pertandingan, seluruh responden (100%) mengonsumsi makanan berat. Sebanyak (57.14%) responden mengonsumsi nasi, lauk hewani atau lauk nabati, sayur, susu, air mineral dan sebanyak (42.86%) responden mengonsumsi nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, susu, air mineral. Menurut Depkes (2002) yang menyatakan syarat-syarat pengaturan makan dan

minum yang harus dikonsumsi atlet setelah masa latihan/pertandingan adalah cukup energi, tinggi karbohidrat (60-70%), vitamin dan mineral, cukup protein, dan rendah lemak.

Rentang konsumsi minuman responden bermacam-macam, pada periode sebelum latihan/pertandingan, (95.24%) respoden memiliki rentang waktu 1-2 jam dan sebanyak (4.76%) responden dengan rentang 0-1 jam. Pada periode setelah latihan/pertandingan, seluruh responden (100%) memiliki rentang waktu konsumsi air 0-2 jam. Jenis minuman yang dipilih responden di kedua priode adalah air putih. Menurut Depkes (2002) atlet wajib mengonsumsi cairan agar tidak kekurangan zat cair, porsi yang dikonsumsi adalah 500 ml air putih pada malam hari sebelum latihan/pertandingan; 500 ml setelah bangun pagi, 500-600 ml 2-3 jam sebelum latihan/pertandingan dan 200-300 ml 15 menit sebelum latihan olahraga. Rata-rata jumlah air yang dikonsumsi pada periode sebelum latihan/pertandingan adalah 246 mL, sedangkan pada periode setelah latihan/pertandingan adalah 369 mL.

Menurut Depkes (2002) salah satu syarat pengaturan makanan dan minuman setelah masa latihan/pertandingan adalah banyak mengonsumsi cairan. Makanan dan minuman yang dihindari sebelum dan sesudah latihan/pertandingan berlangsung seluruh responden (100%) minuman dingin (es), makanan pedas, dan minuman berkarbonasi. Hal ini merupakan larangan dan peraturan yang diberikan oleh pelatih kepada semua anggota tim futsal.

Kebiasaan Makan dan Minum Saat latihan

Kebiasaan makan dan minum saat pertandingan merupakan kebiasaan yang dimiliki oleh setiap responden futsal dan merupakan hal yang penting mengingat waktu pertandingan yang lama. Irianto (2006) menyatakan pada saat pertandingan sebaiknya atlet mengonsumsi makanan yang mengandung cukup karbohidrat, cairan, dan elektrolit untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh, dan tidak menyebabkan gangguan pencernaan. Hal ini didukung (Depkes 2002) yang menyatakan bahwa makanan dan cairan yang cukup untuk memenuhi energi dan zat gizi agar cadangan glikogen tetap terpelihara. Berikut adalah Tabel 11 kebiasaan makan dan minum responden saat latihan/pertandingan.

Tabel 11 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan makan dan minum saat latihan/pertandingan

No Kebiasaan Makan dan Minum Saat latihan/Pertandingan n % 1 Ada makanan dan minuman yang dihindari selama

latihan/pertandingan

21 100 2 Jenis minuman saat latihan/pertandingan

Air putih 21 100

3 Setiap berapa kali konsumsi air saat latihan 10-15 menit sekali

Setiap 30 menit sekali Saat merasa haus

14 1 6 66.67 4.76 28.57 4 Rata-rata jumlah air yang dikonsumsi saat latihan

660 mL 21 100

5 Jenis makanan yang dikonsumsi saat latihan

Berdasarkan Tabel 11, seluruh responden (100%) menyatakan terdapat makanan dan minuman yang dihindari selama latihan berlangsung, yaitu minuman dingin (es), makanan pedas dan minuman berkarbonasi, sehingga seluruh responden (100%) mengonsumsi air putih selama latihan berlangsung. Jenis minuman yang dipilih seluruh responden (100%) adalah air putih, dimana frekuensi konsumsi air minuman setiap responden berbeda. Sebanyak (66.67%) responden mengonsumsi air minum 10-15 menit, (28.57%) responden mengonsumsi air minum saat merasa haus dan (4.76%) responden mengonsumsi air setiap 30 menit sekali dengan rata-rata air 660 mL. Pola minum yang terdapat pada responden sudah sesuai dengan pernyataan Depkes (2002), bahwa sebaiknya disaat masa latihan/pertandingan berlangsung para atlet harus diberikan cairan yang cukup dan sebaiknya diberikan cairan gula dengan konsentrasi rendah. Hal ini bertujuan untuk memenuhi energi dan zat gizi agar cadangan glikogen tetap terpelihara.

Seluruh responden (100%) tidak mengonsumsi makanan saat latihan berlangsung. Hal ini disebabkan tidak adanya perintah dari pelatih dan keadaan yang membiasakan para responden untuk tidak makan, seperti waktu istirahat yang hanya sebentar ±5 menit disela-sela latihan, sehingga waktu hanya cukup untuk konsumsi air minum. Menurut Depkes (2002) selama masa latihan/pertandingan tidak menjadi masalah ketika atlet diberikan makanan dengan pedoman, yaitu cukup gizi sesuai dengan kebutuhan, protein cukup 10-12%, lemak 1-20%, karbohidrat 68-70% dari total kalori, banyak mengandung vitamin, mudah dicerna, tidak bergas dan berserat, serta tidak merangsang (pedas, asam).

Sebanyak (57.14%) responden haus/kerongkongan kering saat latihan/pertandingan, (14.29%) responden lemas/lelah dan (9.52%) responden berdebar-debar tanpa sebab; tubuh merasa panas; dan tidak merasakan apa-apa. Gejala-gejala khas pada dehidrasi primer ialah haus, air liur sedikit sekali sehingga mulut kering, oliguria, sangat lemah, timbulnya gangguan mental seperti halusinasi dan delirium. Kematian akan terjadi bila orang kehilangan air ±15% atau 22% dari dalam tubuh (Irawan 2007). Dehidrasi sekunder terjadi apabila tubuh kehilangan cairan yang mengandung elektrolit. Gejala yang terjadi adalah mual, muntah, kejangan, sakit kepala, perasaan lesu dan lelah (Irawan 2007).

Tingkat Kecukupan Gizi

Kecukupan gizi adalah rata-rata asupan gizi harian yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi hampir semua orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin, dan fisiologis tertentu. Nilai asupan harian zat gizi yang diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan gizi mencakup 50% orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin dan fisiologis tertentu disebut dengan kebutuhan gizi (Hardinsyah dan Tampubolon 2004).

Menurut permenkes RI nomor 75 tahun 2013, tentang Angka Kecukupan

Dokumen terkait