• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Tingkat Risiko Pembiayaan

Perhitungan tingkat risiko pembiayaan menggunakan model CreditRisk+

dimana jumlah debitur dikelompokkan ke dalam band sesuai besaran eksposurnya. Besarnya band disesuaikan dengan portofolio pembiayaan BJB Syariah. Band akan dibagi menjadi 6 selang kelas yaitu band 1 (Rp10-200 juta), band 2 (> Rp200-400 juta), band 3 (> Rp400-600 juta), band 4 (> Rp600-800 juta), band 5 (> Rp800-1,000 juta) dan band 6 (> Rp1-25 miliar). Dari setiap band akan direkap data NPF periode 2012-2014 seperti pada Tabel 11.

Tabel 11. Exposure at default (EAD) RpJuta

2012 2013 2014 10 juta - 200 juta 540 326 902 > 200 juta - 400 juta 893 770 1,646 > 400 juta - 600 juta - 900 1,077 > 600 juta - 800 juta - - 1,350 > 800 juta - 1,000 juta - 800 ->1 miliar - 25 miliar 1,000 12,500 27,950 2,433 15,296 32,925 Band TOTAL

Sumber (Data primer diolah 2015)

Berdasarkan Tabel 11 di atas terlihat EAD tertinggi diperoleh tahun 2014, dimana sebaran tertinggi pada band 6. Hal ini dikarenakan band tersebut memiliki rentang terbesar. Sampai saat ini NPF terbesar berasal dari pembiayaan dengan eksposur > Rp10,000 juta atau segmentasi pembiayaan komersial dan korporasi. Selanjutnya dilakukan perhitungan default rates yaitu peristiwa terjadinya default

pada setiap debitur. Default rates merupakan perbandingan jumlah EAD terhadap

loss given band. Pada Tabel 12 dan 13 disajikan hasil perhitungan default rates dan

default rate volatility.

Tabel 12. Default rates 0/00

2012 2013 2014 10 juta - 200 juta 2.700 1.629 4.508 > 200 juta - 400 juta 2.233 1.925 4.116 > 400 juta - 600 juta - 1.500 1.795 > 600 juta - 800 juta - - 1.688 > 800 juta - 1,000 juta - 0.800 ->1 miliar - 25 miliar 0.040 0.500 1.118 Band

Tabel 13. Default rate volatility 0/00 2012 2013 2014 10 juta - 200 juta 1.643 1.276 2.123 > 200 juta - 400 juta 1.494 1.387 2.029 > 400 juta - 600 juta - 1.225 1.340 > 600 juta - 800 juta - - 1.299 > 800 juta - 1,000 juta - 0.894 ->1 miliar - 25 miliar 0.200 0.707 1.057 Band

Sumber (Data primer diolah 2015)

Setelah mendapatkan hasil perhitungan default rates, maka perlu dilakukan perhitungan volatility atau standar deviasi dari default rates. Default rates volatility

adalah akar dari rata-rata default per tahun. Saat peristiwa default maka BJB Syariah akan mendapatkan kerugian sebesar jumlah yang dipinjamkan kepada debitur dikurangi dengan recovery. Pada Tabel 14 akan disajikan hasil perhitungan recovery rate pada setiap band.

Tabel 14. Recovery rate (RR) RpJuta

2012 2013 2014 10 juta - 200 juta 141.210 85.182 235.789 > 200 juta - 400 juta 233.590 201.355 430.511 > 400 juta - 600 juta - 235.350 281.636 > 600 juta - 800 juta - - 353.025 > 800 juta - 1,000 juta - 209.200 ->1 miliar - 25 miliar 261.500 3,268.750 7,308.925 Band

Sumber (Data primer diolah 2015)

Asumsi Recovery Rate (RR) pada penelitan ini berdasarkan data RR BJB Syariah periode 2012-2014 yaitu 26.15%. Recovery berasal dari penjualan agunan debitur dan pendapatan angsuran dari debitur dengan status hapus buku. Secara keseluruhan RR terus mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir, dimana hal ini sesuai dengan tren peningkatan EAD. Makin besar RR menunjukkan keberhasilan unit kerja Remedial dalam melakukan penagihan atas pembiayaan hapus buku dan melakukan penjualan agunan dengan optimal. Tingkat kerugian yang diakibatkan oleh peristiwa default disesuaikan dengan RR, sehingga akan mendapatkan nilai Loss Given Default (LGD). Besarnya RR diasumsikan sebesar 26,15% sehingga LGD menjadi (1-26.15% = 73,85%). LGD dapat dilihat pada Tabel 15 di bawah ini.

Tabel 15. Loss Given Default (LGD) RpJuta

2012 2013 2014 10 juta - 200 juta 398.790 240.560 665.891 > 200 juta - 400 juta 659.680 568.645 1,215.802 > 400 juta - 600 juta - 664.650 795.365 > 600 juta - 800 juta - - 996.975 > 800 juta - 1,000 juta - 590.800 ->1 miliar - 25 miliar 738.500 9,231.250 20,641.075 Band

3

Setelah diperoleh data LGD maka CreditRisk+ akan menghitung Probability of Default (PD) melalui Poisson Model. Dalam CreditRisk+, setiap pembiayaan dianggap memiliki PD yang kecil, bersifat random dan independent terhadap pembiayaan lain, maka frekuensi dari default harus dimodelkan dengan Poisson Distribution. PD digunakan untuk mencari potensi kerugian atau distribution of losses pada BJB Syariah. Distribution of losses terdiri dari Expected Loss (EL) dan

Unexpected Loss (UL). Potensi kerugian sektor pembiayaan BJB Syariah tahun 2012-2014 dapat dilihat pada Tabel 16-18 berikut ini.

Tabel 16. Potensi kerugian tahun 2012 Rp

Band n PD LGD EL UL 1 2 0.244964 1,993,950 797,580,000 6 2,392,740,000 2 2 0.267276 1,649,199 1,319,359,201 5 3,298,398,002 3 4 5 6 1 0.0384316 29,540 738,500,000 738,500,000 3,672,689 2,855,439,201 6,429,638,002

Sumber (Data primer diolah 2015)

Berdasarkan Tabel 16 terlihat bahwa band 1 (Rp10-200 juta), band 2 (> Rp200-400 juta) dan band 6 (> Rp1-25 miliar) terdapat pembiayaan dengan status tidak lancar (NPF). Pada tahun 2012 terlihat bahwa kelompok eksposur pembiayaan band 3 (> Rp400-600 juta), band 4 (> Rp600-800 juta) dan band 5 (>Rp800-1,000 juta) memiliki risiko pembiayaan lebih rendah dibandingkan band lainnya, namun hal tersebut bisa berubah pada tahun yang berbeda. LGD diperoleh setelah dibagi oleh nilai pada setiap band. Pada tahun 2012 Expected Loss (EL) atau kerugian yang dapat diperkirakan sebesar Rp2,855,439,201,- atau 44.41% dari potensi kerugian pembiayaan yaitu Unexpected Loss (UL). UL merupakan potensi kerugian maksimum dari sektor pembiayaan, yaitu Rp6,429,638,002,- atau 0.28% dari total eksposur pembiayaan tahun 2012. Potensi kerugian tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Potensi kerugian tahun 2013 Rp Band n PD LGD EL UL 1 1 0.3195244 1,202,802 240,560,467 4 962,241,868 2 1 0.2808108 1,421,613 568,645,000 4 2,274,580,000 3 1 0.3346952 1,107,750 664,650,000 4 2,658,600,000 4 5 1 0.3594632 590,800 590,800,000 1 590,800,000 6 1 0.3032653 369,250 9,231,250,000 2 18,462,500,000 3,489,413 11,055,345,000 24,948,721,868

Sumber (Data primer diolah 2015)

Berdasarkan tabel 16 terlihat bahwa pada band 1 (Rp10-200 juta), band 2 (> Rp200-400 juta), band 3 (> Rp400-600 juta), band 5 (> Rp800-1,000 juta) dan band 6 (> Rp1-25 miliar) terdapat pembiayaan dengan status tidak lancar atau (NPF). Pada tahun 2013 terlihat bahwa kelompok eksposur pembiayaan band 4 (> Rp600-800 juta) memiliki risiko kredit atau pembiayaan yang lebih rendah dibandingkan band

lainnya namun hal tersebut bisa berubah pada tahun yang berbeda. Pada tahun 2013 EL atau kerugian yang dapat diperkirakan terjadi adalah Rp11,055,345,000,- atau 44.31% dari potensi kerugian pembiayaan yaitu UL. UL merupakan potensi kerugian maksimum dari sektor pembiayaan ini Rp24,968,721,868,- atau 0.92% dari total eksposur pembiayaan tahun 2013. Selanjutnya potensi kerugian pada tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Potensi kerugian tahun 2014 Rp

Band n PD LGD EL UL 1 4 0.1896292 3,329,454 2,663,563,361.02 8 5,327,126,722 2 4 0.1950459 3,039,505 4,863,208,646 8 9,726,417,293 3 1 0.2981988 1,325,608 795,364,500 4 3,181,458,000 4 1 0.3121561 1,246,219 996,975,000 4 3,987,900,000 5 6 1 0.3655111 825,643 20,641,075,000 3 61,923,225,000 6,436,975 27,296,623,146 84,146,127,015

Sumber (Data primer diolah 2015)

Berdasarkan tabel 16 di atas terlihat bahwa pada band 1 (Rp10-200 juta), band

2 (> Rp200-400 juta), band 3 (> Rp400-600 juta), band 4 (> Rp600-800 juta) dan

5

Pada tahun 2014 terlihat bahwa kelompok eksposur pembiayaan band 5 (> Rp800-1,000 juta) memiliki risiko kredit atau pembiayaan yang lebih rendah dibandingkan

band lainnya namun hal tersebut bisa berubah pada tahun yang berbeda. Pada tahun 2014 EL atau kerugian yang dapat diperkirakan terjadi sebesar Rp27,296,623,146,- atau 32.44% dari potensi kerugian pembiayaan yaitu UL. UL merupakan potensi kerugian maksimum dari sektor pembiayaan ini Rp84,146,127,015,- atau 3.10% dari total eksposur pembiayaan tahun 2014.

Uji Hipotesis

Berdasarkan hipotesis yang telah disusun dalam penelitian ini maka hasil uji hipotesis 1 dan 2 dapat terlihat pada Tabel 19 dan 20. Uji hipotesis 1 strategi manajemen risiko pembiayaan yang digunakan antara lain:

Ho : PPAP dapat menutupi nilai kerugian risiko pembiayaan. H1 : PPAP tidak dapat menutupi nilai kerugian risiko pembiayan

Hipotesis diterima atau gagal tolak Ho dikarenakan nilai PPAP periode 2012-2014 > Expected Loss. Hal ini berarti walaupun terjadi peningkatan NPF dalam tiga tahun terakhir, namun BJB Syariah mampu melakukan pengendalian risiko pembiayaan dengan cara melakukan pencadangan pada tingkat yang relatif aman.

Tabel 19. Uji Hipotesis 1 (PPAP) RpJuta

Expected Loss Penyisihan Pencadangan Uji

Aktiva Produktif Hipotesis

2012 2,855 16,423 Hipotesis diterima

2013 11,055 24,368 Hipotesis diterima

2014 27,297 31,708 Hipotesis diterima

Tahun

Sumber (Data primer diolah 2015)

Uji hipotesis 2 strategi manajemen risiko pembiayaan antara lain: Ho : Model internal lebih efisien dalam penentuan KPMM.

H1 : Model standar dari regulator lebih efisien dalam penentuan KPMM. Hipotesis diterima atau gagal tolak Ho dikarenakan penentuan KPMM menggunakan model standar > model internal, sehingga model internal terbukti lebih efisien. Pada tahun 2014 terdapat Rp133,012 juta surplus modal jika penentuan KPMM bank menggunakan model internal. Surplus modal tersebut dapat digunakan oleh manajemen BJB Syariah untuk melakukan ekspansi usaha.

Tabel 20. Uji Hipotesis 2 (KPMM) RpJuta

Model Model Uji

Standar Internal Hipotesis

2012 185,894 6,430 Hipotesis diterima

2013 217,832 29,949 Hipotesis diterima

2014 217,158 84,146 Hipotesis diterima

Tahun

Setelah dilakukan evaluasi tingkat risiko pembiayaan dengan CreditRisk+ maka perlu dilakukan uji validitas. Hal ini penting untuk memastikan model pengukuran risiko dapat digunakan untuk memprediksi tingkat risiko pembiayaan. Pengujian validitas model dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran data actual default dengan Value at Risk (VaR), yaitu data UL. Berdasarkan hasil perbandingan kedua nilai tersebut tidak ada nominal actual default yang melebihi VaR. Hasil uji validitas dapat dilihat pada Gambar 6.

2012 2013 2014

Actual Default (Rp Juta) 2,433 15,296 32,925

VaR (Rp Juta) 6,430 24,949 84,146 0 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 70,000 80,000 90,000 Rp. Ju ta

Perbandingan Actual Default dan VaR

Gambar 6. Perbandingan Actual Default dan VaR Sumber: Data Primer Diolah (2015)

Berdasarkan uji validitas pada Gambar 6 terlihat selama periode waktu pengamatan 2012-2014 tidak ada actual default > VaR. Hal ini berarti pada skala kepercayaan 99% model CreditRisk+ yang digunakan dalam penelitian ini masih layak. Selanjutnya backtesting perlu dilakukan dengan membandingkan Likelihood Ratio (LR) terhadap Critical Value (CV). CV diperoleh dari tabel Chi Square (α = 5%, df= 1) adalah 3.841. Karena hasil perhitungan LR (0.873) < CV (3.841), maka model CreditRisk+ masih layak digunakan sebagai pengukuran risiko pembiayaan.

Analisis Faktor Internal dan Eksternal

Setelah dilakukan evaluasi tingkat risiko pembiayaan Bank menggunakan

CreditRisk+. Selanjutnya perlu diketahui strategi yang tepat untuk memitigasi risiko pembiayaan yang dihadapi oleh BJB Syariah. Hal ini dikarenakan CreditRisk+ tidak memperhitungkan mitigasi risiko (Crouchy, Galai dan Mark 2001). Tahap pertama dalam analisa perumusan strategi yaitu analisa internal guna mengetahui faktor internal yang menjadi peluang dan ancaman bagi perusahaan dan analisa faktor eksternal guna mengetahui kekuatan dan kelemahan. Pengambilan data melalui pengisian kuesioner oleh para praktisi BJB Syariah maupun praktisi perbankan syariah. Hasil pengisian kuesioner akan dianalisa menggunakan matriks IFE dan EFE sebagai salah satu dasar penentuan strategi pengelolaan pembiayaan di BJB Syariah.

7

Berdasarkan hasil pengolahan data analisis internal dan eksternal maka diperoleh skor untuk faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Skor untuk faktor kekuatan adalah 1.69 dan faktor kelemahan adalah 1.43 sehingga jumlah skor keseluruhan untuk faktor internal adalah 3.12. Skor tersebut menunjukkan posisi internal termasuk dalam kategori sedang. Sementara itu skor untuk faktor peluang adalah 1.38 dan faktor ancaman adalah 1.56 sehingga jumlah skor keseluruhan untuk faktor eksternal adalah 2.96. Skor tersebut menunjukkan posisi eksternal termasuk dalam kategori sedang. Matriks IFE dan EFE dapat dilihat pada Tabel 21 dan 22.

Tabel 21. Matriks IFE pembiayaan BJB Syariah

No. Faktor Internal Bobot

(a) Peringkat (b) Nilai tertimbang (a x b) Kekuatan

1 Pengalaman BJB Syariah dalam menyalurkan pembiayaan.

0.10 3.40 0.32

2 Adanya satuan kerja manajemen risiko dan komite pemantau risiko.

0.11 3.80 0.41

3 Sistem informasi manajemen risiko yang membantu dalam pengelolaan risiko kredit.

0.10 3.60 0.37

4 Pertumbuhan portofolio pembiayaan dari tahun ke tahun.

0.10 3.60 0.34

5 Tingkat margin pembiayaan yang ditetapkan cukup bersaing.

0.10 3.40 0.35

Sub Total 1.79

Kelemahan

6 Jumlah dan mutu sumberdaya manusia masih kurang guna menghadapi peningkatan pengajuan pembiayaan.

0.10 2.00 0.191

7 Tenor pinjaman yang lama (lebih dari 1 tahun). 0.09 1.80 0.16 8 Lemahnya proses monitoring pinjaman oleh

petugas Bank.

0.11 1.80 0.195

9 Persyaratan pembiayaan relatif longgar. 0.10 2.00 0.20 10 Pembiayaan yang terkonsentrasi pada industri

atau sektor tertentu.

0.10 1.80 0.18

Sub Total 0.93

Total 1.00 2.73

Sumber (Data primer diolah 2015)

Berdasarkan matriks IFE nampak bahwa faktor kekuatan lebih baik dari faktor kelemahan. Faktor kekuatan yang paling berpengaruh adalah adanya satuan kerja manajemen risiko dan komite pemantau risiko. Satuan kerja manajemen risiko merupakan salah satu divisi di bawah koordinasi Direktorat Kepatuhan yang bertugas menetapkan kebijakan dan prosedur terkait seluruh proses pembiayaan dan memastikan profil risiko berada dalam kisaran toleransi risiko. Satuan kerja

manajemen risiko juga berperan menetapkan limit portofolio bank secara keseluruhan atau terpisah tiap lini bisnis. Sementara itu komite pemantau risiko adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris dan berperan memberikan rekomendasi kepada dewan komisaris untuk memastikan seluruh kebijakan manajemen risiko dilaksanakan dengan baik. Sementara itu faktor kelemahan yang memiliki skor tertinggi adalah persyaratan pembiayaan relatif longgar. BJB Syariah perlu melakukan audit khusus terhadap persyaratan pembiayaan yang diberikan kepada debitur sehingga risiko pembiayaan dapat dikendalikan pada masa mendatang.

Tabel 22. Matriks EFE pembiayaan BJB Syariah

No. Faktor Eksternal Bobot

(a) Peringkat (b) Nilai tertimbang (a x b) Peluang

1 Relatif masih banyaknya UMKM dan non

UMKM yang belum memperoleh akses

pembiayaan dari Bank dan Lembaga

Keuangan.

0.14 3.40 0.47

2 Kebutuhan akan pembiayaan relatif tinggi. 0.16 3.80 0.59

3 Adanya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 membuka peluang BJB Syariah untuk menjalin kerjasama dengan lembaga keuangan wilayah Asean dalam hal penyediaan dan penyaluran dana.

0.15 3.40 0.50

Sub Total 1.56

Ancaman

4 Kenaikan suku bunga Bank Indonesia. 0.14 1.40 0.19

5 Kondisi usaha debitur. 0.18 2.20 0.39

6 Adanya persaingan dalam hal penyaluran pembiayaan untuk UMKM baik dari bank umum konvensional, bank syariah lain maupun BPR dan BPRS.

0.11 1.40 0.15

7 Kondisi perekonomian nasional seperti

ketatnya likuiditas, kenaikan inflasi dan perubahan kebijakan pemerintah maupun perekonomian global yang mempengaruhi kualitas penyediaan dana dan kecukupan penyediaan dana untuk masa yang akan datang.

0.14 1.80 0.25

Sub Total 0.98

Total 1.00 2.54

Sumber (Data primer diolah 2015)

Berdasarkan matriks EFE nampak bahwa faktor ancaman lebih baik dari faktor peluang. Faktor peluang yang memiliki skor tertinggi adalah kebutuhan pembiayaan relatif tinggi. Kebutuhan pembiayaan baik dari debitur lama atau baru selalu

9

meningkat seiring pengembangan usaha tiap debitur. Peluang untuk penyaluran pembiayaan cukup besar berasal dari UMKM wilayah Banten, DKI Jakarta hingga Jawa Barat. UMKM menarik perhatian BJB Syariah karena menawarkan marjin pembiayaan relatif tinggi. Sementara itu faktor ancaman yang memiliki skor tertinggi adalah kondisi usaha debitur. Kondisi usaha debitur selama pembiayaan berjalan harus selalu dimonitor dengan baik oleh petugas bank karena kondisi usaha debitur berkaitan langsung dengan pembayaran kewajiban tiap debitur kepada bank. Berdasarkan matriks IFE dan EFE maka perlu dilakukan tahap perumusan strategi menggunakan matrisk IE pada Gambar 7.

Skor Total IFE Kuat 4,0 Rataan 3,00 2,73 Lemah 2,0 1,0 Skor Total EFE 4,0

Tinggi Grow and Build I Grow and Build II Hold and Maintain III

3,00

Rataan 2.54

IV Grow and Build

V Hold and Maintain

VI Harvest & Divestiture 2,0 Rendah 1,0 VII Hold and Maintain

VIII Harvest & Divestiture IX Harvest & Divestiture Gambar 7. Matriks IE pembiayaan BJB Syariah

Pada Gambar 9 di atas terlihat bahwa posisi pembiayaan BJB Syariah terdapat pada kuadran V. Strategi yang dirumuskan kuadran V adalah Hold and Maintain. Strategi umum yang digunakan pada kuadran V diantaranya market penetration dan

product development. BJB Syariah perlu melakukan pengembangan inovasi produk pembiayaan bagi UMKM dan non UMKM agar dapat lebih kompetitif. Penetrasi pasar dapat dilakukan melalui kerjasama penyaluran pembiayaan antar Lembaga Keuangan (LK) seperti Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS), Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT).

Hipotesis terakhir yang diuji pada penelitian ini antara lain:

Ho : Faktor internal pengendalian manajemen risiko lebih penting. H1 : Faktor eksternal pengendalian manajemen risiko lebih penting

Hipotesis diterima atau gagal tolak Ho dikarenkan bahwa faktor internal (bobot 2.73) memiliki bobot lebih besar dari faktor eksternal (bobot 2.54). Hal ini berarti faktor internal pengendalian manajemen risiko pembiayaan lebih penting walaupun faktor eksternal juga masih berpengaruh, sehingga hipotesis penelitian diterima.

Analisis SWOT

Berdasarkan Matriks IFE dan EFE yang telah dibuat kemudian dirangkum dalam Matriks Strengths (kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Opportunities

(peluang) dan Threats (ancaman) (SWOT) untuk memberikan rumusan alternatif strategi yang sesuai bagi BJB Syariah. Analisis SWOT akan menghasilkan empat jenis strategi. Strategi pertama adalah SO (Strengths-Opportunities), yaitu peningkatan jumlah dan portofolio pembiayaan melalui inovasi produk pembiayaan dan kerjasama antara lembaga keuangan. Peningkatan jumlah dan portofolio pembiayaan yang sehat dapat memberikan keuntungan finansial karena menggantikan potensi pendapatan yang hilang dari pembiayaan bermasalah serta mempertahankan tingkat NPF.

Strategi kedua adalah WO (Weaknesses-Opportunities) melalui memperketat syarat pemberian kredit, dimana petugas bank harus memenuhi standar kompetensi dalam hal analisa risiko pembiayaan. Syarat pembiayaan yang ketat akan memastikan penyaluran pembiayaan telah diberikan kepada debitur dengan kualifikasi tinggi. Strategi ketiga adalah ST (Strengths-Threats) melalui penilaian risiko pembiayaan yang lebih komprehensif sehingga peramalan tingkat kesehatan bank pada masa mendatang dapat diprediksi. Divisi manajemen risiko dan komite pemantau risiko memiliki peran penting dalam merumuskan penilaian risiko yang lebih komprehensif. Strategi keempat adalah WT (Weaknesses-Threats) melalui penilaian kelayakan calon debitur. Penilaian kelayakan calon debitur dengan memperhatikan sektor usaha yang perlu dihindari oleh bank dan segmentasi pembiayaan dengan tingkat NPF relatif aman. Kelayakan calon debitur mengedepankan prinsip kehati-hatian berdasarkan faktor 5 C (Character, Capacity, Capital, Condition dan Collateral) sangat penting karena kemampuan bayar tiap debitur dapat diprediksi melalui faktor tersebut. Matriks SWOT selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 23.

11

Tabel 23. Matriks SWOT Pembiayaan BJB syariah

Strengths (Kekuatan) Weaknesses (Kelemahan)

FAKTOR INTERNAL

FAKTOR EKSTERNAL

1. Adanya satuan kerja manajemen risiko dan komite pemantau risiko. 2. Sistem informasi

manajemen risiko yang membantu dalam pengelolaan risiko kredit. 3. Tingkat margin

pembiayaan yang ditetapkan cukup bersaing.

4. Pertumbuhan portofolio pembiayaan dari tahun ke tahun. 5. Pengalaman BJB Syariah dalam menyalurkan pembiayaan. 1. Persyaratan pembiayaan relatif longgar. 2. Lemahnya proses monitoring pinjaman oleh petugas Bank.

3. Jumlah dan mutu

sumberdaya manusia masih kurang guna menghadapi peningkatan pengajuan pembiayaan.

4. Pembiayaan terkonsentrasi pada sektor usaha yang sempit.

5. Tenor pinjaman relatif lama.

Opportunities (Peluang) Strengths –Opportunities WeaknessesOpportunities

1. Kebutuhan akan pembiayaan relatif tinggi.

2. Adanya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 membuka peluang BJB Syariah untuk menjalin kerjasama dengan

lembaga keuangan wilayah ASEAN dalam hal penyediaan dan

penyaluran dana

3. Relatif masih banyaknya UMKM dan Non UMKM yang belum memperoleh akses pembiayaan dari Bank dan Lembaga Keuangan.

S1,S3,S4,S5,O1,O2,03

Peningkatan jumlah dan portofolio pembiayaan melalui inovasi produk pembiayaan dan kerjasama antar lembaga keuangan.

W1,W2, W3,W4,O1,O3

Memperketat syarat pemberian kredit, dimana petugas bank harus memenuhi standar kompetensi dalam hal analisa risiko pembiayaan.

Threats (Ancaman) StrengthsThreats Weaknesses - Threats

1. Kondisi usaha debitur.

2. Kondisi perekonomian nasional seperti ketatnya likuiditas, kenaikan inflasi dan perubahan kebijakan pemerintah maupun perekonomian global yang mempengaruhi kualitas penyediaan dana untuk masa mendatang.

3. Kenaikan suku bunga Bank Indonesia.

4. Adanya persaingan dalam hal penyaluran pembiayaan untuk UMKM baik dari Bank umum konvensional, Bank syariah lain maupun Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah.

S1,S2,S5,T2,T3,T4

Penilaian parameter risiko lebih komprehensif sehingga peramalan tingkat kesehatan bank pada masa mendatang dapat diprediksi.

W1,W4,W5,T1,T2

Penilaian kelayakan calon debitur dengan memperhatikan sektor usaha yang perlu dihindari oleh bank dan segmentasi pembiayaan dengan tingkat NPF relatif aman.

Strategi Pengendalian Risiko Pembiayaan

Penentuan strategi pengendalian risiko pembiayaan pada BJB Syariah membutuhkan analisis yang tepat melalui pertimbangan para ahli yang memiliki kompetensi dalam pengendalian risiko pembiayaan. Pertimbangan para ahli yang berpengalaman dibidang manajemen risiko perbankan diperoleh melalui diskusi dan hasil pengisian kuesioner Analytic Hierarchy Process (AHP). Ada empat hal yang saling terkait dan penting untuk dievaluasi, yaitu faktor penyusun strategi pengendalian risiko pembiayaan, aktor yang berperan dalam menyusun strategi pengendalian risiko pembiayaan, tujuan pengendalian risiko pembiayaan dan alternatif strategi pengendalian risiko pembiayaan yang mungkin dijalankan oleh suatu organisasi. Keempat atribut ini akan menyusun strategi pengendalian risiko yang paling tepat untuk diterapkan pada BJB Syariah.

Berdasarkan matriks SWOT pada Tabel 21 telah diketahui bahwa faktor utama yang memengaruhi penyusunan strategi pengendalian risiko pembiayaan antara lain:

1. Adanya satuan kerja manajemen risiko dan komite pemantau risiko (F1). 2. Persyaratan pembiayaan relatif longgar (F2).

3. Kebutuhan akan pembiayaan relatif tinggi (F3). 4. Kondisi usaha debitur (F4).

Aktor merupakan orang-orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan strategi pengendalian risiko pembiayaan. Aktor atau pihak-pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan strategi pengendalian risiko pembiayaan pada BJB Syariah antara lain Account Officer (A1), Manajer (A2), Pemimpin Cabang (A3), Reviewer

Pembiayaan Kantor Pusat (A4), Pemimpin Divisi Pembiayaan (A5) dan Direktur (A6). Direktur merupakan jabatan tertinggi dalam jajaran manajemen BJB Syariah yang juga bertindak dalam pengambilan keputusan pembiayaan untuk calon debitur dengan limit tertentu. Pemimpin Divisi Pembiayaan dan Reviewer Pembiayaan Kantor Pusat adalah pihak yang turut serta memberikan rekomendasi dan menentukan keputusan pembiayaan. Selanjutnya Pemimpin Cabang dan Manajer membuat kebijakan umum terkait strategi cabang untuk dapat meningkatkan jumlah dan portofolio pembiayaan yang sehat. Sementara itu Account Officer (AO) merupakan pelaksana kegiatan pemasaran di lapangan dan pihak yang pertama kali menganalisa kelayakan pembiayaan sebelum diputuskan oleh komite pembiayaan sesuai limit yang berlaku di BJB Syariah.

Penentuan tujuan dalam merumuskan strategi merupakan aspek penting dan memerlukan perhatian serius dari perusahaan. Adanya tujuan yang jelas maka setiap kegiatan akan fokus dan program yang diterapkan akan berjalan efektif. Tujuan yang diharapkan dalam pengendalian risiko pembiayaan BJB Syariah antara lain:

1. Menciptakan penilaian kelayakan calon debitur yang lebih hati-hati dan tepat sasaran (T1).

2. Meningkatkan kesiapan dalam peningkatan pembiayaan dan portofolio (T2). 3. Peramalan Tingkat Kesehatan Bank di masa yang akan datang (T3).

13

Setelah diperoleh tujuan maka diperlukan alternatif strategi pengendalian risiko pembiayaan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan sebelumnya, antara lain:

1. Penilaian kelayakan calon debitur dengan memperhatikan sektor usaha yang perlu dihindari oleh bank dan segmentasi pembiayaan dengan tingkat NPF relatif aman (S1).

2. Peningkatan jumlah dan portofolio pembiayaan melalui inovasi produk pembiayaan dan kerjasama antar lembaga keuangan (S2).

3. Penilaian parameter risiko lebih komprehensif sehingga peramalan tingkat kesehatan bank pada masa mendatang dapat diprediksi (S3).

4. Memperketat syarat pemberian kredit, dimana petugas bank harus memenuhi standar kompetensi dalam hal analisa risiko pembiayaan (S4).

Hasil Pengolahan AHP

Hasil pengolahan horizontal menunjukkan hubungan antara unsur dalam satu hirarki dengan unsur lainnya ditingkat hirarki yang berbeda. Berdasarkan pengolahan horizontal akan terlihat tingkat pengaruh antara satu faktor terhadap sejumlah faktor lain pada tingkat hirarki di bawahnya. Struktur Hirarki dapat dilihat pada Gambar 8.

Strategi Manajemen Risiko Pembiayaan Kebutuhan Pembiayaan Tinggi 0,239 Persyaratan Pembiayaan Longgar 0,173 Adanya SKMR dan KPR 0,094 Kondisi Usaha Debitur 0,494 Reviewer Kantor Pusat 0,194 Pemimpin Cabang 0,158 Manajer 0,085 Account Officer 0,081 Pin Div Pembiayaan 0,223 Direktur 0,259 Kelayakan Calon Debitur 0,508 Kesiapan Peningkatan Pembiayaan 0,258 Peramalan Tingkat Kesehatan Bank 0,234 Memperketat Syarat Kredit 0,220 Penilaian Risiko Lebih Komprehensif 0,278 Peningkatan Portofolio Pembiayaan 0,208 Penilaian Kelayakan Calon Debitur 0,293 Fokus Faktor Aktor Tujuan Alternatif Strategi

Gambar 8. Struktur hirarki pengendalian risiko pembiayaan BJB Syariah Sumber (Data primer diolah 2015)

a. Faktor

Faktor yang paling berpengaruh terhadap strategi manajemen risiko pembiayaan BJB Syariah adalah kondisi usaha debitur dengan skor bobot sebesar 0.494. Faktor kedua yang berpengaruh adalah kebutuhan pembiayaan relatif tinggi dengan bobot 0.239. Faktor ketiga adalah persyaratan pembiayaan relatif longgar dengan bobot

Dokumen terkait