• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pengembangan Sapi Pedaging Di Kabupaten Kuningan Jawa Barat Berbasis Limbah Pertanian.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Pengembangan Sapi Pedaging Di Kabupaten Kuningan Jawa Barat Berbasis Limbah Pertanian."

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN SAPI PEDAGING

DI KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT

BERBASIS LIMBAH PERTANIAN

FITRIA TSANI FARDA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)
(4)
(5)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengembangan Sapi Pedaging di Kabupaten Kuningan Jawa Barat Berbasis Limbah Pertanian adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2015

(6)
(7)
(8)
(9)

RINGKASAN

FITRIA TSANI FARDA. Strategi Pengembangan Sapi Pedaging di Kabupaten Kuningan Jawa Barat Berbasis Limbah Pertanian. Dibimbing oleh ERIKA BUDIARTI LACONI dan SRI MULATSIH.

Peternakan merupakan sub sektor penting dalam membantu memenuhi kebutuhan pangan hewani bagi masyarakat. Salah satu yang menjadi tolok ukur majunya sebuah peternakan adalah manajemen pakan yang baik. Pakan ruminansia dapat berupa konsentrat dan hijauan. Penyediaan hijauan semakin sulit akibat keterbatasan lahan untuk budidaya hijauan makanan ternak. Oleh karena itu, dibutuhkan hijauan alternatif untuk mengatasi kendala sulitnya penyediaan hijauan. Hijauan alternatif dapat diperoleh dari limbah pertanian yang jumlahnya berlimpah di Indonesia. Pengembangan ternak sapi pedaging perlu didukung oleh sumber daya manusia serta sumber daya pakan berbasis pakan lokal seperti limbah pertanian. Kabupaten Kuningan adalah salah satu kabupaten yang memiliki potensi ternak dan limbah pertanian untuk mendukung pengembangan ternak sapi pedaging. Namun penggunaan limbah pertanian terhambat karena kurangnya informasi tentang limbah pertanian dan karakteristik peternak yang menjalankan aktivitas beternak. Pengembangan ternak sapi pedaging di Kabupaten Kuningan akan tercipta apabila dilakukan dengan strategi yang tepat. Tujuan dari penelitian adalah mengidentifikasi dan menganalisis potensi limbah pertanian yang digunakan sebagai pakan di Kabupaten Kuningan Jawa Barat berdasarkan kuantitas dan kualitas, mengkaji karakteristik peternak sapi pedaging di Kabupaten Kuningan Jawa Barat, mengestimasi kemampuan penambahan populasi ternak ruminansia khususnya sapi pedaging di Kabupaten Kuningan Jawa Barat dan merumuskan strategi pengembangan sapi pedaging di Kabupaten Kuningan Jawa Barat.

Penelitian dilaksanakan di tiga kecamatan Kabupaten Kuningan Jawa Barat yaitu Kecamatan Cilimus, Japara dan Cigugur. Pemilihan kecamatan berdasarkan populasi sapi pedaging terbanyak berdasarkan data Dinas Peternakan Kabupaten Kuningan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai November 2014. Analisis kandungan nutrien pakan dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB. Penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara terhadap responden dan data hasil analisis laboratorium. Wawancara dilakukan terhadap 30 peternak responden, masing-masing 10 peternak per kecamatan. Wawancara dilakukan dengan menggunakan panduan kuisioner. Data komposisi nutrien limbah pertanian diperoleh dari analisis laboratorium. Sampel limbah pertanian diperoleh dari kecamatan terpilih. Limbah pertanian yang dianalisis adalah tiga jenis limbah yang paling banyak digunakan oleh peternak. Setiap jenis limbah diambil masing-masing tiga kali ulangan pengambilan. Data sekunder diperoleh dari Dinas Peternakan Kabupaten Kuningan, Dinas Tanaman Pangan dan Badan Pusat Statistik (BPS).

(10)

ii

bahan kering, protein kasar serta total nutrien tercerna. Produksi bahan kering jerami padi mencapai 27 353 ton/tahun. Produksi terendah dari limbah pertanian yang digunakan oleh peternak adalah jerami kacang tanah dengan produksi bahan kering mencapai 994 ton/tahun. Terdapat sembilan kecamatan yang merupakan daerah berbasis peternakan sehingga dianggap memiliki sumberdaya manusia

yang dapat melakukan pengembangan sapi pedaging (LQ≥1). Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Cimahi, Cilebak, Subang, Maleber, Cibingbin, Luragung, Karangkancana, Ciwaru dan Cibeureum. Pola pemeliharaan di Kabupaten Kuningan masih menggunakan sistem tradisional tanpa menggunakan teknologi inovasi. Kecamatan yang dapat meningkatkan populasi ternak sapi pedaging tertinggi dengan menggunakan jerami padi sebagai sumber hijauan pakan adalah Cimahi dan terendah adalah Cibeureum. Kecamatan yang dapat meningkatkan populasi ternak sapi pedaging tertinggi dengan menggunakan jerami ubi jalar dan jerami kacang tanah sebagai sumber hijauan pakan adalah Maleber dan terendah adalah Karangkancana. Kecamatan Cimahi dapat meningkatkan populasi sapi pedaging sebanyak 3 966 ST menggunakan jerami padi. Kecamatan Maleber dapat menambah jumlah sapi pedaging sebanyak 71 ST menggunakan jerami ubi jalar dan jerami kacang tanah. Dari seluruh kecamatan yang memiliki potensi pengembangan sapi pedaging, jumlah sapi pedaging yang dapat ditambahkan berdasarkan suplai bahan kering jerami padi sebesar 21 194 ST dan berdasarkan suplai protein kasar jerami ubi jalar dan jerami kacang tanah sebesar 364 ST. Kesimpulan dari penelitian adalah Kabupaten Kuningan memiliki potensi limbah pertanian sebagai sumber pakan hijauan bagi sapi pedaging. Limbah pertanian yang digunakan adalah jerami padi, jerami ubi jalar dan jerami kacang tanah. Peternak di Kabupaten Kuningan berpotensi untuk mendukung pengembangan ternak sapi pedaging di Kabupaten Kuningan ditinjau dari umur dan pengalaman beternak. Kecamatan yang sesuai dalam pengembangan sapi pedaging di Kabupaten Kuningan adalah Cimahi, Cilebak, Subang, Maleber, Cibingbin, Luragung, Ciwaru, Karangkancana dan Cibereum. Kabupaten Kuningan mampu menambah jumlah sapi pedaging berdasarkan suplai bahan kering jerami padi dan suplai protein kasar jerami ubi jalar dan jerami kacang tanah masing-masing mencapai 21 194 ST dan 364 ST. Sistem agribisnis yang dapat dilakukan di Kabupaten Kuningan hanya sampai subsistem on-farm karena peternakan sapi pedaging di Kabupaten Kuningan hanya sampai penjualan ternak hidup dan tidak sampai pengolahan produk ternak.

(11)
(12)
(13)

SUMMARY

FITRIA TSANI FARDA. Strategy of Beef Cattle Development Based on Agricultural Waste in Kuningan District, West Java. Supervised by ERIKA BUDIARTI LACONI and SRI MULATSIH.

Livestock is an important sub-sector which help to meet the needs of food from animal source. One of the important benchmarks in the advanced farm is a good feeding management. Ruminant feed consist of concentrates and forages. Provision of forage increasingly difficult due to limitation land for cultivation of forage fodder. Alternatively, forage can be obtained from agricultural waste that has abundant number in Indonesia. Development of beef cattle needs supported by human and feed resources based on local, such as agricultural waste. Kuningan District is one of the districts that have a livestock potential and agricultural waste to support the development of beef cattle. However, the usage of agricultural waste hampered due to lack of information on agricultural waste and characteristics of farmers who run ranching activities. Development of beef cattle in Kuningan District will be created with an appropriate strategy. The aims of this research were to identify and analyze a potential of agricultural waste used as feed based on the quantity and quality, to evaluate the characteristics of beef cattle farmers, to estimate ability of increasing ruminant population, especially beef cattle and to formulate strategies of the development of beef cattle in Kuningan District, West Java.

The research was conducted in three sub-districts of Kuningan District, West Java namely Sub-district Cilimus, Japara and Cigugur. Selection of them based on the largest beef cattle population from data on the DVO Kuningan. This research conducted since August to November 2014. Analysis of nutrient content of feed conducted in the Laboratory of Animal Feed Science and Technology, Department of Nutrition and Food Technology, Faculty of Animal Science, IPB. This study used two types of data are primary data and secondary data. Primary data was obtained from interview with respondents and data from laboratory analysis. Interview conducted with 30 farmer respondents as much as 10 farmers each districts by using a questionnaire guide. Agricultural waste nutrient composition data obtained from laboratory analysis. Agricultural waste samples obtained from selected sub-districts. Agricultural waste that analyzed were the most three types of waste widely used by farmers. Each types of waste taken each three replicates retrieval. Secondary data obtained from the DVO Kuningan, Department of Food Crops and Central Statistics Agency (BPS).

The results showed that all farmers using agricultural waste as forage such as rice straw, sweet potatoes straw, and peanuts straw. The highest agricultural waste production was rice strawbased on the production of fresh, dry matter, crude protein and total digestible nutrients. Rice straw dry matter production reached 27 353 tonnes/year. The lowest dry matter production from agricultural waste used by farmers were peanut straw production reached 994 tonnes/year. There were nine sub-districts which farm-based area and considered to have

human resources to undertake the development of beef cattle (LQ≥1). They were

(14)

ii

still use the traditional system without using technological innovation. Sub-district which can increase the highest beef cattle population using rice straw as a source of forage was Cimahi and the lowest one was Cibeureum. Sub-district which can increase the highest beef cattle population using sweet potato and peanut straw as a source of forage was Maleber and the lowest one was Karangkancana. Sub-district Cimahi can improve beef cattle population as much as 3966 AU using rice straw. Sub-district Maleber can increase the number of beef cattle as much as 71 AU using sweet potato and peanut straw. All sub-districts that have the potential of development of beef cattle can add beef cattle number as much as 21 194 AU and 364 AU based on the dry matter of rice straw supply and the crude protein of sweet potato and peanut straw supply, respectively. The conclusion of the study is the Kuningan District has the potential of agricultural waste as a source of forage for beef cattle. Agricultural wastes used were rice straw, hay and straw sweet potato peanut. Farmers in Kuningan District has the potential to support the development of beef cattle in Kuningan district in terms of age and experience of farming. Sub-district appropriate in the development of beef cattle in the Kuningan District is Cimahi, Cilebak, Subang, Maleber, Cibingbin, Luragung, Ciwaru, Karangkancana and Cibereum. Kuningan District able to increase the number of beef cattle based on the supply of rice straw dry matter and crude protein supply of straw sweet potato and peanut hay respectively reached 21 194 AU and 364 AU. Agribusiness system that can be done in Kuningan District only until sub-system on-farm. It because farm beef cattle in Kuningan District only until the sale of animals and without processing animal products.

(15)
(16)
(17)

©

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(18)
(19)

STRATEGI PENGEMBANGAN SAPI PEDAGING

DI KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT

BERBASIS LIMBAH PERTANIAN

FITRIA TSANI FARDA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(20)

iv

(21)

Judul Tesis : Strategi Pengembangan Sapi Pedaging di Kabupaten Kuningan Jawa Barat Berbasis Limbah Pertanian

Nama : Fitria Tsani Farda NRP : D251130031

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Erika Budiarti Laconi, MS Dr Ir Sri Mulatsih, MScAgr

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Nutrisi dan Pakan

Dr Ir Dwierra Evvyernie A, MS MSc Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(22)
(23)
(24)
(25)

PRAKATA

Puji Syukur kehadirat Allah SWT dan junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah melimpahkan rizki dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini. Tesis yang berjudul Strategi Pengembangan Sapi Pedaging di Kabupaten Kuningan Jawa Barat Berbasis Limbah Pertanian ini memberikan informasi serta data-data terkait dengan potensi limbah pertanian sebagai pakan dan peternakan sapi pedaging yang dimiliki Kabupaten Kuningan Jawa Barat dalam upaya pengembangan ternak sapi pedaging. Penelitian ini didanai menggunakan dana hibah BOPTN tahun 2014 dengan kode MAK: 2013.109.521211.

Penulis ucapkan terima kasih setulusnya kepada Ketua komisi pembimbing Prof Dr Ir Erika Budiarti Laconi MS yang telah bersedia membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis, serta semangat dan motivasi yang diberikan bagi penulis. Terima kasih juga bagi Dr Ir Sri Mulatsih MscAgr yang memberikan banyak pengetahuan serta ide-ide baru dalam bidang akademis dan memberikan pola pikir yang berharga bagi penulis dalam menyelesaikan penelitian dan tesis.

Penulis haturkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta, Ayah Anang Prayogi dan Ibunda Dewi Makhiyati R, yang tak pernah lelah meneteskan keringat, memberikan kasih sayang, menjadi semangat bagi kehidupan penulis, serta iringan doa yang tak pernah dapat dibalaskan oleh apa

pun. Terima kasih untuk kakak tercinta Mamlu’lu’ah Novian Desi dan Mas Risal

Wintoko yang selalu menjadi contoh karakter penyayang, kuat dan rajin bagi penulis. Terima kasih untuk pangeran-pangeran kecil yang mulai beranjak dewasa, Darojat Ulil Amri dan Ahmad Fathin Al Farisi, yang selalu memberikan senyuman ceria dan celotehan semangat serta kasih sayang bagi penulis. Terima kasih untuk suami tersayang Galih Priambodo atas kesabaran dan semangat yang diberikan.

Terima kasih untuk sahabat-sahabat penulis mbak Theo, Anggun, Mila dan Dipa, yang selalu menemani susah dan senang, serta adik Delvi, Lili, Faisal dan Asdar sebagai tim penelitian yang solid. Terima kasih untuk sahabat Pasca INP 2013 dan seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tesis oleh penulis.

Penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan informasi mengenai potensi pakan asal limbah pertanian guna mengembangkan ternak sapi pedaging di Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah bekerja sama sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Bogor, Mei 2015

(26)
(27)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 3

2 METODE 3

Lokasi dan Waktu Penelitian 3

Metode Pengumpulan Data dan Sampel 3

Metode Analisis 4

Analisis Data Deskriptif 4

Potensi limbah pertanian sebagai pakan ternak sapi

pedaging 4

Analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak

Ruminansia atau KPPTR 10

Peubah yang diamati 12

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Gambaran Umum Kabupaten Kuningan 12

Potensi Limbah Pertanian di Kabupaten Kuningan 16 Karakteristik Peternak dan pola pemeliharaan sapi pedaging

yang diterapkan di Kabupaten Kuningan 23

Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR)

Sapi Pedaging di Kabupaten Kuningan 26

Strategi Pengembangan Peternakan Sapi Pedaging di Kabupaten

Kuningan 30

4 SIMPULAN 36

DAFTAR PUSTAKA 36

LAMPIRAN 39

(28)
(29)

DAFTAR TABEL

1 Proporsi tanaman pertanian yang digunakan di Kabupaten Kuningana 5

2 Struktur ternak ruminansia Jawa Barat (%)a 6

3 Data populasi ternak ruminansia Kabupaten Kuningana 7

4 Kebutuhan ternak sapi pedaging (ekor/hari)a 11

5 Persebaran dan kepadatan penduduk Kabupaten Kuningan Tahun 2012

per kecamatan 15

6 Komposisi nutrien limbah pertanian di Kabupaten Kuningan Jawa

Barata 17

7 Persentase riil jerami padi sebagai pakan yang dapat dijangkau oleh

peternak di tiap kecamatan terpilih 18

8 Estimasi total produksi nutrien limbah pertanian tersedia di Kabupaten

Kuningan Jawa Barata 19

9 Estimasi produksi bahan kering (BK) limbah pertanian di kecamatan yang cocok untuk mengembangkan sapi pedaging di Kabupaten

Kuningana 19

10 Estimasi produksi protein kasar (PK) limbah pertanian di kecamatan yang cocok untuk mengembangkan sapi pedaging di Kabupaten

Kuningana 20

11 Estimasi produksi TDN limbah pertanian tersedia di kecamatan yang cocok untuk mengembangkan sapi pedaging di Kabupaten Kuningana 21 12 Potensi limbah komoditi pertanian sebagai pakan di kecamatan terpilih

di Kabupaten Kuningan Jawa Barata 22

13 Karakteristik peternak hasil observasi di Kabupaten Kuningana 24 14 Nilai LQ dan persentase populasi ternak sapi pedaging di kecamatan

terpilih. 26

15 Estimasi penambahan populasi ternak sapi pedaging di tiap kecamatan terpilih berdasarkan suplai bahan kering, protein kasar dan total nutrien

tercerna jerami padi. 27

16 Estimasi penambahan populasi ternak sapi pedaging di tiap kecamatan terpilih berdasarkan suplai bahan kering, protein kasar dan total nutrien

tercerna jerami padi. 28

17 Estimasi kapasitas penambahan populasi sapi pedaging efektif (KPPTRSpi) berdasarkan produksi BK jerami padi di kecamatan terpiliha 29

18 Estimasi kapasitas penambahan populasi sapi pedaging efektif (KPPTRSpi) berdasarkan produksi PK limbah selain jerami padi di

kecamatan terpiliha 30

19 Kepadatan sapi pedaging, ruminansia dan penduduk berdasarkan wilayah di kecamatan yang dapat mengembangkan sapi pedaging di

Kabupaten Kuningana 34

DAFTAR GAMBAR

1 Peta Kabupaten Kuningan, Jawa Barat 13

(30)

x

3 Jerami padi sebagai pakan ternak 32

4 Jerami ubi jalar sebagai pakan ternak 32

5 Populasi riil dan jumlah dan jumlah ternak yang dapat ditambahkan

menggunakan limbah pertanian 33

DAFTAR LAMPIRAN

1 Borang Kuisioner 39

(31)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia sebagai negara agraris menghasilkan beragam sumber daya alam. Pertanian menjadi sektor penting guna memenuhi kebutuhan pangan manusia. Pertanian mencakup beberapa sub sektor salah satunya adalah sub sektor peternakan. Peternakan merupakan sub sektor penting dalam membantu memenuhi kebutuhan pangan hewani bagi masyarakat. Selain itu, sub sektor peternakan juga membantu meningkatkan perekonomian masyarakat dan menambah jumlah lapangan pekerjaan. Keberlangsungan sebuah peternakan harus didukung dengan manajemen yang baik. Salah satu yang menjadi tolok ukur majunya sebuah peternakan adalah manajemen pakan yang baik. Pakan penting bagi keberlanjutan pengembangan peternakan karena biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi pakan merupakan biaya terbesar yaitu mencapai 60-70% dari seluruh biaya pemeliharaan ternak (Laconi 2010). Pakan yang diberikan untuk ternak harus memperhatikan kualitas, kuantitas dan kontinuitas sehingga dapat tercipta produktivitas ternak yang baik. Namun masih banyak kendala yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan kontinuitas pakan yang masih perlu diberikan solusi yang tepat.

Pakan ternak dapat berupa konsentrat dan hijauan. Tingginya harga pakan konsentrat merupakan kendala bagi peternak rakyat untuk mengembangkan ternak. Ciri khas dari sistem yang dilakukan oleh peternak rakyat di Indonesia adalah penekanan pengeluaran biaya serendah-rendahnya. Oleh karena itu permasalahan biaya pakan masih menjadi hal yang perlu dicari solusinya. Di sisi lain, penyediaan pakan hijauan budidaya semakin sulit. Sedangkan hijauan pakan merupakan sumber energi utama serta penting bagi pertumbuhan dan perkembangan ternak ruminansia.

Peningkatan produksi ternak ruminansia harus disertai dengan peningkatan penyediaan hijauan pakan yang cukup dan berkualitas. Pakan hijauan bagi sapi pedaging mencapai 40-70% dari pemberian pakan. Penyediaan hijauan semakin sulit akibat keterbatasan lahan untuk budidaya hijauan makanan ternak. Lahan yang masih tersedia lebih diprioritaskan digunakan sebagai lahan tanaman pangan untuk manusia sehingga kebutuhan lahan selain tanaman pangan seperti hijauan pakan semakin sulit diperoleh. Selain permasalahan lahan, produksi hijauan pakan juga dipengaruhi oleh musim. Produksi hijauan akan berlimpah pada musim hujan, namun produksi akan turun pada musim kemarau sehingga untuk mengatasi permasalahan-permasalahan diatas dibutuhkan hijauan alternatif bagi ternak (Suprapto 2013). Hijauan alternatif dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia yang sulit dipenuhi dari pakan hijauan budidaya. Hijauan alternatif harus berupa jenis hijauan yang tidak berkompetisi dengan manusia. Hijauan alternatif dapat diperoleh dari limbah pertanian yang jumlahnya berlimpah di Indonesia.

(32)

2

Peningkatan tersebut perlu didukung oleh sumber daya manusia serta sumber daya pakan berbasis pakan lokal seperti limbah pertanian. Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (2013) melaporkan bahwa provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi ternak sapi pedaging dan limbah pertanian. Salah satu kabupaten yang berpotensi di Jawa Barat adalah Kabupaten Kuningan. BPS Kabupaten Kuningan (2014) menyatakan jumlah populasi ternak sapi pedaging memiliki jumlah terbanyak dengan angka 17 961 ST untuk sapi pedaging pada tahun 2013 atau mencapai 55.14% dari total ruminansia. Pola iklim tropis dengan temperatur bulanan berkisar 18-32ºC dan kelembaban udara sebesar 80-90% merupakan suhu nyaman bagi ternak sapi pedaging karena sapi pedaging membutuhkan comfort zone antara 22–30°C (Purwanto 2004). Curah hujan di Kabupaten Kuningan berkisar antara 1000-5000 mm/th. Kabupaten Kuningan hampir sepanjang tahun mengalami hujan kecuali bulan Juni, Juli dan Agustus sehingga kebutuhan air untuk pemeliharaan ternak dan lahan pertanian tercukupi. Oleh karena itu, Kabupaten Kuningan adalah daerah yang dinilai cocok untuk mendukung program swasembada daging berbasis sumberdaya pakan lokal.

Limbah pertanian sebagai pakan ternak sapi pedaging memiliki kekurangan yaitu rendahnya kualitas nutrien terutama kandungan protein dan mineral. Oleh karena itu, penggunaan limbah pertanian perlu disertai pemberian konsentrat dengan kualitas yang baik. Rendahnya kualitas limbah pertanian dapat diatasi dengan induksi teknologi baik secara fisik, kimia maupun biologis. Akan tetapi, teknologi tersebut sulit diaplikasikan kepada peternak rakyat karena kurangnya pemahaman peternak.

Permasalahan lain terkait dengan penggunaan limbah pertanian yaitu kurangnya informasi tentang potensi limbah pertanian tersebut. Informasi mengenai jenis limbah pertanian, kandungan nutrien limbah pertanian serta jumlah produksi limbah pertanian saat ini masih dinilai kurang. Informasi yang kurang akan menyebabkan sulitnya pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan. Informasi tersebut digunakan oleh peternak untuk mengembangkan sapi pedaging di Kabupaten Kuningan.

Pengembangan sapi pedaging di Kabupaten Kuningan tidak lepas dari pentingnya peran peternak sebagai pelaku dalam pemeliharaan ternak. Sumberdaya peternak yang berkualitas akan mendukung pengembangan sapi pedaging di Kabupaten Kuningan. Oleh sebab itu, informasi mengenasi karakteristik peternak dan pola pemeliharaan sapi pedaging yang dilakukan di Kabupaten Kuningan perlu ditinjau.

(33)

akan mempermudah pengembangan ternak sapi pedaging dengan memanfaatkan potensi limbah pertanian yang ada.

Tujuan

Adapun tujuan penelitian yang dilakukan adalah

1. Mengidentifikasi dan menganalisis potensi limbah pertanian yang digunakan sebagai pakan di Kabupaten Kuningan Jawa Barat berdasarkan kuantitas dan kualitas

2. Mengkaji karakteristik peternak sapi pedaging di Kabupaten Kuningan Jawa Barat

3. Mengestimasi kemampuan penambahan populasi ternak sapi pedaging di Kabupaten Kuningan Jawa Barat

4. Merumuskan strategi pengembangan sapi pedaging di Kabupaten Kuningan Jawa Barat

2 METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tiga kecamatan di Kabupaten Kuningan Jawa Barat yaitu Kecamatan Cilimus, Japara dan Cigugur. Pemilihan kecamatan berdasarkan populasi sapi pedaging terbanyak dari data Dinas Peternakan Kabupaten Kuningan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai November 2014. Analisis kandungan nutrien pakan dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB.

Metode Pengumpulan Data dan Sampel

Penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara terhadap responden dan data hasil analisis laboratorium. Wawancara dilakukan terhadap 30 peternak responden, masing-masing 10 peternak per kecamatan. Wawancara dilakukan dengan menggunakan panduan kuisioner. Jumlah peternak responden ditentukan berdasarkan batas minimal jumlah sampel dalam analisis deskriptif (n=30) (Sugiyono 2011). Penentuan responden dilakukan dengan cara purposive sampling. Kriteria pemilihan responden adalah :

1. Anggota kelompok peternak sapi pedaging dengan kepemilikan minimal tiga ekor

2. Peternak yang menggunakan limbah pertanian sebagai sumber hijauan pakan

(34)

4

sebagai contoh. Limbah pertanian yang dianalisis adalah tiga jenis limbah yang paling banyak digunakan oleh peternak. Setiap jenis limbah diambil masing-masing tiga kali ulangan pengambilan di setiap kecamatan terpilih. Data sekunder diperoleh dari Dinas Peternakan Kabupaten Kuningan, Dinas Tanaman Pangan dan Badan Pusat Statistik (BPS).

Metode Analisis

Analisis Data Deskriptif

Analisis data menggunakan metode deskriptif dengan cara pengumpulan data, penyusunan data, dan penggambaran data (Mattjik dan Sumertajaya 2000). Data dari kecamatan terpilih mewakili seluruh kecamatan di Kabupaten Kuningan.

Potensi Limbah Pertanian sebagai Pakan Ternak Sapi Pedaging

Limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai pakan harus memiliki kualitas yang baik. Pakan yang berkualitas akan meningkatkan produktivitas ternak. Kualitas pakan dapat dilihat dari komposisi nutriennya. Komposisi nutrien dianalisis menggunakan metode proksimat. Data komposisi nutrien yang dianalisis adalah bahan kering (BK), protein kasar (PK), serat kasar (SK), lemak kasar (LK), serta bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) (AOAC 2005). Total nutrien tercerna (TDN) dihitung dengan rumus sebagai berikut (Owens 2010) :

TDN % = 0.9918 × PK + 1.272 × LK + 0.0318 × SK + (0.8940 × BETN)

Produksi limbah pertanian dihitung berdasarkan data produksi segar, bahan kering (BK), protein kasar (PK), dan total digestible nutrien (TDN) tiap komoditi. Data produksi limbah segar dapat diperoleh dengan menghitung bobot segar bagian tanaman yang dapat digunakan untuk pakan. Satu tanaman utuh memiliki bagian yang dapat dimanfaatkan untuk pangan dan pakan. Bagian tanaman yang dimanfaatkan merupakan bagian tanaman hasil panen. Data yang tersedia di BPS merupakan data produksi tanaman dalam segar yang dapat digunakan untuk pangan, bukan data produksi limbah pertanian. Oleh karena itu, perlu dilakukan konversi untuk menghitung bagian yang dapat digunakan untuk pakan.

Proporsi untuk pangan dan pakan dari tiap tanaman dikonversi dalam persen (Tabel 1). Proporsi tersebut diperoleh dengan mengambil satu bagian utuh dari tanaman padi tanpa akar (sampai batas sabit saat panen), ubi jalar dan kacang tanah yang masing-masing ditimbang bobotnya. Setiap jenis tanaman dipisah tiap bagian yang digunakan untuk pangan dan pakan lalu ditimbang bobot per bagian. Data bobot keseluruhan tanaman dan bobot per bagian tanaman digunakan untuk menghitung proporsi pangan dan pakan. Data proporsi untuk pangan dan pakan dihitung dengan perhitungan sebagai berikut:

Pr. pangan % = bobot bagian tanaman untuk pangan (kg)

(35)

Pr. pakan % = 100%−Pr. pangan (%)

Keterangan:

Pr. pangan : Proporsi untuk pangan dalam % Pr. pakan : Proporsi untuk pakan dalam %

Tabel 1 Proporsi tanaman pertanian yang digunakan di Kabupaten Kuningana Komoditas Bagian untuk Pakan Bagian untuk Pangan Proporsi (%)

Pakan Pangan

Data proporsi tanaman yang diperoleh, digunakan untuk menghitung jumlah produksi segar limbah pertanian. Adapun perhitungan dari produksi limbah segar adalah sebagai berikut:

Prod. LP segar = Prod. TP × 100

Pr. pangan(%) × Pr. pakan (%)

Keterangan:

Prod. LP segar : Produksi limbah pertanian segar (ton/tahun) Prod.TP : Produksi tanaman pangan (ton/tahun) (BPS 2014) Pr. pangan : Proporsi untuk pangan dalam persen

Pr. pakan : Proporsi untuk pakan dalam persen

Produksi limbah pertanian segar digunakan untuk menghitung jumlah limbah pertanian yang telah digunakan dan belum digunakan. Perhitungan produksi limbah pertanian baik yang telah digunakan maupun yang belum digunakan, dihitung berdasarkan potensi tiap kecamatan. Kecamatan yang dipilih dijadikan daerah pengembangan sapi pedaging di Kabupaten Kuningan. Metode Analisis Location Quation (LQ) digunakan untuk menentukan kecamatan yang akan ditambah jumlah ternak sapi pedaging dengan memanfaatkan limbah pertanian sebagai sumber hijauan pakan. Analisis LQ merupakan perbandingan relatif antara populasi ternak sapi pedaging di suatu kecamatan dengan populasi ternak yang sama pada tingkat kabupaten (Hendayana 2003). Kecamatan yang dinilai dapat mengembangkan ternak sapi

(36)

6

Keterangan :

XSpi = Populasi Sapi Pedaging di suatu Kecamatan (ST)

XTRi = Populasi Total Ruminansia di suatu Kecamatan (ST)

YSp = Populasi Sapi Pedaging di Kabupaten Kuningan (ST)

YTR = Populasi Total Ruminansia di Kabupaten Kuningan (ST)

 Nilai LQ ≥ 1 menyatakan bahwa kecamatan tersebut merupakan daerah sentra peternakan sehingga diasumsikan memiliki sumberdaya manusia yang siap melakukan pengembangan ternak.

 Nilai LQ < 1 menyatakan bahwa kecamatan tersebut bukan daerah sentra peternakan sehingga diasumsikan belum memiliki sumberdaya manusia yang siap melakukan pengembangan ternak.

Analisa LQ membutuhkan data populasi ternak ruminansia tiap kecamatan di Kabupaten Kuningan. Data populasi ternak yang tersedia adalah dalam bentuk ekor. Nilai tersebut harus dikonversi ke dalam satuan ternak. Konversi satuan ekor menjadi satuan ternak membutuhkan data struktur ternak dan nilai konversi setiap jenis ternak. Data populasi yang diperoleh dari BPS tidak diketahui masing-masing jumlah ternak anak, muda dan dewasa sehingga dibutuhkan data struktur ternak yang ditunjukkan pada Tabel 2. Setelah diketahui jumlah ternak anak, muda dan dewasa, kemudian dikonversi menggunakan nilai konversi ternak. Adapun perhitungan populasi ternak adalah sebagai berikut:

XRij (ST) = XRij(ekor) × Sij(%) × Kij(ST ekor)

Keterangan :

XRij (ST) : Populasi tiap jenis ruminansia (sapi perah, sapi pedaging,

kambing, domba) di suatu kecamatan dalam satuan ternak XRij : Populasi tiap jenis ruminansia (sapi perah, sapi pedaging,

kambing, domba) di suatu kecamatan dalam satuan ekor, diperoleh dari data BPS Kabupaten Kuningan tahun 2014

Sij : Struktur ternak (%) tiap jenis ruminansia di suatu kecamatan

Kij : Konversi satuan ternak (ST) tiap jenis ruminansia di suatu

kecamatan

Tabel 2 Struktur ternak ruminansia Jawa Barat (%)a

(37)

Konversi ST :

Sapi: anak 0.25 ST/ekor, muda 0.5 ST/ekor, dewasa 1 ST/ekor

Domba/Kambing: anak 0.035 ST/ekor, muda 0.07 ST/ekor, dewasa 0.14 ST/ekor Hasil konversi populasi ternak ruminansia seluruh kecamatan di Kabupaten Kuningan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Data populasi ternak ruminansia Kabupaten Kuningana

No Kecamatan

(38)

8

Limbah pertanian yang telah digunakan sebagai pakan di Indonesia sebesar 30% dari total produksi limbah pertanian (Indraningsih et al. 2011). Adapun perhitungan dari limbah pertanian yang telah digunakan di tiap kecamatan terpilih adalah sebagai berikut:

Prod. LP segardigunakan i = Prod. LP segari× 30%

Keterangan:

Prod.LP segardigunakan i : Produksi limbah pertanian yang telah digunakan di

kecamatan terpilih dalam segar (ton/tahun)

Prod. LP segari : Produksi limbah pertanian di tiap kecamatan dalam

segar (ton/tahun)

Nilai Produksi limbah pertanian yang telah digunakan diperlukan untuk menghitung persentase jumlah limbah pertanian riil yang digunakan oleh peternak di Kabupaten Kuningan. Hasil survei lapang melaporkan bahwa konsumsi riil jerami padi sebagai pakan sapi pedaging adalah 5 kg/ST/hari. Konsumsi riil limbah pertanian setiap kecamatan berbeda karena populasi sapi pedaging berbeda di tiap kecamatan. Khusus untuk konsumsi riil jerami ubi jalar dan jerami kacang tanah tidak terukur karena limbah pertanian tersebut tidak selalu digunakan oleh peternak sehingga tetap diasumsikan 30% dari total produksi jerami ubi jalar dan jerami kacang tanah. Nilai konsumsi riil limbah pertanian dikonversi dalam ton per tahun. Adapun perhitungan dari penggunaan riil limbah pertanian adalah sebagai berikut:

Konsumsi riil LPSpi = Konsumsi LP kg/ST/hari × 365

1000 × XSpi

Keterangan:

Konsumsi riil LPSpi : jumlah riil limbah pertanian yang digunakan untuk

sapi pedaging di tiap kecamatan (ton/tahun) XSpi : Populasi Sapi Pedaging di suatu Kecamatan (ST)

Nilai konsumsi riil limbah pertanian yang diperoleh dikonversi ke dalam persen dari nilai produksi limbah pertanian yang diasumsikan telah digunakan. Adapun perhitungan dari persentase nilai konsumsi riil limbah pertanian di tiap kecamatan adalah sebagai berikut:

Persentase konsumsi riil LPSpi: persentase konsumsi riil limbah pertanian sebagai

pakan sapi pedaging di tiap kecamatan (%) Konsumsi riil LPSpi : jumlah riil limbah pertanian yang digunakan

untuk sapi pedaging di tiap kecamatan (ton/tahun) Prod.LP segar digunakani : Produksi limbah pertanian yang telah digunakan

(39)

Nilai persentase konsumsi riil limbah pertanian di tiap kecamatan diasumsikan sebagai jumlah riil limbah pertanian yang mampu peternak peroleh sesuai jumlah ternak yang dimiliki. Nilai tersebut digunakan untuk menghitung jumlah limbah pertanian yang akan dimanfaatkan dalam menambah jumlah ternak sapi pedaging. Limbah pertanian yang belum dimanfaatkan di Indonesia sebesar 70% dari total produksi limbah pertanian (Indraningsih et al 2011). Namun, hasil observasi di lapang menunjukkan bahwa tidak semua limbah dapat diambil oleh peternak. Oleh sebab itu, produksi limbah pertanian yang dihitung merupakan limbah pertanian yang mampu diperoleh peternak secara riil. Limbah pertanian tersebut disebut dengan limbah pertanian tersedia. Adapun perhitungan dari limbah pertanian yang tersedia adalah sebagai berikut:

Prod. LP tersediai= Prod. LP segari× 70% × Persentase konsumsi riil LPi

Keterangan:

Prod. LP tersediai : Produksi limbah pertanian tersedia di tiap

kecamatan (ton/tahun)

Prod. LP segar i : Produksi limbah pertanian dalam segar tiap

kecamatan (ton/tahun)

Persentase konsumsi riil LPSpi : persentase konsumsi riil limbah pertanian

sebagai pakan sapi pedaging di tiap kecamatan (%)

Produksi limbah pertanian tersedia dalam segar digunakan untuk menghitung produksi bahan kering (BK) tersedia dari limbah pertanian. Adapun perhitungannya adalah sebagai berikut:

Prod. BK LPi tontahun = Prod. LP tersediai tontahun × Kandungan BK LP (%)

Keterangan:

Prod. BK LPi : Produksi bahan kering limbah pertanian di tiap

kecamatan (ton/tahun)

Prod. LP tersediai : Produksi limbah pertanian tersedia di tiap kecamatan

(ton/tahun)

Kandungan BK LP : Kandungan bahan kering limbah pertanian (%)

Produksi protein kasar (PK) dan total digestible nutrien (TDN) dari limbah pertanian dihitung berdasarkan bahan kering. Perhitungan produksi protein kasar (PK) dan total digestible nutrien (TDN) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Prod. PK LPi ton tahun = Prod. BK LPi ton tahun × Kandungan PK LP %

(40)

10

Kandungan BK LP : Kandungan bahan kering limbah pertanian (%) Kandungan PK LP : Kandungan protein kasar limbah pertanian (%)

Kandungan TDN LP : Kandungan total digestible nutrient limbah pertanian (%)

Nilai produksi BK, PK dan TDN digunakan untuk menghitung potensi limbah pertanian yang telah dimanfaatkan sebagai pakan di Kabupaten Kuningan. Potensi limbah pertanian berdasarkan nilai BK, PK dan TDN dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Potensi a, b, c LPi % =

Prod. a, b, c satu jenis LPi ton tahun

Prod. a, b, c seluruh jenis LPi ton tahun

× 100%

Keterangan:

Potensi LPi : Potensi limbah pertanian di tiap kecamatan (%)

Prod. satu jenis LPi : Produksi satu jenis limbah pertanian di tiap kecamatan

(ton/tahun)

Prod. seluruh jenis LPi: Produksi seluruh jenis limbah pertanian di tiap kecamatan

(ton/tahun)

a : BK (bahan kering)

b : PK (protein kasar)

c : TDN (total digestible nutrient)

Analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia atau KPPTR

Perhitungan kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia sapi pedaging di Kabupaten Kuningan (KPPTRSp) dihitung berdasarkan produksi

bahan kering (BK), protein kasar (PK), dan total digestible nutrien (TDN) dari limbah pertanian yang tersedia. Produksi limbah pertanian tersedia berdasarkan BK/PK/TDN digunakan berdasarkan kebutuhan hijauan sapi pedaging di Kabupaten Kuningan. Penggunaan hijauan sebanyak 40% dari total ransum. Nilai KPPTRSp tersebut merupakan jumlah ternak yang dapat ditambahkan di

(41)

Tabel 4 Kebutuhan ternak sapi pedaging (ekor/hari)a Kebutuhan sapi pedaging BK

(kg/ekor/hari)

PK TDN

% kg/ekor/hari % kg/ekor/hari Kebutuhan zat makanan 8.90 12.60 1.12 70.00 6.23

Kebutuhan konsentrat 5.34 0.54 4.07

Kebutuhan jerami padi 2.92 0.14 1.43

Kebutuhan limbah selain jerami

padi 0.64 0.44 0.72

a

Data berdasarkan hasil perhitungan sesuai dengan 1)NRC (2000); sapi angus 365kg; H: Hijauan, K: Konsentrat; BK (Bahan Kering); PK (protein kasar); TDN (total digestible nutrient).

Nilai kebutuhan nutrien hijauan dari sapi pedaging digunakan untuk menghitung KPPTRSpi menggunakan produksi limbah pertanian yang tersedia.

Adapun perhitungan KPPTRSpi di tiap kecamatan terpilih di Kabupaten

Kuningan adalah sebagai berikut:

KPPTRSpi (a, b, c) ST =

Prod. LPi (a, b, c) ton tahun

KHSpi (a, b, c) ton tahun

Keterangan:

KPPTRSpi : Kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia sapi

pedaging di suatu kecamatan (ST)

Prod. LPi : Produksi limbah pertanian tersedia di tiap kecamatan (ton/tahun)

KHspi : Kebutuhan nutrien hijauan sapi pedaging di suatu kecamatan

(ton/tahun)

a : BK

b : PK

c : TDN

Nilai KPPTR sapi pedaging (KPPTRSp) di Kabupaten Kuningan

merupakan total dari nilai KPPTRSpi seluruh kecamatan terpilih. Nilai KPPTRSp

tersebut merupakan jumlah sapi pedaging yang dapat ditambahkan di Kabupaten Kuningan dengan menggunakan sumber hijauan limbah pertanian. Adapun perhitungan dari KPPTRSp adalah sebagai berikut:

KPPTRSp(ST) = KPPTRSpi 9

i=1

(42)

12

Keterangan:

KPPTRSp : Kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia sapi

pedaging di Kabupaten Kuningan (ST)

KPPTRSpi : Kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia sapi

pedaging di suatu kecamatan (ST) Peubah yang diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi: • Data primer:

– Karakteristik peternak

– Jenis limbah pertanian sebagai pakan ternak sapi pedaging di Kabupaten Kuningan

– Kualitas nutrien limbah pertanian sebagai pakan ternak sapi pedaging

• Data Sekunder:

– Informasi populasi ternak

– Kuantitas komoditi limbah pertanian per kecamatan

– Kapasitas daya tampung dan peningkatan populasi ternak per kecamatan dan potensi pengembangannya berdasarkan ketersediaan bahan pakan terutama kualitas PK dan TDN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Kabupaten Kuningan

Luas Wilayah, Letak Geografis, Kondisi Topografi Administratif Kabupaten Kuningan

Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah mencakup 1 195.711 km2 . Kabupaten Kuningan terletak pada 108° 23’-108° 47’ Bujur Timur dan 6° 47’-7° 12’ Lintang Selatan. Sisi utara Kabupaten Kuningan berbatasan dengan Kabupaten Cirebon Jawa Barat dan pada sisi selatan berbatasan dengan Cilacap Jawa Tengah. Sisi timur Kabupaten Kuningan berbatasan dengan Kabupaten Brebes Jawa Tengah dan sisi barat berbatasan dengan Kabupaten Majalengka Jawa Barat (BPS 2013).

(43)

dengan luas ±1 300.91 hektar (BPS 2013). Peta Kabupaten Kuningan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta Kabupaten Kuningan, Jawa Barat (Sumber : BKD 2014)

(44)

14

perbukitan landai dengan kemiringan 5-14%. Wilayah bagian timur Kabupaten Kuningan merupakan daerah perbukitan sedang dengan kemiringan 15-40% dan bagian selatan Kabupaten Kuningan mencakup Kecamatan Subang, Cilebak, Ciniru, dan Selajambe merupakan perbukitan terjal dengan nilai kemiringan >40%. Sumber mata air di Kabupaten Kuningan meliputi 620 titik. Bagian selatan Kabupaten Kuningan memiliki mata air 8.44% dari total mata air, bagian tengah memiliki 11.59% dan bagian utara 79.97% dari total seluruh mata air di Kabupaten Kuningan (Dinas Sumber Daya Air dan Pertambangan Kabupaten Kuningan 2010).

Sumber Daya Manusia

Kabupaten Kuningan memiliki penduduk dengan kemampuan baca tulis sebesar 97.02% pada tahun 2012. Kemampuan tersebut meningkat dari tahun sebelumnya yaitu berkisar 96.99% pada tahun 2011. Nilai tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2012 terdapat 2.98% penduduk Kabupaten Kuningan belum memiliki kemampuan baca dan tulis. Kemampuan baca tulis merupakan hal mendasar dalam pendidikan bagi masyarakat. Kualitas pendidikan berpengaruh terhadap pola hidup masyarakat. Tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Kuningan meningkat sejumlah 0.24% dari 7.22% di tahun 2011 menjadi 7.46% di tahun 2012 (BPS 2013). Peningkatan tersebut merupakan perkembangan yang baik untuk membentuk pola pikir yang teratur dan terencana.

Jumlah penduduk Kabupaten Kuningan mencapai 1 129 223 jiwa pada tahun 2012. Pertumbuhan penduduk Kabupaten Kuningan tahun 2012 menurun hingga 0.13% dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan penduduk dari 1.8% pada tahun 2011 menjadi 1.67% di tahun 2012. Jumlah penduduk laki-laki lebih tinggi dibandingkan penduduk perempuan yaitu 587 396 jiwa penduduk laki-laki dan 541 827 jiwa penduduk perempuan dengan luas kepadatan penduduk mencapai 881.91 jiwa/km2. Komposisi penduduk Kabupaten Kuningan didominasi oleh penduduk muda dan dewasa (BPS Kab. Kuningan 2013).

(45)

Tabel 5 Persebaran dan kepadatan penduduk Kabupaten Kuningan Tahun 2012

Sumber : BPS Kab. Kuningan (2013)

Pertanian dan Peternakan di Kabupaten Kuningan

(46)

16

di Kabupaten Kuningan antara lain padi sawah, padi gogo, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, Singkong, ubi jalar dan lain sebagainya (Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kuningan 2014). Hasil pertanian yang melimpah di Kabupaten Kuningan akan menghasilkan limbah pertanian yang melimpah pula. Oleh karena itu, limbah pertanian tersebut dapat dimanfaatkan oleh peternak di Kabupaten Kuningan sebagai sumber pakan hijauan. Penggunaan limbah pertanian sebagai pakan dapat membantu menambah jumlah sumber hijauan bagi ternak ruminansia khususnya sapi pedaging. Pengadaan hijauan pakan merupakan salah satu faktor kunci yang harus mendapatkan perhatian dan prioritas dalam rangka meningkatkan populasi ternak sapi pedaging di Kabupaten Kuningan.

Sub sektor peternakan merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang menjadi skala prioritas untuk memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Populasi ruminansia terbanyak di Kabupaten Kuningan adalah sapi pedaging. Sapi pedaging memberikan kontribusi dalam menyumbang pasokan daging bagi masyarakat. Populasi sapi pedaging yang terus ditingkatkan diharapkan dapat mengurangi jumlah impor daging di Indonesia. Peranan ternak sapi pedaging dalam pembangunan peternakan cukup besar terutama di dalam pengembangan misi peternakan yaitu sumber pangan hewani asal ternak berupa daging, pendapatan masyarakat terutama petani ternak, penghasil devisa yang sangat diperlukan untuk membiayai pembangunan nasional, menciptakan angkatan kerja, dan sasaran konservasi lingkungan terutama lahan melalui daur ulang pupuk kandang. Oleh karena itu, peningkatan populasi sapi pedaging masih menjadi prioritas. Kontribusi seluruh daerah di Indonesia sangat dibutuhkan dalam melaksanakan program pengembangan sapi pedaging, begitu juga dengan Kabupaten Kuningan. Populasi sapi pedaging di Kabupaten Kuningan memiliki jumlah tertinggi yaitu sebesar 55.14% dari total populasi seluruh ruminansia di Kabupaten Kuningan pada tahun 2013. Nilai tersebut mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sebesar 3.8% (BPS Kab. Kuningan 2014). Penurunan jumlah populasi sapi pedaging terkait dengan produktivitas ternak. Produktivitas ternak selama ini diperkirakan 70% dipengaruhi oleh faktor lingkungan, sedangkan 30% dipengaruhi oleh faktor genetik (Syamsu 2006).

Potensi Limbah Pertanian di Kabupaten Kuningan

(47)

ruminansia sebesar 70-80% berasal dari serat (Sitompul dan Martini 2005). Ternak ruminansia yang kekurangan serat akan mengalami berbagai gangguan sistem pencernaan seperti acidosis sehingga limbah pertanian sebagai sumber serat penting bagi ternak sapi pedaging. Tabel 6 menunjukkan komposisi nutrien yang terkandung pada limbah pertanian di Kabupaten Kuningan.

Tabel 6 Komposisi nutrien limbah pertanian berdasarkan 100% BK di Abu, PK, LK, SK, BETN, TDN dalam 100% BK. BK (Bahan Kering); PK (protein kasar); LK (lemak kasar); SK (serat kasar);BETN (bahan ekstrak tanpa nitrogen); TDN (total digestible nutrient)

Kebutuhan protein sapi pedaging berkisar antara 10.4-12.7% BK (Wahyono dan Hardiyanto 2004). Kandungan protein jerami tergolong rendah sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan dari sapi pedaging. Dilihat dari kandungan proteinnya, jerami ubi jalar dan jerami kacang tanah memiliki kandungan protein lebih tinggi dibandingkan dengan jerami padi. Kandungan protein dalam pakan sangat diperhitungkan karena protein merupakan nutrien yang tergolong mahal dan berfungsi vital bagi kebutuhan pokok dan produksi ternak.

Kandungan TDN limbah pertanian yang terdapat di Kabupaten Kuningan masih tergolong rendah untuk jerami padi dan jerami ubi jalar. Kandungan TDN yang diperlukan sapi pedaging berkisar 58-65% BK. Hanya jerami kacang tanah yang memiliki kandungan TDN yang sesuai dengan kebutuhan sapi pedaging yaitu 60% BK. Nilai TDN pakan erat kaitannya dengan kandungan energi pakan tersebut. Semakin tinggi kandungan TDN pakan maka semakin tinggi pula kandungan energi pakan. Pada usaha penggemukan, sapi yang mendapat ransum berupa limbah pertanian rata-rata mengalami kekurangan PK sebesar 18.49% dan TDN sebesar 18.47% dari standar kebutuhan (Indraningsih 2011). Kandungan nutrien yang beragam pada limbah pertanian dipengaruhi oleh varietas, kondisi tanah, iklim, pupuk, lama penyimpanan, pola tanam dan waktu panen. Selain kualitas yang rendah, limbah pertanian juga bersifat amba. Sifat tersebut menyebabkan ternak akan merasa cepat kenyang sehingga ternak berhenti makan sebelum nutrien yang dibutuhkan ternak tercukupi.

(48)

18

pertanian yang diasumsikan telah digunakan. Setiap kecamatan memiliki persentase penggunaan riil limbah pertanian yang berbeda karena potensi ternak, limbah pertanian, dan peternak di tiap kecamatan berbeda. Pengembangan sapi pedaging menggunakan sumber hijauan asal limbah pertanian perlu memperhatikan potensi dari setiap daerah. Kabupaten Kuningan memiliki 32 kecamatan, namun tidak semua kecamatan dinilai memiliki potensi untuk pengembangan sapi pedaging. Terdapat sembilan kecamatan yang merupakan daerah berbasis peternakan sehingga dianggap memiliki sumberdaya manusia

yang dapat melakukan pengembangan sapi pedaging (LQ≥1). Kecamatan

tersebut adalah Kecamatan Luragung, Cibingbin, Ciwaru, Subang, Maleber, Cibereum, Cilebak, Karangkancana dan Cimahi. Dengan demikian, nilai produksi nutrien tersedia dari limbah pertanian perlu ditinjau di sembilan kecamatan tersebut. Hal tersebut dimaksudkan agar program pengembangan sapi pedaging didukung oleh sumber pakan yang ada di daerah tersebut. Tabel 7 menunjukkan persentase riil jerami padi sebagai pakan yang dapat dijangkau oleh peternak di kecamatan terpilih.

Tabel 7 Persentase riil jerami padi sebagai pakan yang dapat dijangkau oleh

(49)

Tabel 8 menunjukkan nilai total produksi nutrien limbah pertanian tersedia di Kabupaten Kuningan pada tahun 2013.

Tabel 8 Estimasi total produksi nutrien limbah pertanian tersedia di Kabupaten Kuningan Jawa Barata

BK: bahan kering ; PK: protein kasar ; TDN: total digestible nutrient a

Diolah dari BPS Kab. Kuningan 2013

Nilai produksi limbah pertanian diatas merupakan produksi jenis limbah yang selama ini digunakan sebagai pakan di Kabupaten Kuningan. Produksi limbah pertanian tertinggi di Kabupaten Kuningan adalah jerami padi baik berdasarkan bahan kering, protein kasar serta total nutrien tercerna. Total produksi bahan kering jerami padi mencapai 27 353 ton/tahun. Total produksi BK terendah dari limbah pertanian yang digunakan oleh peternak adalah jerami kacang tanah dengan produksi BK mencapai 994 ton/tahun. Namun pemanfaatan limbah pertanian untuk pengembangan sapi pedaging difokuskan pada daerah

yang dinilai memiliki potensi pengembangan (LQ≥1). Tabel 9 menunjukkan produksi BK limbah pertanian pada kecamatan yang dinilai cocok untuk pengembangan sapi pedaging.

Tabel 9 Estimasi produksi bahan kering (BK) limbah pertanian di kecamatan yang cocok untuk mengembangkan sapi pedaging di Kabupaten Kuningana

(50)

20

Nilai produksi berdasarkan bahan kering tertinggi dari limbah pertanian di kecamatan terpilih adalah jerami padi yaitu 22 588 ton/tahun dan terendah adalah jerami ubi jalar yaitu 28.63 ton/tahun. Kecamatan dengan nilai produksi bahan kering limbah pertanian tertinggi adalah Cimahi yaitu 4 273 ton/tahun dan terendah adalah Cibeureum yaitu 959 ton/tahun. Nilai tersebut menunjukkan bahwa Kecamatan Cimahi dinilai memiliki potensi tertinggi berdasarkan nilai produksi bahan kering dari limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai pakan ternak sapi pedaging. Nilai produksi bahan kering limbah pertanian yang digunakan dari seluruh kecamatan yang dinilai dapat mengembangkan sapi pedaging di Kabupaten Kuningan mencapai 23 043 ton/tahun. Produksi nutrien dari jerami ubi jalar tergolong rendah dibandingkan dengan limbah selain jerami ubi jalar. Hal tersebut disebabkan karena ubi jalar tidak diproduksi di seluruh kecamatan terpilih, hanya kecamatan Cimahi, Subang, Maleber dan Luragung yang memproduksi tanaman ubi jalar.

Kandungan protein kasar limbah pertanian merupakan hal yang perlu diperhatikan. Limbah pertanian selama ini dianggap memiliki kandungan protein yang rendah. Suplai protein dari limbah pertanian selama ini belum dapat memenuhi standar kebutuhan dari ternak sapi pedaging. Rendahnya kandungan protein limbah pertanian harus diikuti dengan pemberian sumber protein dari bahan pakan lain. Kecukupan nilai protein suatu pakan penting untuk memenuhi kebutuhan ternak sapi pedaging dalam memenuhi kebutuhan pokok dan produksi daging. Tabel 10 menunjukkan produksi PK limbah pertanian tersedia pada kecamatan yang dinilai cocok untuk pengembangan sapi pedaging.

Tabel 10 Estimasi produksi protein kasar (PK) limbah pertanian di kecamatan yang cocok untuk mengembangkan sapi pedaging di Kabupaten Kuningana

Diolah dari BPS Kab. Kuningan 2014

(51)

jerami ubi jalar yaitu 4.2 ton/tahun. Kecamatan dengan nilai produksi PK limbah pertanian tertinggi adalah Kecamatan Cimahi yaitu 213 ton/tahun dan terendah adalah Kecamatan Cibeureum yaitu 52 ton/tahun. Nilai produksi PK limbah pertanian yang digunakan dari seluruh kecamatan terpilih di Kabupaten Kuningan mencapai 1 168 ton/tahun. Jerami padi tergolong limbah pertanian yang memiliki protein rendah. Sapi pedaging diperkirakan memiliki tingkat permintaan bahan pakan terutama sumber protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan produsen pakan sapi perah (Tawaf 2010). Oleh karena itu, kandungan protein limbah pertanian yang masih tergolong rendah perlu diperbaiki. Selain produksi BK dan PK limbah pertanian tersedia, produksi TDN juga perlu ditinjau untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan energi bagi ternak sapi pedaging yang dikembangkan. Tabel 11 menunjukkan produksi TDN limbah pertanian pada kecamatan yang dinilai cocok untuk pengembangan sapi pedaging.

Tabel 11 Estimasi produksi TDN limbah pertanian tersedia di kecamatan yang cocok untuk mengembangkan sapi pedaging di Kabupaten Kuningana

No Kecamatan

Diolah dari BPS Kab. Kuningan 2014

Nilai produksi berdasarkan TDN tertinggi dari limbah pertanian di kecamatan terpilih adalah jerami padi yaitu 11 079 ton/tahun dan terendah adalah jerami ubi jalar yaitu 14.21 ton/tahun. Tingginya nilai TDN jerami padi disebabkan tingginya produksi BK jerami padi. Kecamatan dengan nilai produksi TDN limbah pertanian tertinggi adalah Cimahi yaitu 2 101 ton/tahun dan terendah adalah Cibeureum yaitu 478 ton/tahun. Nilai produksi TDN limbah pertanian tersedia dari seluruh kecamatan terpilih di Kabupaten Kuningan mencapai 11 352 ton/tahun.

(52)

22

pakan bagi ternak ruminansia dibatasi 2% dari bobot badan berdasarkan bahan kering. Hal tersebut disebabkan adanya kandungan karbohidrat yang sulit difermentasi serta ikatan lignin dan silika pada jerami yang sulit dicerna oleh ternak (Setiyadi 2013).

Potensi limbah pertanian dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah ternak sapi pedaging. Pemanfaatan limbah pertanian akan membantu peternak dalam menekan biaya pakan karena limbah pertanian tergolong hijauan yang murah. Nilai potensi dari jerami padi, jerami ubi jalar dan jerami kacang tanah di sembilan kecamatan terpilih dapat diamati pada Tabel 12di bawah ini.

Tabel 12 Potensi limbah komoditi pertanian sebagai pakan di kecamatan terpilih di Kabupaten Kuningan Jawa Barata

Jenis Limbah Kecamatan Potensi (%)

BK PK TDN

Karangkancana 98.83 97.02 98.56

Ciwaru 98.73 96.78 98.44

BK: bahan kering ; PK: protein kasar ; TDN: total digestible nutrient a

(53)

Nilai produksi nutrien limbah pertanian berdasarkan produksi bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan total digestible nutrient (TDN) tersedia, limbah pertanian jerami padi merupakan limbah pertanian yang memiliki potensi tertinggi untuk digunakan sebagai pakan ternak ruminansia di Kabupaten Kuningan. Berbeda dengan jerami ubi jalar dan jerami kacang tanah. Jerami ubi jalar dan kacang tanah memiliki nilai produksi limbah yang tergolong rendah sehingga keberadaan limbah tersebut masih sulit digunakan. Tidak semua peternak menggunakan jerami ubi jalar dan jerami kacang tanah. Di sisi lain, jerami ubi jalar dan jerami kacang tanah tidak selalu tersedia setiap hari. Tingginya nilai potensi jerami padi dipengaruhi oleh tingginya produksi padi di Indonesia sehingga menghasilkan limbah jerami yang tinggi pula. Selain faktor tingginya produksi padi, besarnya proporsi dari bagian tanaman padi yang dapat dijadikan sebagai pakan dibandingkan tanaman ubi jalar dan kacang tanah juga menjadi penyebab tingginya potensi limbah pertanian jerami padi.

Tingginya nilai potensi jerami padi perlu disertai dengan perbaikan potensi kualitasnya. Kualitas jerami padi yang rendah akibat adanya kandungan ikatan lignin dan silika masih memerlukan perhatian khusus. Oleh karena itu, peran induksi teknologi dalam peningkatan kualitas jerami padi diharapkan dapat menjadi solusi. Hasil penelitian lain melaporkan bahwa peningkatan kualitas gizi pada jerami padi dapat dilakukan dengan amoniasi menggunakan urea (Zulkarnaini 2009). Xuan Trach 2001 melaporkan bahwa pemberian urea sebanyak 4% dapat meningkatkan pertambahan bobot badan pada sapi pedaging. Selain teknologi amoniasi, pembuatan silase jerami padi dengan penambahan rumen juga dapat dilakukan. Penelitian lain melaporkan bahwa pembuatan silase menggunakan probiotik starbio dapat meningkatkan pertambahan bobot badan sebesar 0.37 kg/hari pada sapi pedaging. Pertambahan bobot badan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan sapi pedaging yang diberi jerami tanpa fermentasi yaitu 0.25 kg/hari (Syamsu 2003). Hasil penelitian-penelitian tersebut dapat dijadikan acuan dalam melakukan peningkatan kualitas jerami padi menggunakan induksi teknologi di Kabupaten Kuningan.

Limbah pertanian yang berkualitas akan membantu meningkatkan produktivitas dari ternak. Induksi teknologi yang tepat akan menekan pengeluaran biaya sehingga mampu membantu peternak skala rakyat dalam pengembangan sapi pedaging berbasis pakan lokal. Pemberian limbah pertanian disarankan diberikan secara campuran dengan pakan konsentrat berkualitas baik serta limbah pertanian lainnya yang tersedia di daerah tersebut agar kebutuhan nutrien ternak dapat dipenuhi. Kombinasi yang tepat antara limbah pertanian dan konsentrat akan membantu meningkatkan produktivitas dari sapi pedaging.

Karakteristik Peternak dan Pola Pemeliharaan Sapi Pedaging yang diterapkan di Kabupaten Kuningan

(54)

24

seberapa besar sumberdaya peternak yang ada di Kabupaten Kuningan. Karakteristik peternak dapat dilihat dari umur, pendidikan, serta pengalaman yang dimiliki dalam menjalankan peternakan. Selain karakteristik dari peternak, pola pemeliharaan yang diterapkan peternak juga perlu ditinjau. Pola pemeliharaan sapi pedaging yang diterapkan oleh peternak berkaitan dengan kualitas dari produk ternak yang dihasilkan. Produktivitas ternak yang baik dihasilkan dari pola pemeliharaan yang baik pula. Pola pemeliharaan meliputi sistem pemeliharaan dan cara pemberian pakan. Hasil dari peninjauan karakteristik peternak dan pola pemeliharaan sapi pedaging nantinya akan digunakan untuk menetapkan strategi yang tepat guna mendukung program pengembangan sapi pedaging di Kabupaten Kuningan berbasis limbah pertanian tersedia. Karakteristik peternak hasil observasi di Kabupaten Kuningan dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Karakteristik peternak hasil observasi di Kabupaten Kuningana

Kategori %

Hasil survei di lapang menunjukkan bahwa umur peternak di Kabupaten Kuningan sebanyak 83.87% berada di umur produktif. Peternak yang berumur produktif dianggap memiliki pola pikir yang dinamis dan memiliki kemampuan fisik kuat dalam mengelola usaha ternaknya. Peternak dengan umur produktif dinilai memiliki semangat lebih tinggi dalam mengembangkan ternak dibandingkan dengan peternak yang berumur tidak produktif (Murwanto 2008). Dengan demikian, Kabupaten Kuningan dinilai memiliki sumberdaya peternak yang memiliki potensi dilihat dari segi umur peternak.

(55)

beternak. Tingkat pendidikan peternak menjadi tolok ukur kualitas penduduk dan merupakan kunci dalam pengembangan sumberdaya manusia. Induksi teknologi dan penyuluhan program pengembangan ternak akan sulit diterapkan jika peternak memiliki pengetahuan yang kurang (Murwanto 2008). Peternak hanya akan menerima materi penyuluhan namun tanpa didasari pemahaman yang cukup sehingga penyuluhan tersebut sulit diterapkan.

Dari segi mata pencaharian, kegiatan beternak yang dilakukan hanya dijadikan pekerjaan sampingan. Sebagian besar dari peternak di Kabupaten Kuningan merupakan petani dan pedagang. Faktor ini akan menghambat pengembangan ternak karena peternak kurang fokus dalam usaha pengembangan sapi pedaging. Kegiatan yang hanya dijadikan sampingan akan diperhatikan jika peternak memiliki waktu luang saja. Pengalaman dalam beternak juga beragam, namun sebagian besar sudah beternak lebih dari 5 tahun. Pengalaman peternak dalam memelihara sapi dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan peternak dalam mengembangkan usahanya. Semakin lama pengalaman beternak maka tingkat keterampilan dan pengetahuan peternak dalam menerapkan teknologi akan semakin mudah dan cepat (Wibowo 2006). Pengalaman beternak berperan penting dalam keberhasilan pengembangan usaha ternak sapi sekaligus upaya meningkatkan pendapatan peternak. Peternak yang memiliki pengalaman beternak cukup akan lebih cermat dalam berusaha dan memperbaiki kekurangan dimasa sebelumnya.

Jenis ternak yang dominan dipelihara di Kabupaten Kuningan adalah ternak sapi pedaging sistem penggemukan. Sistem pemeliharaan dilakukan secara intensif. Ternak dipelihara pada kandang setengah terbuka pada dindingnya. Letak kandang berada di sekitar rumah pemilik ternak. Ternak yang dipelihara dibeli dari Provinsi Jawa Tengah. Lama pemeliharaan dari pembelian sampai penjualan berkisar tiga bulan. Sistem pemberian pakan tiap peternak tidak menggunakan ukuran baku, akan tetapi menggunakan cara pengukuran tradisional seperti ikat, bakul dan keranjang. Pengukuran pertambahan bobot badan ternak juga diukur dengan sistem tradisional yang disebut dengan istilah

“jogrokan” yaitu sistem perkiraan berdasarkan pengalaman.

(56)

26

Gambar 2 Kondisi kandang dan ternak di Kabupaten Kuningan Jawa Barat Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Sapi

Pedaging di Kabupaten Kuningan

Produksi limbah pertanian per tahun berdasarkan bahan kering (BK), protein kasar (PK), dan total digestible nutrien (TDN) dapat digunakan untuk mengestimasi jumlah sapi pedaging yang dapat ditambahkan di Kabupaten Kuningan. Pengembangan sapi pedaging di Kabupaten Kuningan perlu memperhatikan jumlah kebutuhan nutrien dari sapi pedaging di wilayah tersebut. Kecamatan yang dinilai berpotensi dalam pengembangan sapi pedaging merupakan kecamatan yang dominan memiliki populasi sapi pedaging (LQ≥1). Tabel 14 menunjukkan kecamatan dengan nilai LQ≥1 dan persentase sapi pedaging dikecamatan tersebut.

Tabel 14 Nilai LQ dan persentase populasi ternak sapi pedaging di kecamatan terpilih.

No Kecamatan LQ Populasi sapi pedaging (ST)

Total ruminansia (ST)

% sapi pedaging

1 Cimahi 1.76 2 776 3 176 87.41

2 Cilebak 1.54 2 489 2 928 84.99

3 Subang 1.15 2 250 2 313 97.26

4 Maleber 1.59 2 054 2 472 83.09

5 Cibingbin 1.51 2 034 2 437 83.45

6 Luragung 1.58 923 1 058 87.21

7 Karangkancana 1.62 894 997 89.66

8 Ciwaru 1.57 826 953 86.65

9 Cibeureum 1.51 586 927 63.21

Total 14 832 17 263 85.92

LQ: location quation a

(57)

Tingginya jumlah ternak sapi pedaging di kecamatan terpilih merupakan gambaran bahwa kecamatan tersebut sudah biasa memelihara ternak sapi pedaging sehingga pengetahuan mengenai sistem pemeliharaan dianggap sudah cukup baik. Peternak yang memahami cara pemeliharaan yang baik akan membantu memudahkan proses penambahan populasi ternak sapi pedaging menggunakan limbah pertanian sebagai hijauan pakan di Kabupaten Kuningan.

Jumlah populasi ternak disuatu daerah berkaitan dengan kebutuhan nutrien di daerah tersebut. Limbah pertanian merupakan pakan hijauan sumber serat bagi ruminansia. Produksi nutrien limbah pertanian di Kabupaten Kuningan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pakan hijauan sapi pedaging. Nilai kapasitas penambahan populasi sapi pedaging di tiap kecamatan terpilih ditentukan dengan jumlah limbah pertanian yang belum termanfaatkan dan dapat dijangkau oleh peternak. Estimasi penambahan populasi ternak sapi pedaging di tiap kecamatan terpilih berdasarkan suplai bahan kering, protein kasar dan total nutrien tercerna jerami padi dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Estimasi penambahan populasi ternak sapi pedaging di tiap kecamatan terpilih berdasarkan suplai bahan kering, protein kasar dan total nutrien tercerna jerami padi.

No Kecamatan

KPPTRSpi (ST) berdasarkan limbah jerami padi

BK PK TDN

penambahan populasi ternak ruminansia sapi pedaging per kecamatan.

a

Diolah dari BPS Kab. Kuningan 2014

Nilai KPPTRSp dari kecamatan terpilih berdasarkan suplai BK, PK dan

TDN jerami padi tertinggi adalah Kecamatan Cimahi yaitu masing-masing sebesar 3 966 ST, 4 061 ST dan 3 972 ST. Kecamatan yang paling sedikit dapat menambah jumlah sapi pedaging menggunakan jerami padi adalah kecamatan Cibereum baik berdasarkan suplai BK, PK dan TDN yaitu masing-masing mencapai 838 ST, 858 ST dan 839 ST. Nilai KPPTRSp tertinggi dari seluruh

Gambar

Gambaran Umum Kabupaten Kuningan
Tabel 1 Proporsi tanaman pertanian yang digunakan di Kabupaten Kuningana
Tabel 3 Data populasi ternak ruminansia Kabupaten Kuningana
Tabel 4 Kebutuhan ternak sapi pedaging (ekor/hari)a
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kloset Duduk keramik merk toto manual buah Kloset Duduk keramik merk Ina manual buah Kloset Duduk keramik merk Lolo manual buah Kloset Duduk keramik merk Mono Blok American Standar

Pendinginan secara menerus di dalam tungku juga mempengaruhi kekerasan pada material sesudah proses pack carburizing,terlihat harga kekerasan material dasar jauh lebih

Kegiatan Annual Scientific Meeting of Emergency Nursing (ASMEN) 2016 merupakan kegiatan tahunan Himpunan Perawat Gawat Darurat Indonesia (HIPGABI) dan kali ini merupakan ASMEN ke-6

Pengrajin batik mendapat imbalan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dimana keberadaan batik di kampong tersebut memberikan lapagan pekerjaan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan permainan physics squares terhadap hasil belajar siswa dan mengetahui

Pada laporan ini juga akan dijabarkan kelebihan dan kekurangan yang terdapat dalam skenario seperti pendalaman-pendalaman karakter, adegan-adegan yang luput, proses-proses

Adapun perencanaan yang dilakukan ialah membuat persiapan pembelajaran berupa Rencana Kegiatan Harian (RKH), dengan tema tanaman dan sub tema tanaman buah yang akan

Kesenjangan kompetensi yang sering terjadi antara keinginan industri dan lulusan yang dihasilkan pendidikan kejuruan merupakan persoalan klasik yang terus dibenahi. Studi