• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Kabupaten Kuningan

Luas Wilayah, Letak Geografis, Kondisi Topografi Administratif Kabupaten Kuningan

Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah mencakup 1 195.711 km2 . Kabupaten Kuningan terletak pada 108° 23’-108° 47’ Bujur Timur dan 6° 47’-7° 12’ Lintang Selatan. Sisi utara Kabupaten Kuningan berbatasan dengan Kabupaten Cirebon Jawa Barat dan pada sisi selatan berbatasan dengan Cilacap Jawa Tengah. Sisi timur Kabupaten Kuningan berbatasan dengan Kabupaten Brebes Jawa Tengah dan sisi barat berbatasan dengan Kabupaten Majalengka Jawa Barat (BPS 2013).

Daerah Kabupaten Kuningan terdiri dari 32 kecamatan, 15 kelurahan dan 361 desa. Kecamatan terluas adalah Kecamatan Cibingbin dengan luas daerah berkisar 7 079.29 hektar, sedangkan kecamatan yang tersempit adalah Kecamatan Sindangagung dengan luas daerah berkisar 1 300.91 hektar. Desa terluas adalah Desa Cipakem di Kecamatan Maleber dengan luas daerah berkisar 1 927.05 hektar dan tersempit adalah Citiusari di Kecamatan Garawangi

dengan luas ±1 300.91 hektar (BPS 2013). Peta Kabupaten Kuningan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta Kabupaten Kuningan, Jawa Barat (Sumber : BKD 2014)

Iklim Kabupaten Kuningan merupakan iklim tropis dengan kisaran temperatur ±18-32°C dan kelembaban udara 80-90%. Kabupaten Kuningan memiliki curah hujan berkisar antara 1000-5000 mm/tahun (BPS Kab. Kuningan 2013). Kondisi topografi bervariasi dengan puncak tertinggi Gunung Ciremai yaitu ± 3 078 meter di atas permukaan laut. Daerah Bagian Barat Kabupaten Kuningan merupakan daerah gunung berapi. Daerah tersebut terdapat Gunung Ciremai yang merupakan salah satu gunung api aktif di Provinsi Jawa Barat. Wilayah bagian tengah dan timur yaitu sebagian kecamatan Kuningan, Ciawigebang, dan Garawangi merupakan daerah satuan morfologi dataran dengan kemiringan lereng 0-5% yang tergolong daerah datar atau sedikit bergelombang. Wilayah utara Kabupaten Kuningan merupakan daerah

14

perbukitan landai dengan kemiringan 5-14%. Wilayah bagian timur Kabupaten Kuningan merupakan daerah perbukitan sedang dengan kemiringan 15-40% dan bagian selatan Kabupaten Kuningan mencakup Kecamatan Subang, Cilebak, Ciniru, dan Selajambe merupakan perbukitan terjal dengan nilai kemiringan >40%. Sumber mata air di Kabupaten Kuningan meliputi 620 titik. Bagian selatan Kabupaten Kuningan memiliki mata air 8.44% dari total mata air, bagian tengah memiliki 11.59% dan bagian utara 79.97% dari total seluruh mata air di Kabupaten Kuningan (Dinas Sumber Daya Air dan Pertambangan Kabupaten Kuningan 2010).

Sumber Daya Manusia

Kabupaten Kuningan memiliki penduduk dengan kemampuan baca tulis sebesar 97.02% pada tahun 2012. Kemampuan tersebut meningkat dari tahun sebelumnya yaitu berkisar 96.99% pada tahun 2011. Nilai tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2012 terdapat 2.98% penduduk Kabupaten Kuningan belum memiliki kemampuan baca dan tulis. Kemampuan baca tulis merupakan hal mendasar dalam pendidikan bagi masyarakat. Kualitas pendidikan berpengaruh terhadap pola hidup masyarakat. Tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Kuningan meningkat sejumlah 0.24% dari 7.22% di tahun 2011 menjadi 7.46% di tahun 2012 (BPS 2013). Peningkatan tersebut merupakan perkembangan yang baik untuk membentuk pola pikir yang teratur dan terencana.

Jumlah penduduk Kabupaten Kuningan mencapai 1 129 223 jiwa pada tahun 2012. Pertumbuhan penduduk Kabupaten Kuningan tahun 2012 menurun hingga 0.13% dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan penduduk dari 1.8% pada tahun 2011 menjadi 1.67% di tahun 2012. Jumlah penduduk laki-laki lebih tinggi dibandingkan penduduk perempuan yaitu 587 396 jiwa penduduk laki-laki dan 541 827 jiwa penduduk perempuan dengan luas kepadatan penduduk mencapai 881.91 jiwa/km2. Komposisi penduduk Kabupaten Kuningan didominasi oleh penduduk muda dan dewasa (BPS Kab. Kuningan 2013).

Pertumbuhan penduduk yang menurun dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti adanya program keluarga berencana yang dicanangkan oleh pemerintah serta semakin berkembangnya pola pikir penduduk mengenai kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk akan disertai dengan kebutuhan lahan untuk tempat tinggal sehingga perlu dikontrol agar lahan yang tersedia dapat mencukupi kebutuhan. Tingkat kemiskinan di Kabupaten Kuningan mengalami penurunan pada tahun 2012 yaitu menurun sebesar 0.51% dari tahun 2011. Penduduk yang aktif bekerja meningkat dari tahun 2011 ke tahun 2012 yaitu dari 61.96% menjadi 63.05%. Tingkat pengangguran menurun sebesar 2.52% yaitu 9.61% pada tahun 2009 menjadi 7.09% pada tahun 2012 (BPS 2013). Tingkat kesejahteraan penduduk di suatu wilayah merupakan indikator kemajuan tingkat perekonomian di daerah tersebut. Penurunan tingkat kemiskinan dan jumlah pengangguran menunjukkan bahwa penduduk memiliki pola pikir yang semakin berkembang dari tahun sebelumnya sehingga kesadaran untuk memperbaiki keadaan ekonomi menjadi lebih baik. Tabel 5menunjukkan jumlah persebaran dan kepadatan penduduk Kabupaten Kuningan tahun 2012.

Tabel 5 Persebaran dan kepadatan penduduk Kabupaten Kuningan Tahun 2012 per kecamatan

Kecamatan

Luas Penduduk

Wilayah (Ha) Total (Jiwa) % penduduk 1 Kuningan 30.06 102 518 9.08 2 Ciawigebang 60.61 89 089 7.89 3 Darma 51.71 52 370 4.64 4 Cilimus 35.41 50 523 4.47 5 Luragung 47.74 47 411 4.20 6 Jalaksana 37.09 46 387 4.11 7 Cigugur 35.37 44 573 3.95 8 Maleber 57.48 44 009 3.90 9 Kramatmulya 16.99 42 818 3.79 10 Lebakwangi 19.81 42 721 3.78 11 Cidahu 42.22 41 104 3.64 12 Garawangi 29.96 38 339 3.40 13 Cibingbin 70.91 38 260 3.39 14 Sidangagung 13.12 35 208 3.12 15 Cimahi 38.77 32 805 2.91 16 Cigandamekar 22.31 32 508 2.88 17 Ciwaru 52.17 31 571 2.80 18 Cipicung 21.37 29 887 2.65 19 Kadugede 18.22 26 659 2.36 20 Pancalang 19.24 26 429 2.34 21 Kalimanggis 20.90 26 155 2.32 22 Mandirancan 35.03 25 087 2.22 23 Pasawahan 49.20 23 366 2.07 24 Karangkancana 65.35 21 729 1.92 25 Cibeureum 47.09 20 586 1.82 26 Japara 27.19 20 028 1.77 27 Nusaherang 18.21 19 873 1.76 28 Ciniru 49.88 19 753 1.75 29 Subang 47.58 17 815 1.58 30 Hantara 35.49 14 117 1.25 31 Selajambe 36.73 13 480 1.19 32 Cilebak 42.50 12 045 1.07 TOTAL 1 195.71 1 129 223 100.00

Sumber : BPS Kab. Kuningan (2013)

Pertanian dan Peternakan di Kabupaten Kuningan

Kabupaten Kuningan merupakan daerah yang kaya akan sumber daya alam seperti hasil pertanian. Kabupaten kuningan menghasilkan berbagai produk tanaman pangan dan hortikultura. Beberapa jenis tanaman pangan yang terdapat

16

di Kabupaten Kuningan antara lain padi sawah, padi gogo, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, Singkong, ubi jalar dan lain sebagainya (Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kuningan 2014). Hasil pertanian yang melimpah di Kabupaten Kuningan akan menghasilkan limbah pertanian yang melimpah pula. Oleh karena itu, limbah pertanian tersebut dapat dimanfaatkan oleh peternak di Kabupaten Kuningan sebagai sumber pakan hijauan. Penggunaan limbah pertanian sebagai pakan dapat membantu menambah jumlah sumber hijauan bagi ternak ruminansia khususnya sapi pedaging. Pengadaan hijauan pakan merupakan salah satu faktor kunci yang harus mendapatkan perhatian dan prioritas dalam rangka meningkatkan populasi ternak sapi pedaging di Kabupaten Kuningan.

Sub sektor peternakan merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang menjadi skala prioritas untuk memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Populasi ruminansia terbanyak di Kabupaten Kuningan adalah sapi pedaging. Sapi pedaging memberikan kontribusi dalam menyumbang pasokan daging bagi masyarakat. Populasi sapi pedaging yang terus ditingkatkan diharapkan dapat mengurangi jumlah impor daging di Indonesia. Peranan ternak sapi pedaging dalam pembangunan peternakan cukup besar terutama di dalam pengembangan misi peternakan yaitu sumber pangan hewani asal ternak berupa daging, pendapatan masyarakat terutama petani ternak, penghasil devisa yang sangat diperlukan untuk membiayai pembangunan nasional, menciptakan angkatan kerja, dan sasaran konservasi lingkungan terutama lahan melalui daur ulang pupuk kandang. Oleh karena itu, peningkatan populasi sapi pedaging masih menjadi prioritas. Kontribusi seluruh daerah di Indonesia sangat dibutuhkan dalam melaksanakan program pengembangan sapi pedaging, begitu juga dengan Kabupaten Kuningan. Populasi sapi pedaging di Kabupaten Kuningan memiliki jumlah tertinggi yaitu sebesar 55.14% dari total populasi seluruh ruminansia di Kabupaten Kuningan pada tahun 2013. Nilai tersebut mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sebesar 3.8% (BPS Kab. Kuningan 2014). Penurunan jumlah populasi sapi pedaging terkait dengan produktivitas ternak. Produktivitas ternak selama ini diperkirakan 70% dipengaruhi oleh faktor lingkungan, sedangkan 30% dipengaruhi oleh faktor genetik (Syamsu 2006).

Potensi Limbah Pertanian di Kabupaten Kuningan

Hasil survei lapang menunjukkan bahwa seluruh peternak menggunakan limbah pertanian sebagai hijauan pakan bagi sapi pedaging. Jenis limbah pertanian yang digunakan adalah jerami padi, jerami ubi jalar, dan jerami kacang tanah. Limbah pertanian dinilai memiliki kualitas yang rendah. Kualitas dari pakan sangat penting dalam menunjang peningkatan produktivitas dari ternak. Kualitas pakan yang rendah akan sulit membantu meningkatkan produktivitas ternak. Namun sebagai sumber hijauan pakan, limbah pertanian menyumbang peran sebagai pakan sumber serat. Limbah pertanian yang terdapat di Kabupaten Kuningan merupakan pakan sumber serat jika dilihat dari kandungan nutriennya. Limbah pertanian yang digunakan mengandung serat >18%. Menurut Sukria dan Krisnan (2009) kandungan serat >18 baik untuk pakan ruminansia. Kandungan serat pakan sangat penting bagi ternak ruminansia sebagai sumber energi utama yang dicerna oleh mikroba dalam sistem pencernaan. Kebutuhan energi ternak

ruminansia sebesar 70-80% berasal dari serat (Sitompul dan Martini 2005). Ternak ruminansia yang kekurangan serat akan mengalami berbagai gangguan sistem pencernaan seperti acidosis sehingga limbah pertanian sebagai sumber serat penting bagi ternak sapi pedaging. Tabel 6 menunjukkan komposisi nutrien yang terkandung pada limbah pertanian di Kabupaten Kuningan.

Tabel 6 Komposisi nutrien limbah pertanian berdasarkan 100% BK di Kabupaten Kuningan Jawa Barata

Jenis Bahan

Komposisi Nutrien (%)

BK Abu SK LK PK BETN TDN

Jerami Padi 53.63 17.54 29.98 1.88 4.91 45.68 49.05 Jerami Ubi Jalar 19.28 11.05 37.04 1.64 14.68 35.59 49.64 Jerami Kacang Tanah 71.71 8.72 26.78 2.25 12.75 49.50 60.61

a

Hasil Analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan INTP, IPB (2014), BK dalam segar ; Abu, PK, LK, SK, BETN, TDN dalam 100% BK. BK (Bahan Kering); PK (protein kasar); LK (lemak kasar); SK (serat kasar);BETN (bahan ekstrak tanpa nitrogen); TDN (total digestible nutrient)

Kebutuhan protein sapi pedaging berkisar antara 10.4-12.7% BK (Wahyono dan Hardiyanto 2004). Kandungan protein jerami tergolong rendah sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan dari sapi pedaging. Dilihat dari kandungan proteinnya, jerami ubi jalar dan jerami kacang tanah memiliki kandungan protein lebih tinggi dibandingkan dengan jerami padi. Kandungan protein dalam pakan sangat diperhitungkan karena protein merupakan nutrien yang tergolong mahal dan berfungsi vital bagi kebutuhan pokok dan produksi ternak.

Kandungan TDN limbah pertanian yang terdapat di Kabupaten Kuningan masih tergolong rendah untuk jerami padi dan jerami ubi jalar. Kandungan TDN yang diperlukan sapi pedaging berkisar 58-65% BK. Hanya jerami kacang tanah yang memiliki kandungan TDN yang sesuai dengan kebutuhan sapi pedaging yaitu 60% BK. Nilai TDN pakan erat kaitannya dengan kandungan energi pakan tersebut. Semakin tinggi kandungan TDN pakan maka semakin tinggi pula kandungan energi pakan. Pada usaha penggemukan, sapi yang mendapat ransum berupa limbah pertanian rata-rata mengalami kekurangan PK sebesar 18.49% dan TDN sebesar 18.47% dari standar kebutuhan (Indraningsih 2011). Kandungan nutrien yang beragam pada limbah pertanian dipengaruhi oleh varietas, kondisi tanah, iklim, pupuk, lama penyimpanan, pola tanam dan waktu panen. Selain kualitas yang rendah, limbah pertanian juga bersifat amba. Sifat tersebut menyebabkan ternak akan merasa cepat kenyang sehingga ternak berhenti makan sebelum nutrien yang dibutuhkan ternak tercukupi.

Pemanfaatan limbah pertanian yang tersedia di Kabupaten Kuningan perlu mempertimbangkan jumlah riil yang dapat dijangkau oleh peternak. Oleh sebab itu, perlu dilihat persentase riil limbah pertanian yang selama ini digunakan oleh peternak. Nilai persentase tersebut menunjukkan besarnya proporsi limbah pertanian yang dapat dijangkau peternak dari seluruh limbah

18

pertanian yang diasumsikan telah digunakan. Setiap kecamatan memiliki persentase penggunaan riil limbah pertanian yang berbeda karena potensi ternak, limbah pertanian, dan peternak di tiap kecamatan berbeda. Pengembangan sapi pedaging menggunakan sumber hijauan asal limbah pertanian perlu memperhatikan potensi dari setiap daerah. Kabupaten Kuningan memiliki 32 kecamatan, namun tidak semua kecamatan dinilai memiliki potensi untuk pengembangan sapi pedaging. Terdapat sembilan kecamatan yang merupakan daerah berbasis peternakan sehingga dianggap memiliki sumberdaya manusia

yang dapat melakukan pengembangan sapi pedaging (LQ≥1). Kecamatan

tersebut adalah Kecamatan Luragung, Cibingbin, Ciwaru, Subang, Maleber, Cibereum, Cilebak, Karangkancana dan Cimahi. Dengan demikian, nilai produksi nutrien tersedia dari limbah pertanian perlu ditinjau di sembilan kecamatan tersebut. Hal tersebut dimaksudkan agar program pengembangan sapi pedaging didukung oleh sumber pakan yang ada di daerah tersebut. Tabel 7 menunjukkan persentase riil jerami padi sebagai pakan yang dapat dijangkau oleh peternak di kecamatan terpilih.

Tabel 7 Persentase riil jerami padi sebagai pakan yang dapat dijangkau oleh peternak di tiap kecamatan terpiliha

No Kecamatan

Jerami padi yang telah digunakan dalam segar (ton/tahun) Konsumsi riil jerami padi dalam segar (ton/tahun) Persentase jangkauan riil jerami padi (%) 1 Cimahi 12 376 5 066 41 2 Cilebak 14 057 4 543 32 3 Subang 17 890 4 107 23 4 Maleber 15 696 3 749 24 5 Cibingbin 21 310 3 713 17 6 Luragung 23 251 1 685 7 7 Karangkancana 10 027 1 631 16 8 Ciwaru 16 834 1 507 9 9 Cibeureum 13 340 1 070 8 a

Berdasarkan hasil survei

Jumlah limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ditinjau dari nilai produksi bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan total digestible nutrient (TDN) tersedia. Produksi nutrien tersedia dari limbah pertanian diasumsikan merupakan limbah pertanian yang dapat dijangkau oleh peternak untuk digunakan sebagai pakan sapi pedaging. Jumlah limbah pertanian yang dapat dijangkau mengacu pada hasil observasi di lapang. Tidak semua limbah dapat diperoleh dengan mudah oleh peternak, meskipun jumlahnya berlimpah. Peternak akan mengambil limbah pertanian yang mudah dijangkau tanpa mengeluarkan banyak biaya dan tenaga. Oleh karena itu, estimasi produksi limbah pertanian yang disajikan bukan total dari produksi limbah pertanian.

Tabel 8 menunjukkan nilai total produksi nutrien limbah pertanian tersedia di Kabupaten Kuningan pada tahun 2013.

Tabel 8 Estimasi total produksi nutrien limbah pertanian tersedia di Kabupaten Kuningan Jawa Barata

Komoditi Produksi Limbah (ton/tahun)

Segar BK PK TDN

Jerami Padi 76 491 27 353 1 343 13 417

Jerami Ubi Jalar 27 425 5 287 776 2 624

Jerami Kacang Tanah 3 201 994 126 602

Total 107 117 33 634 2 245 16 643

BK: bahan kering ; PK: protein kasar ; TDN: total digestible nutrient a

Diolah dari BPS Kab. Kuningan 2013

Nilai produksi limbah pertanian diatas merupakan produksi jenis limbah yang selama ini digunakan sebagai pakan di Kabupaten Kuningan. Produksi limbah pertanian tertinggi di Kabupaten Kuningan adalah jerami padi baik berdasarkan bahan kering, protein kasar serta total nutrien tercerna. Total produksi bahan kering jerami padi mencapai 27 353 ton/tahun. Total produksi BK terendah dari limbah pertanian yang digunakan oleh peternak adalah jerami kacang tanah dengan produksi BK mencapai 994 ton/tahun. Namun pemanfaatan limbah pertanian untuk pengembangan sapi pedaging difokuskan pada daerah

yang dinilai memiliki potensi pengembangan (LQ≥1). Tabel 9 menunjukkan produksi BK limbah pertanian pada kecamatan yang dinilai cocok untuk pengembangan sapi pedaging.

Tabel 9 Estimasi produksi bahan kering (BK) limbah pertanian di kecamatan yang cocok untuk mengembangkan sapi pedaging di Kabupaten Kuningana

No Kecamatan

Produksi BK (ton/thn)

Total Jerami Padi Jerami ubi

jalar Jerami kacang tanah 1 Cimahi 4 227 2.36 44 4 273 2 Cilebak 3 791 0.00 63 3 853 3 Subang 3 427 1.51 48 3 477 4 Maleber 3 128 15.45 71 3 215 5 Cibingbin 3 098 0.00 51 3 149 6 Luragung 1 406 9.31 51 1 466 7 Karangkancana 1 361 0.00 16 1 377 8 Ciwaru 1 258 0.00 16 1 274 9 Cibeureum 893 0.00 66 959 Total 22 588 28.63 426 23 043 BK: bahan kering a

20

Nilai produksi berdasarkan bahan kering tertinggi dari limbah pertanian di kecamatan terpilih adalah jerami padi yaitu 22 588 ton/tahun dan terendah adalah jerami ubi jalar yaitu 28.63 ton/tahun. Kecamatan dengan nilai produksi bahan kering limbah pertanian tertinggi adalah Cimahi yaitu 4 273 ton/tahun dan terendah adalah Cibeureum yaitu 959 ton/tahun. Nilai tersebut menunjukkan bahwa Kecamatan Cimahi dinilai memiliki potensi tertinggi berdasarkan nilai produksi bahan kering dari limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai pakan ternak sapi pedaging. Nilai produksi bahan kering limbah pertanian yang digunakan dari seluruh kecamatan yang dinilai dapat mengembangkan sapi pedaging di Kabupaten Kuningan mencapai 23 043 ton/tahun. Produksi nutrien dari jerami ubi jalar tergolong rendah dibandingkan dengan limbah selain jerami ubi jalar. Hal tersebut disebabkan karena ubi jalar tidak diproduksi di seluruh kecamatan terpilih, hanya kecamatan Cimahi, Subang, Maleber dan Luragung yang memproduksi tanaman ubi jalar.

Kandungan protein kasar limbah pertanian merupakan hal yang perlu diperhatikan. Limbah pertanian selama ini dianggap memiliki kandungan protein yang rendah. Suplai protein dari limbah pertanian selama ini belum dapat memenuhi standar kebutuhan dari ternak sapi pedaging. Rendahnya kandungan protein limbah pertanian harus diikuti dengan pemberian sumber protein dari bahan pakan lain. Kecukupan nilai protein suatu pakan penting untuk memenuhi kebutuhan ternak sapi pedaging dalam memenuhi kebutuhan pokok dan produksi daging. Tabel 10 menunjukkan produksi PK limbah pertanian tersedia pada kecamatan yang dinilai cocok untuk pengembangan sapi pedaging.

Tabel 10 Estimasi produksi protein kasar (PK) limbah pertanian di kecamatan yang cocok untuk mengembangkan sapi pedaging di Kabupaten Kuningana

No Kecamatan

Produksi PK (ton/thn)

Total Jerami Padi Jerami

ubi jalar Jerami kacang tanah 1 Cimahi 208 0.35 6 213 2 Cilebak 186 0.00 8 194 3 Subang 168 0.22 6 175 4 Maleber 154 2.27 9 165 5 Cibingbin 152 0.00 7 159 6 Luragung 69 1.37 6 77 7 Karangkancana 67 0.00 2 69 8 Ciwaru 62 0.00 2 64 9 Cibeureum 44 0.00 8 52 Total 1 109 4.20 54 1 168 PK: protein kasar a

Diolah dari BPS Kab. Kuningan 2014

Nilai produksi berdasarkan PK tertinggi dari limbah pertanian di kecamatan terpilih adalah jerami padi yaitu 1 109 ton/tahun dan terendah adalah

jerami ubi jalar yaitu 4.2 ton/tahun. Kecamatan dengan nilai produksi PK limbah pertanian tertinggi adalah Kecamatan Cimahi yaitu 213 ton/tahun dan terendah adalah Kecamatan Cibeureum yaitu 52 ton/tahun. Nilai produksi PK limbah pertanian yang digunakan dari seluruh kecamatan terpilih di Kabupaten Kuningan mencapai 1 168 ton/tahun. Jerami padi tergolong limbah pertanian yang memiliki protein rendah. Sapi pedaging diperkirakan memiliki tingkat permintaan bahan pakan terutama sumber protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan produsen pakan sapi perah (Tawaf 2010). Oleh karena itu, kandungan protein limbah pertanian yang masih tergolong rendah perlu diperbaiki. Selain produksi BK dan PK limbah pertanian tersedia, produksi TDN juga perlu ditinjau untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan energi bagi ternak sapi pedaging yang dikembangkan. Tabel 11 menunjukkan produksi TDN limbah pertanian pada kecamatan yang dinilai cocok untuk pengembangan sapi pedaging.

Tabel 11 Estimasi produksi TDN limbah pertanian tersedia di kecamatan yang cocok untuk mengembangkan sapi pedaging di Kabupaten Kuningana No Kecamatan

Produksi limbah TDN (ton/thn)

Total Jerami Padi Jerami ubi

jalar Jerami kacang tanah 1 Cimahi 2 073 1.17 26 2 101 2 Cilebak 1 859 0.00 38 1 897 3 Subang 1 681 0.75 29 1 711 4 Maleber 1 534 7.67 43 1 585 5 Cibingbin 1 520 0.00 31 1 551 6 Luragung 690 4.62 31 725 7 Karangkancana 667 0.00 10 677 8 Ciwaru 617 0.00 10 627 9 Cibeureum 438 0.00 40 478 Total 11 079 14.21 258 11 352

TDN: total digestible nutrient a

Diolah dari BPS Kab. Kuningan 2014

Nilai produksi berdasarkan TDN tertinggi dari limbah pertanian di kecamatan terpilih adalah jerami padi yaitu 11 079 ton/tahun dan terendah adalah jerami ubi jalar yaitu 14.21 ton/tahun. Tingginya nilai TDN jerami padi disebabkan tingginya produksi BK jerami padi. Kecamatan dengan nilai produksi TDN limbah pertanian tertinggi adalah Cimahi yaitu 2 101 ton/tahun dan terendah adalah Cibeureum yaitu 478 ton/tahun. Nilai produksi TDN limbah pertanian tersedia dari seluruh kecamatan terpilih di Kabupaten Kuningan mencapai 11 352 ton/tahun.

Seluruh kecamatan memproduksi tanaman padi sehingga nilai produksi nutrien jerami padi menjadi tinggi. Akan tetapi, penggunaan jerami padi di Indonesia masih mencapai 31%, sedangkan 62% dibakar di lahan pertanian dan 7% dimanfaatkan untuk keperluan industri. Penggunaan limbah pertanian sebagai pakan di Indonesia mencapai 30% dari total seluruh limbah (Indraningsih 2011). Limbah pertanian jerami padi yang digunakan sebagai

22

pakan bagi ternak ruminansia dibatasi 2% dari bobot badan berdasarkan bahan kering. Hal tersebut disebabkan adanya kandungan karbohidrat yang sulit difermentasi serta ikatan lignin dan silika pada jerami yang sulit dicerna oleh ternak (Setiyadi 2013).

Potensi limbah pertanian dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah ternak sapi pedaging. Pemanfaatan limbah pertanian akan membantu peternak dalam menekan biaya pakan karena limbah pertanian tergolong hijauan yang murah. Nilai potensi dari jerami padi, jerami ubi jalar dan jerami kacang tanah di sembilan kecamatan terpilih dapat diamati pada Tabel 12di bawah ini.

Tabel 12 Potensi limbah komoditi pertanian sebagai pakan di kecamatan terpilih di Kabupaten Kuningan Jawa Barata

Jenis Limbah Kecamatan Potensi (%)

BK PK TDN Jerami Padi Cimahi 98.92 97.23 98.69 Cilebak 98.38 95.89 98.00 Subang 98.57 96.34 98.24 Maleber 97.30 93.11 96.79 Cibingbin 98.37 95.89 98.00 Luragung 95.90 89.79 95.11 Karangkancana 98.83 97.02 98.56 Ciwaru 98.73 96.78 98.44 Cibeureum 93.14 83.95 91.66

Jerami Ubi Jalar

Cimahi 0.06 0.16 0.06 Cilebak 0.00 0.00 0.00 Subang 0.04 0.13 0.04 Maleber 0.48 1.37 0.48 Cibingbin 0.00 0.00 0.00 Luragung 0.63 1.78 0.64 Karangkancana 0.00 0.00 0.00 Ciwaru 0.00 0.00 0.00 Cibeureum 0.00 0.00 0.00 Jerami Kacang Tanah Cimahi 1.02 2.60 1.26 Cilebak 1.62 4.11 2.00 Subang 1.39 3.53 1.71 Maleber 2.22 5.52 2.73 Cibingbin 1.63 4.11 2.00 Luragung 3.47 8.44 4.25 Karangkancana 1.17 2.98 1.44 Ciwaru 1.27 3.22 1.56 Cibeureum 6.86 16.05 8.34

BK: bahan kering ; PK: protein kasar ; TDN: total digestible nutrient a

Nilai produksi nutrien limbah pertanian berdasarkan produksi bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan total digestible nutrient (TDN) tersedia, limbah pertanian jerami padi merupakan limbah pertanian yang memiliki potensi tertinggi untuk digunakan sebagai pakan ternak ruminansia di Kabupaten Kuningan. Berbeda dengan jerami ubi jalar dan jerami kacang tanah. Jerami ubi jalar dan kacang tanah memiliki nilai produksi limbah yang tergolong rendah sehingga keberadaan limbah tersebut masih sulit digunakan. Tidak semua peternak menggunakan jerami ubi jalar dan jerami kacang tanah. Di sisi lain, jerami ubi jalar dan jerami kacang tanah tidak selalu tersedia setiap hari. Tingginya nilai potensi jerami padi dipengaruhi oleh tingginya produksi padi di Indonesia sehingga menghasilkan limbah jerami yang tinggi pula. Selain faktor tingginya produksi padi, besarnya proporsi dari bagian tanaman padi yang dapat dijadikan sebagai pakan dibandingkan tanaman ubi jalar dan kacang tanah juga menjadi penyebab tingginya potensi limbah pertanian jerami padi.

Tingginya nilai potensi jerami padi perlu disertai dengan perbaikan potensi kualitasnya. Kualitas jerami padi yang rendah akibat adanya kandungan ikatan lignin dan silika masih memerlukan perhatian khusus. Oleh karena itu, peran induksi teknologi dalam peningkatan kualitas jerami padi diharapkan dapat menjadi solusi. Hasil penelitian lain melaporkan bahwa peningkatan kualitas gizi pada jerami padi dapat dilakukan dengan amoniasi menggunakan urea (Zulkarnaini 2009). Xuan Trach 2001 melaporkan bahwa pemberian urea sebanyak 4% dapat meningkatkan pertambahan bobot badan pada sapi pedaging. Selain teknologi amoniasi, pembuatan silase jerami padi dengan penambahan rumen juga dapat dilakukan. Penelitian lain melaporkan bahwa pembuatan silase menggunakan probiotik starbio dapat meningkatkan pertambahan bobot badan sebesar 0.37 kg/hari pada sapi pedaging. Pertambahan bobot badan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan sapi pedaging yang diberi jerami tanpa fermentasi yaitu 0.25 kg/hari (Syamsu 2003). Hasil penelitian-penelitian tersebut dapat dijadikan acuan dalam melakukan peningkatan kualitas jerami padi menggunakan induksi teknologi di Kabupaten Kuningan.

Limbah pertanian yang berkualitas akan membantu meningkatkan produktivitas dari ternak. Induksi teknologi yang tepat akan menekan pengeluaran biaya sehingga mampu membantu peternak skala rakyat dalam pengembangan sapi pedaging berbasis pakan lokal. Pemberian limbah pertanian disarankan diberikan secara campuran dengan pakan konsentrat berkualitas baik serta limbah pertanian lainnya yang tersedia di daerah tersebut agar kebutuhan

Dokumen terkait